Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 59 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Tamar
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini berawal dari adanya asumsi bahwa KUD tidak bisa maju, karena pengelolanya tidak memiliki tingkah laku entrepreneur (jiwa kewiraswastaan), serta banyaknya faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi pengelolaan KUD. Sementara tuntutan untuk mengembangkan KUD pada khususnya dan koperasi pada umumnya semakin dirasakan perlunya baik ditinjau dari segi yuridis yaitu amanat UUD 1945 dan GBHN, maupun dari segi manfaatnya pada masyarakat. Sebagai salah satu pelaku ekonomi nasional di antara BUMN dan swasta, koperasi nampaknya belum memberikan konstribusi secara berarti terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Sehingga diperlukan upaya strategis untuk memacu gerak koperasi sehingga mampu berkembang dan bersaing dengan pelaku ekonomi lainnya.

Manajer KUD sebagai pengelola usaha merupakan tulang punggung dalam usaha untuk memajukan KUD. Untuk itu sebagai langkah awal dalam membenahi manajemen KUD adalah dengan melibat potensi sumber daya manusia yang merupakan kunci utama keberhasilan suatu usaha, dalam hal ini manajer KUD dituntut pada dirinya kemampuan-kemampuan dalam pengelolaan usaha KUD. Kemampuan utama dalam pengelolaan usaha adalah tingkah laku antreprenur.

Untuk itu penelitian ini berusaha mengungkapkan bagaimana persepsi terhadap lingkungan tugas dan tingkah laku antreprenur manajer KUD yang dihubungkan dengan keberhasilan manajer yang dilihat dari kemandirian KUD yang dikelolanya. Persepsi terhadap lingkungan tugas meliputi empat jenis yang merupkan obyek persepsi yaitu kebijaksanaan pemerintah/aparaturnya, anggota KUD/pelanggan, penyalur dan pesaing. Tingkah laku antreprenur meliputi sembilan aspek tingkah laku yaitu : tingkah laku instrumental, tingkah laku prestatif, tingkah laku keluwesan bergaul, tingkah laku kerja keras, tingkah laku keyakinan diri, tingkah laku pengambilan risiko, tingkah laku swakendali, tingkah laku inovatif, dan tingkah laku kemandirian. Disertai beberapa variabel lain yaitu : tingkat pendidikan, lama kerja, umur, dan pelatihan.

Penelitian ini bersifat ex post facto; subyek penelitian adalah manajer KUD di Sulawesi Selatan sebanyak 151 orang. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner yang disusun dengan menggunakan skala pengukuran model Likert skala 1 sampai 6. Teknik analisis yang dipergunalcan adalah Regresi Berganda (Multiple Regression) dengan taraf signifikansi 0,05.

Dari hasil analisis regresi berganda ditemukan beberapa hal yaitu :

a. Persepsi terhadap lingkungan tugas dan tingkah laku antreprenur beserta variabel-variabel bebas lainnya secara bersama-sama ternyata mempunyai sumbangan yang bermakna terhadap unjuk kerja manajer KUD. Diantara variabel-variabel itu ternyata yang memberikan sumbangan unik secara bermakna terhadap unjuk kerja manajer KUD adalah tingkah laku antreprenur dan lama kerja.

b. Masing-masing jenis persepsi terhadap lingkungan secara bersama-sama memberikan sumbangan secara bermakna terhadap unjuk kerja manajer KUD. Jenis persepsi yang paling menonjol sumbangannya adalah persepsi terhadap pesaing.

Masing-masing aspek tingkah laku antreprenur secara bersama-sama memberikan sumbangan yang bermakna terhadap unjuk kerja manajer KUD. Aspek tingkah laku antreprenur yang menonjol sumbangannya terhadap unjuk kerja manajer KUD adalah tingkah laku prestatif dan pengambilan risiko.
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Zainal Abidin Farid
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1979
D1067
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifai Nur
Abstrak :
ABSTRAK
Pasca Perang Kemerdekaan Indonesia terjadi suatu perubahan pemerintahan daerah yang diberi hak otonom. Pada masa Perang Kemerdekaan dengan pemerintahan NIT otonomi daerah di Sulawesi Selatan dilaksanakan dalam konteks negara federasi, sedangkan pasca revolusi otonomi daerah dilaksanakan dalam konteks negara kesatuan.

Studi otonomi daerah difokuskan pada hambatan-hambatan yang menyebabkan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang otonom terkendala. Suasana kebebasan daerah disatu sisi dan kontrol serta pengendalian pusat di sisi lain, begitupula dengan struktur sosial berhadapan dengan struktur pemerintah. Kemudian, kelompok unitaris pada satu sisi dan di sisi lain kelompok federalis, saling berinterasi bekerjasama dan terkadang pula bersaing dengan wadah kepentingan, etnik dan idiologi.

Metodologi penelitian yang digunakan adalah kualitatif, dengan pendekatan strukturis. Tipe eksplanatif dengan konteks penelitian transisi. Pengumpulan data menggunakan dokumen arsip, dokumen media cetak dan wawancara.

Temuan-temuan yang diperoleh dari studi ini diuraikan berikut. Pertama, pemerintah Sulawesi Selaian dan daerah-daerah di Sulawesi Selatan memiliki kebebasan yang terbalas dalam berkreasi, merencanakan, mengambil keputusan, melaksanakan keputusan itu. Kebebasan yang terbatas itu dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.

Kedua, pemerintah Sulawesi Selatan memperoleh 7 urusan sebagai hak otonominya disamping hak dasar yang telah dimiliki. Otonomi diletakkan pada 3 level, yaitu Sulawesi Selatan, Swatantra/Swapraja dan desa. Pada level ketiga hanya bersifat uji coba, kemudian setelah berlangsung beberapa tahun lalu dicabut dan dihentikan. Ketiga, Pemerintahan daerah pada level swapraja dijalankan berdasarkan tradisi yang mengandung azas demokrasi. Swapraja mewarisi tradisi pemerintahan dalam konteks federasi faliti dan monarki kostitusi. Undang-Undang sebagai dasar penyelenggaraan negara disusun berdasarkan perjanjian antara raja dan wakil-wakil dari paliti (negara bagian). Di dalamnya diatur masalah hak-kewajiban yang didasarkan pada perpaduan antara konsep to manurung dan ajaran Islam.

Keempat, kendala-kendala yang menghambat penyelenggaraan administrasi pemerintahan dan pembangunan saling berkait satu sama lain. Kendala-kendala itu adalah belum adanya persepsi yang sama diantara penyelenggara negara, swapraja dan ajjoareng sebagai pusat kekuasaan dan panutan pengaruhnya tak tergantikan, dominasi pemerintahan militer atas sipil, sentralisasi pengelolaan perdagangan kopra, sentralisasi pengelolaan pajak, dan eskalasi politik yang tinggi.

Seeara teoritis, Studi ini menunjukkan relevansi terhadap beberapa teori yang digunakan dan mengkonstruksi teori baru tentang demokrasi di daerah masyarakat Sulawesi Selatan. Hak, kewajiban dan kebebasan individu, kelompok, swasta dan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, mempunyai relevansi dengan teori yang dikemukakan oleh Arthur Mass, Sarundajang dan Ndraha. Teori yang dikemukakan oleh Huntington, Mohtar Mas?oed dan Maswadi Rauf tentang keampuhan gagasan tentang kemajuan (the idea of progress). Kemajuan yang diyakini akan mendorong munculnya demokrasi. Syaratnya adalah pengembangan kekuatan masyarakat, terutama melalui pembentukan sistem kepartaian yang bertanggung jawab kepada rakyat. Kemudian kebebasan individu dan kelompok serta daerah untuk mengembangkan kemajuan dalam rangka kemandirian rnenunjukkan relevansinya. Parsons dan Geertz kebudayaan sebagai sistem simbol-simbol. Dengan sistem itu, manusia memberi makna pada pengalamannya sendiri. Pada taraf tertentu, hal ini sesungguhnya menyangkut semua negara baru, yang ccnderung menjadi tumpukau tradisi-tradisi yang bersaing yang kebetulan terkumpul menjadi kerangka-kerangka kerja politis yang lebih direka daripada secara organis memeperkembangkan peradaban- peradaban, teori nilai budaya ini relevan dengan nilai budaya darah putih dan darah merah masyarakat Sulawesi Selatan. Kemudian hubungan patronase masyarakat Bugis Makassar dalam ajjoareng-joa sangat relevan untuk memahami pola hubungan masyarakat Bugis-Makassar. Keempat, Teori hubungan patronase .T.C. Scott. Suntherland dan Darmawan Rahman Mas?0d dalam pendekatan sejarah conflict and accomodation dalam memahami konflik dan integrasi kelompok-kelompok kepentingan, budaya, sosial dan politik yang saling berhadapan tetapi juga saling bersama-sama relevan. Juga konstruksi teori demokrasi melihat bagaiman tradisi- tradisi berisi azas demokrasi. Orang-orang Bugis Makassar menjalankan demokrasi sebagai tradisi di dalam pemerintahan dan sosial dapat dilihat dalam: (1) sistem perwakilan dan pemuusyawaratan dalam pengambilan keputusan (2) keputusan yang tertinggal berada di tangan rakyat. Keputusan Raja dapat dibatalkan oleh dewan adat, keputusan dewan adat dapat dibatalkan oleh lembaga yang lebih rendah yakni anang/tokoh-tokoh masyarakat, dan keputusan tokoh-tokoh masyarakat dapat dibatalkan oleh rakyat. Kedua, Di dalam tradisi pemerintahan dan sosial orang Bugis- Makassar kelompok lemah selalu diberi perlindungan bahkan di Luwu diberi kursi di dalam parlemen. Ketiga, orang-orang Bugis-makassar harus bersifat jujur, benar, adil dan berani di dalam memimpin dan kehidupan keseharian. Keempat, orang-orang Bugis-Makassar harus saling siporanmu, merasa saling membutuhkan dan saling memberi manfaat meskipun yang bersangkutan memiliki sejumlah keterbatasan. Jadi orang Bugis-makassar selalu menghargai orang lain.
2007
D1657
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifai Nur
Abstrak :
ABSTRAK
Pasca Perang Kemerdekaan Indonesia terjadi suatu perubahan pemerintahan daerah yang diberi hak otonom. Pada masa Perang Kemerdekaan dengan pemerintahan NIT otonomi daerah di Sulawesi Selatan dilaksanakan dalam konteks negara federasi, sedangkan pasca revolusi otonomi daerah dilaksanakan dalam konteks negara kesatuan.

Studi otonomi daerah difokuskan pada hambatan-hambatan yang menyebabkan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang otonom terkendala. Suasana kebebasan daerah disatu sisi dan kontrol serta pengendalian pusat di sisi lain, begitupula dengan struktur sosial berhadapan dengan struktur pemerintah. Kemudian, kelompok unitaris pada satu sisi dan di sisi lain kelompok federalis, saling berinterasi bekerjasama dan terkadang pula bersaing dengan wadah kepentingan, etnik dan idiologi.

Metodologi penelitian yang digunakan adalah kualitatif, dengan pendekatan strukturis. Tipe eksplanatif dengan konteks penelitian transisi. Pengumpulan data menggunakan dokumen arsip, dokumen media cetak dan wawancara.

Temuan-temuan yang diperoleh dari studi ini diuraikan berikut. Pertama, pemerintah Sulawesi Selaian dan daerah-daerah di Sulawesi Selatan memiliki kebebasan yang terbalas dalam berkreasi, merencanakan, mengambil keputusan, melaksanakan keputusan itu. Kebebasan yang terbatas itu dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.

Kedua, pemerintah Sulawesi Selatan memperoleh 7 urusan sebagai hak otonominya disamping hak dasar yang telah dimiliki. Otonomi diletakkan pada 3 level, yaitu Sulawesi Selatan, Swatantra/Swapraja dan desa. Pada level ketiga hanya bersifat uji coba, kemudian setelah berlangsung beberapa tahun lalu dicabut dan dihentikan. Ketiga, Pemerintahan daerah pada level swapraja dijalankan berdasarkan tradisi yang mengandung azas demokrasi. Swapraja mewarisi tradisi pemerintahan dalam konteks federasi faliti dan monarki kostitusi. Undang-Undang sebagai dasar penyelenggaraan negara disusun berdasarkan perjanjian antara raja dan wakil-wakil dari paliti (negara bagian). Di dalamnya diatur masalah hak-kewajiban yang didasarkan pada perpaduan antara konsep to manurung dan ajaran Islam.

Keempat, kendala-kendala yang menghambat penyelenggaraan administrasi pemerintahan dan pembangunan saling berkait satu sama lain. Kendala-kendala itu adalah belum adanya persepsi yang sama diantara penyelenggara negara, swapraja dan ajjoareng sebagai pusat kekuasaan dan panutan pengaruhnya tak tergantikan, dominasi pemerintahan militer atas sipil, sentralisasi pengelolaan perdagangan kopra, sentralisasi pengelolaan pajak, dan eskalasi politik yang tinggi.

Seeara teoritis, Studi ini menunjukkan relevansi terhadap beberapa teori yang digunakan dan mengkonstruksi teori baru tentang demokrasi di daerah masyarakat Sulawesi Selatan. Hak, kewajiban dan kebebasan individu, kelompok, swasta dan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, mempunyai relevansi dengan teori yang dikemukakan oleh Arthur Mass, Sarundajang dan Ndraha. Teori yang dikemukakan oleh Huntington, Mohtar Mas?oed dan Maswadi Rauf tentang keampuhan gagasan tentang kemajuan (the idea of progress). Kemajuan yang diyakini akan mendorong munculnya demokrasi. Syaratnya adalah pengembangan kekuatan masyarakat, terutama melalui pembentukan sistem kepartaian yang bertanggung jawab kepada rakyat. Kemudian kebebasan individu dan kelompok serta daerah untuk mengembangkan kemajuan dalam rangka kemandirian rnenunjukkan relevansinya. Parsons dan Geertz kebudayaan sebagai sistem simbol-simbol. Dengan sistem itu, manusia memberi makna pada pengalamannya sendiri. Pada taraf tertentu, hal ini sesungguhnya menyangkut semua negara baru, yang ccnderung menjadi tumpukau tradisi-tradisi yang bersaing yang kebetulan terkumpul menjadi kerangka-kerangka kerja politis yang lebih direka daripada secara organis memeperkembangkan peradaban- peradaban, teori nilai budaya ini relevan dengan nilai budaya darah putih dan darah merah masyarakat Sulawesi Selatan. Kemudian hubungan patronase masyarakat Bugis Makassar dalam ajjoareng-joa sangat relevan untuk memahami pola hubungan masyarakat Bugis-Makassar. Keempat, Teori hubungan patronase .T.C. Scott. Suntherland dan Darmawan Rahman Mas?0d dalam pendekatan sejarah conflict and accomodation dalam memahami konflik dan integrasi kelompok-kelompok kepentingan, budaya, sosial dan politik yang saling berhadapan tetapi juga saling bersama-sama relevan. Juga konstruksi teori demokrasi melihat bagaiman tradisi- tradisi berisi azas demokrasi. Orang-orang Bugis Makassar menjalankan demokrasi sebagai tradisi di dalam pemerintahan dan sosial dapat dilihat dalam: (1) sistem perwakilan dan pemuusyawaratan dalam pengambilan keputusan (2) keputusan yang tertinggal berada di tangan rakyat. Keputusan Raja dapat dibatalkan oleh dewan adat, keputusan dewan adat dapat dibatalkan oleh lembaga yang lebih rendah yakni anang/tokoh-tokoh masyarakat, dan keputusan tokoh-tokoh masyarakat dapat dibatalkan oleh rakyat. Kedua, Di dalam tradisi pemerintahan dan sosial orang Bugis- Makassar kelompok lemah selalu diberi perlindungan bahkan di Luwu diberi kursi di dalam parlemen. Ketiga, orang-orang Bugis-makassar harus bersifat jujur, benar, adil dan berani di dalam memimpin dan kehidupan keseharian. Keempat, orang-orang Bugis-Makassar harus saling siporanmu, merasa saling membutuhkan dan saling memberi manfaat meskipun yang bersangkutan memiliki sejumlah keterbatasan. Jadi orang Bugis-makassar selalu menghargai orang lain.
2007
D839
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H.D. Mangemba
Djakarta: Timun Mas, 1956
301.025 986 MAN k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yudhistira Sukatanya
Makasar : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Sulawesi Selatan, 2005
928 YUD l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Rasyid
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1999
398.212 ABD c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra Indonesia dan Daerah, 1978
992.2 IND s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
makalah disampaikan dalam seminar revitalisasi dan reintrepetasi nilai-nilai hukum tidak tertulis dalam pembentukan dan penemuan hukum, diselenggarakan oleh BPHN DEPKUMHAM RI Sulawesi Selatan taggal 28-30 september 2005 di makassar
300 MHN 1:2 2006
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Yayasan Purbakala, 1970
913.92 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>