Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 48 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nandipinta
Abstrak :
Keberhasilan penanggulangan penyakit menular seksual (PMS) tidak hanya tergantung pada mutu pelayanan, tetapi juga tergantung pada faktor manusianya terutama perilaku pencegahan dan perilaku pencarian pengobatan. Salah satu faktor yang panting diperhatikan adalah perilaku pencarian pengobatan, karena kegiatan penanggulangan PMS terutama adalah penemuan penderita secara dini dan segera diobati. Hal ini disebabkan karena PMS dapat bersifat merusak kesehatan dan dapat berakibat fatal serta komplikasi. Selain itu PMS mempermudah penularan virus HIV dari seorang ke orang lain. Sebaliknya infeksi HIV menyebabkan seseorang lebih mudah` terserang PMS dan lebih sukar diobati. Dari beberapa hasil survei menunjukkan bahwa banyak penderita PMS yang tidak mencari pengobatan sehingga meinungkinkan terjadinya penularan kepada orang lain atau kepada pasangan mereka. Selain itu penderita yang tidak berobat memungkinkan terjadinya peningkatan kasus HIV. Penderita PMS yang mencari pengobatan sendiri memungkinkan terjadinya resistensi penyakit tersebut terhadap obat antibiotik yang digunakan secara tidak teratur, atau obat yang digunakan hanya antiseptik dan jamu diragukan kesembuhannya. Tujuan penelitian untuk menentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan pada penderita PMS di Kabupaten Indramayu. Penelitian ini menggunakan jenis desain potong lintang (cross sectional), dengan sampel adalah sebagian dari pria/klien yang menderita penyakit menular seksual dalam 1 (sate) tahun. terakhir yang berkunjung ke lokalisasi/tempat prostitusi yang ada di wilayah Kabupaten Indramayu. Dari basil penelitian diperoleh bahwa dari 384 responden yang pernah mengalami PMS dalam 1 (satu) tabu' terakhir sewaktu dilaksanakan penelitian, sebanyak 22 responden (5,7%) tidak mencari pengobatan dan 362 responden (94,3%) mencari pengobatan. Dari 362 responden tersebut pengobatan pertama yang dilakukannya adalah dengan melakukan pengobatan sendiri 121 responden (33,4%) dan yang ke pelayanan kesehatan 241 responden (66,6%). Faktor-faktor yang berhubungan bermakna antara yang tidak mencari pengobatan dan yang mencari pengobatan adalah variabel persepsi sakit (OR 14,40; 95%CI 3,77-55,01) dan biaya pengobatan (OR 19,71; 95% CI 6,17-62,95). Faktor-faktor yang berhubungan bermakna antara yang mengobati sendiri dan yang ke pelayananan kesehatan adalah variabel-variabel status perkawinan (OR 2,27; 95 CI 1,11-4,64), persepsi sakit (OR 6,24; 95% CI 3,30 - 11,79), dan anjuran berobat (OR 2,11 ; 95% CI 1,30 -3,41). Disarankan untuk meningkatkan pengetahuan penderita PMS dengan memberikan penyuluhan, terutama dalam meningkatkan pemahaman bahwa pengobatan dengan antiseptik dan jamu bukanlah obat yang tepat untuk pengobatan PMS. Selain itu perlu ditingkatkan penyuluhan tentang bahaya PMS dan upaya-upaya pencegahan yang mungkin dilakukan untuk mengurangi risiko penularan PMS. Melalui upaya pencegahan seperti menggunakan kondom, diharapkan dapat mengurangi biaya pengobatan. ...... Related Factors to Health Seeking Behavior on Sexual Transmitted Disease Clients That Visited to Prostitution Area in Indramayu District in Year 2000The successful prevention of sexual transmitted disease (STD) does not only depend on quality of services but also depends an human factors in particular health seeking behavior and prevention. One of the most important factors is health seeking behavior, because the most important STD prevention activity is to find patients and to cure them immediately. This is because STD could damage person health and could be fatal and complicated. Beside that, STD facilitate HIV including complication and fatal outcome. In contrary, HIV infection easily contracted to infected STD but difficult to cure. Several surveys, show that many STD patients do not seek for treatment, and will infect to other person including their spouses. Beside that, untreated STD patients will increase the number of HIV cases. Patients who is seek self treatment will cause resistance STD drugs due to irregular intake. The patients only use antiseptic drugs and traditional medicine of which the efficacy is questionable. The objective of this research is to analysis related factors to health seeking behavior in STD patients in Indramayu District. This research is based on cross sectional design method of patients with sexual transmitted disease that visited existing prostitution area in Indramayu District during one year. In the study was found that 384 respondents has suffered from STD during the year 362 respondents (94.3%) did seek treatment and 22 did not (5.7%). 121 respondents (33.4%) preferred self-treatment initially and, 241 respondents (66.6%) went to health facilities. Factors that significantly influence health seeking behavior (treatment or non treatment) are disease perception variable (OR 14.40; 95%CI 3.77-55.01) and treatment cost (OR 19.81; 95%CI 6.17-62.95). Related factors influencing the choice between and seeking treatment at health facilities are marital status variables (OR 2.27; 95%CI 1.11-4.64), disease perception (OR 6.24; 95%CI 3.30-11.79), and advice by others to take treatment (OR 2.11; 95%CI 1.30-3.41). In conclusion, it is recommended to increase knowledge to STD patients by giving health education in particular to increase their understanding that antiseptic treatment and traditional medicine is not an appropriate method for STD treatment. Beside that it is necessary to increase knowledge on dangers of STD and intensify efforts to decrease the risk of STD infection (by condom use). These efforts will lower treatment costs.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riesparia Magi Awang
Abstrak :
Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk infeksi HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan dunia termasuk Indonesia. Menurut perkiraan WHO pada tahun 1999 di dunia terdapat 350 juta kasus baru seperti Sifilis, Gonore, Infeksi Chlamyda dan trikomoniasis. Sementara angka IMS di Indonesia sulit diketahui dengan pasti karena terbatasnya informasi yang ada. IMS diketahui dapat meningkatkan kepekaan terhadap infeksi HIV dan juga menyebabkan morbiditas yang tinggi. IMS banyak menyerang golongan masyarakat yang mempunyai perilaku seksual dengan banyak mitra seperti pekerja seks komersial dan diantaranya adalah waria. Penelitian ini dilakukan di Jakarta timur dengan mengambil lokasi di Kebon Singkong, Velbak dan Pejagalan pada bulan Juni - Agustus 2002. Pengumpulan data menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam atau indeph interview. Jumlah informan sebanyak 12 orang, sedangkan informan kunci sebanyak 6 orang yang terdiri dari pemilik warung, pemilik toko obat dan petugas kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai perilaku waria dalam mencari pengobatan pada saat menderita IMS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan informan pada umumnya rendah terutama yang menyangkut penularan, pencegahan, jenis-jenis, gejala serta penyebabnya. Sikap yang ditunjukkan informan adalah negatif untuk penggunaan kondom, dan bersikap positif untuk mengobati sendiri dengan antibiotik yang tidak rasional, minum obat anti biotik secara teratur dan mencari pertolongan kesehatan kepada petugas kesehatan. Sumber utama informasi IMS dan HIV/AIDS adalah petugas kesehatan dan teman. Informan menganggap bahwa dirinya termasuk golongan yang rentan terhadap IMS dan juga mereka menganggap bahwa IMS adalah penyakit yang berbahaya. Kecuali biaya, maka waktu, jarak, perilaku petugas tidak menjadi hambatan informan dalam mencari pengobatan. Upaya mencari pengobatan IMS yang dilakukan dalam empat tahap yaitu mengobati dengan obat tradisional, minum obat-obatan antibiotik dengan dosis yang tidak rasional. Jika belum sembuh upaya lain yang ditempuh adalah mencari bantuan tenaga kesehatan modern baik yang swasta, pemerintah dan jika tidak ada perubahan akan kembali ke pengobatan tradisional. Beberapa saran yang dianjurkan penulis adalah perlunya penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan tentang IMS, pelatihan untuk menumbuhkan dan meningkatkan sikap dan perilaku yang positif terhadap upaya mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan, perlunya pengembangan prorotipe media yang spesifik waria (transvestisme), membuat perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi secara terpadu dengan dana yang memadai, menyediakan kondom gratis dalam jangka waktu tertentu. ......The Attitude of Transvestites in Seeking Medication for Sexually Transmitted Infections in East Jakarta in 2002Sexually Transmitted Infections such as HIV/AIDS infections constitute the world's health problem including Indonesia. Based on WHO's estimation of 1999 there are currently 350 millions cases of syphilis, gonorrhea, Chlamydia and Trikomoniasis infections. The figures of Sexually Transmitted Infections in Indonesia are not definitely known due to limited available information. Sexually Transmitted Infections can increase sensitivity to HIV infection and also raise morbidity rate. Sexually Transmitted Infections mostly affect certain type of community who have frequent sexual relation with commercial sex workers including transvestites. The research was carried out in three districts in Jakarta namely Kebon Kacang, Velbak and Pejagalan in June-August 2002. Qualitative approach was implemented in data collecting process through in-depth interview. The number of informants was 12 with six key informants consisting of food stall owners, drugstore keepers, and health officer. The research was aimed at obtaining information on transvestite's attitude in seeking medication when suffering from Sexually Transmitted Infections. The result of the research revealed a low level of knowledge on the part of the informants regarding transmission, prevention, types, symptoms and cause of disease. The informants showed negative attitude towards the use of condoms, positive attitude for self-medication by using irrational antibiotic, regular antibiotic take in and seeking medical help from physicians. The main resource of information for Sexually Transmitted Infections and H1V/AIDS was health officers and friends. The informants viewed that they were vulnerable to Sexually Transmitted Infections and that Sexually Transmitted Infections were dangerous. The use of condoms as a means to prevent Sexually Transmitted Infections was relatively rare. Factor hindering the informants in utilizing health services among others was cost and factor encouraging them to use health services was peer group and counseling by health officers exposed by media. Attempt to seek medication were divide into stages namely medication with traditional medicine, taking antibiotic with irrational dose, seeking medical help from modem state or private physicians and traditional medication. The writer emphasizes the need of counseling to enhance knowledge on Sexually Transmitted Infections, training to generate and boost positive behavior and attitude in seeking medication from health services, the necessity to develop specific media for transvestites, planning, implementation, integrated monitoring and evaluation with sufficient fund, providing free condoms within a certain period of time.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T12922
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nurul Qomariyah
Abstrak :
Penentuan pengobatan untuk trikomoniasis yang merupakan IMS yang cukup prevalen pada perempuan di Indonesia dengan pendekatan sindrom (seperti tertera dalam Pedoman Penatalaksanaan PMS Berdasarkan Pendekatan Sindrom, Fasilitas Laboratorium Sederhana dan Laboratorium Khusus yang dikeluarkan oleh Depkes tahun 1996) maupun pendekatan sindrom yang dilengkapi perneriksaan spekulum melalui alur gejala adanya duh tubuh vagina dianggap tidak cukup baik dilihat dari segi sensitivitas dan spesifisitas. Informasi tentang validitas kedua pendekatan ini belum tersedia di Indonesia. Penerapan suatu pendekatan dengan validitas rendah akan menyebabkan terjadinya overtrealment atau tidak terobatinya pasien. Tujuan utama dari penelitian dengan desain potong lintang ini adalah diketahuinya perbandingan validitas pendekatan sindrom dan pendekatan sindrom yang dilengkapi pemeriksaan spekulum dalam penegakan diagnosis trikomoniasis pada perempuan pengunjung klinik mobil keliling Yayasan Sehati di Bali dengan gold standard pemeriksaan wet mount. Dari 409 perempuan yang dilibatkan dalam penelitian ini didapatkan prevalensi trikomoniasis (lab wet mount) adalah 17,1% rnenderita. Sementara pendekatan sindrom menemukan 57,9% pasien menderita trikomoniasis dan pendekatan sindrom yang dilengkapi pemeriksaan spekulum 42,8%. Pada total sampel, spesifisitas pendekatan sindrom yang dilengkapi pemeriksaan spekulum (62,8%) secara statistik (P-vaIue:0,000) lebih tinggi dibanding pendekatan sindrom murni (46,6%). Sebaliknya, nilai sensitivitasnya lebih rendah, namun perbedaan tersebut secara statistik tidak bermakna. Nilai kecocokan kedua pendekatan terhadap pemeriksaan lab wet mount berada pada kategori ?kecocokan buruk" (Kappa pendekatan sindrom murni: 0,137 dan pendekatan sindrom yang dilengkapi pemeriksaan speculum: 0,206). Pada seluruh strata dari berbagai variabel, nilai spesifisitas pendekatan sindrom yang dilengkapi pemeriksaan spekulum lebih tinggi dibanding nilai spesifisitas pendekatan sindrom murni dan perbandingan tersebut hampir selumhnya bermakna secara statistik. Hampir pada seluruh strata dari berbagai variabel sensitivitas pendekatan sindrom mumi lebih tinggi dibanding sensitivitas pendekatan sindrom yang dilengkapi pemeriksaan spekulum, namun seluruh perbedaan tersebut tidak bermakna secara statistik. Nilai Kappa pendekatan sindrom yang dilengkapi pemeriksaan spekulum umumnya lebih tinggi dari nilai Kappa pendekatan sindrom murni. Analisis multivariat akhir mendapatkan enam variabel yang berhubungan dengan infeksi trikomoniasis sebagai berikut: 1) pemakaian kontrasepsi IUD (OR 3,925, 95% CI 1,693-9,097), 2) gejala duh tubuh vagina abnormal (OR 5,054, 95% CI 2,142-11,92l), 3) duh vagina berbusa (OR 4O,60I, 95% CI: 11,877-l38,790), 4) duh vagina banyak encer (OR 6,985, 95% Cl:2, 932-I6,642), 5) eritema vagina (OR 19,806, 95% CI 7,601- 51,61 1), dan 6) tes amine (OR 3,856, 95% C1 1,503-9,890). Validitas hasil pemeriksaan spekulum sebagai satu-satunya kriteria diagnosis menunjukkan spesisifitas dan angka kecocokan (Kappa) yang lebih tinggi dari pendekatan sindrom maupun pendekatan sindrom yang dilengkapi pemeriksaan spekulum, namun angka sensitivitasnya rendah. Penggabungan hasil pemeriksaan spekulum dengan faktor risiko perilaku pasangan/pasien memiliki pasangan lebih dari satu justru menurunkan angka kecocokannya dalam diagnosis trikomoniasis. Kesimpulan utama yang didapat dari penelitian ini adalah bahwa spesifisitas pendekatan sindrom yang dilengkapi pemeriksaan spekulum lebih tinggi dari spesifisitas pendekatan sindrom murni. Nilai kecocokan kedua pendekatan tersebut terhadap pemeriksaan lab wet mount berada pada kategori kecocokan buruk. Saran yang diajukan adalah perlunya pengkajian kembali kebijakan penanganan IMS melalui pendekatan sindrom. Pedoman perlu dibuat sesuai dengan kelompok risiko perilaku: pada kelompok risiko rendah, penerapan pendekatan sindrom khususnya untuk trikomoniasis seharusnya dibatasi hanya pada sarana-sarana yang tidak memiliki fasilitas Iaboratorium sederhana atau pemeriksaan spekulum karena akan mernberi nilai false positive tinggi. Penelitian lanjutan perlu dilakukan dengan merancang penelitian yang khusus dibuat untuk menilai pendekatan sindrom ini secara menyeluruh (tidak hanya untuk trikomoniasis), dengan data yang bersifat prospektif, memasukkan semua variabel yang diperlukan dan dengan sampel yang mencukupi. Selain itu perlu juga dilakukan perbandingan validitas kedua pendekatan pada kelompok perilaku berisiko yang berbeda.
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13168
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Yuridian Purwoko
Abstrak :
Sebagai kelompok yang mempunyai risiko tinggi tertular IMS, PSK pria nontransgender belum banyak diteliti. Di Indonesia baru tercatat satu penelitian di bidang sosiobudaya mengenai kelompok tersebut yang dilakukan di Yogyakarta dan belum ada satu pun penelitian di bidang kesehatan. Penelitian kesehatan Iebih banyak ditujukan pada PSK wanita, PSK pria transgender, atau ketompok MSM. Diduga PSK pria di kota besar, khususnya Jakarta telah meningkat pasat sesuai perkembangan waktu, keterbukaan seksual, dan faktor ekonomi, namun hingga saat inl belum terdapat data penelitian mengenai faktor sosiodemografis PSK pria nontransgender, mencakup usia, pendidikan, pendapatan atau status ekonomi, dan pekerjaan lain. Juga belum diketahui data prevalensi penyakit IMS pada kelompok tersebut. Karena belum terdapat data, dan berdasarkan penelitian mengenai PSK pria nontransgender di negara lain, serta belum ada program intervensi terhadap kelompok PSK pria nontransgender di Jakarta, maka ditegakkan dugaan bahwa prevalensi IMS pada kelompok tersebut masih tinggi, pengetahuan PSK pria nontransgender terhadap IMS yang masih rendah, sikap mereka yang kurang mempedulikan pencegahan dan pengobatan penyakit tersebut, serta perilaku mereka yang cenderung berisiko tinggi tertular 1MS. Pengukuran prevalensi memerlukan sumber dana, tenaga, dan waktu yang cukup besar, sehingga pada penelitian ini dibatasi pada tiga penyakit IMS yang menjadi prioritas pemberantasan penyakit menutar di Indonesia, yaitu gonore, sifilis, dan infeksi HIV/ AIDS. Proporsi kepositivan pemeriksaan kultur gonore, serologis sifilis, dan serologis infeksi HIV/ AIDS, dilakukan untuk mendapatkan perkiraan prevalensi penyakit tersebut pada PSK pria nontransgender di Jakarta. Pertanyaan penelitian ? Bagaimana identitas atau faktor sosiodemografis PSK pria nontransgender, mencakup usia, pendidikan, pendapatan atau status ekonomi, dan pekerjaan lain. ? Berapa proporsi kepositivan kultur gonore, serologis sifilis, dan serologis infeksi HIV pada PSK pria nontransgender. ? Bagaimana pengetahuan, sikap, dan perilaku PSK pria nontransgender terhadap IMS.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21448
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rinadewi Astriningrum
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan faktor risiko vaginosis bakterial pada populasi wanita penjaja seks di Tangerang. Faktor risiko vaginosis bakterial pada WPS penting diketahui untuk dapat menyusun strategi pencegahan terhadap vaginosis bakterial. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan studi potong lintang. Subyek penelitian adalah wanita penjaja seks di kabupaten Tangerang, provinsi Banten. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi vaginosis bakterial di Tangerang tergolong tinggi (131 dari 189 subyek didiagnosis vaginosis bakterial; 69.31%). Semakin banyak jumlah pasangan, tindakan bilas vagina, dan semakin muda usia wanita penjaja seks meningkatkan risiko vaginosis bakterial. ......This study aim to determine the prevalence of bacterial vaginosis and analyze risk factors of bacterial vaginosis in female sex workers in Tangerang. Knowledge about risk factor of bacterial vaginosis in high-risk population is important to formulate prevention strategies against bacterial vaginosis. The study design is analytical cross-sectional study. The study subjects are female sex workers in Tangerang district, Banten province. Result shows that prevalence of bacterial vaginosis in Tangerang is high (131 out of 189 subjects were diagnosed as bacterial vaginosis; 69.31%). The higher the number of sexual partners, vaginal douching, and the younger the age group of female sexual workers increase the risk of bacterial vaginosis.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Romauli
Abstrak :
Infeksi Menular Seksual (IMS) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Sifilis merupakan salah satu IMS yang beberapa tahun terakhir meningkat termasuk Indonesia khususnya pada kelompok berisiko. Sifilis juga merupakan faktor risiko infeksi HIV, demikian pula sebaliknya. Supir truk antar kota merupakan populasi jembatan tansmisi sifilis dari resiko tinggi ke populasi umum. Penyakit ini sering tanpa gejala sehingga tidak disadari penderita padahal dapat menyebabkan penyakit yang serius seperti kerusakan jantung, otak bahkan kematian. Selain itu dapat ditularkan dari ibu kepada bayi yang kemudian dapat menyebabkan prematur, kecacatan dan kematian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan infeksi sifilis pada supir truk antar kota di 4 kabupaten/kota yaitu Deli Serdang, Lampung Selatan, Batang dan Denpasar. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Penelitian ini menggunakan data STBP 2011 dengan jumlah responden 1492 orang. Pada penelitian ini diperoleh prevalensi sifilis 5,8%. Hasil multivariat menunjukkan umur ≥ 35 tahun dan usia pertama kali berhubungan seks < 18 tahun berhubungan bermakna dengan infeksi sifilis dengan POR secara berurutan 2,63 dan 1,79. Setelah dilakukan pemodelan dengan regresi logistik, variabel yang menjadi prediktor infeksi sifilis pada supir truk antar kota adalah variabel umur ≥ 35 tahun, usia pertama kali melakukan hubungan seks (< 18 tahun) dan status HIV. ......Sexually transmitted infections (STIs) are very common and still a public health problem worldwide. Syphilis is an STI caused by Treponema pallidum, which can be transmitted through sexual contact or from mother to child during pregnancy. Many studies have been revealed that syphilis promotes the transmission of HIV and both infections can stimulate and interact with each other. Recently there have been epidemics of syphilis in certain countries of the world especially in high risk groups. Long-distance truck drivers is a bridge transmission of syphilis from high risk to general population. Often the infected person does not realize that he has been infected and only can be detected by serological tests. If left untreated, may caused complications such cardiovascular and neurological. During pregnancy, syphilis may contribute to stillbirth, preterm delivery, and early fetal death. The objective of this study was to indentify factors associated with syphilis infection among long-distance truck drivers in 4 municipalities (Deli Serdang, Lampung Selatan, Batang and Denpasar). This study disign is a cross sectional study using IBBS 2011 data with 1492 participants. The prevalence of syphilis was 5,8%. In multivariate analysis, syphilis infection was associated with older age (≥ 35 years old) and age at first sex (< 18 years old) with POR respectively 2,63 and 1,79. After modelling with logistic regression, fit model of syphilis predictors include older age (≥ 35 years old), age at first sex (< 18 years old) dan HIV infection.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T34952
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suliyani Suwardi Pawiro
Abstrak :
Infeksi Menular Seksual (IMS) saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Gonore dan klamidia merupakan IMS yang banyak terjadi, dan seringkali bersifat asimtomatik, namun manifestasinya dapat menyebabkan penyakit serius lainnya secara sistemik. Sebagian besar komunitas Lelaki Seks Lelaki (LSL) melakukan seks anal, sehingga dianggap sebagai suatu kelompok berisiko untuk terinfeksi gonore dan klamidia. Infeksi yang sering terjadi adalah di daerah anus (proktitis gonore dan/atau proktitis klamidia). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan jumlah pasangan anal dengan proktitis gonore dan/atau proktitis klamidia pada LSL. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Responden berasal dari Jakarta, Bandung, dan Surabaya pada tahun 2011, dengan metode pengambilan sampel Respondent Driven Sampling. Dari 750 sampel yang ada, sampel yang eligible sebanyak 644, karena data terisi lengkap. Prevalens kasus proktitis gonore dan/atau proktitis klamidia adalah sebesar 32,4%, dengan hasil bivariat yang menunjukkan bermakna secara statistik adalah variabel pendidikan, sumber pendapatan utama, dan penggunaan kondom. Setelah dilakukan uji stratifikasi, didapatkan ada interaksi variabel dikontak oleh petugas lapangan dan jumlah pasangan seks anal terhadap hubungan jumlah pasangan seks anal dengan proktitis gonore dan/atau klamidia. Analisis multivariat yang digunakan adalah cox regression. Hasil akhir hubungan jumlah pasangan seks anal dengan proktitis gonore dan/atau klamidia yang didapatkan setelah mengontrol penggunaan kondom serta interaksi dikontak oleh petugas lapangan dan jumlah pasangan seks anal adalah prevalence ratio (PR) sebesar 1,219 (95% CI 0,883-1,681). Tingginya jumlah pasangan seks anal serta rendahnya penggunaan kondom konsisten dan dikontak oleh petugas, maka perlunya upaya kerjasama dengan berbagai pihak untuk peningkatan kesadaran setia pada satu pasangan, kemudahan akses kondom dan pemberian pelayanan kesehatan pada komunitas LSL untuk mencegah terinfeksi gonore dan klamidia. ......Sexually Transmitted Infections (STIs) is currently still be a public health problem worldwide. Gonorrhea and chlamydia are the common STIs happen. Most cases are asymptomatic, but its manifestations can cause other serious systemic illnesses. Most men who have sex with men (MSM) having anal sex, treated as a high risk group for gonorrhea and chlamydia infection. Infection commonly occurs in the anal area (gonorrhea proctitis and/or chlamydia proctitis). The aim of this study is to estimate the correlation of anal-sex partner number and gonorrhea proctitis and/or chlamydia proctitis in MSM. Study design is crosssectional. Respondents are taken from Jakarta, Bandung, and Surabaya in 2011, by Respondent Driven Sampling method. Among 750 samples available, the eligible sample is 644 (complete data). Prevalence of gonorrhea proctitis and/or chlamydia proctitis cases is 32,4%. Results of bivariate analysis showed statistically significant variables are education, source of income, and the use of condoms. There is interaction variables of being contacted by health workers and number of anal-sex partner to the correlation of anal-sex partner number and gonorrhea proctitis and/or chlamydia proctitis. Cox regression was used for multivariate analysis. The end result is the prevalence ratio (PR) of anal-sex partner number and gonorrhea proctitis and/or chlamydia proctitis after controlling confounder use of condom and interaction of being contacted by health workers and anal-sex partner number is 1,219 (95% CI 0,883-1,681). It is needed policy and collaborative action from all sectors to prevent gonorrhea and chlamydia infection by increased awareness of faithful to one partner, improve condom accessibility and delivery of health services easiness for MSM community.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35916
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prila Khairunnisa
Abstrak :
Infeksi menular seksual merupakan pintu masuk terjadinya infeksi HIV. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu di tahun 2013 ditemukan (9%) kasus baru IMS pada wanita usia subur (10-19 tahun), Di Ambon terjadi peningkatan kejadian IMS pada wanita usia subur (15-24 tahun) dari (28,67%) di tahun 2011 menjadi (32,53%) di tahun 2013. Tahun 2018 ditemukan (15%) kasus IMS di RSCM terdiri dari anak berusia (12-22 tahun). Penelitian ini bertujuan untuk mencari faktor yang berhubungan dengan risiko terjadi infeksi menular seksual pada wanita usia subur (15-24 tahun) di Indonesia. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan sampel 4.240 wanita usia (15-24 tahun). Data diperoleh dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2017 dan dianalisis menggunakan analisis multivariat cox regression. Analisis multivariat cox regression menunjukkan bahwa faktor risiko terjadi IMS pada wanita usia subur (15-24 tahun) adalah pengetahuan, usia dan usia pertama kali berhubungan seskual. Prediktor utama adalah pengetahuan remaja (PR 1,489; p: 0,000, CI 1,243-1,783) yang artinya wanita yang memiliki pengetahuan kurang baik tentang IMS berisiko terkena IMS sebesar 1,489 kali dibanding wanita yang memiliki pengetahuan baik. Menghilangkan stigma seksual adalah tabu dan terbatas pada pasangan sudah menikah serta promosi alat kontrasepsi kondom perlu ditingkatkan sehingga wanita memperoleh informasi tentang dampak dan pencegahan tertular IMS dengan lebih baik. ......Sexually transmitted infections are the gateway to HIV infection. Based on the results of previous studies in 2013, new STI cases were found (9%) in women of childbearing age (10-19 years). in 2011 to (32.53%) in 2013. In 2018 it was found (15%) STI cases at RSCM consisted of children aged (12-22 years). This study aims to find factors associated with the risk of sexually transmitted infections in women of childbearing age (15-24 years) in Indonesia. This study used a cross-sectional design with a sample of 4,240 women aged (15-24 years). Data were obtained from the 2017 Indonesian Health Demographic Survey and analyzed using cox regression multivariate analysis. Multivariate cox regression analysis showed that the risk factors for STIs in women of childbearing age (15-24 years) were knowledge, age and age when they first had sexual intercourse. The main predictor was knowledge of adolescents (PR 1.489; p: 0.000, CI 1.243-1.783) which means that women who have poor knowledge about STIs are at risk of getting STIs by 1.489 times compared to women who have good knowledge. Eliminating sexual stigma is taboo and limited to married couples and the promotion of protective equipment needs to be increased so that women get better information about the impact and prevention of contracting STIs.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titik Awwaliyah
Abstrak :
Infeksi Menular Seksual (IMS) atau Sexually Transmitted Infections (STIs) termasuk 10 besar penyakit penyebab kesakitan dan kematian di dunia. Pelaut merupakan komunitas yang memiliki risiko terhadap penularan IMS, yang berdasarkan data STBP 2010 diketahui pria potensial berisiko tinggi meliputi pelaut, tukang ojek, tenaga kerja bongkar muat, dan supir truk memiliki persentase total kasus HIV dan sifilis sebesar 0,7% dan 4,4%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik, pengetahuan dan sikap terhadap persepsi berisiko tertular IMS pada pelaut di Pelabuhan Penyeberangan Merak-Bakauheni 2012. Desain studi yang digunakan adalah Cross Sectional dengan teknik pengambilan sampel secara purposive sampling. Populasi pada penelitian ini meliputi seluruh pelaut di wilayah kerja Pelabuhan Penyeberangan Merak-Bakauheni 2012. Meliputi 99 responden, berumur > 18 tahun dan bersedia mengikuti penelitian. Data diambil dengan kuesioner (self administered). Dari hasil uji statistik diketahui terdapat hubungan yang signifikan antara sikap dengan persepsi berisiko tertular IMS p-value <0,001 (OR: 7,9; 95 % CI: 3,216-19,370). Diharapakan baik pihak terkait maupun pelaut sendiri ikut serta dalam kegiatan penaggulangan dan pemberantasan penyebaran IMS, dengan pemaksimalan edukasi maupun promosi kesehatan, sebagai upaya pencegahan terkait persepsi berisiko yang dapat memberi dampak pada perilaku kesehatan. ......Sexually Transmitted Infections (STIs) is being one of ten deadly diseases that causing morbidity and mortality in the world. Seaman is a community with risk to STIs, based on STBP’s data 2010, men highly potential risk to STIs include seaman, ojek service driver and truck driver have 0.7% and 4, 4% of HIV and syphilis. This study aims to describe the characteristic, knowledge and attitude towards risk perception of infected STIs within seaman in the Harbor of Merak-Bakauheni 2012. The study design was cross-sectional with a purposive sampling technique. The population of study is all seaman in the Harbor Region of Merak-Bakauheni 2012, includes 99 respondents with aged > 18 years old and willing to follow the study. Data taken with the questionnaire (self-administered). Attitude and risk perception of infected STIs shows a relationship (OR: 7.9, 95% CI: 3.216 to 19.370). Both of stakeholders and seaman are willing and committing to participate in the activities and the controlling of eradicating of STIs, by increasing education through frequent health promotion as prevention that related to risky perceptions, so it leads in positive changing of health behavior.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S45175
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desfalina Aryani
Abstrak :
Infeksi menular seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Insiden maupun prevalensi yang sebenarnya di berbagai negara tidak diketahui dengan pasti. (Daili , 2003). IMS adalah infeksi yang penularannya terutama melalui kontak seksual dari orang ke orang. Beberapa IMS seperti HIV dan sifilis dapat ditularkan langsung dari ibu ke anak selama kehamilan. Pada infeksi gonore dan sifilis yang tidak diobati akan mengakibatkan komplikasi serius, termasuk infertilitas. Gonore, sifilis, herpes genital merupakan IMS yang akan menimbulkan peradangan dan kerusakan jaringan kulit/selaput lendir genital, yang akan menjadi pintu masuk HIV. Sebaliknya infeksi HIV akan memperberat gejala klinis IMS tersebut, karena menurunkan kekebalan tubuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran epidemiologi infeksi gonore, sifilis, herpes genital dan HIV/AIDS di rumah sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2011. Disain penelitian ini adalah serial kasus. Data diperoleh dari status rekam medik pasien di rumah sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2011. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien infeksi gonore, sifilis, herpes genital dan HIV/AIDS yang berobat di rumah sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2011. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling, yaitu pengambilan sampel yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan peneliti yaitu seluruh pasien kasus infeksi gonore, sifilis, herpes genital dan HIV/AIDS di rumah sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2011. Hasil penelitian menunjukkan kasus tertinggi IMS di rumah sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2011 adalah infeksi HIV/AIDS dan kasus terendah adalah infeksi sifilis. Rata – rata umur penderita gonore, sifilis, herpes genital dan HIV/AIDS adalah usia dewasa, berjenis kelamin laki-laki, berstatus menikah dan bertempat tinggal di Jakarta. Sebagian besar penderita IMS yang dirawat adalah penderita dengan gejala HIV/AIDS dan dirawat dalam masa perawatan yang tergolong lama. ......Sexually transmitted infections (STIs) now is still a public health problem in the world, both in developed countries and in developing countries. Sexually transmitted infections (STIs) are infections that are spread primarily through person-to-person sexual contact. Several, in particular HIV and syphilis, can also be transmitted from mother to child during pregnancy and childbirth, and through blood products and tissue transfer. People with gonococcal, syphilis and/or genital herpes infections can lead to the development of serious complications and infertility. Gonorrhea, syphilis and genital herpes infection will cause inflammation and tissue damage skin/mucous membranes of the genital, which would become the entrance of HIV. The purpose of this research is to know the description of the epidemiology of infection gonorrhea, syphilis, genital herpes and HIV/AIDS at the Cipto Mangunkusumo hospital in 2011. The design of this research is a case series. Data obtained from the patient's medical record at Cipto Mangunkusumo hospital in 2011. The population in this study was the patient of infection gonorrhea, syphilis, genital herpes and HIV/AIDS are treated in Cipto Mangunkusumo hospital in 2011. The technique of the sample is purposive of sampling, the sample according to criteria set by the researcher even all patients, cases of infection gonorrhea, syphilis, genital herpes and HIV / AIDS in Cipto Mangunkusumo hospital in 2011. The results showed the highest cases of STIs in Cipto Mangunkusumo hospital in 2011 is HIV/AIDS infection and the lowest case is the infection of syphilis. The average age of patients with gonorrhea, syphilis, genital herpes and HIV/AIDS is an adult age, male, married and resides in Jakarta. The majority of patients with STI treated are HIV/AIDS infections.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S44898
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>