Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Atlanta: American Society of Heating Refrigerating, 1984
R 697 AME a
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Kuntoro
"ABSTRAK
Suatu tahap yang perlu dicatat dalam sejarah Hukum Internasional, khususnya Hukum Laut International, terutama bagi Indonesia sebagai Negara Kepulauan (Archipelagic State) adalah adanya perkembangan Hukum Laut International dewasa ini, yaitu hasil Konferensi Hukum Laut-III/PBB yang membawa makna dan kegunaan yang jauh lebih memadai bila dibandingkan dengan hasil-hasil konferensi Hukum Laut sebelumnya dalam usaha menciptakan suatu tata kehidupan ekonomi international yang baru (New International Economic Order) yang berimbang dalam pemanfaatan laut bagi kepentingan umat manusia.
Hasil Konferensi Hukum Laut-III/PBB tersebut di atas belum lama berselang telah ditandatangani di Jamaica pada akhir tahun 1982, termasuk Indonesia sebagai salah satu negara peserta konferensi,yang dituangkan dalam "United Nations Convention on the Law of the Sea".
Walaupun untuk berlaku efektif, Konvensi tersebut masih memerlukan ratifikasi dari sekurang-kurangnya enam puluh negara (Article 308 sub 1), namun Konvensi tersebut telah berhasil meletakkan dasar-dasar bagi negara-negara di dunia, khususnya negara-negara pantai maupun negara kepulauan guna mempersiapkan pengaturan secara nasional berkenaan dengan pemanfaatan laut bagi kepentingan negara yang bersangkutan.
Arti dan kegunaan yang sangat penting dan Konvensi tersebut bagi Indonesia yang menganut Wawasan Nusantara adalah diterimanya konsepsi Negara Kepulauan (Archipelagic State concept),yang berarti menunjang Wawasan Nusantara kita, yang dalam GBHN ditetapkan sebagai wawasan dalam mencapai tujuan Pembangunan Nasional (lihat BAB II.E GBHN). Hal tersebut dapat dilihat dengan dicantumkannya satu bab tersendiri mengenai pengaturan negara kepulauan di dalam Konvensi, yaitu Part IV tentang "Archipelagic States".
Konferensi Hukum Laut-III/PBB yang menghasilkan Konvensi PBB mengenai Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea) tersebut di atas mempunyai corak khusus yang berbeda dengan konferensi-konferensi Hukum Laut Internasional sebelumnya, antara lain:
1.Masalah yang dibicarakan sifatnya menyeluruh yang berkenaan dengan Hukum Laut dan menyangkut kepentingan seluruh negara. Hal tersebut ternyata dari tujuan Konferensi sebagaimana yang dikemukakan oleh Majelis Umum PBB; "to adopt a convention dealing with all matters relating to the Law of the Sea, bearing in mind that the problem of ocean space are closely interrelated and need to be considered as a whole".
2.Negara-negara berkembang yang tergabung dalam "Kelompok 77" merupakan mayoritas yaitu 2/3 dari seluruh peserta. Karena itu penyelesaian masalahnya lebih ditekankan pada penyelesaian yang bersifat politis dan kompromistis."
1984
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Padmadi
1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dixit, J.N. (Jyotindra Nath), 1936-2005
New Delhi : Picus Books, 1998
327.54 DIX a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniawati
"Perkawinan di bawah tangan, membawa akibat yang tidak diharapkan bagi perempuan dan anak yang lahir dari perkawinan tersebut, terutama di tinjau dari aspek yuridis, tidak ada perlindungan hukum balk untuk mendapatkan nafkah hidup dan pengakuan dari. Negara dalam hal terjadi pertengkaran antara suami istri, maka istri tidak mempunyai kekuatan hukum untuk menggugat suami di depan sidang pengadilan. Pemerintah Indonesia telah menandatangani Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention On The Elimination Of all Forms Of Discrimination Againts Woman atau Cedaw. Konvensi ini pada dasarnya mengandung sejumlah asas-asas dasar yang memberi perlindungan pada wanita untuk dapat berkiprah aktif dibidang publik dan privat. Apakah Akibat Hukum Dalam Perkawinan Di Bawah Tangan Terhadap Isteri, Anak dan Harta Bersama Di Tinjau Dari Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 19$4 Tentang Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention On The Elimination Of all Forms Of Discrimination Againts Woman atau Cedaw). Apakah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention On The Elimination Of all Forms Of Discrimination Againts Woman atau Cedaw) memberi perlindungan bagi perempuan yang melakukan perkawinan di bawah tangan.Pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan murni data sekunder bahan dan literatur. Dalam peraturan perkawinan di bawah tangan tidak memberikan perlindungan terhadap istri dan anak-anak begitu pun terhadap harta, perkawinan tidak ada harta bersama, dengan demikian maka istri dalam perkawinan menjadi pihak yang lemah, rawan akan tekanan dari suami dan dalam hal istri ingin melepaskan diri dari tekanan psikis suami sulit karena tidak memiliki bukti sah sebagai istri sehingga dibutuhkan peran pemerintah dan peran aktivis pemberdaya perempuan untuk memberikan penyuluhan terutama pada masyarakat perempuan kalangan akar rumput untuk tidak terjebak pada perkawinan di bawah tangan.

Marriage under puts hand out, taking in effect that doesn't be expected divides female and child that comes into the world from that marriage, particularly at evaluation of judicial formality aspect, no good law protection to get life earnings and admitting of State in term wrangle happening among wife husband, therefore wife doesn't have legal power to litigate husband in front court. Indonesian government have Convention On The Elimination Of all Forms Of discrimination Againts Woman or Cedaw . This convention basically contains a number base grounds that giving protection on woman for can get active action at public area and privat. Are Jurisdictional Effect In marriage Under Puts Hand Out to Wife, Child and Community Property At Evaluation From Laws Number marriage 1 Year 1974 About Marriage And Number Law 7 Years 1984 About Convention On The Elimination Of all Forms Of discrimination Againts Woman or Cedaw. What Statute Number 7 Years 1984 About Convention On The Elimination Of all Forms Of discrimination Againts Woman or Cedaw give protection for female one does marriage under puts hand out. Data collecting did by pure bibliography research material secondary data and literature. In marriage regulation under puts hand out not give protection to wife and children so even to asset, marriage no community property, thus therefore wife in marriage becomes poor party, gristle will pressure of husband and in term wife want to secede from psycis pressure husband is hard since have no proof legitimate as wife so needed by government role and pemberdaya's activist role female to give counselling especially on circles female society grass root for doesn't ambushed on marriage under puts hand out."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19515
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gregoria Maisy Dwi Lestari
"Pemerintah otoriter Orde Baru meninggalkan jejak pelanggaran HAM berat karena kebijakan politik yang menindas warga negara. Peristiwa Tanjung Priok merupakan salah satu pelanggaran HAM berat masa lalu yang menindas kelompok Muslim yang kritis terhadap rezim. Dengan kerangka teori kriminologi kritis, skripsi ini bertujuan untuk menelusuri pengalaman viktimisasi berlapis anggota keluarga korban pelanggaran HAM berat Tanjung Priok tahun 1984 sebagai kejahatan negara. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan paradigma kriminologi kritis dengan data primer berupa wawancara mendalam dengan tiga anggota keluarga korban kasus Tanjung Priok 1984, serta data sekunder dengan studi literatur. Hasil analisis menunjukkan bahwa para anggota keluarga korban mengalami viktimisasi berlapis sejak peristiwa Tanjung Priok itu sendiri terjadi pada tahun 1984 hingga pada masa kini, ketika negara telah bertransisi dari pemerintahan yang otoriter. Viktimisasi berlapis tersebut dialami oleh para anggota keluarga korban dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari kehidupan sosial, kondisi finansial, kondisi psikologis, hingga kedudukan di mata hukum dalam proses persidangan ad hoc yang telah dijalankan. Ini merupakan suatu bentuk kejahatan politik yang dilakukan oleh negara, baik dalam tindakan yang sengaja maupun dalam bentuk pengabaian. Adanya otoritarianisme dari negara sejak dari masa lalu hingga tidak adanya pertanggungjawaban negara di masa kini untuk menyelesaikan kejahatan di masa lalu tersebut menciptakan viktimisasi berlapis yang dialami oleh keluarga korban hingga hari ini. Prinsip-prinsip keadilan transisi yang gagal diwujudkan hingga hari ini menunjukkan bahwa negara terus melanggengkan impunitas para pelaku dan tidak menunjukkan political will dalam pemerintahan yang demokratis untuk memulihkan kerugian para anggota keluarga korban.

The authoritarian New Order government left a trail of gross human rights violations due to political policies that oppressed citizens. The Tanjung Priok incident is one of the past gross human rights violations that oppressed Muslim groups critical of the regime. Grounded in the theoretical framework of critical criminology, this thesis investigates the phenomenon of layered victimization experienced by the family members of victims of the 1984 Tanjung Priok gross human rights violations, conceptualized as a state crime. Employing a qualitative research design within a critical criminology paradigm, the study utilizes primary data derived from in-depth interviews with three family members of victims, complemented by secondary data obtained through literature review. The findings reveal that the victims' families have endured ongoing and layered forms of victimization from the time of the incident through the present, despite the state's political transition from authoritarian rule. These forms of victimization manifest across various dimensions of life, including social marginalization, economic hardship, psychological distress, and legal disenfranchisement, particularly within the context of the ad hoc judicial proceedings. The layered victimization is attributed to both comission and omission act by the state. The enduring effects of past authoritarianism, coupled with the state's continued failure to establish accountability mechanisms, contribute to the perpetuation of harm against the victims' families. The study concludes that the unfulfilled principles of transitional justice reflect the state's ongoing impunity for past abuses and its lack of political will to rectifying the injustices suffered by victims’ families within the framework of democratic governance."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library