Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kemala NS
Abstrak :
Background: Depression is a significant geriatric problem. It will be a major health problem in developing nations by the year 2020. Signs and symptoms of depression among elderly people are usually so unspecific that they are often considered as a part of getting old. No wonder so many elderly depression cases remain uncured. When depression is under-diagnosed, the various problems accompanied with it will make the bio-psychosocial condition of the patient worsen. There is no primary data on the prevalence of depression in the Indonesian elderly population, especially in Eastern Indonesian conflict areas. Objective: The objective was to determine the prevalence and the severity of depression, as well as cognitive function in elderly subjects living in the conflict area in Buru Island, Maluku. Design: This study was designed as a survey, conducted in the Northeast Buru Region, Maluku, from March to May 2003. Questionnaires on the validated Geriatric Depression Scale and Mini Mental State Evaluation were performed by trained native speaker paramedics for the identification of depression, the severity of depression, and cognitive function. The 401 elderly people that participated in this survey ranged in age from 60 to 120 years. As many as 215 (53.6%) were women, and 223 (55.6%) were uneducated. Results: The prevalence of depression was 52.4%. A hundred and eighty seven subjects (94 females and 93 males) aged 60-120 years were in the mild depression category, and 23 subjects (14 females and 9 males) aged 60-85 years were severely depressed. While 82.6% elderly in severe depression category had an MMSE Score of less than 24 (dementia), 74.7% had mild depression, and only 57.1% of the elderly had no depression and received MMSE score less than 24. The majority of complaints among depression subjects were that they were bothered by thoughts they cannot get out of their head, they frequently worry about the future, they often became restless and fidgety, got bored, felt helpless, downhearted and blue, felt like crying, and that their life was empty. Seventy eight percents mild depressive elderly still enjoy getting up in the morning and 68% were hopeful about the future, which was on the contrary to the subjects with severe depression, where only 35% had these two positive outlooks. Conclusions: The prevalence of depression in Buru Island community was high, even though most of them were in the mild depression category. The worse the depression, the higher the percentage of cognitive impairment. There was still enough willingness to get better among subjects with mild depression. We need to think about the possibility of Post Traumatic Stress Disorder in the elderly population of this conflict area. Suggestions: Medical practitioners in conflict areas need to increase their awareness of depression and cognitive impairment among elderly people. Geriatrician and psychogeriatric experts are needed to ensure that the problem of depression in the elderly does not worsen in conflict areas. Further studies are needed to detect Post Traumatic Stress Disorder.
2003
AMIN-XXXV-4-OktDes2003-170
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Idawati H. M. Yara
Abstrak :
Tesis ini tentang konflik komunal yang terjadi di kawasan jalan Matraman Raya, Kecamatan Matraman, Jakarta Timur, antara warga kawasan Palmeriem dengan warga kawasan Berlan. Perbedaan kelas antara warga Berlan dengan warga Palmeriem sudah tertanam sejak jaman Belanda ketika mendirikan kawasan Berlan sebagai kompleks militer, dan kawasan Palmeriem sebagai basis pertahanan pasukan Mataram dalam membantu Pangeran Jayakarta menyerbu Belanda. Perbedaan kelas ini menimbulkan masalah sosial yang terakumulasi sehingga pada bulan Maret 2000 terjadi konflik komunal yang begitu anarkhis dan brutal mengakibatkan kerugian materiel yang besar dan korban jiwa. Konflik komunal tersebut tidak dapat dihindari oleh karena tidak ada peranan dari tokoh masyarakat, tokoh agama setempat. Serta bertambah banyaknya jumlah pengangguran di umur produktif dan remaja. Sejalan dengan bertambah sempit dan terbatasnya lahan sumber penghasilan di lingkungan kawasan konflik. Untuk melakukan persaingan memperebutkan kesempatan kerja di luar kawasan konflik para remaja tersebut tidak mempunyai kemampuan pengetahuan maupun keuangan untuk bersaing. Timbul frustasi pada remaja sehingga mereka melakukan apa saja yang dapat memberikan rasa kepuasan. Rasa frustasi juga dapat timbul karena karakter remaja yang ingin serba bebas dan mempunyai rasa keinginan tahu yang tinggi, dan cenderung melakukan percobaan-percobaan yang mengabaikan nilai-nilai dan norma-norma berlaku, serta melanggar peraturan yang ada, menimbulkan masalah sosial, dan mencari jati diri. Sehingga masa yang paling sulit dimengerti oleh sebagian besar orang tua. Perubahan-perubahan tingkah laku remaja biasanya hanya dapat dimengerti oleh sesama remaja. Karena itu kalangan remaja selalu mempunyai kelompok-kelompok sebaya (peers group). Didalam kelompok sebaya ini, mereka menjalani kehidupan bebas dan keingin tahuan mereka dengan dukungan dari teman sebaya. Mereka seperti mendapatkan keberanian dan kepercayaan diri dalam bertingkah laku. Konflik komunal yang diawali dari konflik individu ini disebabkan penanganan oleh aparat keamanan setempat lambat, sehingga memberi kesempatan konflik individu itu berkembang menjadi konflik kelompok dan akhirnya mejadi konflik komunal. Dalam pengumpulan data untuk penulisan tesis menggunakan pendekatan kualitatif, dengan pedoman wawancara terbuka serta observasi langsung ke lapangan. Dalam wawancara penulis mempunyai beberapa informan kunci yang memberikan banyak informasi tentang konflik komunal dikawasan konflik tersebut.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10246
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahli Rumekso
Abstrak :
Sebagai garda terdepan dalam penanganan keamanan dan ketertiban di suatu negara maka anggota Polri harus selalu siap untuk ditugaskan dalam situasi apapun dan di waktu kapanpun, bahkan harus rela mengorbankan kepentingan diri dan keluarganya. Anggota Polri yang tergabung dalam BKO (Bawah Kendali Operasi) bertugas untuk mendukung tugas Kepolisian di daerah konflik dan bertugas minimal selama enam bulan. Banyak masalah yang harus dihadapi mereka, misalnya : minimnya informasi tentang wilayah baru baik situasi sosial maupun kondisi fisik sehingga menimbulkan stres, dan juga harus berpisah dari keluarga, baik itu orang tua maupun anak istri. Banyak dari mereka yang BKO tersebut sudah berkeluarga. Ketika bertugas tersebut, mereka tidak boleh membawa keluarganya sehingga mereka harus rela untuk berpisah dari orang -orang yang mereka cintai. Bagi keluarga yang ditinggalkan dalam hal ini adalah istri, di mana secara langsung mempunyai kedekatan emosional, selain harus memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa kehadiran suami, mereka juga mengkhawatirkan keberadaan suami di daerah rawan konflik bersenjata. Seorang istri harus berperan ganda, selain ibu juga sebagai ayah sedangkan dia sendiri mengalami goncangan emosi, cemas terhadap situasi kerja suami dan kekhawatiran akan perilaku suami di daerah konflik. Bertolak dari fenomena tersebut diperoleh garnbaran permasalahan baik suami yang sedang menjalankan tugas serta istri dan keluarga yang ditinggalkan. Situasi yang menekan, tersebut memunculkan perilaku untuk menghadapinya atau perilaku coping. Semua individu akan berusaha keluar dari situasi yang menekan dan tidak menyenangkan dengan cara menyesuaikan diri terhadap situasi tersebut. Usaha yang dilakukan individu untuk mengatasi keadaan yang menekan, menantang atau mengancam, serta menimbulkan emosi-emosi yang tidak menyenangkan disebut sebagai lingkah laku coping (Lazarus, 1976). Sarafino (1990) mengatakan bahwa individu melakukan perilaku coping sebagai usaha untuk menetralisir atau mengurangi styes, kecemasan yang terjadi dalam suatu proses. Menurut Lazarus, dick (dalam Sarafino, 1990), coping memiliki dua fungsi utama, yaitu : 1) merubah permasalahan - permasalahan yang menjadi penyebab timbulnya stres dan 2) mengatur respon - respon emosional yang muncul sebagai akibat timbulnya permasalahan - permasalahan tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan bentuk strategi yang dipilih adalah studi kasus. Penelitian ini mengambil subyek penelitian yaitu istri anggota Polri yang ditinggal suaminya dalam penugasan di daerah konflik dan anggota Polri yang pemah bertugas di daerah konflik dalam rangka bawah kendali operasi. Subyek yang diambil sebanyak tiga orang istri anggota Polri yang ditinggal BKO dan tiga anggota Polri yang pernah bertugas BKO. Jenis coping yang dipilih subyek dalam merespon satu masalah yang dihadapi dapat berbeda-beda hal ini berhubungan dengan penilaian subyektif terhadap masalah, intensitas dan waktu stres, dan adanya stresor lain, pengalaman sebelumnya, karakteristik individu, dll. Terdapat kesamaan coping yang dipilih pada subyek istri terhadap masalah yang berkaitan dengan peran ganda yaitu seeking social support for instrumen reason dan emotional reasons. Sedangkan masalah yang berkaitan dengan dinas, coping acceptance digunakan oleh istri dan anggota Polri. Dalam menghadapi permasalahan, individu bisa menggunakan kedua jenis coping diatas, yaitu penggunaan jenis coping yang berorientasi pada masalah maupun coping yang berorientasi pada emosi. Namun seberapa sering penggunaan dari masing - masing jenis coping tersebut tergantung pada tuntutan atau permasalahan- permasalahan yang timbul serta bagaimana individu menilai tuntutan - tuntutan atau permasalahan-permasalahan tersebut.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18625
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hastuti Usman
Abstrak :
Lima tahun pertama adalah masa penting dalam proses tumbuh kembang anak. Anak lahir dan tinggal di daerah rawan bencana (bencana alam, perang, atau konflik bersenjata) berisiko mengalami kegagalan pertumbuhan dan keterlambatan perkembangan. Penelitian ini bertujuan mengukur perbedaan pertumbuhan dan perkembangan anak usia 3 - 24 bulan antara yang tinggal di daerah konflik dan bukan konflik dan menganalisis korelasi tempat tinggal daerah konflik dengan pertumbuhan serta perkembangan anak usia 3 - 24 bulan. Metode penelitian secara potong lintang dilakukan di Kabupaten Poso periode Februari - Maret 2014 terhadap 40 anak usia 3 - 24 bulan di daerah konflik dan bukan konflik. Data dianalisis menggunakan kai kuadrat dan korelasi point biseral. Hasil pertumbuhan berdasarkan berat badan/panjang badan di daerah konflik dan bukan konflik, kurus berturut-turut 32% dan 2% (p<0,001), sedangkan perkembangan yang meragukan berturut-turut 30% dan 5% (p=0,006). Berdasarkan lingkar kepala pertumbuhan tidak normal masing-masing 17% dan 0% (p=0,006). Variabel perancu (jenis kelamin, pendidikan ibu, penghasilan) tidak memengaruhi pertumbuhan anak usia 3-24 bulan di daerah konflik (p>0,05), tetapi jenis kelamin memengaruhi perkembangan (p=0,010). Pertumbuhan dan perkembangan anak usia 3-24 bulan yang tinggal di daerah konflik lebih terganggu dibandingkan dengan yang tinggal di daerah bukan konflik. Terdapat korelasi antara tempat tinggal daerah konflik dan jenis kelamin anak dengan pertumbuhan dan perkembangan anak usia 3-24 bulan.
The first five years are an important period in the development of the child. Children born and living in areas prone to disasters (natural disasters, war or armed conflict), risk of growth failure and developmental delay. This study aimed to measure the difference in the growth and development of children aged between 3 - 24 months who live in areas of conflict and not conflict and analyze correlations residential areas of conflict with the growth and development of children aged 3 - 24 months. Method of cross-sectional studies conducted in Poso regency February - March 2014 to children aged 3 - 24 months in areas of conflict and not conflict. Data were analyzed using chisquare and correlation point biseral.The results based on the growth of weight /height in conflict areas and not conflict, successive thin 32% and 2% (p<0.001), whereas the development of the doubt in a row 30% and 5% (p=0.006). Based on head circumference abnormal growth respectively 17% and 0% (p=0.006). Confounding variables (gender, maternal education, income) does not affect the growth of children aged 3 - 24 months in areas of conflict (p>0.05), but influence the development of gender (p=0.010). Conclusions growth and development of children aged 3 - 24 months who live in areas of conflict more disturbed than those living in areas not conflict. There is a correlation residential areas of conflict and gender of children with the growth and development of children 3-24 months of age.
Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Palu, 2014
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Angkasa Dipua
Abstrak :
In the past several decade's demands for maritime security has increased in significant numbers as indicated by the growing challenge in the seas, promoting various strategic ways to identify problems and to seek the best solutions to the problems. Negotiating a South China Sea conflict settlement and a political solution, at the top political and military level, was an obvious priority for peace-brokers in the conflict area. A quandary of the first track and official diplomatic efforts have pursued the confidence of the government, claimant states, and regional states to negotiate and implement a conflict-settlement agreement. The limitations of the first-track approach have associated with the hard way and a deadlock in making peace and settling the conflict. On the other side, track two or second-track diplomacy (STRAD) played a minimal role in facilitating the signing of a settlement. It, though, served as a reconciliatory effort at the unofficial level. STRAD made a critical contribution to the formal peace process by providing the unarmed actors with an unofficial opportunity to voice their interests in the conflict. Unofficial STRAD efforts conducted outside the officials served to provide an alternative solution with a platform of interaction and engagement.
Jakarta: Seskoal Press, 2020
023.1 JMI 8:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library