Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 50 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Patunruang, Andi
Abstrak :
Latar Belakang Penelitian ini bertitik tolak pada pemikiran bahwa, masalah pemukiman daerah kumuh yang dihadapi di kota-kota besar khususnya Jakarta tidak akan tertuntaskan tanpa memperhatikan pelaksananan program itu sendiri, khususnya aspek administrasi dalam pelaksanaan yang menekankan adanya koordinasi antar instansi untuk mewujudkan keterpaduan. Landasan pemikiran tersebut, mendorong sebuah analisis bahwa koordinasi terjadi ketika masing-masing satuan unit organisasi secara bersama-sama merumuskan gagasan yang sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Untuk mewujudkan hal demikian, maka dibutuhkan suatu mekanisme tertentu yang menunjukkan kebersamaannya. Dengan mempergunakan pemikiran Henry Mintzberg sebagai piranti analisis maka penelitian terfokus pada mekanisme koordinasi` yang dilaksanakan. Jenis Penelitian yang dilakukan adalah deksriptif dengan pendekatan kualitatif. Sasaran penelitian ini adalah para petugas atau yang terlibat dalam pelaksanaan RSDK serta masyarakat pada lokasi pelaksanaan RSDK. Dari hasil penelitian terungkap bahwa (1) standarisasi mekanisme koordinasi hanya dirumuskan dalam bentuk format kebijaksanaan dari Pusat, sedangkan penjabarannya tidak dirumuskan. Sehingga penampilan kinerja masing-masing instansi tidak memiliki standard baku dalam satuan Tim koordinasi. Dengan tidak adanya standard satuan koordinasi, menyebabkan masing-masing satuan instansional menerapkan standar koordinasi berdasarkan fungsi dan tugas pokok secara berbeda-beda, (2) Koordinasi mengandung pendekatan keterpaduan. Untuk memaksimalkan pencapaian tujuan, maka koordinasi yang menempatkan keterpaduan sebagai faktor penting. Dengan Koordinasi yang terpadu akan semakin memperingan beban tanggung jawab masing-masing instansi dalam melakukan kinerja sekaligus mempercepat proses penyelesaian masalah, (3) Mekanisme koordinasi terletak bukan hanya hasil semata melainkan pada proses.
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harun Sunarso
Abstrak :
Studi ini mencoba mengkaji pola-pola interaksi sosial dalam komuniti di permukiman kumuh sebagai tempat tinggal dan usaha pendatang di sekitar kawasan industri, dengan fokus studi pada motivasi penduduk dalam menetap di permukiman, pengelompokan yang terjadi. Adaptasi pendatang di permukiman baru serta peluang dan kendala yang menghambat keserasian sosial dalam menunjang ketahanan lingkungan. Penelitian ini dilakukan di kelurahan Rawa Terate Kecamatan Cakung Kotamadya Jakarta Timur pada bulan Nopember 1997 hingga Januari 1996. Jenis penelitian ini adalah studi kasus dengan menggunakan pendekatan Disktiptif. Pemilihan sampel dilakukan secara acak sebanyak 100 responden dan 10 informan atau tokoh masyarakat yang dianggap mempunyai pengetahuan yang mendalam mengenai masalah yang relevan dengan penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara berstruktur dan wawancara mendalam, pengamatan terlibat dan pengamatan biasa, serta Studi Pustaka. Data yang terkumpul di Edit, Code, Tabulasi dan dianalisa dengan bentuk distribusi frekuensi dan tabel silang berdasarkan perhitungan proporsi persentase dan pengukuran Skala Bogardus. Hasil penelitian didapat bahwa motivasi utama penduduk menetap di permukiman kumuh sebagian besar karena masalah ekonomi dan merasa aman, dan sebagian kecil karena panggilan kerja dan keluarga. Pengelompokan tempat tinggal dengan alasan untuk menghemat biaya sewa rumah, menghemat biaya ke tempat kerja, satu profesi/pekerjaan dan bisa menitipkan uang ke kampung. Dalam adaptasi di permukiman, umumnya mengikuti kegiatan sosial yang terwujud, yaitu Kerja Bakti, Pengajian, olah raga, Karang Taruna, Arisan, Siskamling dan PKK. Namun ada yang tidak mengikuti kegiatan sosial formal tersebut karena kesibukan dan kelelahan kerja sehari-hari, sehingga fungsi rumah / tempat tinggal hanyalah untuk beristirahat. Kesertaan penduduk dalam kegiatan sosial ini sangat dipengaruhi oleh lama tinggal di permukiman, status kependudukan, tingkat penghasilan dan pendidikan. Peluang untuk memperkuat keserasian sosial adalah kegiatan non formal yang tercipta di permukiman sedang yang menjadi kendala dalam keserasian sosial adalah konflik yang terjadi dan kejadian yang bersifat negatif. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa penduduk permukiman kumuh di sekitar kawasan industri Pulo Gadung ,ini relatif heterogen dan pola interaksi yang berlangsung bersifat simbiotik konflik terbuka dan tertutup, dan masing-masing menjaga jarak serta terdapat peluang untuk memperkuat keserasian sosial melalui kegiatan non formal sehingga akan memperkuat solidaritas sesama yang akhirnya akan memperkuat ketahanan lingkungan. Namun sangat lemah / rawan bagi katahanan wilayah mengingat penduduknya relatif rendah pondidikannya dan miskin dalam bidang ekonominya, sehingga mudah digerakkan untuk tujuan yang bersifat negatif.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T7079
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanik Suryo Haryani
Abstrak :
ABSTRAK Berbeda dengan keadaan suatu kota yang telah direncanakan secara matang untuk menjadi kota dengan fungsi spesifik seperti kota pemerintahan, metropolitan Jakarta tumbuh sebagai kota multifungsi, di mana kegiatan pemerintahan, perdagangan, industri dan pendidikan berpusat, sekaligus menjadi pintu gerbang bagi arus barang dan orang dari dan ke negeri ini. Tidaklah mengherankan apabila Jakarta memiliki daya tarik yang sangat besar bagi para urbanit yang mencoba mengadu untung demi perbaikan nasib di sini. Kenyataan selanjutnya adalah bahwa para urbanit yang sebagian besar memiliki keahlian dan ketrampilan terbatas memberikan kontribusi yang sangat besar bagi pertumbuhan jumlah penduduk dan pertambahan daerah pennukiman kumuh di ibu kota. Permukiman kumuh didefinisikan antara lain sebagai permukiman dengan unit-unit rumah dengan ukuran kecil-kecil serta kondisi fisik lingkungan yang buruk (Drakakish, 1980). Sebagian wilayah Kecamatan Penjaringan di Jakarta Utara adalah gambaran dari permukiman kumuh yang diobservasi dalam penelitian ini. Tujuan pokok dari penelitian yang dilakukan ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kondisi fisik lingkungan permukiman kumuh dengan kondisi sosial ekonomi penghuninya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak terkait dan otoritas perencanaan tata ruang perkotaan serta program perbaikan kampung. Hipotesis yang diajukan adalah: semakin rendah kondisi sosial ekonomi penghuni, maka akan semakin kumuh lingkungan permukimannya. Penelitian dilakukan melalui beberapa langkah pendekatan. Pendekatan pertama yaitu studi menggunakan data primer, dalam hal ini interpretasi foto udara tahun 1982 dan tahun 1994. Interpretasi ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai persebaran permukiman kumuh di Kecamatan Penjaringan. Pendekatan kedua adalah studi melalui observasi terestrial dengan cara mengamati langsung kondisi fisik lapangan serta wawancara langsung dengan para responden. Pendekatan ketiga adalah studi melalui data sekunder yang terkait dengan masalah ini, di antaranya data statistik, peta dan laporan-laporan dari instansi pemerintah. Analisis data dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai kualitas lingkungan permukiman dan persebaran kekumuhan. Analisis ini merupakan gabungan antara pengolahan data lapangan dan interpretasi foto udara, dengan skenario foto udara ini akan menjadi verifikasi analisis data terestrial. Untuk keperluan penilaian, permukiman kumuh dibagi dalam tiga kategori, yaitu kumuh ringan, kumuh sedang dan kumuh berat. Tolok ukur atau indikator kekumuhan ini dihitung dengan cara memberikan nilai dan bobot pada setiap variabel yang telah ditetapkan dalam himpunan variabel kondisi fisik linglcuangan. Dalam hal ini, mengacu pads kriteria penilaian dari Ditjen Cipta Karya Departemen PU dan BAPPEM MHT DKI Jakarta, variabel kondisi fisik lingkungan permukiman yang dilibatkan ada sepuluh macam, yaitu genangan air, sarana sanitasi, sarana pembuangan sampah, kepadatan hangman, lebar jalan masuk, kondisi permukaan jalan masuk, ketersediaan somber air bersih, keadaan konstruksi bangunan rumah, tats letak blok permukiman dan leas rumah mukim. Kelompok variabel bebas yang akan dipelajari hubungannya dengan variabel kondisi fisik lingkungan permuldman di batasi tiga item, yaitu: pendapatan, tingkcat pendidikan serta kesehatan penghuni. Analisis data menggunakan cara-cara yang lazim digunakan dalam metoda statistik, antara lain metode chi square untuk mengetahui adanya hubungan antara masing-masing variabel kondisi fisik dengan masing-masing variabel kondisi sosial ekonomi, serta metoda regresi berganda untuk mengetahui pola hubungan ketergantungan antara tingkat kekumuhan dengan variabel-variabel kondisi sosial ekonomi. Untuk memudahkan operasi perhitungan digunakan software SPSS (Statistical Package for Social Sciences). Uji hipotesis dengan metode Chi square menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kedua kelompok variabel. Sebanyak tiga puluh pasang tabulasi silang diuji, untuk menyelidiki adanya hubungan antar variabel-variabel yang terlibat. Sebanyak 23 item atau sekitar 77 persen dari ketiga puluh jenis yang diuji tersebut menunjukkan adanya hubungan antar variabel yang signif:kan. Faktor penghasilan penghuni menempati urutan pertama dalam hal banyaknya hubungan yang terbukti, yaitu 9 hubungan dari 10 macam yang diuji. Kemudian diikuti faktor tingkat pendidikan dengan 8 hubungan yang signifkan dan terakhir faktor kesehatan dengan 6 hubungan yang terbukti, masingmasing dari 10 hubungan yang diuji. Bila ditinjau kualitas kedekatan hubungan antar variabel yang telah teruji, rata-rata berada pads tingkat hubungan sedang dengan nilai contingency antara 0,30 sampai 0,49. Hubungan paling kuat terdapat antara pendapatan responden dengan kondisi konstruksi bangunan rumah yang ditempatinya dengan nilai contingency 0,500. Perhitungan regresi antara indikator tingkat kekumuhan Y dengan ke tiga variabel.bebas: X11 (pendapatan), X12 (tingkat pendidikan) dan X13 (kesehatan) menghasilkan persamaan: Y = 7,279 + 0,458 X11 + 1,764 XS2 + 2,598 X13 Persamaan di atas menggambarkan pola hubungan antara variabel-variabel yang terlibat, dalam hal ini Y mewakili kondisi fisik lingkungan permukiman dan X11, X12 dan X13 mewakili kondisi sosial ekonomi penghuni. Persamaan regresi memberikan informasi bahwa antara kondisi fisik lingkungan dan kondisi sosial ekonomi terdapat hubungan positif atau sebanding, artinya peningkatan nilai variabel-variabel pada ruas kanan persamaan akan berakibat meningkatnya nilai variabel pada ruas kiri persamaan tersebut sehingga dapat disimpulkan bahwa bertambah buruknya kualitas pendapatan, tingkat pendidikan dan kesehatan penghuni akan berakibat atau menandakan semakin kumuhnya lingkungan permukiman. Dugaan hasil pengujian persamaan regresi di atas hipotesa yang diajukan telah dapat dibuktikan. Verifikasi basil analisis data terestrial dengan interpretasi foto udara menunjukkan adanya kesesuaian yang cukup baik dalam hal distribusi kekumuhan -Observasi terestrial menunjukkan bahwa sebagian besar permukiman berada dalam status kumuh berat. Perbandingan komposisi ini adalah 65,00 %; 26,70 % dan 8,30 % berturut-turut untuk permukiman kumuh berat, kumuh sedang dan kumuh ringan. Hasil interpretasi foto udara tahun 1994 memberikan komposisi dengan urutan seperti di atas: 68,15 %; 24,60 % dan 7,25 %. Di satu sisi tekanan akibat pertambahan jumlah penduduk mendorong berkembangnya pemukiman kumuh, terlihat dengan bertambahnya luas areal permukiman kumuh secara keseluruhan sebesar 2,90 hektar dari tahun 1982 sampai tahun 1994. Di sisi lain upaya-upaya peningkatan atau perbaikan kampung yang dilakukan pemerintah maupun swadaya masyarakat berhasil menekan perkembangan permukiman kumuh, bahkan dapat mengurangi luas permukiman berstatus kumuh berat. Peningkatan kualitas ini ditandai dengan berkurangnya luas areal permukiman kumuh sebesar 28,35 hektar dalam icurun waktu yang sama. Faktor-faktor pendorong terjadinya kekumuhan permukiman yang teramati di lapangan mencakup tiga komponen besar, yaitu kepadatan, pola hidup penghuni dan keadaan lingkungan permukiman. Kepadatan dimaksudkan sebagai kepadatan penghuni dan kepadatan bangunan permukiman. Semakin banyak penghuni dalam satu rumah yang ukurannya lebih kecil akan mendorong terjadinya kekumuhan. Di daerah penelitian kepadatan penghuni mencapai rata-rata 5 m2lorang, di bawah standar kebutuhan normal 6 - 9 m2lorang. Mengenai kepadatan bangunan permukiman diperoleh informasi yang akurat dari interpretasi foto udara, di mama sebagian besar blok permukiman mempunyai penutupan bangunan (building coverage) rumah mukim rata-rata di atas 75 %, yang dapat digolongkan ke dalam katagori kumuh berat. Komponen pola hidup penghuni meliputi tiga aspek, yaitu penggunaan sarana sanitasi, tempat pembuangan sampah dan pemenuhan somber air bersih. Kenampakan di daerah penelitian mengenai adanya kecenderungan menuju kekumuhan permukiman adalah banyaknya responden yang tidak memiliki sarana sanitasi sendiri (sebanyak 20,80 %) ataupun mau menggunakan fasilitas sanitasi umum, melainkan membuang hajat secara babas di tempat-tempat terbuka seperti sungai yang aimya tak mengalir lancar atau laut. Dorongan menuju kekumuhan akibat pola hidup yang kurang bersih dari unsur pembuangan sampah terlihat dominan, dan ini ditunjukkan dengan banyaknya jumlah responden yang membuang sampah sembarangan (43,30 %). Ketersediaan air bersih dalam jumlah normal sulit dipenuhi di daerah penelitian, ditunjukkan dengan banyaknya responden yang memenuhi kebutuhan air bersih dengan cara membeli air kalengan dan penjaja air keliling sebanyak 53,30 %. Hal ini menunjukkan bahwa sarana permukiman lingkungan tidak layak. Komponen keadaan lingkungan permukiman mencakup empat aspek, yaitu tata letak blok permukiman, kondisi konstruksi bangunan rumah mukim, lebar jalan dan kondisi permukaan jalan masuk. Dorongan kekumuhan dari aspek tata letak ini teramati dengan rendahnya kualitas tata letak di sebagian besar permukiman responden (61,70 %) di daerah penelitian. Demikian pula kontribusi kondisi bangunan rumah mukim menuju kekumuhan permukiman tampak dari banyaknya rumah non permanen sebesar 46,70 % yang menggambarkan keadaan lingkungan buruk. Mayoritas jalan masuk di daerah penelitian mempunyai lebar kurang dari 1,0 m (54,20 %). Sempitnya jalan mengakibatkan jalan tersebut tidak mampu berfungsi secara layak sebagai alur lalu lintas, tampat bak sampah, penempatan saluran drainasi maupun sebagai pembatas antara rumah ke rumah. Jelas bahwa hal ini akan memicu buruknya keadaan lingkungan yang mengarah pada kekumuhan. Kondisi permukaan jalan yang ditemui di lapangan sebagian besar becek dan tergenang di saat hujan, memberikan dorongan terjadinya kondisi lingkungan buruk dan kumuh.
ABSTRACT Correlation Between Physical Condition and Community's Socio-economic Condition in Slum Settlement Area. (A Case Study in Penjaringan Subdistrict, North Jakarta) Within a diverging scheme with a well planned city for specific function as an administration city, the metropolitan of Jakarta emerges as a multi function city. This means Jakarta functions as a place for administration, trading, industry, education activities and consequently becomes the mayor place for exchange of goods and peoples of this country. It is not surprising that Jakarta performs greatly attractive for the migrants who find employments and a better live. Then the further reality was coming. In fact most migrants are unskilled and in turns, they in most contributed to high population growth and expansion of slum settlements in the capital city. Slum settlement is defined, among others, as a settlement occupied by very small houses and bad environment condition (Drakakish, 1980). In this context Penjaringan Subdistrict of North Jakarta is a good example to be observed due to its slum settlement. The main aim of the current research is to discover the correlation between physical condition and community's socio-economic condition in slum settlement area. The gained result is expected as an input for interrelated participants and autorized board on city masterplanning and settlement betterment programmes. The presented hypothesis: as the quality of community's socio-economic condition goes lower, the settlement environment will be found worse. The current research is conducted through several approaches. The first way is a study through primary data, in this case interpretation of 1982 and 1994 aerial photograph. This interpretation is intended to gain information concerning with the distribution of slum settlement area in Penjaringan Subdistrict. The second mean is a terestrial observation based study by means of direct survey of physical site condition and interviewing the respondents. The third access is a study of interfaced secondary data, among others are statistical data, maps and government reports. Data analysis were conducted to obtain the feature of settlement environment quality and expansion of slum condition. The analysis is a combined one between site data calculation and aerial photograph interpretation, within the scenario that aerial photograph was aimed as a verification of terestrial data calculation result. For scoring purposes, slum settlement was divided into three categories : light slum, medium slum and heavy slum. Slum indicator was calculated by assigning a value and grade to each variables defined in environment physical condition variable group. Based on evaluation criteria from Ditjen Cipta Karya, Public Works Department and BAPPEM MHT DKI Jakarta, the involved settlement physical environment variables consist of ten items: water impounding, sanitation facility, waste disposal facility, building density, access street width, access street surface condition, availability of water supply source, housing structure condition, site arrangement of housing block and the size of house space. The independent variables to be studied in connection with settlement physical environment condition were limitted into three items: income, education level and community's health. Data analyses were conducted through scientific practices in statistical methods, those are Chi-square to obtain the existence of correlation between physical condition variables and socio-economic condition variables respectively, and multiple regression to identify the dependent correlation of slum category and its socio-economic condition. The calculation operation took the advantage of SPSS (Statistical Package for Social Sciences) software for its simplicity. Chi-square hypothesis test identified a significant correlation between both variable groups. Thirty sets of cross tabulations were tested, to investigate the magnitude of correlation between interfaced variables. As much as 23 items or around 77 percent from those, indicated the existence of significant correlation of variables. Respondent income factor ranks at the first in case of proved correlation result, that is 9 significant correlation out of 10 selected items. Second rank is occupied by education level with 8 correlation and the last one is health factor with 6 proved correlation from 10 tested items each. From the quality of correlation view points, the proved variable correlations have medium grade in average sense, with the range of contingency coefficient for 0.30 - 0.49. The strongest correlation exists between respondent income and house structure condition with contingency coefficient of 0.500. Regression calculation of slum condition grade Y to the three independent variables : X11 (income), X12 (education level) and X13 (health) results an equation: Y = 7.279 + 0.458 X11 + 1.764 X12 + 2.598 X13 . The above equation shows correlation form among involved variables, in this case Y represents settlement physical environment condition and X11, X12 and X13 represent community's socio-ecomical condition. Regression equation presents information that environment physical condition is paralelly correlated with socio-ecomic condition. It means the increasing score of the right hand side of the equation will improve the rate of left side, that will lead to a conclusion, i.e, as the quality of income, education level and community's health goes lower, the settlement environment will be degraded or it indicates a worse environmental condition. This is to say that proposed hypothesis has been proved by the above mentioned regression test result. Verification of terestrial data analyses resulted in aerial photograph interpretation indicates a good similarity on slum distribution. Terestrial observation shows that most settlement area holds the heavy slum status. In comparison, the composition of heavy slum, medium slum and light slum is 65 %; 26.70 % and 8.30 % respectively. Interpretation of 1994 aerial photograph exhibits a composition as above: 68.15 %; 24.60 % and 7.25 %. From one aspect, population growth and population pressure promote the expansion of slum settlement, denoted by the new expansion of slum area of 2.90 ha, from 1984 to 1994. On the other hand, the government or community's self supporting effort succeeded in settlement betterment campaign, even it was possible to reduce the expansion of heavy slum settlement. This quality improvement was indicated by the reduction of slum settlement area of 28.35 ha during the same period. The prompting factors on settlement slum observed on site consist of three main components, i.e. density, live style and settlement environmental condition. Density refers to residential density and physical settlement density. More residents in a smaller house will stimulate slum condition. In observation, the density is 5 m2 per person on average, under the normal standard 6 to 9 m2 per person. Taking the physical settlement density into account, it was accurately recognized from aerial photograph that most settlement blocks have average settlement building coverage of more than 75 %, which can be classified into heavy slum category. Life style component consists of three aspects: sanitation facility usage, availability of waste disposal facility and water supply. In observation, it was indicated that within slum settlement, quite a lot of respondents have no private sanitation facility (20.80 %) or agree to use public sanitation facility, but freely defecate in open space as rivers or sea. From the point of waste disposal, stimulus to slum condition resulted in dirty live style was apparently very dominant, and it was indicated by a proportion of respondent littering (43.30 %). Water supply in sufficient quantity was not available in observation area, indicated by respondents who meet their water demand from passing water sellers (about 53.30 %). All these show an improper settlement environment infrastructure. Environment components cover four aspects, they are settlement blocks arrangement, house structure condition, access street width and access street surface condition. Slum pressure originated from arrangement aspect was observed from the low arrangement quality of most respondent's settlement (61.70.%). Similar pattern was indicated for housing structure contribution on slum formation. As much as 46.70 % non permanent housing structures was observed, as they represent unlikely environmental condition. Most access street width in observation area are less than 1.0 m (about 54.20 %). These narrow streets cause inappropriate function of traffic path, disposal bin and drainage channel location, neighbourhood's border. It was clear that those matters will lead to bad environment to stimulate slum formation. Most street surfaces were muddy and impounded in rainy days, prompts the slum and bad environment.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mumu Suherlan
Abstrak :
ABSTRAK
Program Rehabilitasi Sosial Daerah Kumuh dalam mencapai keberhasilannya, memerlukan partisipasi penghuni pemukiman kumuh. Oleh karena itu, penulis memandang perlu untuk mempelajari tingkat partisipasi penghuni pemukiman kumuh dalam kegiatan rehabilitasi sosial daerah kumuh.

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mempelajari tingkat partisipasi penghuni pemukiman kumuh dalam kegiatan rehabilitasi sosial daerah kumuh, (2) Mengetahui tingkat pengetahuan penghuni pemukiman kumuh tentang program rehabilitasi sosial daerah kumuh dan pengetahuan perumahan yang layak huni serta lingkungan yang sehat dan teratur, (3) Mengetahui hubungan antara karakteristik dengan tingkat partisipasi dalam kegiatan rehabilitasi sosial daerah kumuh, (4) Mengetahui hubungan antara pengetahuan penghuni pemukiman kumuh tentang program rehabilitasi sosial daerah kumuh dan pengetahuan perumahan yang layak huni serta lingkungan yang sehat dan teratur dengan tingkat partisipasinya.

Penelitian ini dilakukan di tiga desa dari dua kecamatan di wilayah Kabupaten Bandung. Dari tiap-tiap desa, 28 orang kepala keluarga yang mendapatkan pelayanan rehabilitasi sosial daerah kumuh seluruhnya dijadikan responden penelitian (secara sensus).

Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara yang berpedoman, sedang pencatatan data sekunder dilakukan pada dinas/instansi yang ada relevansinya dengan penelitian ini. Data yang terkumpul terlebih dahulu di tabulasi, baru kemudian dianalisis. Analisis yang digunakan adalah distribusi frekuensi, tabel silang dan uji statistik korelasi Rank Spearman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari lima aspek karaktersitik responden yang diamati, dilihat dari umur sebagian besar (29,76 %) berada dalam batasan umur antara 41 - 50 tahun, tingkat pendidikan sebagian besar (86,91 %) berpendidikan SD, pekerjaan sebagian besar (85,72 %) sebagai buruh, penghasilan per bulannya sebagian besar (71,43 %) berkisar antara Rp.23.000 - Rp.65.000., jumlah tanggungan keluarga sebagian besar (40,48 %) yaitu 5 orang atau lebih.

Dilihat dari tingkat partisipasi responden dalam perencanaan termasuk kategori rendah, dan dalam pelaksanaan termasuk kategori sedang. Selanjutnya, dilihat dari tingkat pengetahuan tentang program rehabilitasi sosial daerah kumuh, secara rata-rata termasuk kategori sedang. Kemudian tingkat pengetahuan responden tentang perumahan layak huni serta lingkungan yang sehat dan teratur, termasuk dalam kategori tinggi.

Hubungan karakteristik penghuni pemukiman kumuh dengan tingkat partisipasinya, ternyata hanya umur dan tingkat pendidikan menunjukkan hubungan positip. Sedangkan pekerjaan, penghasilan dan jumlah tanggungan keluarga menunjukkan hubungan yang negatif. Kemudian dilihat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat partisipasinya, ketiga lokasi tersebut menunjukkan hubungan yang negatif artinya pengetahuan tinggi dan partisipasi kurang.

1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suwarniyati Sartomo
Abstrak :
ABSTRAK Studi tentang hubungan antara manusia dan lingkungan hidup, khususnya yang melihat aspek hubungan lingkungan buatan dan perilaku manusia merupakan suatu kajian yang cukup menarik. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan antara lain memberikan kesimpulan adanya pengaruh yang kuat baik positif atau negatif, antara lingkungan fisik dan lingkungan buatan terhadap perilaku manusia (Clinard, 1973; Altman, 1975; Rapoport 1982; Bell, 1984). Studi mengenai hubungan antara lingkungan buatan dan perilaku manusia, yang dalam penelitian ini memusatkan kajian pada lingkungan permukiman kumuh, telah memberikan sumbangan pemikiran berupa hasil penelitian di tiga lokasi permukiman kumuh di wilayah Jakarta Pusat. Tiga kelurahan yang dipilih dengan prosedur penarikan sampel lokasi secara purposive; yaitu Kelurahan Duri Pulo, Kelurahan Sumur Batu dan Kelurahan Kampung Rawa, memberikan gambaran khusus mengenai hubungan lingkungan permukiman kumuh dan perilaku. Pemilihan sampel purposive wilayah Jakarta Pusat sebagai lokasi penelitian didasarkan atas beberapa alasan: pertama, Jakarta Pusat merupakan pusat kegiatan terbesar di antara kelima wilayah di DKI Jakarta; kedua, memiliki keunikan dalam hal angka kejahatan (angka kejahatan cukup tinggi dibandingkan wilayah DKI Jakarta lainnya); dan ketiga, memiliki lokasi hunian kumuh cukup banyak. Tipe penelitian ini bersifat deskriptif, dengan metode statistik non parametrik. Populasi penelitian adalah kepala keluarga (KK) yang berdomisili di tiga kelurahan terpilih. Sementara itu penarikan sampel responden di tiga kelurahan dilakukan dengan prosedur penarikan sampel acak terlapis tak seimbang (disproporsional stratified random sample), berdasarkan dua indikator pokok, yaitu kepadatan penduduk per-kilometer persegi dan frekuensi kejahatan. Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah seperti berikut: 1. Sejauh mana pengaruh lingkungan permukiman kumuh terhadap perilaku individu penghuni. 2. Seberapa jauh lingkungan permukiman kumuh berpengaruh pada tumbuhnya perilaku menyimpang. Bertitik tolak dari dua permasalahan di atas, hipotesis penelitian yang dicoba untuk dibuktikan adalah: 1. Semakin buruk kondisi fisik permukiman kumuh, semakin rendah kepedulian anggota masyarakat terhadap lingkungannya. 2. Lingkungan permukiman kumuh berpengaruh pada tumbuhnya perilaku menyimpang. Dari hasil penelitian lapangan yang dilakukan dengan metode survai dan metode wawancara mendalam (depth-interview), diperoleh beberapa temuan penelitian berikut: 1. Tingkat kepedulian anggota masyarakat permukiman kumuh yang diukur dengan indikator tingkat intensitas hubungan antar warga, menunjukkan hasil bahwa semakin baik lingkungan permukiman kumuh, semakin tinggi tingkat kepedulian warganya. Variabel tingkat intensitas yang dibagi ke dalam kategori: tidak akrab, kurang akrab, dan sangat akrab, dikorelasikan dengan variabel kondisi lingkungan permuidman, menghasilkan nilai korelasi Kendall: rb = 0.21. Uji korelasi menggunakan tabel distribusi normal Z, memperlihatkan basil Z hitung = 3.81, pada taraf signifikansi α= 0.05, nilai Z tabel = 1.67. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa hipotesis nomor 1 diterima. 2. Kondisi lingkungan permukiman kumuh ternyata tidak selalu identik dengan perikehidupan yang kurang harmonis, bahkan tidak pula identik dengan tempat tumbuhnya perilaku menyimpang. Data lapangan di tiga lokasi penelitian yang dilakukan dengan metode wawancara mendalam, memperlihatkan bahwa lingkungan permukiman yang relatif baik memiliki angka kejahatan relatif tinggi. Sementara itu data lapangan yang diperoleh dengan kuesioner memperlihatkan hanya sepertiga dari anggota sampel penelitian yang pemah mengetahui dan mengalami peristiwa kejahatan. Perkelahian dan pencurian merupakan ciri kejahatan yang terjadi di lingkungan permukiman kumuh. Hasil pengamatan sepanjang penelitian lapangan dilakukan, justru memberi gambaran bahwa perjudian juga merupakan ciri perilaku menyimpang yang terjadi di lingkungan permukiman kumuh. Meskipun beberapa jenis kejahatan dan perilaku menyimpang menggambarkan salah satu ciri perilaku anggota masyarakat di lingkungan permukiman kumuh, untuk sementara hasil penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa lingkungan permukiman kumuh tidak berpengaruh terhadap tumbuhnya perilaku menyimpang. Dengan demikian, salah satu temuan penelitian dari Clinard dan Abbot tentang hubungan antara lingkungan permukiman kumuh dan tingginya angka kejahatan, tidak berlaku untuk kondisi lingkungan permukiman kumuh di Indonesia.
ABSTRACT The study on the relation between man and the living environment, especially the relation between man-made environment and human behavior constitutes an interesting study. Some previously conducted research has concluded among other things that there is a strong influence, whether positive or negative, of the physical and man-made environment on human behavior (Clinnard, 1973; Altman, 1975; Rapoport, 1982 and Bell, 1984). The Study of the relationship between the man-made environment and human behavior, focusses on slum areas in Central. Jakarta. The three lcelurahan were selected through purposive location sample selection; they are the Kelurahan Duri Pula, Kelurahan Surnur Batu and Kelurahan Kampung Rawa, which have provided a specific picture of the relationship between the slum environment and human behavior. The choice of Central Jakarta as the purposive sample of the research was based on the following arguments: first, Central Jakarta is the largest centre of activities among the five areas; second, it is unique in its crime rate, i.e. the crime rate is significantly high in comparison with the other areas; and third, it has a quite large slum area. The type of this research is descriptive, and the researcher has made use of the statistic nonparametric. The population of the research consists of the family heads (KK) living in three-selected kelurahan. The samples of respondents from three kelurahan were drawn through the disproportional stratified random sample method, based on two main indicators, i.e. the population density per square kilometer and the crime frequency. The problem posed in this research is as follows: 1. To what extent is the influence of the slum area on the individual inhabitant. 2. To what extent is the influence of the slum area on the development of deviant behavior. Starting from the two problems posed above, the hypothesis that this research will try to prove is: 1. The worse the physical condition of the slum area, the more indifferent the member of community feels towards the environment. 2. The slum environment has a strong influence on the development of deviant behavior. The fields study executed through the survey method and in-depth interviews, has resulted in the following findings: The concern of slum inhabitants measured by and indicator of the intensity of relationships between fellow inhabitants shows that the better the environment, the higher the concern of the inhabitants is The variable of degrees of intensity divided into three categories, namely: non intimate, less intimate and very intimate is correlated with the variable of the condition of the living area and has resulted in the Kendall coefficient correlation rb = 0.21. The test of correlation has used the Z normal distribution. This shows that Z hit. = 3.81 on the level of significance α= 0.05, while Z tab. = 1.67. Thus it can be stated that hypothesis 1 is acceptable. From this is clear that the condition of the slum area is not always identical with discordant living conditions and is event not identical with the location of deviant behavior emergence. The data of the three locations of research obtained through in-depth interviews shows that relatively good location have relatively the highest crime figures. Meanwhile the field data obtained through the questionnaire show that only one-third of the respondent have been exposed to crime. Fights and thefts are incidents that occur in slums. Even though crime and deviant behavior are traits of slums areas, the results of the research tentatively show that slum areas do not influence the occurrence of deviant behavior, Thus, Clinard and Abbot's theory that there is correlation between the existence of the slum areas and the height crime rate is not valid for the condition of the slum areas in Indonesia.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Fitriasari Rahayu
Abstrak :
Selama ini penataan perkotaan kurang memperhatikan kondisi internal dan aspek penyesuaian diri terhadap bencana yang sering melanda permukiman kumuh. Penelitian ini bertujuan mengungkapkan sebaran permukiman kumuh dan menganalisis tingkat sensitivitas dan kapasitas adaptif permukiman kumuh terhadap bencana banjir dan kebakaran secara spasial. Sebaran permukiman kumuh diperoleh melalui metode interpretasi foto udara dan metode Spatial Multi Criteria Evaluation (SMCE) digunakan untuk menganalisis tingkat sensitivitas dan kapasitas adaptif. Hasil analisa menunjukkan permukiman kumuh tersebar pada sempadan sungai, sempadan rel kereta, sekitar daerah pertanian/RTH, sekitar kompleks perumahan, sekitar daerah komersil dan sekitar TPA. Permukiman kumuh dengan tingkat sensitivitas tinggi dan kapasitas adaptif rendah terhadap banjir terkonsentrasi di sempadan sungai. Tingkat sensitivitas tinggi dan kapasitas adaptif rendah terhadap kebakaran terpusat pada permukiman kumuh di sekitar TPA. ......All this time the arrangement of the urban is lack of attention to internal conditions and aspects of adapt to the disasters that often plagued slums. This study aims to reveal the spread of slums and inform the level of sensitivity and adaptive capacity of slum against floods and fires spatially. The distribution of slums obtained through aerial photos interpretation method and Multi Criteria Evaluation method (SMCE) method used to analyze the level of sensitivity and adaptive capacity. The result shows slums spread across the border river, the border railway, near a commercial area, near the landfill, in an agricultural area/green space and around the housing complex. Slums with high sensitivity and low adaptive capacity against floods is concentrated in the border river. Slums with high sensitivity and low adaptive capacity to fires concentrated near landfill.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
T44789
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, T. Nahomi M. Hamonangan
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S48957
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dywangga Auliannisa
Abstrak :
Perkembangan kota yang tanpa arah menyebabkan Kota Bandung memiliki masalah dalam perkembangan permukiman, khususnya permukiman kumuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran mengenai pola persebaran permukiman kumuh di Kota Bandung. Identifikasi permukiman kumuh dilakukan dengan menggunakan citra satelit QuickBird 2007 dengan digitasi on-screen secara manual, serta didukung oleh pengecekan survey lapang dengan memperhatikan variabel kerapatan bangunan, tata letak dan ukuran atap rumah. Sedangkan variabel lainnya seperti kondisi bangunan, kondisi prasarana lingkungan dan kepadatan penduduk diperoleh melalui survey lapang dan data sekunder. Metode analisis yang digunakan meliputi teknik analisis tetangga terdekat untuk mengetahui pola persebaran permukiman kumuh dan buffer analisis untuk mengetahui jarak permukiman kumuh terhadap sungai. Pola persebaran permukiman kumuh di Kota Bandung sebagian besar membentuk pola acak dan cenderung mendekati daerahdaerah pusat kegiatan seperti perkantoran, industri, perdagangan dan jasa. Pola mengelompok terdapat di Wilayah Pengembangan Bojonegara, pola acak terdapat di Wilayah Pengembangan Cibeunying, Gedebage dan Karees, pola tersebar terdapat di Wilayah Pengembangan Tegallega dan Ujung Berung. ......Disorganized city development in Bandung City has caused problems in the development of settlements, particularly slums settlements. This research focuses on pattern of distribution of slums settlement using spatial analysis which is includes the nearest neighbor and buffering analysis. In this research, an attempt has been made to identify and mapping of slums using QuickBird satellite imagery in 2007 and ground verification in assessing of slum environment. The slums were identified on the basis of visual interpretation and were captured manually using on-screen digitization method. For this purpose, interpretation variable like building density, layout, and roof size were used in detection process using QuickBird. While the other variable such as building condition, infrastructure, environmental conditions and population density were obtained from field survey and secondary data. This research indicates that pattern of distribution of slums settlement in Bandung city were mostly distributed as a random pattern and close to offices, industrial and also trade and services areas. Cluster pattern was found in region of Bojonegara, random pattern were found in development region of Cibeunying, Karees, and Gedebage, while scattern pattern were found in development region of Tegallega and Ujung Berung.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S34104
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ralpy Machio
Abstrak :
[Kampung Deret merupakan program yang dicanangkan pemerintah DKI Jakarta untuk menangani permasalahan permukiman kumuh di Jakarta. Untuk mendapatkan efisiensi dari segi waktu, PEMDA DKI Jakarta menerapkan sistem prafabrikasi RISHA (Rumah Instan Sederhana Sehat) pada pelaksanaannya. Hal ini dikarenakan PEMDA DKI menganut sistem kinerja 1 tahun anggaran. Akan tetapi, pada pelaksanaannya proyek kampung deret ini tetap mengalami keterlambatan. Ada banyak faktor dari tiap-tiap tahapan pelaksanaan proyek ini yang menyebabkan terjadinya keterlambatan. Oleh sebab itu tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan keterlambatan proyek tersebut. Setelah itu, baru diberikan rekomendasi untuk perbaikan pelaksanaan proyek kampung deret berikutnya. Data penelitian diperoleh melalui penyebaran kuisioner kepada para pelaksana proyek ini, diantaranya adalah PEMDA DKI Jakarta, konsultan, supplier RISHA, dan masyarakat. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan statistik deskriptif, uji normalitas, uji validitas dan realibilitas, uji homogenitas, analisa faktor, dan analisa regresi. Hasil yang diperoleh adalah terdapat 23 faktor yang mempengaruhi kinerja waktu. Dan berdasarkan analisa faktor didapatkan 5 faktor dominan yang sangat mempengaruhi kinerja waktu. ......"Kampung Deret" is a programme which proclaimed by local government of DKI Jakarta to solve the problem of slum areas in Jakarta. To obtain efficiency in terms of time, local government of DKI Jakarta applied a prefabrication system "RISHA" (Rumah Instan Sederhana Sehat). This is because local government of DKI Jakarta adopts 1 year budget working system. However, this Kampung Deret's development project was still remains delayed. There are many factors from each phase of this project implementation which caused delays. Therefore, the main objective of this study was to determine the factors that caused delays on that project. Afterwards, giving the recommendation to improve the implementation process on the next project of "Kampung Deret" . The data were obtained through the distribution of questionnaires to stakeholders who implement this project, such as the local government of DKI Jakarta, consultant, supplier of RISHA, and local society. The data were analyzed with descriptive statistics, normality test, validity and reliability test, homogeneity test, factor analysis, and regression analysis. The result is there are 23 factors that affect the time performance. And based on factor analysis, there are 5 dominant factors which very affect time performance;“Kampung Deret” is a programme which proclaimed by local government of DKI Jakarta to solve the problem of slum areas in Jakarta. To obtain efficiency in terms of time, local government of DKI Jakarta applied a prefabrication system “RISHA” (Rumah Instan Sederhana Sehat). This is because local government of DKI Jakarta adopts 1 year budget working system. However, this Kampung Deret’s development project was still remains delayed. There are many factors from each phase of this project implementation which caused delays. Therefore, the main objective of this study was to determine the factors that caused delays on that project. Afterwards, giving the recommendation to improve the implementation process on the next project of “Kampung Deret” . The data were obtained through the distribution of questionnaires to stakeholders who implement this project, such as the local government of DKI Jakarta, consultant, supplier of RISHA, and local society. The data were analyzed with descriptive statistics, normality test, validity and reliability test, homogeneity test, factor analysis, and regression analysis. The result is there are 23 factors that affect the time performance. And based on factor analysis, there are 5 dominant factors which very affect time performance, “Kampung Deret” is a programme which proclaimed by local government of DKI Jakarta to solve the problem of slum areas in Jakarta. To obtain efficiency in terms of time, local government of DKI Jakarta applied a prefabrication system “RISHA” (Rumah Instan Sederhana Sehat). This is because local government of DKI Jakarta adopts 1 year budget working system. However, this Kampung Deret’s development project was still remains delayed. There are many factors from each phase of this project implementation which caused delays. Therefore, the main objective of this study was to determine the factors that caused delays on that project. Afterwards, giving the recommendation to improve the implementation process on the next project of “Kampung Deret” . The data were obtained through the distribution of questionnaires to stakeholders who implement this project, such as the local government of DKI Jakarta, consultant, supplier of RISHA, and local society. The data were analyzed with descriptive statistics, normality test, validity and reliability test, homogeneity test, factor analysis, and regression analysis. The result is there are 23 factors that affect the time performance. And based on factor analysis, there are 5 dominant factors which very affect time performance]
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
T44725
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lady Ivone
Abstrak :
ABSTRAK

Keberadaan kawasan kumuh tidak saja berdampak buruk terhadap penduduk yang tinggal didalamnya, tetapi juga terhadap masyarakat yang ada disekitarnya. Kawasan kumuh memunculkan eksternalitas negatif dalam bentuk kejahatan, masalah kesehatan bahkan konflik. Penelitian ini bertujuan membuktikan secara empiris apakah kawasan permukiman kumuh berpengaruh terhadap peluang munculnya tindak kejahatan, masalah kesehatan dan konflik pada wilayah perkotaan (urban areas) di Indonesia. Analisis dilakukan menggunakan data cross section tahun 2014. Data yang digunakan adalah data PODES 2014 dan data luas permukiman dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Dengan menggunakan metode Logit, hasil estimasi menunjukkan bahwa permukiman kumuh berpengaruh terhadap peluang munculnya  beberapa tindak kejahatan seperti pencurian, penipuan, penganiayaan, peredaran narkoba dan pembunuhan. Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa permukiman kumuh berpengaruh terhadap peluang munculnya penyakit difteri.


ABSTRACT

 


The existence of slums does not only have a negative impact on the population living inside, but also on the people around them. Slums create negative externalities in the form of crime, health problems and even conflicts. This study explaining whether slum areas affect the chances of crime, health problems and conflicts in urban areas in Indonesia. The analysis was carried out using cross section data in 2014. The data used were PODES 2014 data and extensive residential data from the Ministry of Public Works and Public Housing (PUPR). Using the Logit Probit method, the estimation results show that slums affect the chances of several crimes such as theft, fraud, abuse, drug trafficking and murder. The estimation results also show that slums affect the chance of diphtheria.

 

2019
T52655
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>