Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arif Rahman
Abstrak :

Bahan bakar fosil adalah bahan bakar yang tidak dapat diperbaharui. Semakin meningkatnya kebutuhan akan energi mengakibatkan krisis energi dunia, salah satunya Indonesia. Penggunaan BBM yang tidak terkontrol mengakibatkan dampak negatif yang mengkhawatirkan. Oleh sebab itu diperlukan alternatif untuk memenuhi kebutuhan energi dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Indonesia memiliki potensi sumber energi alternatif, yaitu energi baru terbarukan dapat berupa pengembangan biofuel berbasis nabati dari mikroalga. Mikroalga membutuhkan proses yang cukup panjang untuk menghasilkan biodiesel. Adapun proses secara umumnya adalah proses kultivasi, pemanenan, ekstraksi lipid dari biomassa, dan sintesis biodiesel. Proses kultivasi mikroalga Synechococcus HS-9 sebanyak 7,5 L menghasilkan biomassa basah mikroalga sebesar 5,5295 g dan berat kering biomassa sebesar 3,323 g/L. Sintesis biodiesel menggunakan metode transesterifikasi dipengaruhi oleh suhu dan waktu reaksi. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh yield biodiesel 5,5% pada variasi suhu 55 0C dengan waktu konstan 60 menit dan yield biodiesel tertinggi sebesar 4,25% pada waktu 30 menit dengan suhu konstan 65 0C. Kandungan FAME yang dimiliki oleh biodiesel mikroalga Synechococcus HS-9, yaitu dalam bentuk monounsaturated fatty acid sebesar 3,16%, polyunsaturated fatty acid sebesar 18,96% dan saturated fatty acid sebesar 77,87%. Nilai propertis biodiesel mikroalga Synechococcus HS-9 dari vikositas kinematik sebesar 0,42 mm2/s dan densitas sebesar 1482 kg/m3.


Fossil fuels are non-renewable fuels. The increasing demand for energy has resulted in the world energy crisis, one of which Indonesia. Uncontrolled use of BBM results in negative impacts. Therefore, an alternative is required to fulfill the energy needs of renewable natural resources. Indonesia has a potential alternative energy source, which is renewable energy can be the development of biofuel based on microalgae. Microalgae require a long enough process to produce biodiesel. The process are cultivation, harvesting, lipid extraction from biomass, and biodiesel synthesis. The cultivation process of Synechococcus HS-9 as much as 7,5 L obtained microalgae wet biomass of 5,5295 g and dry weight of biomass of 3,323 g/L. The synthesis of biodiesel using transesterification method is influenced by temperature and reaction time. From the research obtained 5,5% of biodiesel yield at a temperature variation of 55 0C with a constant time of 60 minutes. The highest biodiesel yield 4,25% at 30 minutes with a constant temperature of 65 0C. The FAME content of Synechococcus HS-9 microalgae biodiesel is in the form of monounsaturated fatty acid amount 3,16%, polyunsaturated fatty acids amount 18,96%, and saturated fatty acid amount 77,87%. The biodiesel property value of Synechococcus HS-9 microalgae from kinematic viscocity is 0,42 mm2/s and density amount 1482 kg/m3.

2019
T53255
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rofa Falachudin
Abstrak :
Setiap kegiatan industri migas setiap harinya menyumbangkan polutan organik berbahaya. Salah satu kandungan polutan organik yang berbahaya tersebut adalah fenol. Pada penelitian ini dilakukan disain dan pembuatan prototipe skala pilot dari fotobioreaktor untuk mengeliminasi fenol dengan dilakukan perbandingan uji kinerja dari fotoreaktor, bioreaktor dan fotobioreaktor. Katalis yang digunakan untuk fotoreaktor adalah TiO2 P25 dan bakteri yang digunakan untuk bioreaktor adalah bakteri konsorsium lambung sapi. Dari penelitian ini didapatkan persen degradasi fenol untuk uji kinerja pada proses fotoreaktor, bioreaktor dan fotobioreaktor masing-masing sebesar 77.03 %, 69.44 % dan 90.88 %. ......Every oil and gas industry activity contributes hazardous organic pollutant every day. One of hazardous organic pollutant component is phenol. In this research prototype of photobioreactor was designed and made in pilot scale to elimination phenol with doing performance test comparison of photoreactor, bioreactor, and photobioreactor. TiO2 was used as catalyst in photoreactor while bacterial consortium of cow’s stomach was used in bioreactor. From this research, Percent of phenol degradation for performance test in photoreactor, bioreactor, and photobioreactor respectively were 77.03 %, 69.44 % dan 90.88 %.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S47754
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayik Abdillah
Abstrak :
Pengolahan anaerobik digester dengan substrat sampah makanan memiliki produk samping berupa air lindi. Air lindi memiliki kandungan nutrien yang sangat tinggi. Apabila air lindi tidak diolah akan menyebabkan eutrofikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mendayagunakan nutrien air lindi dengan memanfaatkan mikroalga Chlorella vulgaris yang dikultivasi dengan menggunakan fotobioreaktor plat datar dengan gelembung. Air lindi didilusi terlebih dahulu dengan air destilasi sebanyak 30 kali. Masa kultivasi dilakukan selama 14 hari dengan memberikan konsentrasi CO2 sebesar 3 , 9 dan 16 . Kerapatan awal mikroalga yang digunakan sebesar 0,2 dan 0,4 untuk melihat kerapatan awal yang optimal dalam mendayagunakan nutrien. Konsentrasi nutrien nitrogen awal sebesar 1.167 ndash; 1.708 mg/L dan nutrien fosfor awal sebesar 88 ndash; 687 mg/L. Hasil penelitian menunjukkan mikroalga C. vulgaris mampu menyerap nitrogen pada air lindi sebesar 81 ndash; 93 dan fosfor sebesar 79 ndash; 87 dengan menyerap karbon sebesar 10 ndash; 28 . Jumlah biomassa yang dihasilkan sebesar 1,363 ndash; 1,835 g/L berat kering . Hasil uji statistik pada variasi konsentrasi CO2 sebesar 3 , 9 , dan 16 dan kerapatan awal 0,2 dan 0,4 tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada kemampuan mikroalga Chlorella vulgaris dalam mendayagunakan nutrien air lindi dan menghasilkan jumlah biomassa yang berbeda ANOVA.
Anaerobic digester with food waste substrate has a leachate product. Leachate has a very high nutrient content. If leachate water is not treated it will cause eutrophication. The objective of this experiment is to utilize nutrient from leachate using Chlorella vulgaris microalgae which is cultivated in the flat plate with bubble photobioreactor. Leachate was diluted in distilled water for 30 times. The cultivation period was done for 14 days by giving the CO2 concentration of 3 , 9 , and 16 . The initial density of microalgae is 0,2 and 0,4 optical density to know the optimal initial density for nutrient recovery. Initial nitrogen was 1.167 ndash 1.708 mg L and initial phosphorus was 88 ndash 687 mg L. The results showed that C. vulgaris microalgae were able to absorb nitrogen in leachate 81 ndash 93 and phosphorus 79 ndash 87 by absorbing CO2 by 10 ndash 28 . The amount of biomass produced is 1,363 ndash 1,835 g L dry weight . The result of the statistical test on the variation of CO2 concentration of 3 , 9 , and 16 and the initial density of 0,2 and 0,4 did not give significant effect on the ability of C. vulgaris microalgae in utilizing leachate nutrients and produce different amount of biomass ANOVA.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S67519
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafidho Ilham Muhammad
Abstrak :
ABSTRAK
Mikroalga menghasilkan biomassa yang digunakan sebagai salah satu sumber energi terbarukan. Budidaya mikroalga dilakukan pada suatu wadah tertutup yang disebut sebagai fotobioreaktor. Penggunaan fotobioreaktor berguna untuk mengatur parameter-parameter yang berpengaruh pada pertumbuhan mikroalga dan mengurangi kemungkinan terjadinya kontaminasi. Fotobioreaktor yang optimal dibutuhkan untuk mendapatkan pertumbuhan mikroalga yang baik. Simulasi CFD merupakan cara yang butuh biaya sedikit untuk memprediksi pertumbuhan mikroalga pada macam-macam kondisi lingkungan. Fotobioreaktor berbentuk rectangular airlift dengan mikrolaga Synechococcus sp. HS-9 disimulasikan terhadap penggunaan baffle horizontal dengan berbagai konfigurasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konfigurasi yang optimal sehingga mixing dan pertumbuhan mikroalga yang baik dapat tercapai. ANSYS Fluent digunakan untuk menyelesaikan CFD. User-defined functions digunakan untuk mengintegrasikan persamaan pertumbuhan kinetic mikroalga ke model tiga dimensi fotobioreaktor. Hasil simulasi pertumbuhan mikroalga diperoleh terhadap posisi dan waktu di dalam fotobioreaktor selama beberapa hari. Sedimentasi dan self-shading dapat menghambat pertumbuhan mikroalga, oleh karena itu dibutuhkan mixing yang baik. Fotobioreaktor denagn horizontal baffle dapat mengkarakterisasi mixing lebih baik dibandingkan dengan fotobioreaktor tanpa baffle.
ABSTRACT
Microalgae produce biomass used as one of the renewable energy sources. Microalgae cultivation is done in a closed container called photobioreactor. The utilization of photobioreactor is meant to control some parameters affecting microalgae growth and reduce the possibility of contamination. The optimal photobioreactor is required to obtain the best microalgae growth. CFD simulation is a cost-effective way to predict microalgae growth under various environmental conditions. Rectangular airlift shaped photobioreactor with Synechococcus sp. HS-9 microalgae are simulated for the application of horizontal baffle with a different configuration. This research is proposed to get insights on the optimal configuration so that the mixing and good microalgae growth can be achieved. ANSYS Fluent is used to solve the CFD model. User-defined functions were used to integrate the microalgae kinetic equations into three-dimensional photobioreactor. Microalgae growth simulation results are obtained dependently over space and time within photobioreactor for several days. Biomass sedimentation and self-shading might inhibit microalgae growth, therefore, good mixing is needed. Photobioreactor with horizontal baffle characterize mixing better than photobioreactor without baffle.

2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juno Dwi Putra
Abstrak :
ABSTRAK
Diversifikasi energi merupakan salah satu jawaban untuk mengatasi masalah krisis energi, salah satunya adalah pengembangan biofuel yang berbasis nabati dari mikroalga. Peningkatan produktivitas biomassa mikroalga dapat dilakukan dengan menggunakan fotobioreaktor, sebuah sistem dengan cahaya yang melewati dinding reaktor berbentuk rectangular airlift untuk mikroalga Synechococcus HS-9. Tujuan penelitian untuk mengetahui bentuk terbaik antara modifikasi fotobioreaktor berbentuk kolom gelembung menggunakan baffle horizontal dengan konfigurasi double/triple segmental dan kolom gelembung tanpa menggunakan baffle horizontal serta mengetahui kecepatan gelembung untuk memaksimalkan produktivitas fotobioreaktor. Data kecepatan gelembung diambil menggunakan kamera berkecepatan tinggi pada setiap perbedaan variable debit masuk yang kemudian diolah dengan image processing menggunakan aplikasi Fiji/imageJ dan PIVlab, sedangkan data pertumbuhan diambil setiap hari pada setiap perbedaan variable untuk mengetahui pertumbuhan mikroalga dengan tolak ukur perbedaan optical density. Peningkatan waktu kontak berfungsi untuk meningkatkan konsentrasi CO2 pada fotobioreaktor yang berpengaruh terhadap jumlah konsenterasi CO2 terlarut didalam air yang dapat meningkatkan hasil biomassa. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil kecepatan terbaik, yaitu 0.23 m/s pada debit 1 LPM dengan ukuran gelembung menurut sauter mean diameter sebesar 750 μm yang digunakan pada fotobioreaktor dengan modifikasi baffle terhadap pertumbuhan Synechococcus HS-9.
ABSTRACT
Energy diversification is one of the answers to overcome the energy crisis, the development of organism-based biofuels from microalgae is promising. Increased productivity of microalgae biomass can be done by using a photobioreactor, a system with light passing through a rectangular airlift reactor wall for Microalgae Synechococcus HS-9. The purpose of this study is to determine the best form between modification of bubble column photobioreactors using horizontal baffles with triple segmental compared to bubble column configurations without using horizontal baffles and to know bubble velocity to maximize photobioreactor productivity. Bubble speed data is taken by using a high-speed camera on each difference in the incoming discharge variable that processed with image processing by using the Fiji / imageJ application and PIVlab, while the growth data is taken every day for each variable difference to determine the growth of microalgae by measuring the optical density difference. Increased contact time serves to increase CO2 concentration in the photobioreactor which affects the amount of CO2 concentration dissolved in water that can increase biomass yield Based on the results of the study, the best velocity results were 0.23 m / s at 1 LPM discharge with bubble size according to sauter mean diameter of 750 μm which was used in the photobioreactor with modified baffle on the growth of Synechococcus HS-9.

2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Waasthia
Abstrak :
Mikroalga memiliki potensi yang menjanjikan sebagai solusi dalam mengatasi permasalahan emisi CO2 dan pengurangan gas rumah kaca. Selain mampu menghasilkan biomassa yang berguna dalam berbagai bidang aplikasi, mikroalga juga memiliki kemampuan biofiksasi CO2 yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman biasa. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran dan kecepatan gelembung terhadap perpindahan massa serta kemampuan penangkapan CO­2 oleh mikroalga. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengaruh ukuran dan kecepatan gelembung terhadap perpindahan massa dan kemampuan penangkapan CO2 oleh mikroalga, khususnya strain Chlorella vulgaris dalam fotobioreaktor Rectangular Airlift Photobioreactor. Dalam eksperimen ini, digunakan beberapa variasi debit aliran (3, 4, 5, 6, dan 7 LPM) dan penggunaan fluid oscillator diterapkan. Sementara konsentrasi CO2 diatur pada 1% atau 10,000 ppm pada eksperimen kultivasi. Hasil eksperimen menunjukkan adanya pengaruh penggunaan fluid oscillator terhadap ukuran dan kecepatan gelembung yang menyebabkan terjadinya perbedaan nilai koefisien perpindahan massa. Koefisien perpindahan massa paling tinggi yakni pada variasi 4 LPM dengan menggunakan fluid oscillator dan laju perpindahan massa tertinggi yakni pada hari ke-8 dengan nilai 555.13 mg/m2s. ......Microalgae have promising potential as a solution to address CO2 emissions and greenhouse gas reduction. In addition to producing useful biomass for various applications, microalgae have a higher CO2 biofixation capacity compared to conventional plants. Therefore, this research aims to investigate the influence of bubble size and velocity on mass transfer and CO2 capture capability by microalgae. The study focuses on exploring the effects of bubble size and velocity on mass transfer and CO2 capture by Chlorella vulgaris, a strain of microalgae cultivated in a Rectangular Airlift Photobioreactor. Multiple variations of flow rates (3, 4, 5, 6, and 7 LPM) were implemented, along with the use of a fluid oscillator. The cultivation experiment utilized a CO2 concentration of 1% or 10,000 ppm. The experimental results revealed the impact of the fluid oscillator on bubble size and velocity, leading to variations in the mass transfer coefficient. The highest mass transfer coefficient was observed in the 4 LPM variation with the utilization of a fluid oscillator. Additionally, the highest mass transfer rate occurred on the 8th day, reaching a value of 555.13 mg/m2s.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Balya Haidar
Abstrak :
Penelitian mengenai analisis biofiksasi CO2 (cyanobacteria) Synechococcus HS-9 dengan variasi konsentrasi CO2 pada rectangular airlift Photobioreactor telah dilakukan. Synechococcus HS-9 merupakan cyanobacteria hasil isolasi dari sumber air panas di wilayah Rawa Danau, Banten yang merupakan koleksi dari Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Departemen Biologi FMIPA UI, Depok. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan Synechococcus HS-9 setelah diberikan CO2 dengan kosentrasi tertentu serta konsentrasi CO2 optimal untuk pertumbuhan Synechococcus HS-9. Synechococcus HS-9 ditumbuhkan dalam sistem rectangular airlift photobioreactor pada kecepatan aerasi 2 LPM dengan variasi CO2 sebesar 1,5%; 3%; 5%; serta tanpa tambahan CO2. Data yang diamati pada penelitian adalah biofiksasi CO2, pertumbuhan Synechococcus HS-9, serta kondisi lingkungan pertumbuhan Synechococcus HS-9. Hasil pengamatan biofiksasi CO2 menunjukkan nilai ­bio-fixation rate dari Synechococcus HS-9 adalah 4,48 g/L/d dan nilai CO2 removal efficiency sebesar 83,4% pada tambahan CO2 sebesar 5%. Hasil pengamatan pertumbuhan Synechococcus HS-9 menunjukkan variasi tambahan CO2 sebesar 3% menghasilkan pertumbuhan palilng optimal, hal tersebut dilihat dari jumlah produksi biomassa kering yang paling besar, yaitu 3,022 gram. Kondisi lingkungan pertumbuhan Synechococcus HS-9 juga mengalami perubahan, terutama pada nilai pH lingkungan. Penambahan CO2 pada kultivasi Synechococcus HS-9 menyebabkan turunnya nilai pH dibandingkan dengan kultivasi Synechococcus HS-9 yang tidak diberikan tambahan CO2. Hasil penelitian menunjukkan penambahan CO2 mempengaruhi pertumbuhan Synechococcus HS-9. Konsentrasi optimal CO2 untuk pertumbuhan Synechococcus HS-9 adalah 3%, sedangkan untuk biofiksasi CO2 adalah 5%. ......Research on the analysis of biofixation Synechococcus HS-9 with variations in CO2 concentration in a rectangular airlift photobioreactor has been carried out. Synechococcus HS-9 is cyanobacteria isolated from hot springs in the Rawa Danau area, Banten, which is a collection of the Plant Taxonomy Laboratory, Department of Biology, FMIPA UI, Depok. This study aims to determine the growth of Synechococcus HS-9 after being given CO2 with a certain concentration and what is the optimal concentration of CO2 for the growth of Synechococcus HS-9. Synechococcus HS-9 was grown in a rectangular airlift photobioreactor system at aeration speed of 2 LPM with CO2 variations of 1,5%; 3,%; 5%; and without additional CO2. The data observed in this study were the biofixation of CO2, the growth of Synechococcus HS-9, and environmental conditions for the growth of Synechococcus HS-9. The results of CO2 biofixation observations showed that the bio-fixation rate of Synechococcus HS-9 was 4.48 g/L/d and the value of CO2 removal efficiency was 83.4% with the addition of 5% CO2. The results of the observation of the growth of Synechococcus HS-9 showed an additional variation of 3% CO2 resulted in the most optimal growth, this was seen from the largest amount of dry biomass production, which was 3.022 grams. The environmental conditions for the growth of Synechococcus HS-9 also changed, especially in the pH value of the environment. The addition of CO2 to the cultivation of Synechococcus HS-9 caused a decrease in the pH value compared to the cultivation of Synechococcus HS-9 which was not given additional CO2. The results showed that the addition of CO2 affected the growth of Synechococcus HS-9. The optimal CO2 concentration for Synechococcus HS-9 growth was 3%, while for CO2 biofixation was 5%.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Grahita Teja Kurmawan
Abstrak :
Chlorella vulgaris Buitenzorg merupakan penghasil biomassa yang memiliki banyak kegunaan khususnya sebagai suplemen makanan dan obat kesehatan, selain itu juga memiliki kemampuan fotosintesis untuk mengurangi efek pemanasan global melalui memfiksasi CO2. Berdasarkan faktor hidrodinamika seperti koefisien transfer massa (KLa) dan juga kecepatan superfisial gas (UG) merupakan faktor penting untuk memaksimalkan produksi menggunakan medium Benneck di volume 40 L fotobioreaktor dengan mengatur temperatur pada 290C; tekanan pada 1 atm; konsentrasi CO2 sebesar 5% dan pencahayaan dengan lampu Halogen Phillip 20W/12V/50Hz. Hasilnya proses scale up berdasarkan iso KLa merupakan faktor yang lebih baik untuk menghasilkan jumlah biomassa yang lebih tinggi dibandingkan iso UG. Dapat disimpulkan bahwa dengan iso KLa mampu memberikan hasil 30,4% biomassa dibandingkan iso UG dan menunujukkan bahwa parameter iso KLa lebih sesuai untuk scale up fotobioreaktor. ......Chlorella vulgaris Buitenzorg is an useful biomass product that was especially for supplement food and health holistic drug, beside it's photosynthetic capability for minimizing global warming effect in through to CO2 fixation. Investigating an optimum hydrodynamic factor such as mass transfer coefficient (KLa) and also superficial gas velocity (UG) is important for maximizing Chlorella biomass production using 40 L Benneck medium in bubble column photo bioreactor that was set at temperature of 29_C; Pressure of 1 atm; CO2 concentration in bubbled gas 5%; and illuminated by a Phillip Halogen Lamp 20W/12V/50Hz. As a result, a scale up process based on similarity value of KLa at its optimum hydrodynamic factor tend an achieving higher biomass concentration than similarity of UG value. It was concluded that similarity value of KLa shown around 30,4 %
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S51891
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Salah satu metode potensial yang dapat digunakan untuk reduksi CO2 adalah memanfaatkan aktivitas mikroalga melalui proses fotosintesis. Mikroalga adalah bioagen yang mampu menangkap CO2 dan mengubahnya menjadi karbohidrat untuk menambah pertumbuhan populasinya. Banyaknya CO2 yang digunakan dapat mencapai hampir dua kali lipat dari berat kering biomassa yang dihasilkan. Tujuan kegiatan ini adalah mengkaji kemampuan mikroalga Scenedesmus sp dalam mereduksi gas CO2 pada suatu fotobioreaktor skala pilot dengan memvariasikan konsentrasi gas CO2 yang diinjeksikan ke dalam sistem. Penelitian dilakukan di Lapangan Gas Subang selama tujuh hari. Komposisi gas CO2 yang digunakan adalah ±98%. Sistem operasi adalah sistem batch dan media pertumbuhan yang digunakan adalah media “Sederhana 2”. Pada penelitian ini digunakan empat rangkaian fotobioreaktor dengan volume operasi masing-masing adalah 60 Liter. Masing-masing fotobioreaktor divariasikan perbandingan jumlah gas CO2 dan udara yang diinjeksikan, yaitu 0:100% (fotobioreaktor 1) yang berfungsi sebagai kontrol, 10:90% (fotobioreaktor 2), 30:70% (fotobioreaktor 3) dan 50:50% (fotobioreaktor 4). Kepadatan sel, optical density (OD), pH, dan berat kering digunakan sebagai parameter pengujian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa reduksi gas CO2 tertinggi terdapat pada fotobioreaktor 2 yang terjadi pada hari ke-3 operasi, yaitu sebesar 8,09x10-5 gram dengan nilai kepadatan sel 23,87 x 106 sel/mL. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penambahan 10% gas CO2 ke dalam fotobioreaktor dapat meningkatkan pertumbuhan mikroalga Scenedesmus sp.
665 LPL 48 (1) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nuri Liswanti Pertiwi
Abstrak :
Mikroalga sangat potensial untuk dijadikan sebagai bahan baku berbagai produk komersil, namun terkendala dalam efisiensi produksi biomassa. Hal tersebut dapat ditingkatkan dengan mempelajari pencampuran di dalam fotobioreaktor melalui teknologi computational fluid dynamic (CFD). Dalam penelitian ini, fotobioreaktor pencahayaan dalam untuk kultivasi mikroalga dimodelkan secara 3 dimensi yang mencakup neraca momentum, neraca massa fasa cair dan fasa gas. Model divalidasi dengan data penelitian dari jurnal Pegallapati dan Nirmalakhandan (2012) untuk simulasi selama 8 hari dengan pengaturan parameter μmax dan kd. Parameter μmax dan kd yang digunakan dalam model adalah sebesar 1,2 hari-1 dan 0,6 hari-1, dengan persen error hasil simulasi paling rendah 6,30% dan paling tinggi 38,64%. Hasil simulasi menunjukkan bahwa konsentrasi alga terus meningkat hingga 25,9 mol/m3 pada hari kedelapan, tidak berbeda jauh dengan hasil eksperimen sebesar 28,37 mol/m3. Profil konsentrasi alga cenderung untuk menyebar merata, menunjukkan adanya pencampuran di dalam reaktor. Hasil simulasi juga menunjukkan bahwa konsentrasi CO2 terlarut berkisar di angka -1 x 10-4 mol/m3 dan 1 x 10-4 mol/m3 pada 4 hari pertama serta di angka -1 x 10-17 mol/m3 dan 1 x 10-16 mol/m3 di 4 hari selanjutnya, menunjukkan adanya kenaikan kemampuan fiksasi CO2. Persebaran konsentrasi CO2 terlarut cenderung mengikuti perpindahan massa CO2 dari fasa gas ke fasa cair. ......Microalgae have many potential as raw material for several commercial products, but still lacking in biomass production efficiency. The efficiency can be increased by studying mixing phenomena in photobioreactor using computational fluid dynamics (CFD) technology. In this research, an internally-illuminated bubble column photobioreactor is modeled in 3 dimensions which consist of momentum balance and mass balance in gas and liquid phase. The model is validated using experimental data from Pegallapati and Nirmalakhandan (2012) for eight days of cultivation with an adjustment in μmax and kd value. The model is using μmax value of 1.2 d-1 and kd value of 0.6 day-1 which has an error percentage of 6.30% at the lowest and 38.64% at the highest compared to the experimental data. Simulation shows that algae concentration increases everyday and reaching the value of 25.9 mol/m3 in the eighth day, compared to 28.37 mol/m3 algae in the experiment. The algae concentration has a tendency to spread evenly throughout the reactor, showing that there is mixing in the reactor. Simulation also shows that dissolved CO2 concentration value is ranging from -1 x 10-4 mol/m3 to 1 x 10-4 mol/m3 in the first four days, while its value is ranging from -1 x 10-17 mol/m3 to 1 x 10-16 mol/m3 in the next four days, showing increase in CO2 fixation ability. Dissolved CO2’s concentration spreading tends to follow the spreading of CO2 mass transfer from gas phase to liquid phase.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S59775
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>