Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rudiansyah
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi adanya dualisme status hakim sebagai pejabat negara dan pegawai negeri sipil dalam peraturan perundang-undangan, dan jaminan keamanan dan kesejahteraan hakim terfokus pada gaji pokok, tunjangan hakim, dan kemahalan saat sedang bertugas, sedangkan tunjangan tersebut dan jaminan lain belum diatur secara komprehensif ideal (dalam konteks jelas dan rinci bagi hakim dan keluarga dimulai dari hakim sebagai calon hakim sampai dengan pensiun) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Putusan Nomor 37/PUU-X/2012, dan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim Yang Berada Di Bawah Mahkamah Agung. Sebagai pijakan teoritis, penelitian ini menggunakan teori negara hukum menurut Muchtar Kusumaatmaja, kekuasaan kehakiman menurut Paulus E Lotulung, dan keadilan menurut John Rawls. Hakim sebagai pejabat negara merupakan personifikasi dari kekuasaan kehakiman yang menjadi aktor sentral dalam penegakan hukum di Indonesia dengan putusan yang memiliki rasa keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Implikasi teoritis menunjukan bahwa upaya menjamin kemerdekaan dan independensi hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara berhubungan erat dengan jaminan tersebut. Jadi wajib dilakukan harmonisasi mengenai status hakim sebagai pejabat negara dan adanya kriteria jaminan keamanan dan kesejahetraan hakim yang komprehensif ideal.
ABSTRACT
This research is motivated dualism judge status as state officials and civil servants in the legislation, and the security and welfare of the judge focused on the basic salary, allowances of judges, and the expensiveness while on duty, while the allowances and other guarantees have not been comprehensively regulated ideal (in the context of clear and detailed for the judge and the family started from the judge as a potential judge until retirement) as referred to in Article 48 of Law No. 48 of 2009 on Judicial Power, Decision No. 37/PUU-X/2012, and Government Regulation number 94 of 2012 on the Rights of the Finance and Facilities Judges Being under the Supreme Court. As a theoretical foundation, this study uses the theory of law by Mochtar Kusumaatmaja, judicial authorities according to Paul E Lotulung, and justice according to John Rawls. Judges as state officials is the personification of the judiciary became a central actor in law enforcement in Indonesia with a decision that has a sense of justice, expediency and legal certainty. This study uses normative legal research. Theoretical implications indicate that the efforts to preserve the independence and the independence of judges to examine, hear and decide cases closely related to these guarantees. So mandatory harmonization of the status of judges as state officials and the security criteria of a comprehensive and well-being of an ideal judge.
Universitas Indonesia, 2013
T35460
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 2010
347.014 IND t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Topo Santoso
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 2008
352 TOP a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kaligis, Otto Cornelis, 1942-
Bandung: Alumni, 2008
345.023 KAL p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kaligis, Otto Cornelis, 1942-
Bandung: Alumni, 2008
345.023 KAL p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nilam Rahmahanjayani
Abstrak :
Mahkamah Konstitusi dalam menjalankan kewenangan menguji Undang-undang terhadap UUD 1945 berperan sebagai negative legislator. Dalam perkembangannya seringkali Mahkamah Konstitusi tidak hanya memutus apakah suatu norma bertentangan dengan UUD 1945 atau tidak tetapi juga merumuskan norma baru. Sikap aktif Mahkamah Konstitusi tersebut dianggap sebagai bentuk penerapan prinsip judicial activism. Judicial Activism dipahami sebagai dinamisme para hakim ketika membuat putusan tanpa melalui batas-batas konstitusi. Namun banyaknya kritik terhadap prinsip judicial activism melahirkan doktrin judicial restraint sebagai sebuah antitesa. Dalam doktrin judicial restraint, pengadilan harus dapat melakukan pengekangan diri dari kecenderungan ataupun dorongan untuk bertindak layaknya sebuah miniparliament. Putusan Mahkamah Konstitusi yang menerapkan prinsip ini pun tidak sedikit jumlahnya. Namun hingga kini penerapan kedua prinsip tersebut oleh Mahkamah Konstitusi belum jelas. Oleh karena itu, skripsi ini ingin membahas mengenai penerapan kedua prinsip tersebut dalam putusan pengujian Undang-undang di Mahkamah Konstitusi. Metode penulisan yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan bahan kepustakaan serta wawancara. Dari hasil riset didapati bahwa belum adanya parameter bagi Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan kapan dan dalam keadaan yang bagaimana bisa menerapkan prinsip judicial restraint dan judicial activism menimbulkan kerancuan. Prinsip judicial restraint dan judicial activism tidak bisa disamakan penerapannya dalam setiap kasus karena masing-masing kasus memiliki persoalan yang berbeda. Tidak ada satu prinsip yang lebih baik atau yang lebih tinggi dari prinsip lainnya, sehingga tidak bisa dikatakan jika Mahkamah Konstitusi lebih baik mengedepankan penerapan judicial restraint dibanding judicial activism maupun sebaliknya. ......The Constitutional Court in executing its authority to review the constitutionality of the law act as negative legislator. In its development the Constitutional Court often to not only decide whether a norm contradict to the constitution or not but also formulate a new norm. The Constitutional Court 39s active stance is considered as a form of applying the judicial activism principle. Judicial Activism is understood as the dynamism of judges when making decisions without going through the boundaries of the constitution. However, many criticisms towards judicial activism causing judicial restraint doctrine to rise as an antithetical view In judicial restraint doctrin, the court must be able to exercise self restraint from the tendency to act like a miniparliament. There are many Constitutional Court's cases that applies the judicial restraint principle. However, until now the application of both principles by the Constitutional Court is not clear. Therefore, this thesis would like to examine about the application of both principles on judicial review cases in Constitutional Court. Research method used is normative juridical writing with qualitative approach from library materials and interview. The research results found that there is no parameter yet for the Constitutional Court to decide when and under what circumstances to apply the judicial restraint and judicial activism principles. It cause confusion. Nevertheless, the judicial restraint and judicial activism principle can not be equated with the application in each case because each case has different problems. There is no one principle that is better or higher than other principles, so it can not be said if the Constitutional Court is better put forward the implementation of judicial restraint than judicial activism or vice versa.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library