Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Somers, Mary F.
New York: Department of Asian Studies Cornell University, 1964
992.07 SOM p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Thung, Ju Lan
"China's soft power is a difficult concept to measure if the Confucius Institute is the only source relied on. Joseph Nye s concept of soft power puts a strong emphasis on the power of attraction as a tool to persuade or to shape the preferences of others in the worlds of business and politics. To understand how this soft power or the Confucius Institute works, we have to determine the observable power of the intangible attraction embedded in it. This observable but intangible attraction is assumed to be embedded in the language and culture offered by the Institute, namely so called shared values. However, without having attended its classes, it is difficult to see which values are being shared with the local students. Despite this handicap, it is very apparent that the image of China itself has acted as an attraction. An attraction to China was visible already, even before the Confucius Institute was established. For Indonesians, China is a big country which has exerted its power there for a long time through its diaspora and or exports. Therefore, the Confucius Institute is just one of the many forms of Chineseness within their purview. Certainly, the Confucius Institute might have assisted in adjusting negative impressions and expelling some of the reservations the Indonesians have about China. Nevertheless, its influence extends to only a limited number of people who are closely engaged with the Institute."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
909 UI-WACANA 18:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Sutrisno
"This paper argues that the Hikajat Khonghoetjoe (The life story of Confucius) written by Lie Kim Hok in 1897, is a medium to propose modern ideas of flexible subjectivity, cosmopolitanism, active citizenship and the concepts of good governance to the Chinese Peranakans who experienced political and racial discrimination under Dutch colonization. Using the figure of Confucius, Lie aimed to cultivate virtuous subjects who apply their faith and morality in political sphere. He intended to raise political awareness and rights among the Chinese as colonial subjects and to valorize their bargaining power with the Dutch colonial government. By introducing Confucianism, Lie proposed that the Chinese reconnect themselves with China as an alternative patronage which could subvert White supremacy. Instead of using sources in Chinese, Lie translated the biography of Confucius from the European texts. In crafting his story, Lie applied conglomerate authorship, a technique commonly practised by Malay authors. It allowed him to select, combine and appropriate the source texts. To justify that Confucius Virtue and his teaching were superb and are applicable to contemporary life, Lie borrowed and emphasized European writers high appraisal of Confucianism, instead of using his own arguments and opinions. I call this writing technique indirect agency."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
909 UI-WACANA 18:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Leo Suryadinata
Jakarta: Gramedia, 1988
306 LEO ct
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Santoso
Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2012
305.895 1 IWA p (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Gondomono
Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2013
306.951 GON m (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Leo Suryadinata
Singapore : Times Books Internasional , 1997
305.8 LEO c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Robertus R. Suhartono
"Penelitian dalam rangka pemuatan tesis bertujuan untuk memahami bagaimana cara orang Cina peranakan mendefinisikan kembali identitas kulturalnya sebagai akibat dari terjadinya perubahan politik pada tahun 1998 yang lebih menjanjikan kebebasan berekspresi. Pendefinisian yang terjadi saat ini merupakan sebuah proses yang bersumber dari serangkaian peristiwa yang mendahului, rnenjadi respon terhadap perubahan pandangan dan sikap pihak luar, dan sebaliknya apa yang terjadi saat ini tidak menjadi titik akhir dari usaha pendefinisian identitas.
Lokasi penelitian ini ada di kawasan Kebon Pala, Kelurahan Kampung Melayu, Jakarta Timur. Sejarah pemukiman ini terkait dengan keberadaan pusat ekonomi yang kini dikenal sebagai pasar Jatinegara yang menjadi daya tarik bagi orang Cina untuk menetap dan berusaha di sana. Di wilayah ini pula terdapat beberapa institusi budaya Cina yang pada masa Iampau menjadi salah satu pusat orientasi budaya Cina dan pada masa selanjutnya semakin tersaingi oleh sejumlah institusi pendidikan maupun keagamaan (Kristen) yang telah memberi andil besar pada proses ?peranakanisasi? di sini. Kawasan ini dipilih sebagai lokasi penelitian bedasarkan pertimbangan komposisi orang Cinanya yang mencapai sekitar 30 % sampai dengan 40 % diasumsikan memberi peluang untuk tetap menjaga frekuensi dan intensitas interaksi sosial di antara sesama orang Cina maupun dengan anggota masyarakat lainnya.
Kolonialisme punya andil dalam menciptakan apa yang disebut sebagai ?Masalah Cina?. Melalui politik segregasinya, batas sejarah, sosial, dan budaya di antara orang Cina Indonesia dan pribumi Indonesia bertahan hingga masa kini. Catatan sejarah menunjukkan bagaimana pemerintah dan masyarakat umum (baca: pribumi) ?menciptakan? dan ?memaksakan? batas-batas identitas kepada orang Cina. Sementara di sisi lain, menjadi rentetan perubahan intemal sehagai konsekuensi dari kelidaklengkapan pewarisan tradisi, akulturasi dengan unsur baru, dan berbagai tekanan politik yang harus dihadapi orang Cina. Maka, terbentuklah identitas Cina Peranakan yang terbelah di antara identitas lokal setempat dan idenlitas Cina yang sudah semakin kabur. Identitas Cina-nya bahkan bersifat ambigu karena di satu sisi ingin diperlahankau namun namun di sisi lain ingin disembunyikan dari lingkungan sosialnya. Dalam keterbatasan sebagai akibat dari pembatasan yang dipaksakan pihak luar, maupun pembatasan yang dilakukan oleh mereka sendiri, orang Cina, khususnya Cina peranakan harus selalu mendefinisikan identitasnya dalam rangka beradaptasi dengan lingkungan sosial yang dihadapinya.
Perubahan politik yang diawali pada tahun 1998 menawarkan peluang pada orang Cina Peranakan untuk berani mengekspresikan identitasnya melalui berbagai cara. Namun untuk mencapai tujuan tersebut mereka hams terlebih dahulu mendefinisikan kembali identitas kultural mereka sebagai Cina peranakan. Caranya adalah dengan menafsir ulang sikap pihak luar terhadap keberadaan mereka. Terkait dengan proses penafsiran ulang tersebut, mereka juga harus merujuk kembali referensi identitas kultural Cina yang mereka ketahui: (1) interpretasi pada ideniitas Cina dengan herpgak pada masa lalu yang mereka ketahui; dan (2) interpretasi pada identitas Cina dengan berpijak pada globalisasi budaya Cina yang sedang marak saat ini. Namun satu hal yang pasti, basil pendefinisian ulang pada identitas kultural Cina peranakan masih tetap ditentukan oleh bagaimana cara pandang dan sikap pihak luar kepada mereka."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21938
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leo Suryadinata
Singapore: Singapore University Press, 1981
305.598 LEO p (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Onghokham
"Summary:
Socioeconomic history of Chinese Indonesian in Java, Indonesia; collected articles."
Depok: Momunitas Bambu, 2017
305.895 ONG r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>