Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 35 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yayok Witarto
Abstrak :
Tujuan : Mengetahui korelasi antara kadar vitamin C plasma dengan kadar MDA plasma berdasarkan gradasi merokok Tempat : PT. NATIONAL GOBEL - Cimanggis - Jawa Barat. Metodologi : Studi korelasi, pada 108 orang laki-laki berusia 20 - 55 tahun, perokok dan bukan perokok, yang terpilih secara simple random sampling. Data yang dikumpulkan meliputi data umnm, kebiasaan mcrokok, konsumsi suplemen vitamin C, asupan makanan serta kadar vitamin C plasma dan MDA plasma. Hasil : Kebiasaan merokok terdapat pada 45.4% subyek penelitian. Berdasarkan Indeks Brinkman, 37,1% termasuk perokok ringan, 8,3% perokok sedang dan tidak didapatkan perokok berat. Nilai median kadar vitamin C plasma 0.51( ,04 - 1.36 ) mg/dl dan nilai median kadar MDA plasma 0,63 ( 0,22 - 4,74 ) nmol/ml. Didapatkan hubungan bermakna antara asupan energi, protein, serat, merokok dan konsumsi suplemen vitamin C dengan kadar vitamin C plasma serta hubungan bermakna antara konsumsi suplemen vitamin C dengan kadar MDA plasma. Didapatkan korelasi negatif antara kadar vitamin C plasma dengan kadar MDA plasma pada bukan perokok, perokok ringan dan perokok sedang namun korelasi tersebut tidak bermakna ( r-0,014; p=0,916; r--0,170; p=0,295; 1=a-0,317; Korelasi negatif, kuat dan bermakna antara kadar vitamin C plasma dengan kadar MDA plasma didapatkan pada perokok yang mengkonsumsi suplemen vitamin C (r=-0,943; p = 0,005 ). Kesimpulan : Didapatkan korelasi negatif antara kadar vitamin C plasma dengan kadar MDA plasma berdasarkan gradasi merokok, namun korelasi tersebut tidak bermakna. Walaupun tidak bermakna, ada kecenderungan korelasi semakin menguat sesuai peningkatan gradasi merokok. Korelasi negatif, kuat dan bermakna antara kadar vitamin C plasma dengan kadar MDA plasma didapatkan pada perokok yang mengkonsumsi suplemen vitamin C. ......Objective: To identify the correlation between plasma level of vitamin C and plasma level of MDA based on smoking gradation. Place : PT. National Gabel - Cimanggis - Bogor. Methods : The simple random sampling was used for correlation study of 108 subjects, smokers and non smokers, age between 20 - 55 years. Data collections including: general data, smoking habit, consumption of vitamin C supplement, food intake and plasma level of vitamin C and MDA. Result : The smokers found a total of 45.4% of the subjects. Using Brinkman's index, the gradation of light smokers were 37.1%, moderate smokers were 82% and there was no heavy smoker. Median value of vitamin C level in plasma was 0.51(0.04 - 1.36) mg/dl and for MDA level in plasma was 0.63 (0.22 -- 4,74) nmol/ml. Significant relationship was found between energy intake, protein, fiber, smoking habit and consumption of vitamin C supplement with plasma level of vitamin C. Significant relationship was found between consumption of vitamin C supplement with plasma level of MDA. Negative correlation was found between plasma level of vitamin C with plasma level of MDA of non smokers, light smokers and moderate smokers but not significant ( r -0.014, p=0.15; r=-0.170, p:'J.295; r=-0.317,p=0406). Smokers who consumed vitamin C supplement was found a negative, strong and significant correlation between plasma level of vitamin C and plasma level of' MDA( r = - 0.943, p = 0.005 ). Conclusion : Negative correlation was found between plasma level of vitamin C and plasma level of MDA based on smoking gradation, but not significant. Although not significant, there was a tendency of stronger correlation if smoking gradation increase. Smokers who consumed vitamin C supplement was found a negative, strong and significant correlation between plasma level of vitamin C and plasma level of MDA.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T 11353
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puspa Handayani
Abstrak :
ABSTRAK
Perbaikan gizi merupakan faktor penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, karena erat hubungannya dengan peningkatan derajat kesehatan, pertumbuhan jasmani, dan kecerdasan. Protein hewani diketahui memiliki kelebihan dibandingkan protein nabati, karena mengandung asam-asam amino esensial yang lebih lengkap den seimbang, lebih mudah dicerna dan diabsorpsi, sehingga nilai biologisnya lebih tinggi. Widya Karya Pangan dan Gizi III tahun 1983 (1), yang membahas keadaan gizi di Indonesia, mengusulkan angka kecukupan protein hewani sebesar 10 g/kapita/hari. Namun, pada pendataan Biro Pusat Statistik (BPS) 1985 (2) didapatkan konsumsi protein hewani masyarakat sebesar 8,22 g/kapita/hari atau 11,80 % konsumsi protein total. Jumlah ini masih jauh di bawah kebutuhan yang dianjurkan, yakni 20 % konsumsi protein total. Pada Widya Karya Pangan dan Gizi 1988 (3) target konsumsi protein hewani sebesar 15 g/kapita/hari atau merupakan 30 % seluruh kebutuhan protein yaitu sebesar 50 g/kapita/hari.

Data BPS 1985 menunjukkan bahwa 59,65 % protein hewani yang dikonsumsi berasal dari ikan, 34,94 % nya berasal dari ikan asin {21 % dari protein hewani berasal dari ikan asin).

Ikan diketahui mengandung protein yang mempunyai kualitas setara protein daging hewan lain, mengandung asam lemak tak jenuh lebih tinggi daripada daging, berserat halus, dan mudah dicerna. Oleh karena itu untuk meningkatkan konsumsi protein hewani, ikan asin merupakan salah satu pilihan. Ikan asin selain digemari masyarakat, secara ekonomis relatif terjangkau, dan produksinya memadai.

Di Indonesia pembuatan ikan asin dilakukan secara tradisional, yang pada umumnya dibuat dari ikan segar dengan menambahkan garam dapur (NaCl) sebanyak 25-30 % berat ikan, kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari. Di dalam proses pengolahan kadangkala ditambahkan garam sendawa sebagai pengawet (4). Garam sendawa mengandung kalium nitrat dan natrium nitrit, yang merupakan prekursor nitrosamin yang dikenal bersifat karsinogenik. Nitrosamin dapat terbentuk sebagai hasil reaksi antara nitrit dan senyawa amin pada daging ikan dan hewan lain {5-9). Reaksi nitrosasi dapat terjadi baik in vitro maupun in vivo (5-10). Hadiwiyoto dan kawan-kawan membuktikan bahwa penggunaan garam sendawa yang berlebih pada 'cured meat' menimbulkan senyawa nitrosamin dan reside nitrit (4). Christiansen dan kawan-kawan, dikutip dari Hadiwiyoto, membuktikan genggunaan 2000 'part per million' (ppm) garam nitrat pada sosis mengakibatkan terbentuknya senyawa nitrosamin (4). Penelitian Yu dan kawan-kawan (6,7) serta Tannenbaum dan kawan-kawan (11) menemukan adanya nitrosamin pada sampel 'Cantonese-style salted fish' yang juga dibuat secara tradisional dengan penggaraman dan pengeringan di bawah sinar matahari.

Beberapa penelitian menghubungkan konsumsi ikan asin dengan keganasan nasofaring (KNF). Penelitian Poirier dan kawan-kawan di 3 daerah dengan resiko tinggi KNF (Tunisia, Cina Selatan, den Greenland), menemukan adanya nitrosamin pada sampel makanan yang diawetkan, termasuk 'Cantonese-style salted fish'. Penelitian Yu den kawan-kawan menemukan adanya nitrosamin pada sampel 'Cantonese-style salted fish', dan adanya hubungan bermakna antara konsumsi ikan asin dengan timbulnya KNF di Hong Kong dan Guang-xi, Cina. Penelitian terhadap etnik Cina yang bermukim di California dan Malaysia juga menemukan hubungan bermakna antara konsumsi ikan asin dan timbulnya KNF. Pada penelitian eksperimental dengan tikus percobaan oleh Yu dan kawan-kawan yang diberi 'Cantonese-style salted fish' menimbulkan karsinoma daerah nasal atau paranasal {12). Penelitian lain {13) menyatakan adanya kaitan antara virus Epstein-Barr (VEB) dan konsumsi ikan asin merupakan penyebab utama timbulnya KNF.
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Romadhanayanti
Abstrak :
L-asam askorbat adalah antioksidan alami dan penangkap radikal yang melindungi komponen seluler terhadap kerusakan oksidatif oleh radikal bebas dan oksigen aktif. Namun, L-asam askorbat mudah teroksidasi oleh panas, cahaya dan oksigen di udara menyebabkan hilangnya aktivitas dan juga tidak larut dalam minyak, sehingga memiliki penggunaan terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan senyawa etil askorbil eter dari L-asam askorbat yang berasal dari buah belimbing wuluh hasil reaksi eterifikasi yang kemudian dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif dengan kromatografi cair kinerja tinggi. Penelitian ini terlebih dahulu dilakukan penetapan kadar L-asam askorbat baik dalam filtrat dan serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh. Dari hasil analisis didapat kadar L-asam askorbat dalam filtrat dan hasil pengeringannya masingmasing sebesar (33,29 ± 0,513) % b/v dan (27,31 ± 0,124) % b/b. Kondisi analisis ini dilakukan dengan menggunakan fase gerak asetonitril-air (4:6 v/v), kecepatan alir 1,0 ml/menit, panjang gelombang 248 nm dengan kolom C-18. Dari hasil analisis kualitatif didapat waktu retensi dari senyawa etil askorbil eter yang didapat dari hasil reaksi eterifikasi dari standar L-asam askorbat adalah 2,706 menit dan dari L-asam askorbat yang terkandung dalam serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh adalah 2,505 menit dan 2,719 menit. Lalu secara kuantitatif didapat bahwa kadar dari senyawa etil askorbil eter dari standar asam askorbat adalah (21,36 ± 0,555) % b/b dan dari serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh adalah (10,29 ± 0,082) % b/b. ......L-Ascorbic acid is a natural antioxidant and radical scavenger that protects cellular components of oxidative damage by free radicals and active oxygen. However, L-ascorbic acid is easily oxidized by heat, light and oxygen in the air led to the loss of activity and also does not dissolve in the oil, so it has a limited use. The aim of study was to obtain ethyl ascorbyl ether of L-ascorbic acid compound from carambola wuluh fruit that was result of etherification and then analyzed qualitative and quantitative with chromatography liquid high performance. The research was initiated with determination of the levels of Lascorbic acid in filtrate and the result of dried from carambola wuluh fruit filtrate. From the analysis of L-ascorbic acid levels in the filtrate and dried result were obtained, respectively (33.29 ± 0.513)% w/v and (27.31 ± 0.124)% w/w. The condition analysis was performed using mobile phase acetonitrile-water (4:6 v /v), flow rate 1.0 ml/min, wavelength 248 nm with the C-18 column. The results of qualitative analysis were obtained the retention time of ethyl ascorbyl ether compounds of etherification from the L-ascorbic acid standard was 2.706 minutes and from L-ascorbic acid in the powder from dried result of carambola wuluh fruit filtrate was 2.505 minutes and 2.719 minutes. Then quantitatively obtained that the levels of ethyl ascorbyl ether from standard L-ascorbic acid was (21.36 ± 0.555)% w/w and the powder from dried result of carambola wuluh fruit filtrate was (10.29 ± 0.082)% w/w.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S1814
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita Sadeli
Abstrak :
ABSTRAK
In order to maintain issued of environmental safe and clean, Indonesian government has been tried very hard to reduce toxicity, especially in water cooling systems by prohibiting chromate to be used.

A part from inhibitor chromate, the industries still use some inhibitors such as zinc phosphate, polyphosphonat etc, but the dangers of these inhibitors still unsolved. To anticipated of this condition, in this time has been made an advances of development of unpoisonous inhibitor called Ascorbic Acid (vitamin C).

The investigation started with behaviour of Ascorbic Acid in near neutral aqueous solution regarding corrosion of stainless steel. The experiment result indicated that inhibition of Ascorbic Acid gave effectiveness of 75 - 83 %. with intervals of 60 - 100 ppm. This effectiveness values can be said that Ascorbic Acid very promising to be used for inhibitor corrosion. Furthermore research must take place to get more information about inhibition of Ascorbic Acid, so that Ascorbic Acid can be used commercially in industries.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1993
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Budi Kurniadhi
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam kehidupan umat manusia dewasa ini selalu diusahakan bagaimana caranya agar umur manusia dapat diperpanjang selama mungkin. Karena itu kita selalu berusaha untuk dapat hidup sehat. Sudah menjadi keyakinan bersama bahwa agar dapat hidup sehat harus ada keseimbangan antara berbagai nutrisi yang kita dapatkan sehari-hari dan merupakan kebutuhan bagi tubuh kita. Hal ini disebabkan nutrisi merupakan faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan umat .manusia dan salah satu nutrisi itu ialah vitamin C. Meskipun dibutuhkan dalam jumlah sedikit tetapi vitamin C ini sangat penting untuk mancegah defisiensi vitamin C yang dapat menimbukan penyakit gusi berdarah (scurvy).

Pada masa lalu defisiensi ini biasanya berakibat fatal terutama pada para nelayan yang sering bepergian jauh dan berbulan-bulan tidak singgah di daratan, juga pada serdadu dalam peperangan yang lama. Hal ini disebabkan terutama karena mereka tidak mendapatkan buah-buahan dan sayuran segar yang banyak sekali mengandung vitamin C. Meskipun defisiensi vitamin C sekarang ini agak jarang ditemukan di negara industri/maju tetapi kenyataannya masih ada saja kasus-kasus defisiensi vitamin C yang ditemukan pada keadaan tertentu.

Hal ini disebabkan proses pengolahan makanan yang tidak baik, ataupun karena kebiasaan menggunakan vitamin C dalam dosis mega yang kemudian dihentikan dengan tiba-tiba.

Dari berbagai fungsi vitamin C yang penting terutama berhubungan dengan gusi berdarah akibat defisiensi vitamin C tadi ialah peran serta vitamin C dalam proses pembentukan serat kolagen dan telah dibuktikan oleh berbagai ahli dalam bidangnya masing-masing. Kegagalan dalam penyembuhan luka, kelainan pada gusi dan tulang karena defisiensi vitamin C merupakan akibat langsung dari berkurangnya serat kolagen yang tak larut.

Agar dapat diperoleh manfaat seoptimal mungkin dari nutrisi yang didapat dari makanan maka fungsi pengunyahan haruslah baik. Untuk itu diperlukan adanya gigi geligi yang baik disertai jaringan penyangga yang baik; dan kuat, termasuk gusi yang sehat.

Gusi yang sehat ialah gusi yang berwarna merah muda, mengelilingi gigi, dengan "interdental" yang lancip dan sebagian melekat erat pada struktur gigi dan tulang sehingga gigi dapat berfungsi dengan baik dan tidak mudah berdarah oleh sentuhan yang ringan sekalipun.

Gejala defisiensi vitamin C pada rongga mulut ditandai dengan adanya gusi berdarah, meskipun gejala ini haruslah dapat dibedakan dengan penyakit gusi lainnya yang dapat juga menimbulkan perdarahan pada gusi.

Jaringan penyambung gusi sebagian besar terdiri dari serat kolagen yang tersusun rapi keberbagai arah yang akan menyangga gigi dengan baik selama berfungsi. Untuk mempertahankan struktur gigi yang sehat maka diperlukan ikatan yang erat antara jaringan yang menyusun struktur gigi tersebut.
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diyah Eka Andayani
Abstrak :
Tujuan : Mengetahui korelasi antara kadar vitamin C plasma dengan kadar MDA dan monosit pada penderita DM tips 2 Tempat : Poliklinik Metabolik dan Endokrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUPN Dr. Cipta Mangunkusumo/Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Metodologi : Penelitian potong lintang pada 52 orang pasien DM tipe 2. Data yang diambil meliputi data umum dan demografi, lama menderita DM, status gizi, komplikasi, asupan vitamin C dan pemeriksaan laboratorium meliputi kadar vitamin C, MDA plasma, jmlah monosit dan kadar HbAic. Uji korelasi dilakukan dengan mcnggunakan uji Pearson dan Spearman-Rank Hasil : Subyek terdiri dari 37 prang perempuan dan 15 orang pria, dengan rerata usia 49,88 ± 5,87 tahun. Sebanyak 46,2% subyek berpendidikan rendah, 75% berada di bawah Upah Minimum Propinsi (UMP), median lama menderita DM 48 (1- 228) bulan dan 78,8% telah mengalami komplikasi. Rerata IMT 26,11 + 4,85 kg/m2 dan 69,3% tcrmasnk kategori BB lebih. Sebanyak 40,4% tergolong dalam kelompok dengan asupan vitamin C kurang. Median kadar-vitamin C plasma 21,14 (1,89 - 0,86) pmo11L dan 52% tergolong ke dalam kelompok dengan kadar vitamin C rendah dan defisiensi. Median kadar MDA plasma 0,37 (0,03 - 0,86) [anon dart 90,4% subyek tergolong dalam kelompok dengan MDA normaL Rerata jutnlah monosit 7,13 ± 1,78% dan 75% mempunyai kadar monosit normal. Terdapat korelasi bermakna (p=0,02) antara asupan vitamin C dengan kadar vitamin C plasma, dan antara kadar HbA,c dcngan kadar MDA plasma (p=0,02). Variabel lain yang diteliti tidak mempcrlihatkan korelasi yang bermakna Kesimpulan: Antara kadar vitamin C dengan kadar MDA plasma dan jumlah monosit tidak didapatkan korelasi yang bermakna. Didapatkan korelasi bermakna antara asupan vitamin C dengan kadar vitamin C plasma dan antara kadar HbA1c dengan kadar MDA plasma.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudhisman Imran
Abstrak :
[Latar Belakang. Aterosklerosis merupakan salah satu penyebab stroke iskemik yang diawali dengan terjadinya disfungsi endotel akibat dari peningkatan stress oksidatif oleh reactive oxygen species (ROS). Proses ini mengakibatkan penebalan komplek intima media (KIM) pada pembuluh darah karotis. Vitamin C (antioksidan) berperan dalam proteksi terhadap stress oksidatif dengan mencegah oksidasi LDL. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar dan asupan vitamin C dengan ketebalan komplek intima-media, sehingga konsumsi makanan yang tinggi vitamin C diharapkan dapat menghambat perjalanan aterosklerosis. Metode. Desain penelitian adalah potong lintang untuk mengetahui gambaran kadar dan asupan vitamin C dengan komplek intima media penderita stroke iskemik onset sampai dengan 2 minggu. Subjek penelitian sejumlah 40 orang didapatkan di ruang rawat inap, poli neurologi dan IGD RSCM. Dilakukan wawancara pola maka melalui metode food recall, pemeriksaan laboraturium kadar vitamin C plasma dan USG carotis doppler. Hasil. Didapatkan kadar rerata vitamin C plasma sebesar 0,13 ± 0,11mg/dl dan rerata asupan vitamin C yang dikonsumsi pasien perhari dalam 1 minggu terakhir SMRS adalah 102 ±74mg. Rerata ketebalan komplek intima media pada subyek penelitian adalah 0,98 ± 0,23mm. Tidak terdapat hubungan antara rerata kadar Vitamin C plasma dengan ketebalan komplek intima media dan asupan vitamin C. Terdapat hubungan antara asupan vitamin C dengan ketebalan komplek intima media (p = 0,05). Simpulan. Kadar rerata vitamin C plasma pada penderita stroke iskemik lebih rendah dari nilai normal. Rerata ketebalan komplek intima media pada pasien stroke lebih tinggi dibandingkan nilai normal. Asupan vitamin C yang tinggi memiliki kemungkinan ketebalan kompleks intima media yang tidak menjadi semakin tebal.;Background. Atherosclerosis is one of the cause of ischemic stroke that is initiated by endothelial dysfuncion caused by increased oxidative stress from reactive oxygen species (ROS). This process leads to the thickening of intima media complex within the carotid arteries. Vitamin C, an antioxidant, plays a protective role against oxidative stress by preventing LDL oxidation. This research is aimed to study the level and intake of vitamin C in relation to intima media complex thickness so that high vitamin C intake is expected to decelerate the atherosclerotic process. Method. This research is a cross-sectional study to know the level and intake of vitamin C in relation to the thickness of intima media complex in ischemic stroke patients at the time of onset until 2 weeks after the onset. This study recruited 40 patients from the inpatient, outpatient, and emergency deparments of Cipto Mangunkusumo hospital. Daily food consumption was assessed using food recall interview method. The serum vitamin C level was measured in the laboratorium and the intima media thickness was assessed using carotid doppler sonogram. Result. The mean serum vitamin C level was 0.13 ± 0.11mg/dL and the mean daily vitamin C intake within the last week before hospital admission was 102 ±74mg. The mean intima media thickness was 0.98 ± 0.23mm. There was no relation between the mean serum vitamin C level with the thickness of intima media complex and vitamin C intake. There was a significant relation between vitamin C intake and the intima media thickness (p = 0.05). Conclusion. The mean serum vitamin C level in ischemic stroke patient was lower than normal level. The mean inima media complex thickness in stroke patients was higher than normal thickness. High vitamin C intake may have a preventive relation in intima media complex thickening., Background. Atherosclerosis is one of the cause of ischemic stroke that is initiated by endothelial dysfuncion caused by increased oxidative stress from reactive oxygen species (ROS). This process leads to the thickening of intima media complex within the carotid arteries. Vitamin C, an antioxidant, plays a protective role against oxidative stress by preventing LDL oxidation. This research is aimed to study the level and intake of vitamin C in relation to intima media complex thickness so that high vitamin C intake is expected to decelerate the atherosclerotic process. Method. This research is a cross-sectional study to know the level and intake of vitamin C in relation to the thickness of intima media complex in ischemic stroke patients at the time of onset until 2 weeks after the onset. This study recruited 40 patients from the inpatient, outpatient, and emergency deparments of Cipto Mangunkusumo hospital. Daily food consumption was assessed using food recall interview method. The serum vitamin C level was measured in the laboratorium and the intima media thickness was assessed using carotid doppler sonogram. Result. The mean serum vitamin C level was 0.13 ± 0.11mg/dL and the mean daily vitamin C intake within the last week before hospital admission was 102 ±74mg. The mean intima media thickness was 0.98 ± 0.23mm. There was no relation between the mean serum vitamin C level with the thickness of intima media complex and vitamin C intake. There was a significant relation between vitamin C intake and the intima media thickness (p = 0.05). Conclusion. The mean serum vitamin C level in ischemic stroke patient was lower than normal level. The mean inima media complex thickness in stroke patients was higher than normal thickness. High vitamin C intake may have a preventive relation in intima media complex thickening.]
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T58609
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Attin Rachmawati
Abstrak :
Vitamin c atau asam askorbat merupakan vitamin larut air yang banyak digunakan dalam produk kecantikan sebagai bahan aktif karena memiliki manfaat mencerahkan kulit, menyamarkan noda bekas jerawat, sebagai antioksidan, dan sebagai anti penuaan. Akan tetapi, sifat vitamin c yang tidak stabil karena adanya paparan cahaya dan karena mudah teroksidasi pada kondisi aerobik dapat membuat warna pada produk kosmetik berubah menjadi kuning kecoklatan sehingga diperlukan suatu upaya untuk melindungi vitamin c agar lebih stabil pada kondisi tersebut. Dalam penelitian ini dilakukan mikroenkapsulasi vitamin c dengan metode polimerisasi radikal bebas menggunakan monomer bifungsi poli(etilen glikol)dimetakrilat (PEGDM) dan inisiator 4,4-azobis-4 cyanovaleric acid (ACVA) dalam emulsi water-in-oil (w/o) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi inisiator dan waktu polimerisasi terhadap profil pelepasan vitamin c sehingga didapatkan perbandingan konsentrasi monomer bifungsi dan inisiator yang akan digunakan dalam uji stabilitas vitamin c dalam krim kosmetik. Hasil penelitian menunjukkan persentase akumulasi vitamin c pada uji disolusi dengan larutan dapar fosfat pH 5,5 dan suhu 32°C selama 8 jam sebesar 0,041% (b/v) pada konsentrasi PEGDM : ACVA 1:0,001 (g/g) (MP1) dengan waktu sintesis 2,5 jam. Uji stabilitas menunjukkan vitamin c yang dienkapsulasi berhasil terlindung dari oksidasi pada penyimpanan suhu ruang, suhu 45°C dan suhu 85°C. Mikropartikel berbentuk spheris dan berukuran mikro yang diamati dengan mikroskop optik dan particle size analyzer (PSA). Keberhasilan sintesis mikropartikel dari PEGDM dianalisis dengan attenuated total reflectance-fourier transform infrared spectroscopy (ATR-FTIR) dan mikropartikel yang tidak menunjukkan adanya pelepasan vitamin c (MP20) pada uji disolusi, berhasil dianalisis untuk mengonfirmasi keberadaan vitamin c pada mikropartikel tersebut dengan HPLC dan LC-MS/MS dengan nilai persen pemuatan vitamin c sebesar 3,78±0,39. ......Vitamin c or ascorbic acid, that has the benefits of brightening the skin, disguising acne scars, as an antioxidant, and as anti-aging, is a water-soluble vitamin that is widely used in cosmetics as an active ingredient. However, the unstable nature of vitamin c due to exposure to light and because it is easily oxidized under aerobic conditions can make the color of cosmetic products turn brownish yellow, so an effort is needed to protect vitamin c so that it is more stable under these conditions. In this study, microencapsulation of vitamin c was carried out by the free radical polymerization method using the bifunctional poly(ethylene glycol)dimethacrylate (PEGDM) monomer and 4,4-azobis-4 cyanovaleric acid (ACVA) initiator in a water-in-oil (w/o) emulsion which aims to determine the effect of initiator concentration and polymerization time on the profile of vitamin c so that a comparison of the concentration of bifunction and initiator will be obtained which will be used in the stability test of vitamin c in cream. The results showed that the accumulation of vitamin c in dissolution test with a phosphate buffer solution of pH 5.5 and a temperature of 32°C for 8 hours was 0.041% (w/v) at a concentration of PEGDM: ACVA 1:0.001 (g/g) (MP1) with a synthesis time of 2.5 hours. The test showed that the encapsulated vitamin c was successfully protected from oxidation at room temperature, 45°C and 85°C. Microparticles are spherical in shape and micro-sized observed with an optical microscope and particle size analyzer (PSA). The success of the synthesis of microparticles from PEGDM was analyzed by attenuated total reflectance-fourier transform infrared spectroscopy (ATR-FTIR) and microparticles that did not show the presence of vitamin c (MP20) in dissolution test were successfully analyzed to confirm the presence of vitamin c in these microparticles by HPLC and LC-MS/MS with the percent value of vitamin c loading is 3.78±0.39
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lady Dhita Alfara
Abstrak :
ABSTRAK
Tujuan Mengetahui pengaruh suplementasi vitamin C 1000 mg i.v dan E 400 mg oral selama empat hari berturut-turut terhadap kadar malondialdehid (MDA) plasma. sebagai penanda stres oksidatif pada penderita luka bakar sedang berat. Penelitian ini merupakan one group pre post tes yang memberikan suplementasi vitamin C t 000 mg i.v dan vitamin E 400 mg oral yang pada 13 subyek penelitian yaitu penderita luka bakar kategorl sedang berat dengan luas luka bakar kurang dari 60%, yang dirawat di Unit Luka Bakar RSUPN Cipto Mangunkusumo. Data diperoleh melalui wawancara, rekam medik, pengukuran antropometri analisis asupan menggunakan metode food record, dan pemeriksaan laboratorium, berupa pemeriksaan kadar vitamin C, E serum dan MDA plasma pada sebelum dan setelah suplementasi. Analisis data untuk data berpasangan menggunakan uji t berpasangan dan uji Wilcoxon, sedangkan untuk dua kelompok tidak berpasangan menggunakan uji Mann Whitney. Batas kemaknaan pada penelitian ini ada1ah 5o/a. Sebanyak 13 orang subyek penelitian, terdiri dari perempuan 53.85o/o, dengan median usia 32 (18 55) subyek memiliki status gizi normal (61.54%), Median luas Juka bakar adalah 22 (5-57)%, dengan kasus terbanyak adalah luka bakar berat (61.50%), dan penyebab terbanyak adalah api (76.9%). Kadar vitamin C pasca suplementasi menga!ami sedikit peningkatan yang tidak bermakna. Kadar vitamin E subyek penelitian meningkat bermakna (p=0,016) pasca suplementasi, walaupun masih dalam kategori rendah. Kadar MDA pasca supiementasi mengalami penurunan bermakna(p=O,Ol9).
2009
T31989
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>