Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 26 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wawan Kennardi
"[ABSTRAK
Hukum kepailitan di Indonesia masih memiliki kekurangan, yaitu tidak terdapatnya syarat tes insolvensi di dalam permohonan pailit. Hal ini menyebabkan seringnya terjadi kepailitan terhadap perusahaan-perusahaan yang masih solven, hanya karena tidak mau membayar utangnya. Syarat tes insolvensi diperlukan untuk membedakan mana debitur yang masih mampu melunasi utangnya dengan debitur yang tidak mampu untuk melunasi utangnya, agar kepailitan terhadap debitur yang masih solven tidak terulang kembali. Penelitian ini membahas mengenai bagaimanakah pentingnya syarat tes insolvensi dalam permohonan pailit suatu perusahaan dan bagaimanakah kemungkinan penerapan tes insolvensi dalam permohonan pailit suatu perusahaan di Indonesia. Metode penelitan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan dianalisa secara kualitatif serta dilaporkan dalam bentuk preskriptif analitis. Dengan membandingkan kepailitan di Amerika Serikat, diketahui terdapat metode-metode untuk menilai kemampuan debitur dalam melunasi utangnya, salah satunya dengan menggunakan metode perhitungan Altman Z-Score. Metode Altman Z-Score telah lama digunakan di Amerika Serikat dan terbukti dapat digunakan untuk menghitung kemampuan pelunasan utang dalam perkara kepailitan di Indonesia pula. Oleh karena itu, metode Altman Z-Score dapat digunakan sebagai tolak ukur untuk membentuk peraturan setingkat Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tes insolvensi yang akan digunakan dalam kasus-kasus kepailitan di Indonesia. Implementasi secara langsung adalah dengan memanfaatkan jasa akuntan publik selaku profesi penunjang untuk melakukan tes insolvensi terhadap debitur dalam kasus kepailitan.

ABSTRACT
The law of bankruptcy in Indonesia still has some weakness points, such as the unavailability terms of insolvency test in the bankruptcy petition. This condition often induces bankruptcy towards the companies which are still solvent, just because not willing to pay the debt. The term of insolvency test is needed to differentiate which debtors are still affordable to pay off their debt with the unaffordable ones, so that bankruptcy towards the solvent debtors not to be reoccurred. This thesis covers about how important the term of insolvency test is in a company‟s bankruptcy petition in and how the possibility to apply the insolvency test in a company‟s bankruptcy petition is in Indonesia. The method of this research use juridical and normative approach, and to be analyzed qualitatively and to be reported in the form if prescriptive analytically. By comparing the bankruptcy in the United States of America, there are methods to evaluate the affordability of the debtors to pay off their debt, one of which using the Altman Z-Score method. The method of Altman Z-Score has been commonly used in the Unite States of America and also proved can be used for measuring the affordability of debt payment in the bankruptcy cases in Indonesia. Therefore the method of Altman Z-Score is able to be used as a standard measurement to construct the rules as the same level of the Minister Regulation (Peraturan Menteri) which manages about the insolvency test which will be used in bankruptcy cases in Indonesia. The direct implementation is to use the service of Public Accountant as a supportive profession to perform the insolvency test toward the debtors in the bankruptcy cases., The law of bankruptcy in Indonesia still has some weakness points, such as the unavailability terms of insolvency test in the bankruptcy petition. This condition often induces bankruptcy towards the companies which are still solvent, just because not willing to pay the debt. The term of insolvency test is needed to differentiate which debtors are still affordable to pay off their debt with the unaffordable ones, so that bankruptcy towards the solvent debtors not to be reoccurred. This thesis covers about how important the term of insolvency test is in a company‟s bankruptcy petition in and how the possibility to apply the insolvency test in a company‟s bankruptcy petition is in Indonesia. The method of this research use juridical and normative approach, and to be analyzed qualitatively and to be reported in the form if prescriptive analytically. By comparing the bankruptcy in the United States of America, there are methods to evaluate the affordability of the debtors to pay off their debt, one of which using the Altman Z-Score method. The method of Altman Z-Score has been commonly used in the Unite States of America and also proved can be used for measuring the affordability of debt payment in the bankruptcy cases in Indonesia. Therefore the method of Altman Z-Score is able to be used as a standard measurement to construct the rules as the same level of the Minister Regulation (Peraturan Menteri) which manages about the insolvency test which will be used in bankruptcy cases in Indonesia. The direct implementation is to use the service of Public Accountant as a supportive profession to perform the insolvency test toward the debtors in the bankruptcy cases.]"
2015
T44625
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ramadhan Muhamad
"Suatu Negara memeiliki Hukum untuk mengatur berbagai macam kepentingan di dalamnya, Khususnya dalam penelitian ini adalah Hukum kepailitan. Hukum kepailitan hadir guna menunjang kepentingan debitor dan kreditor dalam adanya suatu perjanjian utang piutang, Hukum kepailitan yang saat ini berlaku di Indonesia masih memiliki kekurangan dan ketertinggalan dari hukum kepailitan yang ada di berbagai negara, dari momen ini tingkat kepailitan meningkat di Indonesia dan menyebabkan banyaknya perusahaan yang pailit, dari banyaknya kasus kepailitan ini, ada perusahaan yang masih solven atau dapat melanjutkan usahanya tetapi terancam oleh persyaratan hukum kepailitan yang berlaku, penelitian ini membahas bagaimana pentingnya penerapan sistem tes insolvensi dan bagaimana penerapannya jika di adopsi di Indonesia sejalan dengan PP no.74 tahun 2020 tentang LPI, sebenarnya mekanisme ini sudah diterapkan di dalam Peraturan pemerintah mengenai Lembaga Pengelolaan Investasi, tetapi tidak di diterapkan dalam Hukum kepailitan di Indonesia, terdapat berbagai macam metode untuk menentukan solvabilitas suatu entitas yang mana sudah banyak diterapkan di berbagai Negara.Metode penelitian penelitian ini menggunakan metode sosio legal di mana sumber berasal dari bahan hukum dan sumber lain yang berkaitan dengan penelitian ini dan juga data dari hasil wawancara kepada beberapa narasumber terkait dengan topik penelitian, Indonesia masih memiliki kekurangan di dalam syarat permohonan kepailitan, test insolvensi dapat menjadi kebutuhan dalam hukum kepailitan Indonesia untuk dapat menutup kekurangan dalam hukum kepailitan Indonesia, dan hanya debitor yang benar-benar dalam keadaan insolven yang dapat dimohonkan pailit. hukum kepailitan juga mendorong kemajuan iklim investasi yang sedang terpuruk di Indonesia. oleh karena itu metode tes insolvensi dapat dijadikan patokan dalam persyaratan permohonan kepailitan kepada debitor di Indonesia, penerapannya secara langsung membutuhkan peran akuntan publik yang akan menghitung solvabilitas debitor dalam proses kepailitan.

A country has laws to regulate various kinds of interests in it, especially in this research is bankruptcy law. Bankruptcy law exists to support the interests of debtors and creditors in the existence of a debt agreement. Bankruptcy law currently in force in Indonesia still has shortcomings and lags behind the existing bankruptcy laws in various countries, from this moment the level of bankruptcy increased in Indonesia and caused many companies that went bankrupt, of the many bankruptcy cases, there are companies that are still solvent or can continue their business but are threatened by the requirements of the applicable bankruptcy law, this study discusses how important the application of the insolvency test system is and how it is implemented if adopted in Indonesia in line with PP no.74 In 2020 regarding LPI, in fact this mechanism has been implemented in government regulations regarding Investment Management Institutions, but is not applied in Bankruptcy Law in Indonesia, there are various methods to determine the solvency of an entity which have been widely applied. in various countries. This research method uses the socio-legal method where the sources come from legal materials and other sources related to this research and also data from interviews with several sources related to the research topic, Indonesia still has shortcomings in the requirements for bankruptcy applications, tests insolvency can be a necessity in Indonesian bankruptcy law to be able to cover deficiencies in Indonesian bankruptcy law, and only debtors who are truly insolvent can be filed for bankruptcy. Therefore, the insolvency test method can be used as a benchmark in the requirements for bankruptcy applications to debtors in Indonesia, its application directly requires the role of public accountants who will calculate the solvency of debtors in the bankruptcy process."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dicky Moallavi Asnil
"Kepailitan lintas merupakan konsekuensi dari perkembangan interaksi bisnis multinasional yang begitu pesat. Wilayah yurisdiksi suatu negara tidak lagi menjadi penghalang pelaku bisnis untuk menjalankan kegiatan bisnis nya. Kondisi tersebut membuat resiko bisnis, khusunya permasalahan kepailitan lintas batas. Kepailitan yang melibatkan unsur lintas batas didalamnya tidak bisa diselesaikan dengan mekanisme penyelesaian biasa. Hukum Kepailitan Indonesia memalui UU Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Kepailitan dan Kewajiban Pembayran Utang masih sangat jauh dari kata ideal dalam menghadapi fenomena ini. Undang-Undang ini hanya memuat tiga pasal berkaitan dengan ketentuan hukum internasional, namun sama sekali tidak memuat ketentuan terkait penyelesaian kepailitan lintas batas. Hal ini dikarenakan proses penegakan hukum akan berhadapan langsung dengan kedaulatan hukum negara lain. UNCITRAL Model Law On Cross-Border Insolvency With Guide To Enactment adalah suatu model hukum yang dibuat untuk menjadi rujukan bagi negara-negara dalam melakukan harmonisasi dan modernisasi hukum kepailitannya agar mampu memberikan keadilan dan kepastian hukum bagi iklim perdagangan. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Indonesia sebagai negara berkembang yang berambisi meningkatkan perekenomiannya harus melakukan perubahan terhadap hukum kepailitan nasional. UNCITRAL Model Law yang bersifat fleksibel, dapat dimodifikasi sesuai nilai-nilai dan kepentingan nasional suatu negara dapat dijadikan rujukan untuk melahirkan hukum kepailitan yang memadai

Cross Border Insolvency/Bankcruptcy is a is a consequence of the rapid development of multinational business interactions. he jurisdiction of a country is no longer a barrier for businesses to carry out their business activities. These conditions create business risks, especially cross-border bankruptcy issues. Bankruptcy involving cross-border elements in it cannot be resolved by the usual settlement mechanism. Indonesia's Bankruptcy Law passed Law No. 37 of 2007 on Bankruptcy and Debt Relief Obligations is far from ideal in dealing with this phenomenon. This Law contains only three articles relating to the provisions of international law, but contains absolutely no provisions related to the settlement of cross-border bankruptcy. This is because the law enforcement process will be directly confronted with the legal sovereignty of other countries. UNCITRAL Model Law On Cross-Border Insolvency With Guide To Enactment is a legal model created to be a reference for countries in harmonizing and modernizing their bankruptcy laws in order to provide justice and legal certainty for the trading climate. The results of this study show that Indonesia as a developing country with the ambition to improve its economy must make changes to the national bankruptcy law. UNCITRAL Model Law that is flexible, can be modified according to the values and national interests of a country can be used as a reference to give birth to adequate bankruptcy law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dickxon Tandy
"Skripsi ini membahas mengenai jenis-jenis perlindungan yang diatur di dalam hukum kepailitan Indonesia untuk debitur yang masih solven, terutamanya bagi debitur yang berupa badan hukum perseroan terbatas. Penelitian secara kualitatif ini dilakukan untuk mencari tahu mengenai upaya apa yang dapat ditempuh oleh seorang debitur yang masih solven apabila ia dipailitkan. Pembahasan mengaitkan kepailitan terhadap perseroan sebagaimana diatur di dalam UU no. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas dengan UU no 37. Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Penelitian menunjukan bahwa upaya yang dimaksud sangatlah terbatas; seharusnya terdapat pengaturan yang berbeda untuk debitur yang masih solven.

This paper discusses about various types of protections, especially for solvent Limited Liability Company debtors, regulated in Indonesia Insolvency Law. The purpose of this study is to find out about the various measure a solvent debtor could afford to take if it bankrupted. Within, also discussed about the interconnection between effects of bankruptcy as is regulated in Law No. 37 of 2004 and similar regulations in Law No 40 of 2007. Finding shows limited measure could be taken by a debtor when such occasion arises; as such, there needs to be a separate regulation for such debtor.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S60654
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Komalla Rizqinia
"Skripsi ini menganalisa pertanggungjawaban dari corporate guarantor terhadap insolvensi special purpose vehicle yang didirikan olehnya di luar wilayah Indonesia berdasarkan kasus pada Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengenai permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang oleh The Bank of New York Mellon terhadap PT Bakrieland Development Tbk. Dalam kasus ini, PT Bakrieland Development Tbk sebagai corporate guarantor mengajukan berbagai argumen atau dalil untuk mengesampingkan hubungan pertanggungjawabannya saat special purpose vehicle yang ia dirikan masuk kedalam posisi tidak mampu membayar. Pada akhirnya, Majelis Hakim menjatuhkan amar bahwa Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa perkara akibat pilihan hukum para pihak. Seluruh dalil-dalil yang diajukan oleh corporate guarantor untuk mengesampingkan hubungan pertanggungjawaban antara pihaknya tidak memiliki kedudukan hukum, sehingga tidak dapat mengesampingkan pertanggungjawabannya dalam hubungan penanggungan utang terkait. Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga telah seharusnya mengakui memiliki kompetensi dalam memeriksa perkara, demi mencapai keadilan dan melindungi hak-hak para kreditor yang merupakan para investor asing.

This thesis will analyze the accountability of a corporate guarantor towards the insolvency of its special purpose vehicle offshore, based on a case in Commercial Court Decision in regards of the suspension of payment application brought by The Bank of New York Mellon against PT Bakrieland Development Tbk. In this case, PT Bakrieland as the corporate guarantor brought several defenses to disregard its accountability upon the insolvency position of its special purpose vehicle. The Commercial Court ruled that it did not have jurisdiction over the case due to the choice of law by both parties. All defenses brought by the corporate guarantor to disregard its accountability did not have legal standing, therefore can not and should not take effect in doing such act. Commercial Court in District Court of Jakarta Pusat should acknowledge its competence and jurisdiction over the case, in order to reach justice and protect the rights of creditors, which are foreign investors.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elisa Putri Crhistanty B. Nahor
"Salah satu dampak adanya globalisasi ditemukan pada interaksi pelaku usaha yang melibatkan unsur asing. Dalam kegiatan usahanya, salah satu resiko yang harus dihadapi pelaku usaha adalah kepailitan. Kepailitan yang melibatkan unsur asing disebut Kepailitan Lintas Batas. Kasus Kepailitan Lintas Batas dapat ditemukan dalam Putusan No. 64/PKPU/2012/PN.NIAGA.JKT.PST. dan Putusan No. 26/PAILIT/2010/PN.NIAGA.JKT.PST. Penulisan ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif. Pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah instrumen hukum Indonesia dalam penangan masalah ini dan penerapan instrumen hukum dalam penanganan kasus pada kedua putusan tersebut. Hasil penulisan menunjukkan bahwa belum adanya instrumen hukum Indonesia yang secara khusus menangani perkara ini. Selain itu, adanya prinsip territorial yang dianut kedua negara yang terlibat dalam kedua putusan berdampak pada sulitnya dilakukan pemberesan harta pailit di luar negeri.

One of the impacts of globalization is found in the interaction of business actors involving foreign elements. In its business activities, one of the risks that must be faced by business actors is insolvency. Insolvency involving foreign elements is called Cross-Border Insolvency. The Cross-Border Insolvency case can be found in Verdict Number 64 / PKPU / 2012 / PN.NIAGA.JKT.PST. and Verdict Number 26 / PAILIT / 2010 / PN.NIAGA.JKT.PST. This paper uses a qualitative method with a normative juridical approach. The primary issues for this undergraduate thesis are Indonesian legal instruments in handling this problem and the application of legal instruments in handling cases in both decisions. The results of the writing show that there is no Indonesian legal instrument that specifically handles this case. Also, the existence of territorial principles adopted by the two countries involved in the two decisions has an impact on the difficulty of obtaining insolvency assets abroad."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Novendra
"Greenpeace Indonesia berdasarkan data resmi pemerintah terkait sebelas perkara perdata kasus pembalakan hutan dan lahan menyatakan pada tahun 2012-2018 belum ada satu pun kasus kebakaran hutan dan lahan yang dibayar oleh perusahaan dengan total ganti rugi mencapai 18,959 triliun. Dari contoh diatas dapat dilihat bahwa ganti rugi terkait dengan kasus lingkungan hidup, bukanlah ganti rugi yang sedikit dan banyak perusahaan yang kemudian mengalami permasalahan judgment proof (insolvensi). Permasalahan insolvensi tersebut sesungguhnya dapat ditanggulangi dalam hal Indonesia memiliki sistem asuransi lingkungan hidup yang sehat dengan didukung sistem hukum penegakan hukum yang ideal. Kenyataanya hingga saat ini pengguna asuransi lingkungan hidup di Indonesia masih minim dibandingkan dengan potensi pasar asuransi lingkungan hidup Indonesia yang sesungguhnya sangat besar. Penelitian ini akan membahas mengenai asuransi lingkungan hidup di Indonesia dengan dibandingkan dengan Amerika Serikat dan Belanda melalui penelitian yuridis normatif dengan melakukan studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa asuransi lingkungan hidup di Amerikat Serikat menjadi produk yang luas dipergunakan oleh para pelaku usaha yang melakukan pengelolaan lingkungan hidup, tidak seperti di Indonesia yang masih minim. Padahal, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia untuk pengelola limbah B3 dan ketenaganukliran wajib memiliki asuransi lingkungan hidup. Berbeda dengan di Indonesia, Amerika Serikat dan Belanda memilih kebijakan wajib jaminan keuangan lingkungan hidup (bukan wajib asuransi lingkungan hidup). Berkaitan dengan perbedaan kebijakan terkait asuransi lingkungan hidup ini, penelitian ini berkesimpulan bahwa pemberlakuan wajib jaminan keuangan lebih baik dari pada pemberlakuan asuransi wajib. Selain itu ditemukan juga salah satu penyebab terbesar dari tidak optimalnya penggunaan asuransi lingkungan hidup di Indonesia adalah karena implementasi atau penerapan penegakan hukum lingkungan Indonesia yang masih buruk, penelitian ini kemudian berusaha menyelesaikan permasalahan tersebut dengan membandingkan dan belajar dari pemberlakuan asuransi lingkungan hidup di Amerika Serikat dan Belanda.

Greenpeace Indonesia, based on official government data related to eleven civil cases of forest and land logging cases, stated that in 2012-2018 there has not been a single case of forest and land fires paid by the company with a total compensation of 18.959 trillion. From the example above, it can be seen that compensation related to environmental cases is not a small amount of compensation and many companies then experience problems of judgment proof (insolvency). The problem of insolvency can actually be overcome if Indonesia has a healthy environmental insurance system supported by an ideal law enforcement system (substance, structure, and legal culture). In fact, up to now, users of environmental insurance in Indonesia are still minimal compared to the potential of the Indonesian environmental insurance market, which is actually very large. This study will discuss environmental insurance in Indonesia compared to the United States and the Netherlands through normative juridical research by conducting a literature study. The results of this study indicate that environmental insurance in the United States is a product that is widely used by business actors who carry out environmental management, unlike in Indonesia which is still minimal. Whereas, based on the existing laws and regulations in Indonesia, B3 and nuclear waste managers are required to have environmental insurance. In contrast to Indonesia, the United States and the Netherlands choose a mandatory environmental financial security (not mandatory environmental insurance). In connection with the differences in policies related to environmental insurance, this study concludes that the application of mandatory financial security is better than the application of mandatory insurance. In addition, it was also found that one of the biggest causes of the non-optimal use of environmental insurance in Indonesia is due to the poor implementation of Indonesian environmental law enforcement, this research then tries to solve this problem by comparing and learning from the implementation of environmental insurance in the United States and the Netherlands,"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Goode, Roy
London: Sweet & Maxwell, 2008
346.078 GOO p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmatullah
"Tesis ini membahas mengenai konsep dan kedudukan Trust dalam sistem hukum Common Law dan Civil Law, serta kedudukan Trustee sebagai Pihak yang Mengajukan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Penelitian ini merupakan suatu penelitian yang berbentuk yuridis normatif yang bersifat deskriptif analisis. Hasil penelitian dalam penulisan ini yaitu konsep Trust adalah pranata yang unik dalam sistem hukum Common Law karena keberadaannya yang mengenal kepemilikan ganda (dual ownership) yaitu legal ownership dan beneficiary ownership, dimana pranata tersebut tumbuh dan berkembang di Inggris dan negara Commonwealth lainnya. Meskipun awalnya konsepTrust dan equity merupakan kebiasaan yang berlaku di masyarakat, saat ini telah ada undang-undang yang secara khusus mengatur mengenai Trust yaitu: Trustee Act 1925, Trustee Investments Act 1961, Recognition of Trusts Act 1987, Financial Services and Markets Act 2000, Trustee Act 2000. Lain halnya dengan di negara Civil Law yang tidak mengenal sistema kepemilikan ganda. Seperti di Indonesia, meskipun pranata mirip Trust telah dikenal dalam bidang hukum bisnis, seperti likuidator dalam kepailitan, wali amant dalam pasar modal, dan direksi perseroan dalam hukum perusahaan, akan tetapi belum ada undang-undang yang khusus mengatur mengenai Trust. Kedudukan Bank Trustee dalam mengajukan Permohonan Penundaan kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) adalah sama dengan pemohon lainnya yaitu orang atau badan hukum, sepanjang syarat pendirian kegiatan usahanya sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia No. 14/17/PBI/2012, tentang kegiatan usaha bank berupa penitipan dengan pengelolaan (Trust). Hasil penelitan menyarankan perlunya pemerintah membuat regulasi yang dapat menjamin kepastian dan kemudahan berinvestasi, termasuk membuat Undang-undang yang secara khusus mengatur tentang Trust, bukan hanya di bidang perbankan, tetapi juga di bidang lainnya.

This thesis focuses on discussing the concept and the position of Trust in the legal system of Common Law and Civil Law, and also the position of the Trustee as the parties applying for Suspension of Payment (PKPU). This research is a study in the normative form of juridical normative with descriptive analysis. The results of this research shows that the concept of the Trust is a unique institution in the legal system of Common Law because of its existence which can acknowledge about dual ownership, which are legal ownership and beneficiary ownership, where such institutions grow and thrive in England and other Commonwealth countries. Although the concept of trust and equity was initially the habit of society, there have been legislations specifically governing the Trust today, namely: Trustee Act 1925, the Trustee Investments Act 1961, Recognition of Trusts Act 1987, the Financial Services and Markets Act 2000, Trustee Act 2000. It is different from the Civil Law country which does not acknowledge the dual ownership system. As in Indonesia, although institutions similar to Trust have been known in the area of business law, liquidator in bankruptcy, trustee in the capital markets, and the directors of the company in corporate law, but there is no specific legislation which govern about the Trust. The position of the Bank Trustee in applying for Suspension of Payment (PKPU) is the same as the other applicants which are the person or legal entities, as long as the requirement of the establishment of business activities based on regulation Bank Indonesia Number 14/17/PBI/2012, about the bank's business activities in the form of deposit with certain management (Trust). The researcher suggests that government needs to make regulations to ensure the certainty and the ease of investing, including making regulations specifically regulating the Trust, not only in banking, but also in other sectors.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T42906
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laura Reggyna
"Timbul permasalahan ketika terdapat putusan pengadilan asing atas pailitnya perusahaan yang mempunyai anak perusahaan yang berada di negara lain dan didirikan berdasarkan hukum setempat, dan perusahaan yang pailit tersebut memiliki aset yang lebih di negara lain. Secara kongkrit, keterkaitan masalah kepailitan dengan hukum perdata internasional dalam hal ini terletak bagaimana keberlakuan putusan pailit pengadilan asing di suatu negara. Mengingat juga banyak negara yang masih berpandangan sangat konservatif terhadap pelaksanaan putusan pengadilan asing utamanya kepailitan, berakibat pada terhambatnya transaksi bisnis internasional. Para pelaku usaha merasa ada kebuntuan (deadlock) dalam memperoleh haknya. Untuk mengatasi kebuntuan ini United Nations Commisions on International Trade Law (UNCITRAL) melakukan terobosan yang memungkinkan sebuah negara mengakui dan melaksanakan putusan pailit yang dikeluarkan oleh pengadilan asing, yakni berupa UNCITRAL Model Law on Cross-Border Insolvency with Guide to Enacment and Interpretation.
Lalu, bagaimanakah pengakuan putusan pailtit yurisdiksi asing di Indonesia sendiri, dan beberapa negara seperti Jepang, Selandia Baru, Australia, Malaysia dan Singapura?

Arise issue when there is insolvency foreign judgement of company, which have subsidiary company, located in other country and established by local law, and that bankrupt companies have assets in other states. Concretely in this case, link of insolvency and private international law issue is how the enforceability of insolvency foreign judgment in a state. In view of many states sighted conservatively to the enforcement of foreign judgment especially in isolvency, so that have impact to inhibition of international business transaction. Business feel there?s impasse (deadlock) to acquire their rights. To solve that issue, United Nations Commisions on International Trade Law (UNCITRAL) do breakthrough so that state can recognize and enforce the insolvency foreign judgment, namely UNCITRAL Model Law on Cross-Border Insolvency with Guide to Enacment and Interpretation.
Then, how the recognition of insolvency foreign judgment in Indonesia itself, and some country like Japan, New Zealand, Australia, Malaysia dna Singapore.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T44991
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>