Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shafira Anna Medina
"Penelitian ini menelusuri terkait bagaimana kebijakan pidana yang tepat untuk dapat menanggulangi tindakan penyalahgunaan data pribadi yang terjadi dalam sistem pemerintahan berbasis elektronik di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian preskriptif yang ditinjau melalui metode penelitian yuridis normatif dengan penulisan yang bersifat eksploratoris. Data yang digunakan berupa studi kepustakaan dengan menggunakan analisis data secara kualitatif. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat berbagai hambatan dan karakteristik khusus atas terjadinya tindakan penyalahgunaan data pribadi dalam sistem pemerintahan berbasis elektronik. Sebagai salah satu bentuk dari kejahatan siber, hasil penelitian ini menemukan bahwa diperlukan perspektif digital dalam merumuskan kebijakan pidana yang dapat mengakomodasi berbagai hambatan dan karakteristik khusus dalam melakukan kriminalisasi terhadap tindakan penyalahgunaan data pribadi dalam sistem pemerintahan berbasis elektronik di Indonesia.

This research explores how is the most applicable criminal policy in combatting the act of personal data misuse in the implementation of e-government in Indonesia. This study is a prescriptive research that is conducted through a normative legal research method with exploratory writings. The data used were obtained by conducting a literature study using qualitative data analysis. The results showed that there are various obstacles and special characteristics in the occurrence of the act of personal data misuse in e-government. As a form of cybercrime, this study found that digital perspectives are needed in formulating a criminal policy that can accommodate the various obstacles and special characteristics in criminalizing the act of personal data misuse in the e-government system of Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Taufik Ajiputera
"Jaringan internet atau Web telah menjadi alat penting untuk mencapai berbagai kebebasan umum (HAM) dan kemajuan manusia. Saat menggunakan aplikasi berbasis internet, informasi berupa data pribadi menjadi acuan. Mengingat banyaknya penyalahgunaan informasi menyebabkan memudarnya Hak Asasi Manusia, dimana sebagian orang tidak bersedia jika data pribadinya tersebar di media sosial. Semakin banyak pengguna internet yang disalah gunakan sebagai sarana kejahatan, maka banyak pihak yang merasa bahwa hak privasinya tak lagi mendapat perlindungan. Undang-Undang Indonesia tak hanya menciptakan hukuman bagi pihak yang menyebar luaskan data pribadi untuk kejahatan pidana konten ilegal namun memberikan perlindungan bagi korban untuk mendapatkan hak nya dengan menghapus informasi/dokumen elektronik yang dimana dikenal dengan istilah Hak Untuk Dilupakan atau Right To Be Forgotten. Hal ini diatur dalam Pasal 26 Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik walaupun yang pada pelaksanaannya belum ada aturan secara eksplisit namun pemerintah memberikan kesempatan bagi para korban untuk melakukan permohonan penghapusan atas konten illegal tersebut. Ketentuan hukum tersebut merumuskan keberadaan penghormatan atas hak pribadi orang lain khusus bagi mereka yang keberatan atas suatu data yang tidak relevan tentang dirinya. Berdasarkan pemahaman Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik dapat dipahami bahwa penghapusan informasi/dokumen elektronik menjadi suatu kewajiban ketika dimintakan oleh orang yang bersangkutan berdasar penetapan pengadilan karena secara substansi dinilai tidak relevan.

The internet network or Web has become an important tool for achieving various general freedoms (HAM) and human progress. When using internet-based applications, information in the form of personal data becomes a reference. Considering that the large number of misuses of information causes the decline of human rights, some people are unwilling to have their personal data spread on social media. The more internet users are misused as a means of crime, the more people feel that their right to privacy is no longer protected. Indonesian law not only creates penalties for parties who disseminate personal data for criminal crimes of illegal content but provides protection for victims to obtain their rights by deleting electronic information/documents which is known as the Right to Be Forgotten. This is regulated in Article 26 of the Electronic Transaction Information Law, although in its implementation there are no explicit regulations, but the government provides an opportunity for victims to request the removal of illegal content. These legal provisions stipulate the existence of respect for the personal rights of other people specifically for those who object to irrelevant data about themselves. Based on the understanding of Article 26 paragraph (3) of the Electronic Transaction Information Law, it can be understood that the deletion of electronic information/documents becomes an obligation when requested by the person concerned based on a court order because it is deemed substantially irrelevant."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Linton Hans Pratama
"Penelitian ini terfokus pada Analisis terhadap lembaga jasa keuangan Fintech terkait sisi Hukumnya.Pemerintah saat ini focus dalam membangun ekonomi Indonesia melalui bidang Pasar Modal dikarenakan Pasar Modal memiliki beberapa sektor sentral yang dapat menunjung laju perkembangan ekonomi baik makro maupun mikro. Penelitian hukum menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan bersifat deskriptif. Bahan hukum dalam menggunakan bahan hukum primer, dan sekunder. Cara pengumpulan bahan atau data dalam penelitian ini dilakukan melalui Studi kepustakaan. Metode analisa data yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode analisa kualitatif yaitu analisis data non statistik yang disesuaikan dengan data yang akan dikumpulkan.Pada era Globalisasi saat ini ditemukan mekanisme transaksi keuangan pasar modal baru bernama Fintech.Fintech merupakan Layanan Transaksi Keuangan yang dipadukan dengan kebutuhan masyarakat saat ini akan globalisasi. Fintech terdiri dari banyak elemen seperti Payment Gateaway, Peer to Peer Lending dan lain-lain.Kepercayaan dan tanggung jawab dari pihak-pihak Terkait merupakan salah satu cara terjadinya trasaksi yang baik pada Fintech.Dalam hal ini saya akan membahas tentang perlindungan Informasi yang terkait dalam transaksi Fintech tersebut dengan tidak mengesampingkan hak dan kewajiban para pihak Terkait. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa Lembaga dan otoritas terkait berperan penting dalam memberikan edukasi dan pencegahan kesalahan wewenang oleh para pihak terkait.Kesadaran para pihak juga merupakan unsur terpentingagar transaksi terlaksana dengan baik.Atas dasar tersebut regulasi dan regulator harus aktif dalam implementasi layanan keuangan yang lagi naik daun ini.

This research focuses on the analysis of Fintech financial services institutions related to the legal side. The government is currently focusing on building Indonesia's economy through the Capital Market sector because the Capital Market has several central sectors that can uphold the pace of economic development both macro and micro. Legal research uses normative and descriptive juridical research methods. Legal material in using primary and secondary legal materials. The method of collecting material or data in this study was carried out through literature study. Data analysis method used in this study is a qualitative analysis method, namely the analysis of non-statistical data that is adjusted to the data to be collected. In the Globalization era, a new capital market financial transaction mechanism called Fintech was found. Fintech is a Financial Transaction Service that is integrated with the needs of today's society for globalization. Fintech consists of many elements such as Gateaway Payment, Peer to Peer Lending and others. The trust and responsibility of the Related parties is one of the ways in which good transactions occur in Fintech. In this case I will discuss the protection of information related to the Fintech transaction by not waiving the rights and obligations of the Related parties. The results of the study indicate that the Institution and the relevant authorities play an important role in providing education and preventing the error of authority by the parties concerned. The awareness of the parties is also the most important element for the transaction to be carried out properly. On this basis, regulations and regulators must be active in the implementation of financial services that are rising again."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52409
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wening Dyah Locitaresmi
"

Seiring dengan perkembangan industri teknologi keuangan, aplikasi personal financial management (PFM) muncul sebagai solusi alternatif dari spreadsheet untuk memfasilitasi proses pengelolaan keuangan pribadi. Di Indonesia, Finku merupakan aplikasi PFM yang paling pesat perkembangannya. Meskipun Finku dianggap menawarkan solusi yang lebih efisien dan intuitif dibanding spreadsheet, Finku masih menghadapi tantangan dalam mempertahankan penggunanya, yang ditunjukkan dengan tingkat retensi pengguna yang terlalu rendah. Untuk mengatasi tantangan ini, penelitian ini menggunakan kerangka kerja push-pull-mooring (PPM) untuk memahami faktor-faktor yang memengaruhi niat pengguna untuk beralih dari spreadsheet ke Finku. Penelitian ini menggunakan metode campuran, dengan menggabungkan data kuesioner dari 198 responden dan wawancara semi-terstruktur yang dilakukan dengan enam partisipan untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif mengenai fenomena yang diteliti. Untuk menganalisis data kuantitatif, penelitian ini menggunakan metode Partial Least Square-Structural Equation Modeling (PLS-SEM), sementara data kualitatif dianalisis menggunakan analisis tematik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketidakpuasan pengguna dan persepsi ketidakefisienan terhadap spreadsheet, daya tarik alternatif dari Finku, inovasi konsumen, biaya beralih, dan persepsi keamanan dan privasi berpengaruh secara signifikan terhadap niat pengguna untuk beralih. Namun, ubikuitas tidak ditemukan berdampak signifikan terhadap niat untuk beralih. Penelitian ini juga menekankan bahwa fitur-fitur inovatif, seperti gamifikasi dan pembuat laporan keuangan otomatis, memainkan peran besar dalam meningkatkan daya tarik alternatif, sehingga memengaruhi niat beralih pengguna. Penelitian ini berkontribusi dengan memberikan pemahaman mendalam tentang faktor-faktor PPM yang memengaruhi niat beralih pengguna dari spreadsheet ke aplikasi Finku. Temuan ini juga dapat dijadikan landasan bagi pengembang aplikasi Finku untuk meningkatkan retensi pengguna aplikasinya berdasarkan faktor-faktor PPM yang telah diidentifikasi.


As the fintech industry evolves, personal financial management (PFM) apps have emerged as an alternative to spreadsheets in facilitating personal finance management. In Indonesia, Finku stands out as the most rapidly growing PFM app. Despite Finku's perceived efficiency and intuitiveness compared to spreadsheets, it still faces challenges in retaining its user base, as indicated by its low user retention rate. To address this challenge, this study employs the push-pull-mooring (PPM) framework to understand the factors influencing users' intentions to switch from spreadsheets to Finku. The study uses a mixed-method approach, combining questionnaire data from 198 respondents and semi-structured interviews with six participants, to provide a comprehensive picture of the phenomenon under investigation. For the analysis of quantitative data, this study uses the Partial Least Square-Structural Equation Modeling (PLS-SEM) method, while qualitative data is analyzed using thematic analysis. The findings reveal that user dissatisfaction and perceived inefficiency of spreadsheets, Finku's alternative attractiveness, consumer innovation, switching costs, and perceived security and privacy significantly influence users' intention to switch. However, ubiquity was not found to significantly impact the intention to switch. The study also highlights that innovative features, such as gamification and automatic financial report generators, play a major role in increasing alternative attractiveness, thus influencing users' switching intentions. This study contributes by providing in-depth understanding of the PPM factors influencing users' switching intentions from spreadsheets to Finku. These findings can also serve as a foundation for Finku app developers to improve user retention based on the identified PPM factors.

"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taringan, Muhammad Riansyah Aksar
"Penulisan ini menganalisis bagaimana tipologi tindak pidana Doxing, dan menganalisis bagaimana regulasi Doxing di Indonesia, khususnya terkait status Penyebaran data Pribadi di Indonesia. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Doxing, merupakan kegiatan penyebaran data pribadi di mana pendoxing akan melakukan pengumpulan data secara legal ataupun ilegal, menyebarkan data tersebut dengan maksud ingin menjatuhkan harkat martabat sang korban, atau menimbulkan kerugian terhadap korban. Dalam sejarahnya, penyebaran data pribadi dimulai sebab kemajuan teknologi dalam berkomunikasi terus berkembang pesat, kmunikasi yang awalnya digunakan manusia untuk saling berinteraksi, kemudian digunakan sebagai metode untuk menyebarkan informasi kepada publik pada era jurnalistik modern. Saat ini, komunikasi sudah bisa dilakukan antar negara melalui sosial media, penggunaan sosial media yang salah bisa menyebabkan hal negatif dan dapat merugikan orang lain. Doxing adalah salah satu hasil dari perkembangan teknologi umat manusia, jika tidak diatur dengan baik, penyebaran data pribadi bisa menjadi salah satu penyebab negatif dalam penggunaan media sosial Pada dasarnya kegiatan doxing menggunakan sarana internet dan komputerisasi, sehingga tindak pidananya dikategorikan sebagai cybercrime. Doxing di Indonesia dilarang oleh UU ITE dan UU PDP, karena penyebaran data pribadi tanpa persetujuan sang pemilik data, diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, dan Undang-Undnag Pelindungan Data Pribadi Nomor 27 tahun 2022. Undang-undang ini dibuat untuk menjaga ruang digital Indonesia agar bersih, sehat, beretika, produktif, dan berkeadilan, inilah tujuan dari diberlakukannya undang-undang Informasi dan Transaksi elektronik, dan doxing dalam fokus terhadap penulisan tesis ini. Selain Indonesia beberapa negara seperti Amerika dan beberapa negara bagiannya, Nevada, Colombia, New York, juga melarang penyebaran data pribadi yang bisa merugikan orang tertentu yang telah diatur dalam suatu peraturan. Regulasi terkait doxing sangat penting karena larangan tersebut memiliki kekuatan hukum tetap, dapat memperjelas status doxing, terpenuhinya unsur keadilan dalam penegakan hukumnya. Akan tetapi di Indonesia sampai saat ini belum ada regulasi yang mengatur larangan doxing secara eksplisit, sehingga perlu adanya kebijakan hukum pidana terkait larangan kegiatan doxing di Indonesia.

This paper analyzes how the typology of Doxing criminal acts, and analyzes how the regulation of Doxing in Indonesia, especially related to the status of Personal data Dissemination in Indonesia. This paper is prepared by using doctrinal research method. Doxing is an activity of spreading personal data where the doxer will collect data legally or illegally, spreading the data with the intention of bringing down the dignity of the victim, or causing harm to the victim. Historically, the dissemination of personal data began because technological advances in communication continued to grow rapidly. Communication, which was originally used by humans to interact with each other, was then used as a method to disseminate information to the public in the modern journalistic era. Nowadays, communication can be done between countries through social media, the wrong use of social media can cause negative things and can harm others. Doxing is one of the results of the technological development of mankind, if not properly regulated, the dissemination of personal data can be one of the negative causes in the use of social media Basically, doxing activities use internet and computerized means, so that the criminal act is categorized as cybercrime. Doxing in Indonesia is prohibited by the ITE Law and the PDP Law, because the dissemination of personal data without the consent of the data owner is regulated in Article 27 of Law Number 1 of 2024 concerning the second amendment to Law Number 11 of 2008 concerning Electronic Information and Transactions, and the Personal Data Protection Law Number 27 of 2022. This law was made to keep Indonesia's digital space clean, healthy, ethical, productive, and equitable, this is the purpose of the enactment of the Electronic Information and Transaction law, and doxing in the focus of this thesis writing. In addition to Indonesia, some countries such as America and some of its states, Nevada, Colombia, New York, also prohibit the dissemination of personal data that can harm certain people who have been regulated in a regulation. Regulations related to doxing are very important because the prohibition has permanent legal force, can clarify the status of doxing, fulfill the element of justice in law enforcement. However, in Indonesia until now there has been no regulation that explicitly regulates the prohibition of doxing, so it is necessary to have a criminal law policy related to the prohibition of doxing activities in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Glenn Muhammad Rifqi
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertanggungjawabanan hukum atas publikasi informasi yang dikecualikan pada putusan pengadilan di situs Mahkamah Agung Republik Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder, yaitu peraturan perundang-undangan dan buku. Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa pihak yang bersengketa memiliki hak atas data pribadi yang harus dilindungi oleh pengadilan pada putusan pengadilan berdasarkan SK KMA Nomor 1-144/KMA/SK/2011 tentang Pedoman Pelayanan Informasi di Pengadilan. Namun, berdasarkan Putusan Pengadilan Nomor 01/Pid.Sus-Anak/2017/PN Pti, implementasi untuk perlindungan data pribadinya masih belum terwujud seperti pada Putusan Pengadilan Nomor 416/Pdt.G/2017/PA.Dum, sehingga, diperlukannya undang-undang terkait dengan perlindungan data pribadi untuk mengatur memberikan perlindungan pada putusan pengadilan.

This research aims to determine the legal liability for publishing excluded information on court decisions on the Supreme Court of the Republic of Indonesia website This research is a normative juridical research by examining library materials or secondary data, namely laws and regulations and books. From this research, it can be concluded that the disputing parties have the right to personal data which must be protected by the court in a court decision based on SK KMA Number 1-144/KMA/SK/2011 concerning Guidelines for Information Services in Courts. However, based on Court Decision Number 01/Pid.Sus-Anak/2017/PN Pti, the implementation for the protection of his personal data has not materialized as in Court Decision Number 416 / Pdt.G / 2017 / PA.Dum, so that a law needed related to the protection of personal data to regulate providing protection to court decisions is needed. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fajrianto Rahmansyah
"Kredit macet merupakan salah satu masalah yang masih terjadi dalam sektor jasa keuangan, terutama perbankan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah permasalahan tersebut adalah dengan menggunakan informasi perkreditan nasabah debitur untuk mengenal calon nasabah terlebih dahulu dan menerapkan prinsip kehati-hatian dalam memberikan jasa kredit. Penyediaan informasi perkreditan di Indonesia sendiri dalam praktiknya dilakukan oleh OJK sebagai pemerintah dan LPIP sebagai swasta. Adapun kegiatan pertukaran informasi perkreditan melalui LPIP rentan terhadap penyalahgunaan, oleh karena itu penelitian ini membahas mengenai perlindungan terhadap nasabah perbankan dalam kegiatan tersebut. Penulisan ini mengkhususkan pembahasan untuk mencari tahu bagaimana pengaturan perlindungan nasabah perbankan dalam kegiatan pertukaran informasi perkreditan melalui LPIP, serta bagaimana implementasi kewajiban perlindungan informasi perkreditan nasabah perbankan oleh PT. Pefindo Biro Kredit sebagai LPIP menurut peraturan perundang-undangan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif-evaluatif. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu pertama, pengaturan perlindungan nasabah perbankan dalam kegiatan pertukaran infomasi perkreditan melalui LPIP tersebar di beberapa peraturan perundang-undangan, dengan pengaturan utama terdapat di dalam Pasal 32 UU Bank Indonesia yang kemudian diatur lebih lanjut dalam POJK No. 42/POJK.03/2019 tentang Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan yang kemudian mengacu kepada ketentuan perundangan informasi dan transaksi elektronik, kemudian dalam Undang-Undang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998, dan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Bentuk perlindungan yang diatur berupa kewajiban, larangan, kebolehan, serta sanksi bagi LPIP dalam melakukan pengelolaan terhadap informasi perkreditan. Kewajiban LPIP tersebut terkait dengan pengelolaan data, meliputi serta kegiatan lainnya. Kedua, PT. Pefindo Biro Kredit sebagai LPIP telah memenuhi kewajibannya terkait perlindungan informasi perkreditan menurut peraturan perundang-undangan.

Non-performing loan is one of the problems that still occur in the financial services sector, especially banking sector. One thing that can be done to prevent that problem is by using debtor credit information to know more about the customers and apply the precautionary principle in providing credit services. The provision of credit information in Indonesia itself in practice is carried out by the OJK as government representative and the LPIP as the private sector. The activity of credit information exchange through LPIP is vulnerable to abuse, therefore this study discusses about the protection of banking customers in that exchange. This thesis focuses on finding out how the regulation of banking customer protection are held in credit information exchange activities through LPIP, and how the implementation of banking customer credit information protection obligations by PT. Pefindo Credit Bureau as LPIP according to statutory regulations. This study uses normative juridical approach with descriptive evaluative research methods. The conclusions of this study are first, the regulations of banking customer protection in credit information exchange activities through the LPIP are scattered in several laws and regulations, with the main regulation contained in Article 32 UU Bank Indonesia and further regulated in POJK No. 42/POJK.03/2019 about Credit Information Management Institutions which then refers to the statutory regulations about information and electronic transactions, then in the Banking Law as amended by Law No. 10 of 1998, and Consumer Protection Law No. 8 of 1999. The protection that is regulated are in the form of obligations, prohibitions, permissions, and sanctions for LPIP in managing credit information. The LPIP obligations are related to data management, including the collection, processing and distribution of data, as well as other activities. Second, PT. Pefindo Credit Bureau as LPIP has fulfilled its obligations related to the protection of credit information according to statutory regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Faizal
"Di era teknologi informasi muncul isu terkait privasi dikarenakan kemampuan komputer untuk melakukan penyimpanan dan pengolahan data dalam jumlah yang besar. Di Indonesia perlindungan data pribadi telah diatur dalam Undang-Undang dan Peraturan Menteri. Akan tetapi kasus terkait perlindungan data pribadi masih terjadi tidak terkecuali dalam industri fintech peer to peer lending. Awareness, Privacy Concern, Trust, dan Risk Beliefs memiliki pengaruh terhadap niat seseorang untuk memberikan data pribadinya saat akan menggunakan suatu layanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Awareness, Privacy Concern, Trust, dan Risk Beliefs terhadap niat menggunakan layanan fintech peer to peer lending. Untuk mengetahui pengaruh Awareness, Privacy Concern, Trust, dan Risk Beliefs untuk menggunakan layanan fintech peer to peer lending, dilakukan analisis menggunakan mixed methods. Pengumpulan data kuantitatif pada penelitian ini menggunakan survei. Uji struktural penelitian ini menggunakan metode partial least square-structural equation modeling (PLS-SEM). Pengumpulan data kualitatif pada penelitian ini menggunakan penelitian terdahulu dan diolah menggunakan open coding. Hasil uji hipotesis ditemukan bahwa hanya variabel Trust mempengaruhi niat untuk menggunakan layanan. Awareness tidak memiliki pengaruh terhadap niat untuk menggunakan layanan tetapi memiliki pengaruh terhadap Privacy Concern. Privacy Concern tidak memiliki pengaruh terhadap niat untuk menggunakan layanan tetapi memiliki pengaruh terhadap Risk Beliefs. Penelitian ini memberikan rekomendasi kepada penyedia layanan fintech peer to peer lending untuk mengikuti sebuah standar keamanan. Selain penyedia layanan fintech peer to peer lending rekomendasi yang diberikan untuk regulator yiatu OJK adalah untuk membuat sebuah standar keamanan dan regulasi teknis terkait dengan persetujuan pengelolaan data pribadi

In the era of information technology issues related to privacy arise because of computer ability to store and process huge amounts of data. Personal Data Protection is governed by the laws of the Republic of Indonesia. However, there are still violation of personal data protection even in the fintech peer to peer lending industry. Awareness, Privacy Concerns, Trusts, and Risk Beliefs are said to influence ones intention to disclose personal data when using a service. This study aims to determine the effect of Awareness, Privacy Concerns, Trusts, and Risk Beliefs and intention to use fintech peer to peer lending services. To determine the effect of individual awareness of personal data protection on fintech peer to peer lending, an analysis was conducted using mixed methods. PLS-SEM data processing are used to determine factor that influences intention when using fintech peer to peer lending and open coding used to determine research implication. Only trust that have influence on the intention to use fintech peer to peer lending. Awareness does not have an influence on the intention to use fintech peer to peer lending service but awareness has an influence on Privacy Concern. Privacy Concern has no influence on intention to use fintech peer to peer lending but has influence on Risk Beliefs. This study provides recommendations to fintech peer to peer lending services to follow a security standard. In addition, recommendation given to OJK as a regulator to create a security standard and technical regulation related to the approval of collection and use of personal data in fintech peer to peer lending. Recommendations also given to fintech peer to peer lending services to use security standard so they can gain more trust."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alif Farhan Dipolaksono
"Seiring dengan berkembangnya teknologi, pemrosesan terhadap data pribadi menjadi semakin diperlukan, termasuk terhadap data pribadi tentang anak. Meningkatnya penggunaan teknologi informasi oleh anak-anak menyebabkan anak-anak kerap kali menjadi subjek data dari kegiatan pemrosesan data pribadi. Namun, tidak seperti orang dewasa, anak masih memiliki keterbatasan untuk memahami implikasi kegiatan pemrosesan terhadap data pribadi tentang mereka. Anak-anak juga memiliki keterbatasan untuk mengendalikan peredaran data pribadi tentang mereka. Dalam menyikapi hal ini, perlu penerapan pelindungan data pribadi anak. Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi telah mengatur bahwa pemrosesan data pribadi anak diselenggarakan secara khusus. Namun, tidak ada pengaturan atau penjelasan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan secara khusus itu selain dari perlunya persetujuan orang tua. Hal ini menyebabkan adanya keperluan untuk pengaturan pelindungan data pribadi anak secara lebih lanjut. Dari sejumlah negara, hukum pelindungan data pribadi anak di Amerika Serikat dan Inggris cukup menarik untuk diperhatikan karena keduanya telah memiliki aturan terkait dan pengalaman dalam penegakan hukumnya. Selain itu, pendekatan yang diterapkan di antara kedua negara itu cukup berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah anak-anak memerlukan pelindungan data pribadi yang lebih khusus dibanding orang dewasa, bagaimana hukum pelindungan data pribadi anak diterapkan di Indonesia, dan hal-hal apa saja yang dapat diterapkan Indonesia dalam pelindungan data pribadi anak dari perbandingan pengaturan pelindungan data pribadi anak di Amerika Serikat dan Inggris. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yang menitikberatkan pada penelitan terhadap perbandingan hukum, yakni dengan membandingkan struktur atau kerangka hukum, substansi hukum, dan budaya hukum terkait pelindungan data pribadi anak di Indonesia, Amerika Serikat, dan Inggris tersebut.

As technology develops, processing of personal data becomes increasingly necessary, including personal data about children. The increasing use of information technology by children means that children often become data subjects from personal data processing activities. However, unlike adults, children still have limitations in understanding the implications of processing activities for personal data about them. Children also have limited control over the circulation of personal data about them. In responding to this, it is necessary to implement the protection of children's personal data. The Personal Data Protection Act has regulated that the processing of children's personal data shall be conducted in a special arrangement. However, there are no further provisions or explanations regarding this special arrangement apart from the need for parental approval. This causes the need for further regulation of the protection of children's personal data. From a number of countries, the law on the protection of children's personal data in the United States and the United Kingdom is quite interesting to note because both of them already have relevant regulations and experience in enforcing the law. In addition, the approaches used between the two countries are quite different. This study aims to find out whether children should receive more special personal data protection measures compared to adults, how the law on the protection of children's personal data is implemented in Indonesia, and what can Indonesia implement in protecting children's personal data from a comparison of child personal data protection regulations in the United States and the United Kingdom. This research is a normative juridical research that focuses on comparative legal research, namely by comparing the structure or legal framework, legal substance, and legal culture related to the protection of children's personal data in Indonesia, the United States and the United Kingdom"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hardiana Clarisa
"Data pribadi telah diakui sebagai salah satu hak asasi manusia yang dijunjung tinggi pelindungannya. Sebagai salah satu upaya pelindungannya, pemilik data pribadi harus memberikan persetujuan eksplisit sebagai dasar untuk diprosesnya data pribadi. Namun, Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 Tentang Pelindungan Data Pribadi menyebutkan beberapa alasan sebagai dasar pengecualian pemrosesan data pribadi. Salah satunya adalah alasan kedaruratan demi keberlangsungan hidup seseorang yang juga merupakan hak asasi manusia, yakni hak untuk hidup. Sebagai bentuk pelayanannya, Indonesia menciptakan panggilan darurat 112 untuk melayani warga yang berada dalam keadaan darurat. Pada praktiknya, terdapat beberapa orang sedang berada dalam keadaan tidak memiliki kapabilitas untuk berbicara sehingga bentuk persetujuan eksplisit menjadi tidak relevan. Dalam keadaan ini diperlukan bentuk persetujuan lain yang diterapkan dalam panggilan darurat, salah satunya dengan bentuk implied consent. Dalam keadaan ini, prinsip siracusa sebagai dokumen hukum internasional dapat dijadikan acuan pada kewenangan pengendali data pribadi dalam memproses data pribadi yang dilakukan tanpa persetujuan. Pengendali data pribadi hanya dapat memproses data pribadi dengan konteks dan pihak yang terkait dengan bantuan kedaruratan dan dilakukan dengan memenuhi standar legalitas, kebutuhan berbasis bukti, proporsionalitas, non-diskriminasi serta dilakukan secara bertahap. Selain itu, pemilik data pribadi memiliki hak untuk mengetahui, menghapus dan mengganti data pribadi yang sudah diproses tersebut. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang dikembangkan dengan membandingkan dengan negara lain, tulisan ini akan menganalisis mengenai bagaimana bentuk persetujuan yang tepat untuk diterapkan pada pemrosesan data pribadi dalam keadaan darurat khususnya di panggilan darurat 112 yang dimiliki Indonesia dan sejauh mana pengendali data pribadi dapat memproses data yang diterima pada saat keadaan darurat.

Personal data has been recognized as one of the human rights whose protection is upheld. As one of the protection efforts, the owner of personal data must provide explicit consent as a basis for the processing of personal data. However, Law No. 27 of 2022 concerning Protection of Personal Data states several reasons as the basis for exceptions to the processing of personal data. One of them is the reason for an emergency for the survival of a person which is also a human right, namely the right to live. As a form of service, Indonesia created an emergency call 112 to serve citizens who are in an emergency. In practice, there are some people who are in a state of not having the capability to speak so that the form of explicit consent becomes irrelevant. In this situation another form of consent is required which is applied in an emergency summons, one of which is the implied consent form. In this situation, the Siracusa Principle as an international legal document can be used as a reference for the authority of a personal data controller to process personal data without consent. The controller of personal data can only process personal data with the context and parties related to emergency assistance and it is carried out in compliance with legality standards, evidence-based needs, proportionality, non-discrimination and is carried out in stages. In addition, the owner of the personal data has the right to know, delete and replace the personal data that has been processed. By using normative juridical research methods developed by comparison with other countries, this paper will analyze how the right form of consent is applied to the processing of personal data in an emergency, especially in Indonesia's emergency call 112 and the extent to which personal data controllers can process data. received in an emergency.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>