Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 34 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ahmad Adaby Darban
Yogyakarta: Tarawang, 2000
959.82 AHM s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Erik Muhammad Rizkia
"Proyek akhir ini menjelaskan upaya Muhammadiyah dalam menormalisasi kehidupan masyarakat Tamansari Yogyakarta pasca peristiwa G30S/PKI tahun 1965-1980. Muhammadiyah telah melakukan perubahan sosial bagi masyarakat Tamansari yang pernah berafiliasi dengan PKI. Muhammadiyah melakukan normalisasi agar peristiwa G30S/PKI 1965 tidak akan terulang kembali. Re-Islamisasi adalah salah satu media normalisasi Muhammadiyah yang dilakukan untuk menormalisasi masyarakat di Tamansari. Permasalahan yang diangkat dari penelitian ini yaitu, mengapa Muhammadiyah menormalisasi kehidupan masyarakat Tamansari Eks- PKI. Penelitian ini menggunakan metode sejarah kritis antara lain, (1) menentukan topik/ tema, heuristik (pencarian sumber), (2) kritik (kritik atau verifikasi data), (3) interpretasi (kemampuan menafsirkan sejarah yang berlandaskan teknik accepted history), (4) historiografi (rekonstruksi/ penulisan sejarah). Sumber yang digunakan dalam penelitian ini merupakan sumber primer dan sekunder yang termuat dalam arsip, jurnal, wawancara, majalah dan buku. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu, Muhammadiyah menginginkan perubahan politik dengan cara membentuk agency yang berfungsi merubah struktur sosial masyarakat PKI di Tamansari. Perubahan struktur itu dilakukan melalui tiga cara antara lain: (1) melakukan Re-Islamisasi, (2) Penggunaan dakwah humanis, (3) Pembangunan Masjid Soko Tunggal sebagai sarana ibadah umat Islam di Tamansari.

This final project describes Muhammadiyah's efforts to normalize PKI members after the G30S/PKI in Tamansari Yogyakarta 1965-1980. Muhammadiyah has made significant changes to the lives of former PKI who were repatriated around 1970. Muhammadiyah carried out normalization so that the 1965 G30S/PKI incident would not be repeated. ReIslamization is one of the normalization media for Muhammadiyah that was carried out on the former PKI in Tamansari. The problem raised from this research is why Muhammadiyah normalizes the former PKI in Tamansari Yogyakarta. This study uses critical historical methods, among others, (1) determining the topic/theme, heuristics (search for sources), (2) criticism (criticism or data leveraging), (3) interpretation (the ability to analyze history based on accepted techniques), (4) historiography (reconstruct tion /history writing). The sources used in this study are primary and secondary sources contained in books, journals, interviews, magazines and archives. The conclusion of this study is that Muhammadiyah wants political change by creating an agency that works to change the social structure of the former PKI in Tamansari. The changes were carried out in the following three ways: : (1) carry out re-Islamization, (2) use humanist da'wah (3) construction of the Soko Tunggal Mosque as a means of worship for Muslims in Tamansari.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Palingei Hasyim
"Muhammadiyah di Sulawesi Selatan yang berdiri pada tahun 1926 dengan ketua pertamanya adalah Haji Muhammad Yusuf Daeng Maittiro dibantu oleh beberapa orang pengurus antara lain K.H.Abdullah, Mansyur Al Yantani, Haji Muhammad tahir Cambang, Haji Jaka dan lain-lain sebagainya dengan daerah operasinya hampir seluruh daerah pedalaman di Sulawesi Selatan.
Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan dan modernisasi yang dimaksudkan disini adalah timbulnya gagasan dan cita-cita baru untuk memperbaiki cara hidup dan kehidupan beragama, maupun dalam kehidupan sosial, ekonomi, kebudayaan, pendidikan-pengajaran dan politik memerlukan pembaharuan yang sesuai dengan kehendak dan kemajuan zaman.
Muhammadiyah dengan motivasi dan pendekatan pendidikan-pengajaran, sosial dan dakwah, mengembang misi untuk memurnikan ajaran Islam dari pengaruh kepercayaan tradisionil seperti tahyul, bid'ah dan khurafat yang berakar kuat di dalam masyarakat Bugis Makassar di Sulawesi Selatan.
Gambaran dari pada kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan awal abad ke-20 merupakan tantangan bagi pemuka-pemuka agama dan ulama yang perlu segera di atasi. Agama Islam yang mereka anut sejak abad ke 17 telah banyak diliputi oleh berbagai tafsir yang telah banyak menyimpang dari sumbernya yang asli, begitu pula kehidupan umat Islam telah banyak bercampur baur dengan perbuatan syirik, bid'ah dan khurafat yang membahayaakan kesucian agama Islam. Karena itu umat Islam perlu diajuk untuk kembali kepada kemurnian cita-cita ajaran Islam yang langsung bersumber pada AI-Qur'an dan Hadits.
Muhammadiyah di Sulawesi Selatan melalui pendidikan baik formal maupun non formal dapat dikatakan secara bertahap berhasil merobah pola pikir dan tindakan masyarakat muslim terutama yang menyangkut aqidah, ibadah, muamalat dan perbuatan-perbuatan yang banyak di warnai oleh tahyul, dan kemusyrikitan. Upaya tersebut dilakukan Sebagai berikut :
Pertama, gerakan Muhammadiyah di Sulawesi Selatan berupaya untuk mengembalikan citra umat Islam kepada kemurnian cita-cita ajaran Islam dengan memerangi kepercayaan tradisionil berupa tahyul, bid'ah, khurafat dan lain-lain sebagainya.
Kedua, gerakan Muhammadiyah di Sulawesi Selatan berusaha merobah pandangan dan sikap hidup masyarakat yang usang, kemudian menciptakan sistem berpikir yang bebas dari ikatan-ikatan tradisionil, kolonialisme, feodalisme dan konservatisme.
Ketiga, Muhammadiyah sebagai organisasi sosial yang bertujuan untuk mengadakan pembaharuan dan modernisasi dalam bidang dakwah, pendidikan-pengajaran dan kemasyarakatan sesuai dengan tuntutan dan kehendak zamannya.
Keempat, usaha-usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan yang berfokus di Makassar menjadi model di daerah-daerah lain di Indonesia bagian Timur pada umumnya dan Sulawesi Selatan khususnya. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2001
T2296
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusdinur
"Sebagai sebuah organisasi, Muhammadiyah mempunyai peran dalam gerakan antikorupsi di Indonesia. Sejak transisi reformasi 1998 sampai saat ini, Muhammadiyah telah melakukan banyak agenda dalam memperkuat gerakan antikorupsi termasuk melalui berbagai diskusi, seminar, penelitian, dan kampanye melalui talkshow radio dan televisi. Pada tahun 2006, Muhammadiyah juga mengeluarkan sebuah fatwa tarjih yang bernama Fikih Antikorupsi. Keterlibatan Muhammadiyah dalam gerakan antikorupsi kemudian digerakkan oleh Pemuda Muhammadiyah dengan program Madrasah Antikorupsinya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Muhammadiyah melakukan konstruksi legitimasi dalam proses pemberantasan korupsi di Indonesia. Metodologi yang digunakan adalah metodologi kualitatif dengan pendekatan teori Institusionalisme Organisasional (IO) untuk melihat bagaimana konstruksi legitimasi secara internal dan eksternal (field). Secara internal, teori IO memberi kerangka legitimasi yang dikonstruksi berdasarkan pada tiga aspek, yakni kultural organisasi, struktur sosial organisasi, dan relasi kuasa di dalam organisasi. Sementara di arena keberadaan, pendekatan IO menekankan penyebaran institusi.
Penelitian ini memperlihatkan bahwa secara internal, konstruksi legitimasi Muhammadiyah sangat didukung oleh faktor kultural organisasi (nilai, norma, dan aturan/tradisi), dan struktur sosial organisasi Muhammadiyah (otoritas, endorsement, propriety dan routines). Sementara di sisi relasi kuasa, terdapat pertarungan kepentingan antara kelompok progressif yang memperjuangkan gerakan antikorupsi dengan kelompok status quo dan kelompok politik yang cenderung resisten dengan gerakan antikorupsi Muhammadiyah. Sementara di arena keberadaan (field), melahirkan tiga tipologi aliansi gerakan antikorupsi, yakni aliansi strategis, aliansi programatif, dan aliansi taktis. Proses penyebaran institusi yang dilakukan Muhammadiyah cenderung melalui pendekatan mimetik dan normatif, yang menghasilkan dua pola, yakni isomorphisme dan polimorphisme.

As an organization, Muhammadiyah has a role in the anti-corruption movement in Indonesia. Since the democratic transition of the 1998, Muhammadiyah has carried out many agendas in strengthening the anti-corruption movement, including through discussions, seminars, research, and campaign through radio and television talk shows. In 2006, Muhammadiyah also issued a fatwa that called Fikih of Anticorruption. So far, Muhammadiyah involvement in the anticorruption movement is implemented by Pemuda Muhammadiyah with its anticorruption program.
This study aims to analys how Muhammadiyah develops the construction of legitimacy in the process of corruption eradicating in Indonesia. This research uses the qualitative methodology. To understand how the construction of legitimacy both internally and externally (field), the study uses the theory of Institutionalism Organizational (IO). Internally, IO provides a framework of legitimacy, constructed based on three aspects: the cultural of organization, social structure of the organization, and power relations within the organization. While in the field, IO emphasizes the spread and control of the institution.
This result of the study shows that internally, the construction of the legitimacy of Muhammadiyah is strongly supported by the cultural of organization factors (values, norms, and rules/traditions), and the social structure of the organization (authority, endorsement, propriety and routines). Meanwhile, the power relation within Muhammadiyah, there is a conflict of interests between "progressive groups" fighting for anti-corruption with the "status quo and the political groups" that tend to be resistant to the anti-corruption movement. In the field, there are three typologies of the anti-corruption alliance: the strategic alliance, the programatif alliance, and tactical alliances. The process of institutional control and spread of Muhammadiyah tend to go through mimetic and normative approach, which resulted in two patterns: isomorphism and polimorphism.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T46061
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985
297.7 CIT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Djakarta: Pusat Pimpinan Muhammadyah Madjlis Taman Pustaka , 1962
297.65 ALM (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Jainuri
Montreal: McGill University Montreal, 1992
290 ACH m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Ramdhany Irdiansyah
"Skripsi ini bertujuan untuk melihat bagaimana organisasi keagamaan mengkonstruksikan identitas kolektifnya dalam wacana pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS). Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang diajukan ke DPR RI sejak tahun 2016 dan disahkan menjadi UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) pada tahun 2022 telah mendorong berbagai kelompok masyarakat membentuk wacana PPKS, termasuk NU dan Muhammadiyah. Keduanya membangun wacana PPKS menggunakan berbagai strategi retorika yang dipublikasi melalui situs web NU.or.id dan Muhammadiyah.or.id. Wacana tidak sekedar menunjukkan pandangan organisasi, tetapi juga identitas kolektif. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma konstruksionisme sosial. Teks wacana PPKS berupa artikel-artikel dalam situs web NU.or.id dan Muhammadiyah.or.id dianalisis menggunakan metode analisis tematik dan analisis retorika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa NU dan Muhammadiyah mengkonstruksi identitas kolektif sebagai gerakan dakwah, organisasi masyarakat sipil, dan kelompok budaya. Agama menjadi sumber utama bagi identitas kolektif. Sebagai gerakan dakwah, NU dan Muhammadiyah menyampaikan pemikiran mengenai kekerasan seksual yang bersumber dari nilai-nilai Islam. Sebagai organisasi masyarakat sipil, NU lebih banyak menunjukkan aksi-aksi simbolik yang memanfaatkan modal sosial, adapun Muhammadiyah lebih banyak menunjukkan program-program yang dilakukan organisasi secara mandiri. Sebagai kelompok budaya, NU menggunakan memori kebudayaan berupa kegiatan istigasah kubra, sowan, dan pesantren untuk menggambarkan diri sebagai gerakan dakwah berbasis tradisi dan kebudayaan lokal. Adapun Muhammadiyah menggunakan memori kebudayaan berupa simbol ”kerja dakwah”, sekolah, dan kampus untuk menggambarkan diri sebagai gerakan dakwah pengabdian masyarakat.

This thesis aims to see how religious organizations constructed their collective identity in the discourse on sexual violence prevention and management (PPKS). The Draft of Elimination of Sexual Violence Bill (RUU PKS) which was first proposed in 2016 until it was passed as Sexual Violence Crime Bill (UU TPKS) in 2022 had encouraged various community groups to create PPKS discourse, including NU and Muhammadiyah. Both organization created the PPKS discourse by the used of various rhetorical strategies which then published on the website NU.or.id and Muhammadiyah.or.id. Those discourses not only showed organizational views, but also collective identity. This research used qualitative approach with the paradigm of social constructionism. The text of PPKS discourse in the form of articles on the websites NU.or.id and Muhammadiyah.or.id were analyzed by thematic analysis and rhetorical analysis methods. The research showed that NU and Muhammadiyah constructed collective identities as da'wah movements, civil society organizations, and cultural groups. Religion was the main source of their collective identity. As da'wah movements, NU and Muhammadiyah conveyed their ideas about sexual violence that originate from Islamic values. As a civil society organization, NU showed more symbolic actions that utilized social capital, while Muhammadiyah shows more programs that were carried out independently. As a cultural group, NU uses cultural memories in the form of istigasah kubra, sowan, and pesantren activities to described themselves as a da'wah movement based on tradition and local culture. As for Muhammadiyah used cultural memories in the form of symbol of "da’wah work", schools and campuses to described themselves as a community service da’wah movement."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Munir Mulkhan
Jakarta: Bumi Aksara, 1990
297.65 ABD p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Infa Wilindaya
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang peran dan dinamika Kepemimpinan Amien Rais sewaktu menjabat sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yang terpilih pada Muktamar ke 40 di Banda Aceh, periodesasi 1995-2000. Namun, pasca tumbangnya rezim Orde Baru, pada tahun 1998, Amien Rais bersama tokoh-tokoh bangsa lainnya menggagas Reformasi. Merasa perjuangan belum usai, Amien Rais memilih untuk mendirikan partai politik sebagai wadah perjuangan kebangsaannya. Karena di dalam persyarikatan melarang adanya rangkap jabatan apalagi partai politik, Amien Rais menyudahi kepemimpinannya pada bulan Agustus 1998 di hadapan Ketua-Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah tingkat propinsi Se-Indonesia, dan digantikan oleh Buya Syafi?i Ma?arif sampai berlangsungnya Muktamar selanjutnya yakni pada Tahun 2000.
Muhammadiyah sendiri yang saat ini sudah berumur 101 Tahun, sampai sekarang masih tetap pada Khittah nya sebagai organisasi sosial da?wah kemasyarakatan amar ma?ruf nahi munkar, menyatakan tetap tidak berafiliasi dengan partai politik ataupun kegiatan politik praktisnya, namun tidak menghalangi bagi siapapun kadernya, yang mempunyai minat terhadap politik, tetap berusaha melek politik tetapi tidak alergi politik. Sikap ini tercermin dalam sepak terjang simbolnya, yakni pemimpin-pemimpin teras (baca : Ketua) dari awal berdirinya. Sampai ke periode Amien Rais, yang berlatar pendidikan Ilmu Politik, tamatan Amerika tentunya ini mempengaruhi gaya dan karakter kepemimpinannya.
Pendekatan Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan desain deskriptif. Data dikumpulkan dengan menggunakan instrument wawancara mendalam dan studi dokumen. Adapun Hasil penelitian ini sebagai berikut : Pertama, Amien Rais dalam kepemimpinannya menggunakan pola kepemimpinan karismatis dan transformatif sehingga cenderung tidak terjadi perpecahan di tubuh Muhammadiyah dalam menyikapi perubahan orde kepemimpinan nasional. Kedua, Perubahan Perilaku politik Muhammadiyah dari yang awalnya hanya mengurus sosial agama menjadi High Politics adalah selain karena kekharismatisan Amien Rais, juga disebabkan tuntutan zaman pada waktu itu bahwa persoalan keummatan juga tergantung dari kebijakan politiknya.

ABSTRACT
This thesis is discusses about the role and dynamics of leadership when Amien Rais served as Chairman of the Muhammadiyah Central Executive, which is elected at the 40th Congress in Banda Aceh, 1995-2000 periodization. However, because the post-collapse regime, in 1998, Amien Rais with the other national leaders at that time initiated the Reformation. Feel the fight is not over, Amien Rais chose to set up as a forum for political parties struggle nationality. Because in trust prohibits double post especially political parties, Amien Rais finished the leadership in August 1998 in the presence of the Chairmans of Muhammadiyah Regional Leadership Provincial Se-Indonesia, and was replaced by Buya Syafi?i Ma?arif until the course of the next congress in 2000.
Although Muhammadiyah now 101 years old, it still remains in its Khittah as civil society organizations proselytizing enjoining evil, states still are not affiliated with any political party or political activities practical, but not block for anyone cadres, who have an interest in politics, political literacy still trying but not political allergies. This attitude is reflected in the actions of its symbol, the terrace leaders (read: Chairman) from its inception. Up to a period of Amien Rais, a political science education background, America graduate course this affects the style and character of its leadership.
This research approach using qualitative methods with descriptive design. Data was collected using in-depth interviews instrument and document research. The results of this study as follows: First, Amien Rais in his leadership using charismatic and transformational leadership patterns that tend not Muhammadiyah schism in the body in response to changes in the order of the national leadership. Second, except Amien Rais charismatic leadership, changes in the political behavior of the initially Muhammadiyah social care only religion into High Politics is indeed due to the demands of fashion at that time that the problems of public also depends on the existing policy.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>