Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 786 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siahaan, Melinda
Abstrak :
Kota Batam merupakan daerah industri yang sangat pesat perkembangannya dimana terdapat tenaga kerja pria di 564 perusahaan industri. Di sisi lain jumlah lokalisasi dan tempat hiburan malam baik resmi maupun terselubung cukup banyak dijumpai. Pria pekerja perusahaan yang sehari-hari ditempat kerja mendapat banyak tekanan, dengan adanya penghasilan akan sangat mampu menjangkau tempat hiburan malam sesuai yang mereka mampu. Penelitian ini melihat faktor yang berhubungan dengan perilaku berisiko tertular HIV pada pria pekerja perusahaan di Kota Batam. Perilaku seksual berisiko tertular HIV yang dimaksud adalah meliputi perilaku berhubungan seks dengan wanita Pekerja Saks Komersial (PSK) dan tidak menggunakan kondom. Disain penelitian dengan cross sectional pada 150 responden pria yang pernah berhubungan seks dengan PSK dengan metode wawancara langsung menggunakan kuesioner.Karakteristik individu yang diteliti ada sepuluh variabel (pengetahuan, umur, pendidikan, penghasilan, status kawin, keterpaparan media porno, keterpaparan informasi HIV/AIDS, usia seks pertama, pasangan seks pertama dan pengalaman mendapat PMS). Hasil analisis bivariat dengan Chi Square menunjukkan ada tiga variabel yang berhubungan erat (p < 0,05) dengan perilaku seksual berisiko yaitu pendidikan, status kawin dan pengalaman mendapat PMS. Hasil uji multivariat menunjukkan bahwa model terbentuk oleh variabel tingkat pendidikan, status kawin dan pengalaman mendapat PMS. Hasil penelitian menunjukkan 40,7% responden berperilaku seksual berisiko. Responden yang status kawin mempunyai kemungkinan berperilaku seksual berisiko 5 kali dibandingkan dengan yang satus duda. Responden yang tingkat pendidikan menengah mempunyai kemungkinan 3 kali berperilaku seksual berisiko dibandingkan dengan yang berpendidikan tinggi. Sedangkan responden yang pemah mengalami penyakit menular seksual mempunyai kemungkinan 2,5 kali berperilaku seksual berisiko dibandingkan dengan yang tidak pernah tertular HIV. Dari hasil penelitian ini perlu ditingkatkan penyebarluasan informasi melalui KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) dan penyuluhan tentang pentingnya Absentee, Befaifhful dan Condom (ABC). Bagi Pemenntah Kota dapat membuat regulasi kewajiban pemakaian kondom dan pemeriksaan kesehatan berkala pekerja oleh pengusaha. APINDO menghimbau keterlibatan pengusaha dalam penanggulangan HIV/AIDS. Penusahaan menyediakan pelayanan PMS di klinik perusahaan dan LSM penyuluhan KIE ke perusahaan, pendampingan, konseling, menyediakan tempat singgah (shelter), memberi informasi pemeliharaan kesehatan dan gizi serta akses pengobatan bagi orang dengan HIV/AIDS. ...... Kota Batam is an industrial region which its development is very fast. There are a number of working men in 564 industrial companies. On the other hand, localization and both legal and illegal night entertainment places can easily be found in the city. Male factory workers that face many depress in their working place, by their income, are easily reach the night entertainment places that they afford to pay. This research aims to know determinants of sexual behavior risk of H1V/AIDS in male factory workers in Kota Batam. The sexual behavior risk of HIV/AIDS is sexual intercourse with Commercial Sex Workers (CSWs) and not using condom when having sex with them. The study is a cross sectional design with 150 men respondents, that have made sexual contact with CSWs, by direct interview of using questionnaire. The individual characteristics observed were 10 variables (knowledge of H1VIAIDS, age, education, income, marriage status, pornography in media, available information about HIV/AIDS, age cif first sexual intercourse, first sexual partner and the experience of Sexual Transmitted Diseases (STDs). The bivariat test and chi square showed that three variables are significantly related (p < 0.05) to the susceptibly sexual behavior: education, marital status, and the experience of getting STDs. The result of multivariate test show that the model was formed by the variable of education level, widow status and experience of experiencing STDs. The result of showed that 40,7 % of the respondents have risky sexual behavior. Married men respondents have probability 5 times to HIV/AIDS-risk sexual behavior compare with widow men. Respondents with middle education level have probability 3 times to HIV/AIDS-risk compare with high education level. In the other part, the respondents, that have experienced STDs, have probability of 2.5 times times to HIV/AIDS-risk compare never had STDs. From the result of the research, it is suggested to communicate information widely through Communication, Information, and Education and tipoff about the importance of Absentee, Be Faithful and Condom. To the local government, it is suggested to include all related institutions/bodies in HIV/AIDS control. To the company parties, it is suggested to regulate the using of condom and regular investigation to the workers and employer. APINDO suggest the involvement of employer in HIV/AIDS control. To the companies, it is suggested to provide STDs care service in company's clinic, and to the NGO to provide communication, information, and education, guidance, counseling, shelter at the companies, and to provide information about health and nutrition, and access to the medical treatment for those workers with HIV/AIDS.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12640
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuyun Rani
Abstrak :
Masa remaja adalah periode yang paling rawan dalam kehidupan seorang manusia, dimana pada masa ini individu berada dalam masa transisi antara masa anak-anak dengan masa orang dewasa. Meningkatnya masalah seksualitas remaja seksual remaja berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan remaja itu sendiri. Pada masa remaja karena hormon-hormon seksual sudah berfungsi secara aktif Hal ini menyebabkan secara alamiah remaja mengalami dorongan seksual yang diekspresikan dalam bentuk perilaku seksual. Perilaku seksual remaja tentulah sangat dipengaruhi oleh lingkungan pergaulan, mulai dari lingkungan keluarga, kelompok sebaya, sampai dengan media massa, semuanya dapat memiliki peran sebagai sumber informasi bagi remaja. Bila remaja tidak dapat menyeleksi berbagai pengaruh informasi yang kini semakin mudah di akses, akan dapat memancing remaja untuk mengadopsi kebiasaan-kebiasaan yang tidak sehat seperti merokok, minum alkohol, penyalahgunaan obat dan suntikan terlarang. Pada akhimya secara akumulatif kebiasaan tersebut mempercepat usia awal seksual aktif serta mengantarkan mereka pada perilaku seksual berisiko. Tujuan dan penelitian ini adalah diperolehnya informasi tentang faktor -faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja siswa kelas 2 SMUN di kota Bogor. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat khususnya pada keluarga, serta kelembagaan dari masyarakat, untuk membina kesehatan reproduksi khususnya perilaku seksual pra nikah. Jenis penelitian kuntitatif dengan pendekatan cross sectional, populasinya adalah siswa kelas 2 Sekolah Menengah Umum Negeri kota Bogor dengan jumlah sampel 476 siswa. Pengolahan data dilakukan dengan analisis univariat, bivariat dengan uji Chi-Square dan multivariat dengan uji regresi logistik. Hasil analisis bivariat yang mempunyai hubungan bermakna adalah jenis kelamin, pengetahuan kesehatan reproduksi, ketaatan beragama dan media pornografi. Sedangkan hasil analisis multivariat menunjukkan variabel pengetahuan sebagai variabel yang paling dominan berhubungan dengan perilaku seksual. Berdasarkan hasil penelitian, disarankan program pendidikan seks atau reproduksi sehat perlu diberikan dikalangan remaja baik di sekolah maupun di luar sekolah, untuk mendapatkan persepsi yang benar mengenai seks dan seksualitas. Perlu adanya pemahaman agama yang mendalam untuk pengendalian perilaku yang negatif. Selain itu, perlu meningkatkan penyuluhan kesehatan reproduksi melalui orang tua siswa dan peer group agar informasi kesehatan reproduksi menjadi lebih efektif dan tidak terjadi kesalahan dalam persepsi tentang kesehatan reproduksi. ...... Adolescent period is the most critical period in human life span, a transition from childhood to adult period. The increase of sexual problem among adolescent related to the growth and development of the adolescent period where sexual hormones has actively functioned. This will naturally increase sexual drive among adolescent which is expressed in various sexual activities. Adolescent sexual behavior is greatly influenced by social environment including family, peer group, and mass media, all play important roles as source of sexual information for adolescent. Without proper filtration, adolescent could easily trapped to adopt unhealthy behavior such as smoking, alcoholic drinking, and drug abuse. These behaviors will cumulatively accelerate the beginning of sexual activity and could lead to risky sexual behavior. The aim of this study is to obtain information o factors related to sexual behavior among Grade 2 high school student in Bogor city. It is expected that this study could provide relevant information to public, family, and community organization, as to improve the reproductive health aspect of adolescent, particularly pre marital sexual behavior. This study is a quantitative one with cross sectional design. The population is Grade 2 students of state high schools in Bogor city with sample of 476 students. Data was analyzed using univariate, bivariate using chi square, and multivariate using logistic regression. The bivariate analysis showed that gender, knowledge on reproductive health, religious piousness, and pornographic media have significant relationship to sexual behavior. The multivariate analysis showed that knowledge is the most dominant variable related to sexual behavior where better knowledge related to heavier sexual activity. It is suggested to evaluate the on-going sexual and reproductive education among adolescent as to refine the perception on sexuality and its relevant aspect. There is a need to emphasis the religious understanding and activity as to prevent negative unhealthy sexual behavior. There is also a need to improve the effectiveness of reproductive health education and extension through parents and peer group approach to avoid misperception about reproductive health.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12635
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwi Winarti
Abstrak :
Studi tentang pertumbuhan fisik telah menunjukkan bahwa pertumbuhan anak usia 13 -15 tahun merupakan pertumbuhan fisik yang cepat. Pada anak perempuan, hal tersebut berhubungan dengan kematangan seksual yang merupakan ciri-ciri pubertas, ditandai haid pertama dan berkaitan dengan keadaan gizi dan psikhisnya. Studi pengantar di Tanjungsari mengenai kematangan seksual, ditemukan data Cohort WHO, dari 3500 anak terdapat 1550 anak perempuan dengan tiugkat maturasi seksual 28 anak (1,8%). Usia menarchenya 12 tahun, dan ditemukan 11 responden (0,70 %) atau (39,28%) dad data kematangan seksual, telah menikah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dan faktor apa yang dominan berhubungan dengan kematangan seksual. Desain penelitian merupakan survey dengan pendekatan Cross Sectional, lokasi di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang Jawa Barat, dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Juni tahun 2003. Jumlah sampel 150 anak perempuan usia 13 sampai 15 tahun. Vaniabel babas yang diduga berhubungan idalah Indeks Masa Tubuh, Status anemia, Kadar lemak tubuh, Perilaku sosial, Umur, Pendidikan, Pendidikan Ayah, Pendapatan Orangtua dan Kebiasaan keluarga. Data merupakan data primer yang dikumpulkan dari anak perempuan dengan menghitung Indeks Masa Tubuh dari pengukuran berat badan dalam kilogram dibagi ukuran tinggi badan dalam meter kuadrat dan Status Anemia. Ban pengambilan sampel darah anak kemudian dianalisa hasilnya dalam ukuran gram %. Prosentase lemak tubuh, dilakukan setelah diketahui ukuran tinggi badan, berat badan, umur dan jenis kelaniin,masukkan dalam BIA, hasilnya berupa prosentase. Data kematangan seksual diperoleh dari pemeriksaan fisik tanda kematangan seksual sekunder, sedangkan data mengenai perilaku sosial, umur, pendidikan, pendidikan ayah, pendapatan orangtua, serta kebiasaan keluarga diperoleh melalui kuesioner. Pengolahan data dilakukan manual, dan bantuan komputer, data yang terkumpul dimasukan pada program. Hasil analisa Univariat dari 150 Responder, melalui pengukuran Indeks Masa Tubuh, diperoleh status gizi kurang sebanyak 35 responden (23,3%), 15 responden (10%) mengalami Anemia, melalui lemak tubuh didapatkan data Gizi kurang 78 responden (52,0%). Sebanyak 33 responden (22,0%) mengalami kematangan seksual lambat, 117 responden (78,0 %) mengalami kematangan seksual cepat. Hasil analisa Bivariat menggunakan Chi-Square ditemukan 2 variabel yang berhubungan dengan kematangan seksual yaitu Lemak tubuh dengan p value = 0,005, dan kebiasaan keluarga p value = 0,004. Faktor-faktor lainnya yaitu, Indeks Masa Tubuh, Status Anemia, umur, Sikap perilaku sosial, pendidikan anak, pendidikan ayah dan pendapatan orangtua tidak berhubungan dengan kematangan seksual. Analisa multivariat yang mempunyai p value terkecil adalah kebiasaan keluarga dengan p Value = 0,004, dan ini merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan kematangan seksual secara bermakna. Sebagai saran, Puskesmas dan Instansi pusat terkait perlu meningkatkan program pelayanan kesehatan reproduksi remaja di daerah ini. Untuk peminat dan peneliti lain perlu meneliti lebih lanjut mengenai masalah reproduksi remaja, terutama bila anak akan menghadapi masa berkeluarga. ...... A study about physical growth has found that the children's growth spurt is occur at the age of 13 to 15 year old. On a girl, this episode is related to her sexual maturity, which usually called as puberty. It is usually characterized by the onset of menarche, her first menstruation, and related to her state of nutrition and of psychology. An introductory study at Tanjungsari on sexual maturity, using WHO's cohort data, has found that among 3,500 children there are 1,550 girls. And among those girls there were 28 (1.8%) girls who already have their sexual maturation, with details information that their age of menarche are 12 years old, and found that 11 of them (39.28%) were married. Study will be carried out, and have a purpose on finding out what factors related and which factor that have a greatest role in determining the sexual maturity. The design of the study is a survey with a cross-sectional approach, will be held in Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang,West Java, on April to June 2003. The number of the sample is 150 young girls with have an age range. between 13 to 15 years old. The independent variables assumed to have relationship with sexual maturity are: body mass index, the state of anemia, percentage of body fat, social behavior, age, education, father's education, parent's income and family's customs. A primary data will be collected from young girls by calculating the body mass index, which measured the body weight in kilograms divided by the height in Meter Square and the state of anemia is also observed by examining the blood sample and analyzed those samples to obtain the measurement for the state of anemia in gram-percent. The percentage of body fat can be calculated after data on height, weight, age and sex have been accomplished to Hand Bio Electric Impedance Analyzer. Meanwhile, data on sexual maturity were obtained from performing the physical examination on secondary sexual maturity signs, and data on social behavior, age, education, parents' education and income, and family customs are gathered using a questionnaire. Data were being organized manually, followed by using the computer when data are being entered to a statistical program. From the univariate analysis upon 150 respondents, it can be known from calculation on body mass index that 35 respondents or 23.3% have a poor nutrition status and 15 respondents or 10% have anemia. From the percent of body fat, it has found that respondents with mild of poor nutrition state are 78 people (52,0%). Severe poor of nutrition state are 33 respondents (22%). As little as 33 girls (22,0%) have found in the state of late (slow) sexual maturity, 117 girls (78,0%) are in the state of fast sexual maturity. Result from bivariate analysis, using chi-square, has found that2 variables are related to the sexual maturity, which are: percentage of body fat with p-value 0.05;, and family customs (p-value 0.004). Other factors that are: Body Mass Index, anemia, age, social attitude and behavior, education, father's education and family income, are not related with sexual maturity. When those variables are analyzed by multivariate analysis, it is found that variable which has the least p-value is family customs (p-value 0.004). This represent that family customs is significantly to be the most dominant factor related to sexual maturity. Based on those findings, it is suggested that Community Health Center (Puskesmas) and other central institution should be concern to the problem of health reproduction on a young girls, and should evaluate every matters related to adolescent in this region. For the other researchers it is suggested to explore a research on other issues on Adolescent Health reproduction, especially to those girls who will be engaged in a marriage in a little while.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12991
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saprianto
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran hubungan antara pengetahuan dan sikap tentang seksualitas dengan perilaku seksual siswa Sekolah Menengah Umum. Desain yang digunakan adalah cross sectional, lama penelitian lebih kurang satu minggu, yaitu dari tanggal 5 Mei s/d 10 Mei 2003, alat pengumpul data adalah kuesioner. Variabel yang dilihat adalah umur siswa, jenis kelamin, pengetahuan dan sikap, jarak rumah ke sekolah, waktu sekolah, serta komunikasi tentang seks dengan orang tua, teman sebaya dan guru. Secara umum hasil yang didapat 66 siswa (38,6%) perilaku seksual berisiko tinggi. Kesimpulan penelitian didapatkan dua variabel yang mempunyai hubungan bermakna dengan perilaku seksual siswa SMU. Variabel tersebut adalah jenis kelamin siswa dengan P value = 0,002 dan OR = 2,778 yang memberikan informasi bahwa siswa perempuan mempunyai peluang untuk berperilaku seksual berisiko tinggi 2,778 kali dibanding siswa laki-laki, dan variabel komunikasi seksual dengan teman sebaya didapatkan hubungan bermakna P value 0,000 dan OR = 3,197 yang artinya tidak melakukan komunikasi seksual dengan teman sebaya mempunyai peluang 3,197 kali untuk melakukan perilaku seksual berisiko tinggi dibandingkan dengan melakukan komunikasi tentang seksual dengan teman sebaya. Saran untuk orang tua dan guru selayaknya dapat memberikan pendidikan seksualitas pada siswa secara benar dan sesuai tahap perkembangannya. Bantu siswa dalam menghadapi dan mengatasi masalah seksualnya serta lakukan pendekatan dengan teman sebaya (peer group), upayakan memberdayakan kelompok sebaya dengan membekali mereka pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Dalam kegiatan pembelajaran sebaiknya materi kesehatan reproduksi remaja dimasukkan sebagai muatan lokal sehingga dapat memperkaya pengetahuan siswa dan dapat memenuhi kebutuhannya. ...... This study is tried to find out the description of relationship between knowledge and attitude on sexuality, and sexual behavior among high school students. A cross-sectional is used as the study design. The study takes time about a week, from 5 to 10 May 2003, and a structured questionnaire is used as the instrument for data collection. The study is look at variables of student's age, gender, knowledge and attitude on sexuality, the school distance from home. school time, and communication about sexuality with parents, peers, and teachers. In general, the study found that there are 66 students (38.6%) who have a high-risk sexual behavior. The study concluded that there are two variables that have a significant relationship with high school student's sexual behavior. They are: student's gender with P-value 0.002 and OR at 2.778, which mean that girls have a chance to be having high-risk sexual behavior 2.778 times than boys; and communication on sexuality with their peers, with P-value 0.000 and OR at 3.197, which mean that those who have no communication on sexuality with their peers have a chance to be having high-risk sexual behavior than those who have communication on sexuality with their peers. A suggestion to the parents and teachers is that they are supposed to be giving the sexual education to their children and students in appropriate way depend on their stages age of life. They should support the children and students to deal with and to encounter their sexual problems, with a peer group approach. They suppose to reinforce the peer group with the reproductive health information. Regarding to the education and learning process at school, it is suggested that adolescent reproductive health materials are included at local capacity, as they can enrich the student's knowledge and fulfill their needs.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12997
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fanggidae, Erdhy
Abstrak :
Reformasi pada tahun 1998 memunculkan kebebasan bagi media massa di Indonesia dalam menjalankan praktek media, ditandai dengan munculnya fenomena di mana sensualitas dan seksualitas dalam berbagai bentuk yang hampir selalu ada. Banyak pihak kemudian yang memprihatinkan hal ini, meminta agar kalangan media massa merespon apa yang disebut dengan keprihatinan dan tuntutan masyarakat terhadap maraknya pornografi. Tercetus rencana pembentukan Undang-Undang Anti Pomografi dan Pornoaksi. Komite Penyiaran Indonesia (KPI) berjanji akan menetapkan sebuah standar penyiaran dan pemerintah juga mempersiapkan empat rancangan peraturan pemerintah (RPP) berkenaan dengan bidang penyiaran. Wacana regulasi tentang pomografi sebenarnya baik, namun pertanyaan mengenai realitas pornografi menurut perspektif apa dan siapa yang sebaiknya digunakan dalam penyusunan dan implementasi regulasi terkait, serta faktor-faktor apa saja yang nantinya perlu mendapat penekanan dalam regulasi itu, harus dijawab terlebih dahulu. Sebabnya, realitas dibentuk dan dikonstruksi, berwajah ganda/jamak, setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas. Setiap orang yang mempunyai pengalaman, preferensi, pendidikan tertentu dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu akan menafsirkan realitas sosial itu dengan konstruksinya masing-masing. Sejalan dengan pandangan realitas menurut paradigma konstruktivisme, bahwa realitas adalah hasil dari konstruksi mental, bersifat sosial dan tergantung pada orang yang memahaminya, penelitian kualitatif dengan paradigma konstruktivisme ini berusaha untuk melihat bagaimana kalangan perempuan informan penelitian ini melakukan penerimaan dan juga pemaknaan terhadap realitas praktek media massa yang membahas seksualitas dari sensualitas. Selanjutnya penelitian dengan metode fenomenologi ini juga berusaha mengetahui realitas mengenai isu pornografi di media massa Indonesia menurut para informan, mengenai sejauh mana praktek media massa dengan bahasan seksualitas dan seksualitas tersebut bisa dikategorikan sebagai pornografi dalam pemaknaan mereka. Menggunakan tiga kategori pemetaan dalam kerangka Audience Reception Theory. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa audiens melakukan pemaknaan sendiri ketika melakukan konsumsi media massa. Dalam realitas bahasan seksualitas, para informan penelitian ini tidak keberatan dan mendukung adanya bahasan seksualitas di media massa. Penelitian ini juga memperlihatkan bagaimana ada perbedaan dalam pemaknaan pornografi dan juga realitasnya dalam praktek media massa di Indonesia sendiri. Temuan lainnya adalah bahwa laki-laki dianggap sebagai bagian masyarakat yang paling rentan terhadap dampak dari pomografi. Dikaitkan dengan pengaruh latar audiens ketika melakukan pemaknaan, penelitian ini menghasilkan temuan bahwa pemaknaan para informan tidak bergantung kepada latar belakang lingkungan tempat tinggal dan mobilitas mereka dan bahwa faktor agama jarang digunakan untuk memaknai isu pomografi di media massa. Implikasi teori dari penelitian ini adalah bahwa audiens memang mempunyai pemaknaan sendiri ketika mereka berhadapan dengan praktek media massa. Secara metodologis, dengan memperhatikan keterbatasan dari penelitian ini, di mana para informannya adalah hanya mereka yang menepakan perempuan lajang pekerja profesional yang berkantor di Jalan Jenderal Sudirman Jakarta, akan sangat menarik jika di kemudian hari bisa dilakukan sebuah eksplorasi bahasan yang sama.terhadap variabel-variabel yang lebih beragam dalam skala penelitian yang lebih luas secara kuantitatif menggunakan metode survey.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13692
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Adityasanti
Abstrak :
Salah satu dari sekian banyak masalah yang biasanya dialami oleh remaja adalah masalah yang berkaitan dengan perkembangan seksualitasnya seperti faktor. Pertama, remaja mengalami perubahan fisik yang melibatkan perubahan bentuk tubuh, perubahan hormonal yang mendorong munculnya perilaku seksual, serta kematangan organ-organ reproduksi yang membuat individu telah mampu untuk mftnghasilkfln keturunarL Selain faktor kematangan biologis yang terjadi dalam dirinya, perilaku seksual remaja juga dipicu oleh ekspose media cetak dan elektronik yang kurang memberikan informasi mengenai konsekuensi negatif dari hubungan seksual pranikah. Di samping itu, berkembang pula keyakinan-keyakinan remaja yang salah seperti keyakina bahwa mereka tidak akan hamil bila melakukan hubungan seksual untuk pertama kalinya atau bila hanya menempelkan alat kelamin dengan lawan jenis (Sarwono, 1991). Faktor pemicu lain yaitu saat ini terjadi pergeseran norma yang membuat remaja cenderung bersikap permisif dan bebas dalam melakukan hnhiingan seksual (Dacey 1982). Hal ini sekali lagLtidak dibarengi dengan pengetahuan seksual yang memadai. Data penelitian juga menunjukkan peningkatan jumlah kehamilan remaja, penyakit menular seksual, HIV/AIDS serta aborsi (Hayes, 1987; WHO, 1993; LDUI, 1999). Beberapa hal tersebut di atas cukup untuk menekankan perlunya remaja putri memiliki pengetahuan seksual yang memadai. Pengetahuan seksual yang baik berperan penting sebagai alat kendali bagi remaja untuk mempertimbangkan sebelumnya konsekuensi dari suatu hubungan seksual sehingga mereka dapat mengambil keputusan yang tepat sebelum bertindak lebihjauh. Pengetahuan seksual yang diperoleh remaja tidak terlepas dari sumber informasi pengetahuan tersebut. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa remaja memperoleh pengetahuan seksual mereka dari teman sebaya, sekolah, majalah, orang tua, film dan televisi (David & Harris, 1982; Syartika, 1998). Namun, tidak semua sumber informasi memberikan informasi yang akurat. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk memperoleh gambaran pengetahuan seksual remaja putri yang diperoleh dari berbagai sumber informasi. Selain itu peneliti juga ingin mengetahui gambaran sumber informasi subyek dalam memperoleh pengetahuan seksual tersebut. Sehingga kemudian dapat diketahui sumber informasi tnana yang memberikan informasi yang benar dan yang memberikan-informasi yang salah. Penelitian ini dilakukan pada siswi kelas II dan III SMU Tarakanita I, yang telah mendapatkan pendidikan seksual dari sekolah, dengan menggunakan tehnikpurposive sampling. Setiap subyek dalam penelitian ini mendapatkan kuesioner yang terdiri dari dua bagian, yaitu kuesioner pengetahuan seksual beserta pemilihan sumber informasi dan kiipginner pada asuli untuk memperoleh gambaran pola asuh subyek yang akan digunakan sebagai salah satu data kontrol untuk memperkaya hasil penelitian. Data yang diperoleh dari kuesioner pengetahuan seksual diolah dengan menggunakan SPSS for Windows Release 9.01. Sedangkan data yang diperoleh dari knpginnftr pada asuli dinlah Hpingan menggunakan perhitungan semi-interquartile secara manual. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar subyek memiliki pengetahuan yang memadai mengenai kehamilan (64,11%), penyakit menular seksuaL (79,69%), HIV/AIDS (56,25.%), serta kontrasepsi (91,19%). Dalam hal sumber informasi, sebagian besar subyek dengan proporsi sebanyak 70,31% mendapatkan pengetahuan ssk&ual dari sekolah sebagai sumber informasi utama mereka Sedangkan proporsi kedua terbanyak sebesar 15,63%, mendapatkan pengetahuan seksualnya dari majalah. Dari hasil tamhahan yang diperoleh dari penelitian ini, menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara semua jenis pengetahuan seksual yang diperoleh dari sumber informasi yang berbeda. Selain itu juga tidak ada perbedaan yang signifikan antara pengetahuan yang dimiliki subyek dengan pola asuh antnritarian aiitnritatif maiipiin perrpisif. Dari penelitian yang dilakukan, peneliti menyarankan agar orangtua dapat menciptakan komunikasi yang terbuka dengan anak serta menambah pengetahuannya mengenai masalah-masalah seksual, sehingga dapat memberikan informasi yang akiirat kepada remaja Selain itu disarankan juga agar sekolah dalam memberikan materi pendidikan seksual turut memperhatikan perkembangan kognitif remaja, sehingga dapat meminimalkan kesalahan remaja dalam menginterpretasi informasi yang diberikan. Penelitian ini dapat diperluas dengan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai perhandingan antara pengetahuan seksual serta sumber informasi pengetahuan seksual pada remaja yang telah mendapatkan pendidikan seksual dari sekolah dan yang tidak mendapatkan pendidikan seksual dari sekolah.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S2901
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Hanesty
Abstrak :
Tugas kelancaran fonemik adalah salah satu tugas dari tes kelancaran verbal yang dapat digunakan untuk melihat mekanisme kognitif seseorang ketika mencoba mengelompokkan kata berdasarkan kriteria tertentu (clustering) dan melakukan perpindahan dari satu kelompok kata ke kelompok/kata baru lainnya (switching). Sejumlah faktor demografis dipercaya memiliki pengaruh terhadap performa dalam tugas kelancaran fonemik, diantaranya adalah jenis kelamin dan tingkat pendidikan. Di Indonesia sendiri penggunaan tugas kelancaran fonemik masih sangat terbatas. Penelitian dari Hendrawan, Hatta dan Ohira (in press) menemukan bahwa huruf S, L, dan J adalah stimulus huruf yang paling sesuai digunakan dalam tugas kelancaran fonemik bagi mereka yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa utamanya. Namun, sejauh ini belum ditemukan penelitian terkait tugas kelancaran fonemik yang berusaha melihat mekanisme clustering dan switching pada partisipan berbahasa Indonesia. Selain itu, pengaruh dari jenis kelamin dan tingkat pendidikan pada performa tugas kelancaran fonemik juga belum jelas gambarannya pada partisipan berbahasa Indonesia. Penelitian ini ingin mengetahui pengaruh dari jenis kelamin dan tingkat pendidikan pada performa tugas kelancaran fonemik yang dilihat melalui clustering dan switching dengan stimulus yang sudah disesuaikan dengan bahasa Indonesia (S, L, dan J). Penelitian dilakukan terhadap 80 partisipan laki-laki dan 80 partisipan perempuan yang tinggal di Jabodetabek, sehari-hari menggunakan bahasa Indonesia, dan pernah/sedang menjalani pendidikan di tingkat tinggi/menengah/dasar. Hasil menunjukkan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh signifikan terhadap clustering dan switching pada tugas kelancaran fonemik, sedangkan jenis kelamin tidak berpengaruh signifikan terhadap clustering dan switching. Selain itu, hasil juga tidak menunjukkan adanya pengaruh interaksi yang signifikan antara jenis kelamin dan tingkat pendidikan terhadap clustering dan switching. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan adalah prediktor yang lebih baik dari jenis kelamin dalam clustering dan switching pada tugas kelancaran fonemik. ...... honemic fluency task is a part of verbal fluency test and known to have the ability to measure the underlying cognitive mechanism reflected by the way an individual subcategorizes the words he/she produces (clustering) and then how he/she shifts from one subcategory to the other subcategory/single word (switching). A number of demographic factors have been found to influence the performance of phonemic fluency task; two of them are sex differences and education. In Indonesia, the use of phonemic fluency task is still rarely applied. A study from Hendrawan, Hatta & Ohira (in press) has successfully discovered that S, L, and J are the representative stimuli of phonemic fluency for participants with Bahasa Indonesia as their native language. However, a study about underlying mechanism of clustering and switching on participants with Bahasa Indonesia is none to be found up until now. Furthermore, it is still unclear how sex differences and education affect the performance of phonemic fluency for Indonesian native speakers. This study aimed to seek the effects of sex differences and education on clustering and switching of phonemic fluency task conducted to participants with Bahasa Indonesia as the native language. A total of 80 males and 80 females in Jabodetabek, with different levels of education (high/medium/low) joined this study. Results showed that the level of education had a significant main effect toward clustering and switching in phonemic fluency task, while sex differences had no effect. Also, there is no interaction effect between sex differences and education toward clustering and switching. However, there was no main effect from sex differences toward clustering and switching in phonemic fluency task. In addition, the interaction effect between sex differences and education toward clustering and switching was also not found. In conclusion, results of this study indicated that education is a better predictor than sex differences in clustering and switching of phonemic fluency task.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S53691
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miles, Herbert J.
Michigan: Zondervan Publishing House, 1982
306.8 MIL s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
London: McGraw-Hill, 2003
306.7 Hum
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rathus, Spencer A.
Boston: Allyn and Bacon, 1993
306.7 RAT h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>