Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 27 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ardie Hudianto
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai kesepakatan bersama (perjanjian) pra perceraian. Perjanjian ini belum diatur didalam hukum perkawinan di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian eksplanatoris dengan desain preskriptif. Hasil penelitian menyarankan Undang-undang Perkawinan Nomor: 1 Tahun 1974 perlu di amandemen karena sudah tidak mengakomodir kepentingan masyarakat; Perlunya dibuat sebuah Memory of Understanding (MoU) antara Pemerintah (diwakili oleh Kementrian Hukum dan HAM), Ikatan Notaris Indonesia, dan Mahkamah Agung sebagai peraturan pelaksana sementara, menunggu peraturan perundang-undangan dibuat; Perlu adanya kesepahaman di kalangan Notaris terkait dengan bentuk, jenis akta, moralitas dan etik bagi Notaris yang membuat kesepakatan bersama (perjanjian) pra perceraian ini. ...... The focus of this study is mutual consent (agreement) pre divorce. This agreement hasn't been regulate by Indonesian matrimonial regulation. This research is explanatory prescriptive. The researcher suggest that Indonesian matrimonial regulation Number: 1 year 1974 need to be amendment because it can't accommodate the citizen stipulation; Memory of Understanding between The Government (represent by Ministry of Law and Human Rights), Indonesian Notary Organization, and The Supreme Court is needed as a transitory regulation; There is need to be an understanding in the Indonesian Notary Community regarding the outline, the type of the agreement, morality and ethical conduct of the notary that construct mutual consent (agreement) pre divorce.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35935
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pelealu, Cinthya Melissa Vina
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai permasalahan perjanjian kawin yang tidak didaftarkan. Yang menjadi permasalahan adalah apakah perjanjian kawin yang tidak didaftarkan berlaku efektif kepada pihak ketiga dan bagaimanakah kedudukan harta benda dalam perkawinan tersebut apabila perjanjian kawin yang dibuat tidak didaftarkan. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dalam penulisan ini. Perjanjian Perkawinan adalah perjanjian yang dibuat sebelum perkawinan dan mengikat kedua belah pihak dan calon mempelai yang akan menikah. Banyaknya angka perceraian yang berujung masalah dalam harta perkawinan dirasakan perlu dibuatnya perjanjian perkawinan. Tidak hanya harta perkawinan, hutang - hutang yang timbul sepanjang perkawinan juga sering dipermasalahkan apalagi jika perjanjian perkawinan mengikat pihak ketiga.Tentunya pembuatan perjanjian perkawinan haruslah dengan prosedur yang berlaku seperti harus dibuat dengan akta notaris dan harus didaftarkan. Undang - Undang mengatur bahwa perjanjian perkawinan haruslah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat. Penulis dalam penulisan ini mencoba menganalisa perjanjian kawin yang tidak didaftarkan apakah dapat melindungi kepentingan pihak ketiga atau dianggap tidak berlaku sama sekali untuk pihak ketiga serta kedudukan harta benda dalam perkawinan itu sendiri apakah berlaku harta bersama atau berlaku pemisahan harta seperti yang tercantum dalam Perjanjian Perkawinan. Pihak Ketiga akan dirugikan apabila tidak dilakukan pendaftaran, karena Perjanjian Perkawinan dianggap tidak berlaku kepada pihak ketiga apabila tidak diaftarkan. Harta Benda dalam perkawinan dianggap tidak ada pemisahan harta dalam perkawinan tersebut. Pendaftaran perjanjian perkawinan dianggap syarat mutlak sehingga notaris juga bertanggung jawab untuk menjelaskan kepada kedua belah pihak sebelum pembuatan perjanjian mengenai akibat - akibat yang akan timbul jika perjanjian perkawinan tidak didaftarkan. Penulis ini menyarankan agar notaris memberikan penyuluhan hukum terlebih dahulu kepada klien yang akan membuat perjanjian kawin.
This research talking about prenuptial agreements that not been registered. The problems are whether the unregistered prenuptial agreements can be effective to third party and how the marital property position in unregistered prenuptial agreements. Juridical normative approach was used as method in this research. Prenuptial agreements is a contract entered into prior to marriage by the people intending to marry or contract with each other. Many problems occurs in divorce events, especially about marital property and financial rights. That is why prenuptial agreements is needed, to establishes the property and financial rights of each spouse and also third party, in the event of divorce.Prenuptial agreements should be made with notary deed to be registered. According to laws, prenuptial agreements should be registered to local district court.In this research, writer want to analyze the absent of prenuptial agreements, whether it can protect the third party's interests and also determine how property is handled during marriage based on marital agreement.Third party will be disadvantaged if prenuptials agreement is not been registered because marital agreement considered not valid to third party. It also affect to marital property where it can be considered no separation of property in that marriage. Thus, prenuptial agreement is a must before marriage and notary has responsibility to explain to both parties, the result that can be happened if the prenuptial agreements not been registered.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42639
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yotia Jericho Urbanus
Abstrak :
Penulisan ini membahas mengenai kabsahan hukum penggunaan dokumen elektronik dan video conference pada pembuatan akta perjanjian pra nikah oleh Notaris dalam masa Pandemi Covid-19. Akta perjanjian pra nikah merupakan suatu akta yang berisikan suatu perjanjian yang diadakan oleh bakal/calon suami istri dalam mengatur harta benda atau kekayaan sebagai akibat dari perkawinan yang dilaksanakan. Akta perjanjian pra nikah yang dibuat oleh Notaris merupakan suatu akta autentik. Menurut Pasal 1868 KUHPerdata, suatu akta autentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat. Hal tersebut memberikan indikasi bahwa suatu akta perjanjian pra nikah dapat dikatakan sebagai suatu akta autentik apabila memenuhi syarat sebagaimana dijelaskan dalam pasal tersebut. Adanya Pandemi Covid-19 yang memaksa setiap masyarakat untuk menjaga jarak guna mengurangi penyebaran Covid-19, menyebabkan diperlukannya suatu kunci permasalahan bagi Notaris dalam hal terhambatnya pembuatan akta autentik yang diakibatkan oleh pandemic yang sedang berlangsung. Pada awalnya penggunaan dokumen elektronik dan video conference dianggap sebagai jawaban bagi Notaris dalam hal pembuatan akta autentik khususnya akta perjanjian pra nikah pada saat Pandemi Covid-19. Namun demikian Pasal 1868 KUHPerdata menjadi penghalang bagi penggunaan dokumen elektronik dan video conference pada pembuatan akta perjanjian pra nikah oleh Notaris dalam masa Pandemi Covid-19. Hal tersebut dikarenakan konsep menghadap dengan menggunakan video conference dan dokumen elektronik tidak dapat disamakan dengan hadir secara fisik sebagaimana dijelaskan dalam pasal tersebut. ......This writing discusses the validity for the use of electronic documents and video conferencing on making a pre-marriage agreement deed by a notary during the Covid-19 pandemic. The pre-marriage agreement deed is a deed that contains an agreement made by a future husband/wife in regulating property or assets as a result of the marriage being carried out. The pre-marriage agreement deed made by a notary is an authentic deed. According to Article 1868 of the Civil Code, an authentic deed is a deed made in a form determined by law or before a public official who has the authority to do so at the place where the deed was made up. This gives an indication that a pre-marriage agreement deed can be said to be an authentic deed if it meets the requirements as described in the article. The existence of the Covid-19 Pandemic which forces every community to maintain a distance to reduce the spread of Covid-19, causes the need for a key problem for Notaries in terms of obstruction in making authentic deeds caused by the ongoing pandemic. Initially, the use of electronic documents and video conferencing was considered as an answer for the notary in terms of making authentic deeds, especially the pre-marriage agreement deed during the Covid-19 Pandemic. However, Article 1868 of the Civil Code is an obstacle to the use of electronic documents and video conferencing in making pre-marriage agreement deeds by notaries during the Covid-19 pandemic. This is because the concept of being present using video conferencing and electronic documents cannot be equated with being physically present as explained in the article.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Ridzka Maheswari Djasmine
Abstrak :
Dengan adanya pembatalan perkawinan menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana kedudukan hukum perjanjian perkawinan terhadap pembatalan perkawinan di Indonesia serta akibat yang ditimbulkan terhadap para pihak dan pihak ketiga. Akibat pembatalan perkawinan yang mengakibatkan dibatalkannya perjanjian perkawinan di antara para pihak dalam perjanjian perkawinan pisah harta sama sekali adalah harta tetap menjadi milik masing-masing, dalam perjanjian perkawinan persekutuan untung dan rugi adalah pembagian untung dan rugi di antara para pihak berakhir, sedangkan dalam perjanjian perkawinan persekutuan hasil dan pendapatan adalah pembagian untung atau hasil dan pendapatan di antara para pihak berakhir. Apabila selama perkawinan dengan perjanjian perkawinan persekutuan untung dan rugi atau perjanjian perkawinan persekutuan hasil dan pendapatan terdapat harta yang dibuat atau dibeli atas nama bersama, maka pembagiannya dibagi dua di antara para pihak sesuai kesepakatan. Pihak ketiga tidak menanggung konsekuensi dari dibatalkannya perkawinan yang turut serta membatalkan perjanjian perkawinan di antara para pihak, sehingga perjanjian yang telah dibuat sebelumnya dengan pihak ketiga masih tetap berlaku. Terhadap harta yang dibeli atas nama bersama, setelah putusan pembatalan perkawinan dijatuhkan dengan alasan pembatalan perkawinan itu bukan karena masih ada perkawinan terdahulu (bukan karena suami melangsungkan perkawinan lagi dengan wanita lain tanpa adanya persetujuan istri atau istri-istri), sebaiknya para pihak atas kesepakatan bersama langsung menentukan siapa pihak yang akan bertanggung jawab atas harta tersebut (dijadikan harta atas nama salah satu pihak). Hal ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada pihak ketiga terkait siapa pihak yang harus dimintakan pertanggungjawabannya berkenaan dengan status kepemilikan harta tersebut. ......With the existence of marriage annulment, it raises questions about the legal position of the prenuptial agreement on the annulment of marriage in Indonesia along with the consequences it has on the spouses and third parties involved. Consequences of the marriage annulment which results in the cancellation of the prenuptial agreement: in a full separation of property, properties remains as the property of each spouse; in a profit and loss partnership, the profit and loss sharing between the parties ends; whereas in a result and income partnership, the distribution of profits or income between the parties ends. During a marriage which has a profit and loss partnership prenuptial agreement or an income and profit partnership agreement, if there are assets made or purchased in a joint name, then the distribution is divided between the parties according to the agreement. The third party does not bear the consequences of the annulment of the marriage which also involves canceling the prenuptial agreement between the parties, so that the previously made agreement with the third party are still valid. To assets purchased in a joint name, after the court decision to annul the marriage on the grounds that it was not because there was still a previous marriage (not because the husband had remarried with another woman without the consent of the wife or the wives), it is best if the parties have a mutual agreement in regard to directly determine the party responsible for the assets (made assets on behalf of one of the parties). This aims to provide legal security to third parties regarding who the party should be held accountable for regarding the ownership status of the property.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeanita Adeline
Abstrak :
Perjanjian perkawinan atau prenuptial agreement adalah perjanjian yang dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan dan mengikat kedua belah pihak calon mempelai yang akan menikah. Banyaknya angka perceraian yang berujung masalah, khususnya sesuatu yang menjadi akibat-akibat yang timbul karena adanya suatu perkawinan, contohnya adalah timbulnya harta gono-gini dirasakan perlu dibuatnya perjanjian perkawinan. Dengan dibuatnya perjanjian tersebut, maka aturan mengenai harta para pihak diatur dengan jelas di sana, baik mengenai harta bawaan maupun harta yang dihasilkan oleh para pihak selama masa perkawinan. Tentunya prosedur pembuatan perjanjian perkawinan haruslah dengan prosedur yang berlaku seperti perjanjian tersebut harus dibuat pada saat atau sebelum berlangsungnya perkawinan, dibuat dengan akta notaris, dan harus didaftarkan di Lembaga Pencatat Perkawinan. Begitu juga dengan masalah perubahan perjanjian perkawinan yang dilakukan setelah perkawinan berlangsung. Perubahan tersebut harus dilakukan sesuai dengan prosedur yang ada sehingga berkekuatan hukum tetap dan mengikat para pihaknya. Perjanjian perkawinan hendaknya dapat memberikan perlindungan hukum bagi para pihak yang terkait di dalamnya. Penulis dalam penulisan skripsi ini mencoba menganalisa perlindungan hukum terhadap harta benda perkawinnan yang menggunakan perjanjian perkawinan, serta perlindungan hukum terhadap perjanjian perkawinan yang mengalami perubahan. ...... Prenuptial agreement is a written contract between two people who are about to marry that concerns about various financial issues. It covers the control and possession of property and other assets taken into the marriage and later obtained during the marriage either individually or jointly, as well as the couple's future earnings, and how such property or assets will be distributed in the event of divorce or death. These agreements are fairly common if either or both parties have substantial assets, children from a prior marriage, potential inheritances or earn high incomes. The writer of this thesis analyze the impact of law protection on prenuptial agreement against the financial issues in a marriage with prenuptial agreement and how the protection takes place on the prenuptial agreement which has been changed after the marriage. As a result of the recent high number of divorces which ended with problems, pre-nuptial agreement is expected to minimized those problems in advance. However, the procedure on creating the prenuptial agreement has to be made by law which would bound the two parties legally. Furthermore, any changes on the prenuptial agreement after the marriage has also be done by law to make it remain valid legally.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32600
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Rasjid
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai tinjauan akta perjanjian perkawinan yang dibuat di Indonesia oleh notaris di Indonesia untuk perkawinan campuran beda kewarganegaraan antar Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Australia yang mana perkawinannya itu dilangsungkan di negara bagian New South Wales - Australia berdasarkan hukum perkawinan Australia. Maka timbul permasalahan mengenai kedudukan akta perjanjian perkawinan yang dibuat di Indonesia dalam hukum perkawinan di Australia. Apakah akta perjanjian perkawinan tersebut berlaku dan diakui kedudukannya sebagai perjanjian perkawinan di Australia atau tidak. Permasalahan ini diteliti dengan menggunakan pendekatan metode yuridis normatif dan deskripsi analitis, yaitu berupa kajian terhadap asas-asas dan norma hukum yang terdapat dalam ketentuan perundang-undangan Indonesia yang berkaitan dengan perjanjian perkawinan campuran beda kewarganegaraan dan dilihat dari teori-teori Hukum Perdata Internasional yang terkait dengan masalah perjanjian perkawinan yang bersifat internasional ini. Serta peraturan dan perundang-undangan Australia yang mengatur mengenai perkawinan, perjanjian perkawinan dan pengakuan perjanjian perkawinan yang dibuat di luar Australia. Sebagai hasil dari penelitian ini, bahwa Australia hanya mengakui perjanjian perkawinan asing bilamana segala persyaratan tentang tata cara pembuatan perjanjian perkawinan Bindin Financial Agreement di Australia. Jadi dalam kasus tesis ini akta perjanjian perkawinan yang dibuat oleh notaris di Indonesia tidak diakui dan secara hukum tidak mengikat. Perjanjian perkawinan tersebut hanya dipakai oleh hakim di Pengadilan Keluarga Australia sebagai bahan pertimbangan saja. ......This thesis is the review of a prenuptial agreement deed that made in Indonesia by Indonesian Public Notary for a mixed marriage with different nationalities between an Indonesian nationality and an Australian nationality, where the wedding was held in New South Wales - Australia. Is the prenuptial deed above valid and recognise as prenuptial agreement in Australia. The above conflicts, has been reviewed and obsereved by the writer using a yuridis normative method and deskriptive analitic, law principles rules by Indonesian regulation related with mixed marriage prenuptial agreement subject, also using the principles by International Private Law, Australian Acts and regulation that rules international mixed marriage on how foreign prenuptual agreement is recognise in Australia. The result has come up that Australian only recognise foreign prenuptial agreement as long as it meet with all the requirements on how Australian make a binding financial agreement. So in this case, the prenuptial agreement deed made by Indonesian public notary in Indonesia does not recognise and does not binding in Australian. Its use for the judge in Family Court for a concideration only.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T33045
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dicky Ferissy
Abstrak :
Menurut ketentuan Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 01 Tahun 1974 tentang Perkawinan diatur bahwa perjanjian perkawinan dibuat pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan oleh pasangan calon suami isteri. Akan tetapi karena kurangnya pengetahuan masyarakat Indonesia mengenai pembuatan perjanjian perkawinan, maka banyak pasangan suami isteri yang membuat perjanjian perkawinan setelah perkawinan dilangsungkan dengan alasan permohonan perlindungan Hukum terhadap harta pribadi masing-masing terkait resiko tanggung jawab pekerjaan atau berakhirnya perkawinan karena suatu perceraian. Di dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian analitis deskriptif. Data yang dipergunakan adalah data sekunder, yaitu data yang berupa studi kepustakaan dan studi terhadap penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor : 2173/Pdt.P/2012/PNJkt.Tim. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis dasar pertimbangan Hakim dalam menetapkan Penetapan Pengadilan tersebut, mengingat bahwa permohonan Penetapan perjanjian perkawinan setelah perkawinan dilangsungkan bertentangan dengan ketentuan pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 01 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dari hasil penelitian ini penulis mengambil kesimpulan bahwa Pasal 29 Undang-Undang Nomor 01 Tahun 1974 adalah satu-satunya peraturan yang berlaku di Indonesia yang mengatur mengenai pembuatan perjanjian perkawinan, namun atas dasar-dasar pertimbangan hukum Hakim yang penulis uraikan dalam penelitian ini maka Hakim mengabulkan permohonan pasangan suami isteri Junaida dan Kazuo Sawachi dalam Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor : 2173/Pdt.P/2012/PNJkt.Tim., dan setelah tanggal ditetapkannya maka penetapan Pengadilan tersebut dapat dijadikan sebagai dasar hukum dalam menjalankan pemisahan harta bersama di dalam perkawinan mereka
Under the terms of Article 29 paragraph (1) of Law Number 1 of 1974 on Marriage, it is stipulated that a prenuptial agreement shall be made on or before the performance of the marriage by the bride and groom. However, because of the lack of public knowledge regarding the creation of a prenuptial agreement, many married couples in Indonesia enter into a prenuptial agreement after the marriage takes place on the grounds of legal protection of each of their personal properties associated with occupational responsibility risks or the dissolution of a marriage by divorce. In this study, the author used the juridical normative research method with the descriptive analytical research type. The data used is secondary data, i.e. data in the form of literature studies and studies on the Court Order of the East Jakarta District Court No. 2173/Pdt.P/2012/PNJkt.Tim. This study was conducted to determine and analyze the basis of the judges' considerations in determining the aforementioned Court Oder, given that the petition of the Court Order to legitimize the prenuptial agreement after the officiation of the marriage was contrary to the provisions of Article 29, paragraph (1) of Law Number 01 Year 1974 on Marriage. From the result of this research, the author concludes that Article 29 of Law Number 1 of 1974 is the only rule in Indonesia that regulates the creation of prenuptial agreements. Nevertheless, on the grounds of the legal considerations of the judge that the author describes in this research, the judge granted the request of the couple Junaida and Kazuo Sawachi through East Jakarta District Court Order Number 2173/Pdt.P/2012/PNJkt.Tim., and after the date of its enactment, the aforementioned court order may be used as a legal basis in the dividing of the joint property in their marriage.
2016
T46468
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yelfi Syukria
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah akibat hukum terhadap perjanjian kawin yang dibuat oleh pasangan suami istri dalam perkawinan ulang mereka. Perjanjian kawin selama ini dianggap tabu oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, padahal perjanjian kawin tersebut sebenarnya memiliki banyak manfaat terutama bagi kalangan pebisnis yang punya kecendrungan memiliki banyak utang dari satu atau lebih kreditor dan bisa beresiko dipailitkan. Bentuk Penelitian ini merupakan penelitian Yuridis Normatif dimana penelitian ini menelaah perjanjian kawin dan kepailitan dari sudut norma hukum tertulis atau asas-asas hukum positif. Tipologi Penelitian dari sudut tujuannya, penelitian ini merupakan penelitian problem identification , dimana permasalahan yang ada diklasifikasi sehingga memudahkan dalam proses analisa dan pengambilan kesimpulan. Dalam perkembangannya, keluar Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 69/PUU-XIII/2015 yang diumumkan pada tanggal 27 Oktober 2016. Dengan adanya putusan MK ini, berarti memberi kesempatan yang sangat luas bagi pasangan suami istri yang telah menikah tanpa perjanjian kawin untuk bisa memiliki perjanjian kawin kedepannya. Oleh karena itu, tidak perlu lagi dilakukan perceraian dan perkawinan ulang seperti fenomena yang dipaparkan dalam Tesis ini sebelum keluarnya putusan MK tersebut.
ABSTRACT
This research is aimed to find out about legal implication towards prenup agreement which is made in their arranged re marriage. In our culture, prenup agreement is considered as a taboo and should not be done by couple who intended to marry, even though prenup agreement offers many advantages especially for businessman who intend to have more than one creditor while conducting their business, and increase their possibility to go default. This research is conducted in Normative approach by asses prenup agreement and insolvency from law norm perspective and principle. once it is conducted, this type of research is classified into problem identification research, where the existed problem is classified in analytical process and conclusion making. In recent development, Constitutional Court decision 69 PUU XIII 2015 which declared on 27 October 2015, gives a rather broad opportunity for the couple to create prenup agreement after they are married, something that is not allowed before this decision exist thus, made arranged re marriage preceded by arranged divorce which explained in this research, no longer necessary.
2016
T46992
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochilla Shakina
Abstrak :
ABSTRAK
Perjanjian kawin merupakan perjanjian yang dilakukan oleh calon suami dan calon isteri sebelum melangsungkan perkawinan.Substansi dari perjanjian perkawinan salah satunya dapat berupapengaturan harta perkawinan.Perjanjian perkawinan dibuat secara tertulis dan disahkan oleh Pegawai Pencatat Pernikahan. Permasalahan yang dibahas yaitu bagaimana ketentuan mengenai perjanjian perkawinan menurut peraturan perundang-undangan serta bagaimana penyelesaian sengketa harta benda perkawinan yang memakai nama bersama yang berkaitan dengan perjanjian perkawinan analisis Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1358K/Pdt/2012 . Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriftif analitis. Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam ketentuan perundang-undangan tidak diatur secara rinci tentang definisi dan isi mengenai perjanjian kawin. Ketentuan perundang-undangan yang berisi tentang perjanjian kawin terdapat dalam Pasal 139 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam sengketa harta perkawinan yang memakai nama bersama yang berkaitan dengan perjanjian kawin tersebut Majelis Hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia menyatakan bahwa Saudari Budiati sebagai pihak yang berhak atas harta benda objek sengketa karena Saudari Budiati dapat menunjukkan bahwa seluruh harta benda objek sengketa adalah hasil pembeliannya. Namun seharusnya Saudara Ruddy Tri Santoso juga berhak atas seluruh harta benda objek sengketa karena nama Saudara Ruddy Tri Santoso tercantum di dalam bukti kepemilikan seluruh harta benda objek sengketa. Kata Kunci : perjanjian kawin, harta perkawinan, nama bersama.
ABSTRACT
Prenuptial agreement is an agreement made by a prospective husband and a future wife before marriage. The substance of the prenuptial agreement may be the arrangement of marriage property. The prenuptial agreement is made in writing and authorized by the Registrar. The issues discussed are how the provisions concerning prenuptial agreement under the laws and regulations on how to settle dispute on joint matrimony that use share name in connection with a prenuptial agreement analysis of Supreme Court Decision Number 1358K Pdt 2012 . This research is a normative juridical research with analytical descriptive research type. Based on the results of the study can be concluded that in the provisions of legislation is not regulated in detail about the definition and contents of the prenuptial agreement. The provisions of legislation containing the marriage agreement are contained in Article 139 of the Civil Code and Article 29 of Act Number 1 1974 regarding Marriage. In a dispute on joint matrimony that use share name in connection with a prenuptial agreement the Supreme Court of Justice of the Republic of Indonesia declares that Budiati as the party entitled to the property of the disputed object because Budiati can show that all property of the disputed object is the result of her purchase. However, Ruddy Tri Santoso should also be entitled to the entire property of the disputed object because the name of Ruddy Tri Santoso is contained in the proof of ownership of all objects of disputed property. Keywords Prenuptial agreement, joint matrimony, share name.
2018
T49699
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arlene Agustina
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai Pembatalan Persetujuan Suami Isteri/Spousal Consent terhadap pengikatan Jaminan Perseorangan atau yang dikenal sebagai Personal Guarantee dalam perjanjian kredit. Pada kasus ini suami isteri menikah setelah tahun 1974 tanpa adanya perjanjian kawin sehingga tunduk pada Pasal 35 dan 36 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama dan mengenai harta bersama suami isteri dapat bertindak atas perjanjian kedua belah pihak. Sehingga ketika pembuatan Personal Guarantee diperlukan Persetujuan Suami Isteri/Spousal Consent. Permasalahan yang diangkat adalah keabsahan pembatalan Persetujuan Suami Isteri/Spousal Consent dalam perjanjian kredit; dan akibat hukum dari pembatalan Persetujuan Suami Isteri/Spousal Consent pada pengikatan jaminan dalam perjanjian kredit bagi para pihak dalam Putusan Nomor 210/PDT/2016/PT.DKI. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis-normatif atas sistematika hukum, dengan menggunakan data sekunder yang dikumpulkan melalui studi pustaka yang dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pembatalan spousal consent dalam putusan ini adalah sah karena dalam melakukan perbuatan hukum perkawinan suami isteri yang tidak terikat dalam suatu perjanjian kawin dan salah satu pihak ingin mengikatkan diri dengan pihak ketiga yang memiliki dampak terhadap pembebanan/penjaminan harta bersama, maka harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan tertulis dari suami/isteri tersebut. Pihak yang akan dibebani kewajiban hukum oleh orang lain harus secara tegas diberitahukan tentang hal tersebut dan kemudian ia harus menyetujui dan menandatangani, baru kemudian dia dapat dipertanggungjawabkan apabila terjadi kesalahan. ......This research discusses about the cancellation of Spousal Consent on the binding of Personal Guarantees in credit agreements. In this case, the husband and wife married after year of 1974 without having a prenuptial agreement so that according to Articles 35 and 36 of Marriage Law No. 1 of 1974, the property acquired during marriage becomes joint property and regarding joint property, husband and wife can act based on the agreement between both sides, so that Spousal Consent is required when creating Personal Guarantee. The issues raised are the validity of the cancellation of Spousal Consent in the credit agreement; and the legal consequences of the cancellation of the Spousal Consent on binding Personal Guarantee in the credit agreement for the parties under the case number 210/PDT/2016/PT.DKI. To answer these problems, a juridical-normative legal research method on legal systematics is used. The results of the study conclude that in carrying out legal acts of husband and wife marriage who are not bound by a prenuptial agreement and if one of the parties wants to bind themselves with the third party which has an impact on the imposition of joint property, it must first obtain written approval from the husband/wife. The party who will be under a legal obligation by another person must be expressly notified about it and then must agree and sign, only then he can be held accountable if something goes wrong.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>