Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fetisari Kurniawan
Abstrak :
Latar belakang: Pemfigoid bulosa merupakan kelompok penyakit bula subepidermal autoimun terbanyak. Patogenesis yang mendasari timbulnya penyakit ini adalah adanya ikatan antibodi terhadap antigen BP180 NC16A yang merupakan komponen dari hemidesmosom. Ikatan antibodi-antigen ini selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Deposit imun yang terbentuk kemudian dapat diperiksa menggunakan direct immunofluorescence (DIF). Salah satu molekul yang juga dihasilkan pada proses aktivasi komplemen adalah C4d. Molekul ini dianggap cukup stabil dan dapat digunakan sebagai penanda adanya kerusakan jaringan yang dimediasi oleh antibodi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat ekspresi imunohistokimia (IHK) C4d menggunakan formalin-fixed paraffin-embedded (FFPE) pada kasus pemfigoid bulosa. Bahan dan cara kerja: Sampel penelitian terdiri atas 28 kasus pemfigoid bulosa yang terbukti mengandung deposit imun pada pemeriksaan DIF. Seluruh kasus dipulas menggunakan Complement C4d Rabbit Polyclonal Antibody. Penilaian ekspresi IHK C4d dilakukan secara tersamar dan dinyatakan sebagai positif atau negatif. Hasil: Sebanyak 25 dari total 28 kasus pemfigoid bulosa (89,3%) menunjukkan C4d terekspresi positif pada pemeriksaan IHK. Kesimpulan: Pulasan IHK C4d menggunakan FFPE dapat digunakan untuk mendeteksi deposit imun pada kasus pemfigoid bulosa. ......Background: Bullous pemphigoid is the most frequent autoimmune subepidermal blistering disease. It is caused by the production of autoantibodies against BP180 NC16A, a component of hemidesmosome. Binding of autoantibodies to their target antigen lead to complement activation. Subsequently, immune deposits formation can be identified by direct immunofluorescence (DIF). One split product that also produced during complement activation is C4d. It is known as an inactive molecule that can be used as marker of antibody mediated tissue injury. The aim of this study was to investigate the expression of C4d immunohistochemically using formalin-fixed paraffin-embedded (FFPE) in bullous pemphigoid cases. Material and methods: Immunohistochemical (IHC) stain was performed on 28 bullous pemphigoid cases proven to have immune deposits by DIF. All of these cases were labeled immunohistochemically using Complement C4d Rabbit Polyclonal Antibody. The results were blindly reviewed and defined as positive or negative. Results: Immunoreactivity with C4d were identified in 25 out of 28 bullous pemphigoid cases (89.3%). Conclusion: C4d IHC stain using FFPE can be used to detect immunoreactant deposition in case of bullous pemphigoid.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfikli Malik
Abstrak :
Beberapa kesulitan yang berperan dalam proses pemeriksaan pada sediaan biopsi isap rektum untuk diagnosis penyakit Hirschsprung, telah ditemukan pada pemakaian pewarnaan H&E dan Asetilkolin esterase. Oleh karena itu perlu dicari suatu prosedur diagnostik lain yang mungkin dapat memecahkan masalah ini, yaitu dengan pemakaian pewarnaan imunohistokimia neuronspesifik enolase (NSE) dan protein S-100. Tujuan penelitian ini untuk melihat kemampuan tehnik pewarnaan imunohistokimia NSE dan protein S-100 mempertajam diagnosis morfologik penyakit Hirschsprung, terhadap sediaan-sediaan yang telah diwarnai dengan H&E yang hasilnya inkonklusif atau meragukan. Penelitian dilakukan terhadap 37 buah sediaan histopatologi biopsi isap rektum dari arsip Bagian Patologi Anatomik FKUI/RSCM, dengan diagnosis klinik penyakit Hirschsprung atau dugaan penyakit Hirschsprung. Terdiri atas 7 sediaan yang dengan H&E diagnosisnya Hirschsprung dan 30 diagnosisnya inkonklusif. Juga disertakan beberapa-sediaan reseksi yang ada diagnosisnya dari kasus yang diteliti sebagai kontrol ketepatan diagnosisnya. Pewarnaan ulang dengan tehnik imunohistokimia menurut metoda StreptAvidinbiotin, dilakukan setelah pewarnaan H&E nya dilunturkan terlebih dahulu. Hasil penelitian menunjukkkan bahwa kemampuan pewarnaan protein S-100 pada sediaan H&E yang representatif dengan diagnosis penyakit Hirschsprung, nilainya sama untuk menampilkan serabut saraf hipertrofik dan sedangkan untuk menampilkan ganglion lebih baik bila dibandingkan dengan H&E. Terhadap sediaan H&E inkonklusif yang representatif atau tidak representatif sangat baik sekali dibandingkan H&E. Bahkan ketepatannya sama dengan diagnosis sediaan reseksinya (100%). NSE rendah positivitasnya pada sediaan H&E konklusif dan inkonklusif dalam penampilan serabut saraf hipertrofik, walaupun penampilan sel ganglionnya sama dengan protein S-100. Juga ketepatan diagnosisnya rendah dibandingkan diagnosis reseksinya (22,22%). Kesimpulan yaitu telah ditemukan cara pengelolaan sediaan histopatologik, yang dapat digunakan untuk mempertajam akurasi morfologik penyakit Hirschsprung, pada sediaan biopsi isap rektum yang sebelumnya telah diwarnai dengan H&E tetapi hasilnya inkonklusif; Yaitu dengan tehnik imunohistokimia NSE dan Protein S-100 pada sediaan tersebut, dengan melunturkan pewarnaan H&E nya terlebih dahulu dan dengan diharapkan preparasi sampel jaringan yang lebih baik sebelumnya.
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1993
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Muliyadi
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang Akurasi triple diagnostic USG guided FNAB untuk menentukan keganasan pada kasus nodul tirodi masih belum diketahui. Hal tersebut penting untuk diketahui sehingga tindakan definitif dan jenis operasi dapat ditentukan tanpa harus dilakukan pemeriksaan potong beku.Metode Penelitian dilakukan pada 131 pasien dengan pembesaran kelenjar tiroid pada periode Januari 2014 ndash; Desember 2014 dengan menggunakan desain potong lintang. Penelitian ini menghitung nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi negatif, akurasi triple diagnostic dengan USG guided FNAB dibandingkan dengan histopatologi.Hasil Hasil penelitian ini menunjukan triple diagnostic yang concordant ganas memiliki sensitivitas 81,17 , spesifisitas 96,55 , nilai prediksi positif 98,57 , nilai prediksi negatif 36,36 , dan akurasi 85,08 .Kesimpulan Tingginya nilai prediksi positif yang didapatkan dalam penelitian ini, sehingga triple diagnostic dapat digunakan untuk terapi definitif tanpa dilakukan pemeriksaan potong beku intra operatif.
ABSTRACT
Background The triple diagnostic accuracy with Ultrasound guided FNAB to determine the risk of malignancy in cases of thyroid nodules remains unknown. It is important to know so that definitive measures and types of operations can be determined without the need for a frozen section. Methods The study was conducted using cross sectional design on 131 patients with thyroid nodule in the period of January 2014 December 2014. This study calculated the values of sensitivity, specificity, positive predictive value, negative predictive value, triple diagnostic accuracy with ultrasound guided FNAB compared with histopathological result.Results This study show triple diagnostic with malignant concordant has sensitivity of 81.17 , specificity of 96.55 , positive predictive value of 98.57 , negative predictive value of36.36 , and 85.08 accuracy.Conclusions The high positive predictive values obtained in this study, show that triple diagnostic can be used for definitive therapy without intraoperative frozen section
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mirna Albertina Wijaja
Abstrak :
Latar belakang: Keganasan pankreas merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas signifikan di dunia dengan 90% kasus adalah adenokarsinoma yang umumnya terdiagnosis stadium lanjut karena tidak memiliki gejala klinis spesifik dan keterbatasan dalam menegakkan diagnosis. Adenokarsinoma pankreas disebabkan oleh perubahan histologik dari neoplasma intraepitelial pankreas (PanIN) dan mutasi genetik antara lain aktivasi onkogen KRAS serta inaktivasi gen supresor tumor seperti CDKN2A/p16, p53, BRCA2 dan Small Mothers Against Decapentaplegic 4 (SMAD4) atau disebut juga Deleted in Pancreatic Cancer, locus 4 (DPC4). Mutasi DPC4 ditemukan pada 55% kasus dan relatif spesifik pada adenokarsinoma pankreas. Penelitian ini dilakukan untuk menilai ekspresi DPC4 pada adenokarsinoma pankreas dengan sampel fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dengan tujuan meningkatkan akurasi diagnosis. Bahan dan cara: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang. Sampel diambil dari data arsip Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSCM terdiri atas kelompok data berpasangan dengan 9 kasus adenokarsinoma dan 5 kasus nonadenokarsinoma dari Januari 2012-Agustus 2018 serta kelompok data tidak berpasangan dengan 10 kasus adenokarsinoma dari Januari 2017-Agustus 2018. Dilakukan pulasan DPC4 pada sampel sitologi dan histopatologik. Penilaian mengunakan persentase cut off positif >50% sel tumor. Hasil: Ekspresi DPC4 negatif didapatkan pada 5 kasus adenokarsinoma dan 0 kasus nonadenokarsinoma data berpasangan, serta 5 kasus adenokarsinoma data tidak berpasangan. Uji Fisher s exact yang dilakukan mendapatkan hasil ekspresi DPC4 pada adenokarsinoma dan nonadenokarsinoma data berpasangan tidak berbeda bermakna dengan nilai p>0.05. Kesimpulan: Tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara ekspresi DPC4 pada adenokarsinoma dan nonadenokarsinoma. ......Background: Pancreatic malignancy is one of the causes of significant morbidity and mortality in the world with 90% of cases were adenocarcinomas which are generally diagnosed in advanced stages because there is no specific clinical symptom and limitation in making a diagnosis. Pancreatic adenocarcinoma is caused by histological changes of intraepithelial pancreatic neoplasms (PanIN) and genetic mutations including activation of KRAS oncogenes and inactivation of tumor suppressor genes such as CDKN2A/p16, p53, BRCA2 and Small Mothers Against Decapentaplegic 4 (SMAD4) or also called Deleted in Pancreatic Cancer, locus 4 (DPC4). DPC4 mutations is found in 55% of cases and relatively specific in pancreatic adenocarcinoma. This study was conducted to assess the expression of DPC4 in pancreatic adenocarcinoma using a fine-needle aspiration biopsy (FNAB) sample to increase diagnosis accuracy. Materials and methods: This was a cross-sectional study. Samples were taken from archival data of the Anatomical Pathology Department of FKUI/RSCM consisting of paired data group with 9 cases of adenocarcinoma and 5 cases of nonadenocarcinoma from January 2012 to August 2018 and unpaired data group with 10 cases of adenocarcinoma from January 2017 to August 2018. All cytology and histopathologic samples were stained with DPC4 antibody and evaluated using a positive cut-off> 50% of tumor cells. Results: Negative DPC4 expression was found in 5 cases of adenocarcinoma and 0 cases of nonadenocarcinoma in paired data group, and 5 cases of unpaired data group adenocarcinoma. The Fisher s exact showed no significant difference of DPC4 expression between adenocarcinoma and nonadenocarcinoma paired data group with p value> 0.05. Conclusion: There was no significant difference in the expression of DPC4 between adenocarcinoma and nonadenocarcinoma.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57678
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkarnain
Abstrak :
Aplikasi metabolomik dalam analisis subtipe kanker payudara dinilai cukup menjanjikan, salah satunya melalui penilaian profil asam amino. Informasi profil asam amino pada pasien kanker payudara berperan penting dalam tatalaksana pengobatan dan prognosis kanker payudara. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan suatu pola perubahan asam amino pada pasien kanker payudara dibandingkan kontrol orang sehat, yang mengindikasikan kaitan asam amino dengan kanker payudara. Beberapa asam amino dapat menjadi biomarker yang menunjukkan adanya asosiasi dengan progresivitas kanker maupun subtipe IHK kanker payudara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan profil asam amino berdasarkan subtipe imunohistokimia kanker payudara. Penelitian menggunakan studi desain potong lintang yang melibatkan 51 pasien kanker payudara di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Sampel darah pasien yang terdiagnosis kanker payudara diukur kadar asam aminonya menggunakan metode HPLC dan nilai yang diperoleh dibandingkan dengan nilai rujukan normal untuk mengetahui adanya pola kenaikan dan penurunan. Pola asam amino akan dianalisis dan diuji asosiasinya berdasarkan pengelompokan subtipe imunohistokimia, yang dibagi menjadi Luminal A, Luminal B+HER2 dan Triple Negative Breast Cancer (TNBC) Sebanyak 51 pasien kanker payudara didominasi oleh kelompok Luminal B+HER2 diikuti oleh Luminal A dan TNBC. Sebagian besar pola asam amino berdasarkan subtype IHK menunjukkan kadar normal, kecuali asam amino arginin dan histidin yang mengalami peningkatan pada kelompok Luminal A dan Luminal B+HER, serta penurunan kadar asam amino ornitin pada kelompok TNBC. Analisis bivariat meunjukkan adanya hubungan yang signifikan (p<0.05) antara asam amino arginin dan ornitin dengan subtipe IHK. Luminal B+HER2 menjadi kelompok subtipe imunohistokimia kanker payudara yang mendominasi. Berdasarkan 19 asam amino yang diuji, asam amino dari ketiga kelompok subtipe imunohistokimia cenderung normal, dimana hanya tiga asam amino yang menunjukkan pola perubahan, yaitu histidin, ornitin dan arginin. Asam amino arginin dan ornitin menunjukkan hubungan yang signifikan dengan subtipe imunohistokimia.  ......Metabolomic approach to analyze the immunohistochemistry subtype in breast cancer is a promising tool, especially measuring amino acid levels. The amino acid profile on breast cancer patients has a significant role as guidance and prognosis. Previous studies showed alteration of amino acid levels in breast cancer patients compared to healthy women, indicating an association between amino acid and breast cancer. Some amino acids can be used as a biomarker for determining a relationship between breast cancer with cancer progression or immunohistochemistry. This study aims to investigate the association of amino with immunohistochemistry in breast cancer. This is a cross-sectional study that involved 51 breast cancer patients in RSUPN Cipto Mangunkusumo. A blood sample was collected from patients and analyze using High-Performance Liquid Chromatography (HPLC) methods to calculate the level of amino acid. The measurement of amino acid was compared to standard to determine amino acid alteration whether amino acid is increased or decrease. The data are analyzed and tested statistically to investigate the association of amino acid alteration based on three categories of immunohistochemistry (Luminal A, Luminal B+HER2 dan Triple-Negative Breast Cancer (TNBC)). A total of 51 breast cancer patients showed Luminal B+HER2 group has the highest frequency of immunohistochemistry subtype, followed by Luminal A and TNBC, respectively. There were mostly no changes in amino acid levels among the three subtypes, except arginine and histidine, which showed increased amino acid levels in Luminal A and Luminal B+HER2, whereas a decrease of ornithine level showed in TNBC group. Bivariate analysis showed significantly association between amino acid arginine and ornithine with immunohistochemistry subtype in breast cancer (p<0.05).  The majority of immunohistochemistry subtypes in breast cancer were Luminal B+HER2. Out of 19 amino acids, most of the amino acid are stable in three groups, excluding arginine, histidine and ornithine. Arginine dan ornithine showed a significantly association with immunohistochemistry subtype of breast cancer.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Infections may be caused by bacteria, viruses, fungi, and parasites. The diagnosis can established on the basis of signs and symptoms, should be representative of the disease process, and should be obtainal before drug administration. Diagnosis may be asded by different techniques such as investigation on microscopic examination, enzymatic activity ; immunoassays ; serodiagnosis and genetic probes. The recently applied methods of immunohistochemistry, immunoflourescence and immunoperoxidase staining, can detect specific microbial antigens. Principle of the immunoflourescence technique is recognitian of a specific antibody-antigen reaction and its visualization by labeling a chromogenic substrate. The immunoenzyme techniques require the attachment of an enzyme to a specific antibody. The antibody-antigen complex can be recognized by an enzyme label (peroxidase), resulting in a coloured product after reaction with a specific substrate and chromogenic substrate. These techniques are histologically used for visualization tissue specimen labeling, and to detec localization of antigen.
Journal of Dentistry Indonesia, 2004
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Slamet Andriyanto
Abstrak :
ABSTRAK
Aplikasi Metode Immunohistokimia IHC Untuk Mendeteksi Keberadaan Betanodavirus Pada Ikan Kerapu Macan Epinephelus fuscoguttatus Deteksi antigen betanodavirus pada 26 ekor ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus yang diduga terinfeksi telah dilakukan dengan metode imunohistokimia. Tanda klinis pada benih yang terinfeksi sering menunjukkan perilaku berenang yang tidak normal, seperti posisi vertikal, berputar dan terjadi beberapa perubahan pigmentasi. Metode screening yang dilakukan oleh RT-PCR memberikan hasil positif dengan munculnya band pada hasil elektroforesis pada 230 bp. Secara histopatologi terdapat sel-sel yang mengalami nekrotik dengan vakuolasasi di organ otak dan mata. Deteksi imunohistokimia menggunakan antibodi monoklonal spesifik untuk betanodavirus menunjukkan reaksi positif dengan pembentukan warna coklat di jaringan organ otak dan mata. Pengujian imunohistokimia adalah salah satu metode yang cocok untuk deteksi dan diagnosis infeksi betanodavirus pada ikan.
ABSTRACT
Application of Immunohistochemistry Methods for Detecting of Betanodavirus in Tiger Grouper Fish Epinephelus fuscoguttatus Detection of betanodavirus antigen on the 26 heads of infected tiger grouper fish Epinephelus fuscoguttatus by immunohistochemistry was done. Clinical sign of the infected larva and juvenile stages often show abnormal swimming behaviour, including vertical positioning, spinning and some change in pigmentation. Methods of screening done by RT PCR give result showed by electrophoresis band with all most sample give positif in 230 base pairs. Histopathologically, there were necrotic area with vacuolation in brain and retine organs. Immunohistochemistry detection using specific monoclonal antibody to betanodavirus showed positif reaction with brown colours formation in the internal organs like brain and retine. Immunohistochemistry assay is one of the suitable methods for detection and diagnose of betanodavirus infection in fish.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Novita
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Beberapa studi menyebutkan bahwa penilaian kelainan yang terjadi pada prostat adalah dengan mengukur jumlah Androgen Receptor AR pada setiap kasus dan dipakai sebagai evaluasi terhadap keberhasilan terapi hormonal baik pada hiperplasia prostat/benign prostat hyperplasia BPH maupun adenokarsinoma prostat /adenocarcinoma prostate CaP . AR memerankan peran dalam proses pertumbuhan, differensiasi dan memelihara kondisi jaringan prostat tetap normal. Pada penelitian lain menyebutkan bahwa ekspresi AR positif berhubungan erat dengan gambaran derajat dan differensiasi tumor serta nilai skor Gleason. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan ekspresi AR pada hiperplasia prostat dan adenokarsinoma prostat.Bahan dan Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang. Sampel penelitian terdiri atas 20 kasus hiperplasia prostat dan 25 kasus adenokarsinoma prostat tipe asinar. Dilakukan pulasan imunohistokimia AR dan penilaian intensitas pulasan pada inti stromal dan inti epitel dengan menggunakan histoscore H-score . Hasil: Terdapat perbedaan bermakna kadar PSA antara hiperplasia prostat dan adenokarsinoma prostat p=0,004 . Ekspresi AR pada inti sel stromal pada hiperplasia prostat lebih tinggi dibandingkan pada adenokarsinoma prostat, dan mempunyai hasil statistik yang bermakna p=0,000 . Sedangkan ekspresi AR pada inti sel epitel menunjukkan hasil yang tidak bermakna pada kedua kelompok kasus p=0,152 . Intesitas ekspresi AR pada adenokarsinoma prostat dengan skor Gleason rendah le;7 lebih kuat dibandingkan adenokarsinoma prostat dengan skor Gleason tinggi >7 .Kesimpulan: Ekspresi AR pada inti sel stromal pada hiperplasia prostat lebih tinggi dibandingkan pada adenokarsinoma prostat. Peningkatan skor Gleason cenderung diikuti dengan penurunan intensitas ekspresi AR. Ekspresi AR pada hiperplasia prostat dan adenokarsinoma prostat dapat digunakan dalam prognosis dan prediksi serta evaluasi keberhasilan terapi hormonal.
ABSTRACT
"Background Previous studies suggested that Androgen Receptor AR expression could be used to evaluate the successful rate among patient with Benign prostate hyperplasia BPH or Adenocarcinoma acinar of the prostate CaP treated with hormonal therapy. AR plays role in prostate growth and differentiation, and maintains the normal state of the tissue. While in pathologic state, AR expression correlate with tumor grade and differentiation, and Gleason score GS . This study aimed to compare the expression of AR between BPH with CaP.Method This research use a cross sectional study conducted twenty cases of BPH and twenty five cases of CaP. Each tissue were stained using antibody against AR, and histologically reviewed. The captured photomicrographs were further analyze using histoscore H score .Result There was statistically signifinat levels PSA between BPH and CaP p 0,004 . The nucleus of stromal AR expression in BPH group compare to CaP group was statistically significant difference diagnose vs nucleus of stromal AR expression p 0,000 . Meanwhile, no significant difference is found between nucleus of epithelial AR expression between two group p 0,152 . The intensity expression AR in CaP with low Gleason score GS le 7 is higher than CaP with high Gleason score GS 7 Conclusion BPH expresess more nucleus of stromal AR than CaP. The higher Gleason score tends followed by declining intensity expression of AR. Thus suggest AR rsquo s role can use in prognosis, prediction and evaluation of hormonal theraphy of BPH or prostate malignancy.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58868
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Slamet Andriyanto
Abstrak :
ABSTRAK
Deteksi antigen betanodavirus pada 26 ekor ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) yang diduga terinfeksi telah dilakukan dengan metode imunohistokimia. Tanda klinis pada benih yang terinfeksi sering menunjukkan perilaku berenang yang tidak normal, seperti posisi vertikal, berputar dan terjadi beberapa perubahan pigmentasi. Metode screening yang dilakukan oleh RT-PCR memberikan hasil positif dengan munculnya band pada hasil elektroforesis pada 230 bp. Secara histopatologi terdapat sel-sel yang mengalami nekrotik dengan vakuolasasi di organ otak dan mata. Deteksi imunohistokimia menggunakan antibodi monoklonal spesifik untuk betanodavirus menunjukkan reaksi positif dengan pembentukan warna coklat di jaringan organ otak dan mata. Pengujian imunohistokimia adalah salah satu metode yang cocok untuk deteksi dan diagnosis infeksi betanodavirus pada ikan.
ABSTRACT
Detection of betanodavirus antigen on the 26 heads of infected tiger grouper fish (Epinephelus fuscoguttatus) by immunohistochemistry was done. Clinical sign of the infected larva and juvenile stages often show abnormal swimming behaviour, including vertical positioning, spinning and some change in pigmentation. Methods of screening done by RT-PCR give result showed by electrophoresis band with all most sample give positif in 230 base pairs. Histopathologically, there were necrotic area with vacuolation in brain and retine organs. Immunohistochemistry detection using specific monoclonal antibody to betanodavirus showed positif reaction with brown colours formation in the internal organs like brain and retine. Immunohistochemistry assay is one of the suitable methods for detection and diagnose of betanodavirus infection in fish.
2017
T47641
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widi Marsha Fadila
Abstrak :
Latar Belakang: Perawatan yang telah ada selama ini tidak memberikan hasil yang maksimal pada defek besar sehingga berkembang konsep rekayasa jaringan yang memiliki komponen scaffold, signaling molecule, dan sel. Scaffold yang digunakan adalah chitosan karena karakteristiknya yang biokompatibel dan biodgradable. RGD ditambahkan sebagai signaling molecule, yang berfungsi berperan untuk merangsang sel berdiferensiasi dan memproduksi matriks untuk perkembangan sel dalam membentuk jaringan. Tujuan: Mengetahui ekspresi protein OPN sebagai indikator regenerasi jaringan periodontal setelah pemberian bahan regeneratif. Metode dan Bahan: Model defek tulang horizontal pada tulang alveolar di sekitar gigi insisif lateral M.nemestrina yang dipaparkan bahan regeneratif chitosan atau RGD modified chitosan. 4 minggu setelah pemaparan bahan regeneratif jaringan dibiopsi dan diproses dengan metode IHK dengan antibodi OPN yang menandakan regenerasi jaringan periodontal, dianalisis melalui % area pewarnaan dan intensitas warna dengan metode grid pada aplikasi ImageJ. Hasil: Tidak ada perbedaan bermakna secara statistik antara kelompok chitosan dengan median % area pewarnaan positif 21,81 yang lebih tinggi dibanding RGD modified chitosan dengan median % area pewarnaan positif 10,88. Kesimpulan: Terapi regeneratif dengan pemberian chitosan atau RGD modified chitosan berpotensi meregenerasi jaringan periodontal. Penambahan RGD pada chitosan dievaluasi secara histologis tidak mempengaruhi ekspresi OPN. ......Background: Treatment that has existed so far doesn’t provide maximum results in large defects, so develops concept of tissue engineering that have scaffold, signaling molecule, and cell as components. The scaffold material used is chitosan because of its charactheristics which have high viscocity, the ability to bind to water, biocompatible, and biodgradable. RGD is added as a signaling molecule, which act to stimulate cells to differentiate and produce matrices for cell development in forming tissue. Objective: To know expression of OPN as periodontal tissue regeneration indicator after exposure with regenerative materials. Methods and Materials: The horizontal bone defect model in the M.nemestrina’s alveolar bone around lateral insisive was exposed by chitosan or RGD modified chitosan and biopsied after 4 weeks. Slides were processed through IHC method with OPN as antibody. The expression of OPN signifies periodontal tissue regeneration, analized through % area of staining and color intensity with grid method on ImageJ. Result: There was no significant difference stastically between chitosan with % positive staining area median 21.81 which was higher than RGD modified chitosan with % positive staining area median 10.88. Conclusion: Regenertive theraphy with chitosan or RGD modified chitosan potentially regenerate the periodontal tissue. Addition of RGD to chitosan evaluate histologically didn’t affect the expression of OPN.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>