Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 45 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maharani Ardi Putri
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran coping pada perempuan di usia dewasa muda yang mengalami kekerasan seksual, Kekerasan seksual yang dimaksud disini adalah kekerasan yang terjadi karena adanya unsur kehendak seksual yang dipaksakan dan mengakibatkan terjadinya kekerasan oleh pelaku dan tidak diinginkan oleh korban (Rubenstein dalam Yuarsi, Dzuhayatin dan Wattie, 2003) Rentannya perempuan dalam mengalami kekerasan seksual ditentukan oleh banyak faktor, yaitu antara lain faktor lingkungan dalam arti budaya dan masyarakat, faktor negara, dan juga faktor individu baik individu sebagai pelaku maupun sebagai korban. Pandangan yang sudah berakar kuat mengenai posisi perempuan yang subordinat, ketentuan hukum yang belum tegas dalam menindak pelaku kekerasan seksual, kehendak pelaku yang berada di luar kontrol perempuan, serta reaksi perempuan terhadap kekerasan seksual itu sendiri merupakan bentuk - bentuk konkrit yang memberi sumbangan besar pada kerentanan perempuan terhadap kekerasan seksual. Semakin lama, perempuan harus semakin mengurangi ketergantungannya pada lingkungan, dan menjadi lebih waspada pada perubahan lingkungan di sekitarnya Namun demikian kekerasan seksual dapat terjadi dimana saja baik dalam lingkup publik maupun privat, dan dilakukan oleh siapa saja baik orang yang dikenal maupun tidak dikenal, sehingga kadang kala kekerasan seksual itu tidak dapat dihindari. Saat perempuan mengalami kekerasan seksual, maka ia juga berarti mengalami suatu peristiwa yang tidak menyenangkan yang dapat memberikan baik dampak fisik maupun psikologis dan dapat menempatkan individu dalam keadaan bahaya atau emotional distres disebut, keadaan ini juga disebut sebagai stres (Baron & Byrne, 2000). Untuk mengatasi keadaan ini seseorang akan perlu melakukan coping. Dimana menurut Lazarus & Folkman (1984, dalam Aldwin dan Revenson, 1987 : 338) coping adalah usaha yang sifatnya kognitif maupun perilaku, yang terus berubah. Dimana usaha tersebut ditujukan untuk mengatasi tuntutan yang berat maupun yang melampaui sumber daya / kemampuan seseorang Pemilihan coping yang tepat akan membawa individu pada keadaan yang stabil. Oleh karena itu penulis ingin melihat bagaimana penghayatan perempuan yang mengalami kekerasan seksual trhadap peristiwa tersebut, dan kemudian coping apa yang dikembangkan oleh perempuan yang mengalami kekerasan seksual. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif Oleh karena proses coping pada diri setiap orang berbeda, yang disebabkan karena perbedaan pengalaman dan penghayatan masing - masing individu, maka pendekatan kualitatif lebih tepat digunakan dalam pendekatan ini karena pendekatan ini berdasarkan pada sudut pandang individu yang mengalaminya. Selain itu, penelitian ini juga merupakan sebuah studi kasus, sebab meneliti hampir keseluruhan aspek yang terdapat pada kehidupan responden. Pengambilan sampel dilakukan pada 3 rcsponden, dengan menetapka kriteria bahwa responden adalah perempuan yang berada dalam usia dewasa muda dan pernah mengalami kekerasan seksual. Pada akhirnya responden pada penelitian ini memiliki latar belakang budaya yang berbeda, namun tingkat pendidikan yang relatif sama. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setiap orang akan memiliki strategi coping yang berbeda - beda hal ini ditentukan dari bagaimana ia mempersepsikan keadaan lingkungan dan juga dirinya sendiri. Namun ditemukan pula bahwa apabila coping yang dilakukan lebih bersifat emotion focused tanpa diimbangi dengan jenis problem - directed, maka dapat membawa akibat yang negatif sebab perasaan negatif itu menjadi lebih ditujukan pada diri. Apalagi apabila yang dikembangkan adalah strategi avoidance.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melyana
Abstrak :
Tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah merekomendasikan program intervensi untuk mengubah persepsi masyarakat sekitar Lembaga Pemasyamkatan Kclas II B Brebes terhadap WBP yang menjalankan pidana di Lapas. Umumnya persepsi yang sekarang dimiliki adalah persepsi yang kurang menguntungkan bagi usaha pembinaan WBP. Selain itu tidak semua orang yang masuk Lapas adalah orang yang memang jahat. Persepsi yang merugikan ini timbul sebagai akibat kurangnya pengetahuan masyaralcat tentang Sistem Pemasyarakatan. Biasanya masyarakat melihat Lapas sebagai "bui? atau ?sekolah bagi penjahat yaitu tempat penampungan penjahat yang justru akan berkumpul bersama penjahat lain dan akan menjadi semakin ah1i. Akibat cap jelek (stigma) yang diberikan masyamkat itu, proses perbaikan perilaku dan sosialisasi para narapidana terhambat, bahkan menyebabkan eks narapidana kembali melakukan kejahatan. (Samosir C.D, 1996. Untuk mengurangi dampak negatif dari persepsi yang salah itu diperlukan upaya berupa program intervensi untuk mensosialisasikan Sistem Pemasyarakatan baik proses maupmm hasil pembinaannya, juga diharapkan rekomendasi ini dapat dipakai sebagai acuan dalam proses pembuatan kebijakan yang melibatkan masyarakat sehingga program pembinaan WBP dapat lebih berhasil guna dan berdaya guna. Dalam menyusun Rancangan Inteivensi ini penulis merujuk pada beberapa hal yaitu: a. Teori tentang persepsi sosial yang pada dasarya menyatakan bahwa, - persepsi bersifat subyektif artinya, hal yang sama bisa dipersepsikan berbeda oleh orang yang berbeda - persepsi dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu perseptor - menambah informasi dan pengalaman baru pada perseptor dapat menghasilkan perubahan persepsi - masyarakat yang semula mempunyai persepsi negatif dapat diberikan pengalaman yang dapat membuat persepsinya berubah b. Tekhnik dan strategi intervensi yang diungkapkan oleh Zahman, Kotler dan Kaufman (1972) dalam Creating Social Change. Ada lima unsur pokok dalam pembahan sosial (disebut Five Cs) yaitu, Cause, Change Agency, Change Target,Channel and Change Strategy. Tekhnik intervensi yang akan digunakan meliputi: a. Pendekatan Kelompok b. Pendekatan andragogi c. Mendatangkan Tokoh model Hakekat Pemasyamkatan yang intinya menggunakan istilah kepenjaraan sejak tanggal 27 April 1964 melalui amanat tertulis Presiden Soekano dibacakan pada Konfercnsi Dinas para Pejabat Kepenjaraan di Lembang Bandung. Sujatno. A, (2004) Konsepsi Pemasyalakatan ini, bukan semata-mata memmuskan tujuan dari pidana penjara, melainkan suatu sistem pembinaan, suatu methodologi dalam bidang ?treatment oienders". Sistem Pemasyarakatan bersifat multilateral onented, dengan pendekatan yang berpusat pada potensi-potensi yang ada, baik pada individu yang bersangkutan maupun yang ada di tengah-tengah masyarakat, sebagai suatu keseluruhan, Secara singkat sistem pemasyarakatan adalah konsekuensi adanya pidana penjara yang merupakan bagian dari pidana pokok dalam sistem pidana hilang kemerdekaan. Berdasarkan tinjauan yuridis di atas maka disusunlah Rancangan Intervensi yang terdiri dari beberapa tahapan rancangan kegiatan yaitu : a. Rancangan Kegiatan untuk mensosialisasikan kegiatan intervensi guna memperoleh dukungan dari Kepala Lembaga Pemasyarakatan Rancangan kegiatan intervensi kepada seluruh pejabat Eselon IV di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan Brebes Rancangan Kegiatan intervensi kepada masyarakat - Kegitan intervensi berupa 2 Diskusi kelompok, tanya jawab, ceramah dan pemutaran film - Sasaran intervensi adalah keluarga WBP yang bertempat tinggal sekitar Kecamatan Brebes (mengingat lokasi Lapas Brebes di Ibukota Kabupaten Brebes, Kecamatan Brebes, Kelurahan Brebes) Kecamatan Brebes terdiri dari 8 Kelurahan, tahap l dimulai dari keluarga WBP dari Kelurahan Brebes - Jumlah peserta dalam tiap Tahap : 10 - 20 orang terbagi dalam 2 kelompok - Kegiatan intervesi dilakukan di ruang pertemuan Lapas Brebes - Waktu/pelaksanaan intervensi selama 2 hari yaitu : - haari Jumat dari jam 08.00 -11,00 WIB - hari sabtu dari jam 08.00 _ 12.00 WIB - Materi program intcrvensi
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mira Ariyani
Abstrak :
Penelitian ini adalah penelitian mengenai faktor yang berperan dan proses yang terjadi dalam keputusan perempuan dewasa untuk menjadi isteri kedua pada perkawinan poligami. Daya tarik akan kebahagiaan dalam perkawinan, perasaan cinta, dan keinginan untuk selalu bersama serta berada dekat dengan orang yang dicintai, merupakan salah satu faktor yang memperkuat keinginan seseorang untuk menikah, khususnya bagi individu di tahap perkembangan dewasa, baik awal maupun madya. Perkawinan itu sendiri terdiri dari bercam-macam tipe, Salah satunya adalah poligami. Menurut pcengamatan penulis, praktik perkawinan poligami terlihat marak akhir-akhir ini. Fenomena ini beserta dinamikanya dapat disaksikan dalam berbagai media, baik eleklronik maupun cetak. Berdasarkan undang-undang di Indonesia, poligami diperbolehkan. Adapun pendapat agama mengenai poligami, berbeda-beda. Di dalam masyarakat, pro dan kontra tentang poligami pun tidak berhenti hingga saat ini. Walau hagaimanapun pro dan kontra yang ada, keputusan perempuan untuk menjadi isteri kedua tetap menimbulkan bermacam pertanyaan dan dugaan. Di satu pihak, ketidakkonsistenan peraturan pemerintah dan perbedaan pendapat tentang praktik poligarni di Indonesia belum berakhir, sedang di pihak lain, masih banyak pihak perempuan yang bersedia menjadi isteri kedua dengan berbagai alasannya. Hal ini menimbulkan masalah penelitian yakni tentang faktor-faktor apa saja yang berperan dalam keputusan perempuan untuk menjadi istcri kedua, bagaimana proses terjadinya keputusan tersebut, dan apakah pcrbedaan dan persamaan Paktor-faktor tersebut jika perempuan dewasa yang memutuskan menjadi isteri kedua berada dalam tahap perkembangan yang berbeda, yakni pada masa dewasa awal dan dewasa madya. Penelitian yang hendak dilakukan adalah penelitian kualitatif. Adapun landasan teori yang digunakan adalah mengenai perkawinan, pemilihan pasangan, pengambilan keputusan, dan teori perkcmbangan usia dewasa. Hasil anaiisis mcnyebuLkan bahwa faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan, seperti faktor lingkungan, kepribadian, nilai, tendensi alami terhadap resiko, dan potensi disoenansi; memang turut benpcran bagi subjek. Hampir seluruh subjek penelitian menyertakan faktor ekonomi dan emosional dalam keputusannya tersebut. Adapun dalam hal kepribadian yang dinyatakan oleh subjek sendiri, terdapat beberapa kesamaan, yaitu seluruh subjek penelitian adalah pribadi-pribadi yang selalu menemukan sendiri pilihannya, berani, dan keras. Dalam hal proses pengamnbilan keputusan, tidak seluruh tahap proses pengambilan keputusan dilakukan oleh subjek, terutama tahap evaluasi sebelum memilih altematif. Seluruh subjek penelitian tidak melakukan kompromi atau meminta pendapat orang tua dan keluarga sebelum mengambil keputusan. Selain itu, kebanyakan subjek tidak memiliki pengembangan alternatif lain selain hanya pilihan menikah atau tidak menikah. Perbedaan antar subjek penelitian ini bukan terletak pada tahap perkembangan usia dewasa, akan tetapi, perbedaan yang cukup menonjol terletak pada faktor gadis (belum pernah menikah) dan janda. Mereka yang menikah dalam kondisi masih gadis, memang cenderung disebabkan oleh keinginannya atau kesejahteraannya sendiri. Tujuan yang bersifat emosional lebih berpengaruh di sini. Adapun mereka yang menikah dalam kondisi janda,lebih memikirkan kesejahteraan anak-anak sebelum mengambil keputusan. Namun, hal ini hanya berlaku bagi mereka yang memiliki hak asuh anak
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Amijanti
Abstrak :
Manajer Madya PERTAMINA pada umumnya memiliki masa kerja yang relatif lama akan memiliki corak keikatan organisasi dan gaya kepemimpinan tertentu dalam menjalin hubungan dengan bawahan maupun atasannya. Saat ini PERTAMINA sedang berada dalam kondisi transisi yaitu adanya perubahan visi dan misi dari cost oriented menjadi profit oriented Berbagai macam tindakan yang menunjang perubahan yang terjadi telah dimulai sejak tahun 1992, yang diawali dengan sosialisasi tentang perubahan tersebut selama beberapa tahun. Tercapainya visi dan misi PERTAMINA sebagai suatu perusahaan MIGAS di masa depan membutuhkan peran dari manajer madya dalam mengimplementasikan kebijakan, ketentuan, prosedur yang telah diputuskan oleh manajemen puncak. Selaku manajer madya PERTAMINA, akan memiliki corak keikatan organisasi dan gaya kepemimpinan tertentu. Saat kini corak kegiatan apa yang dimiliki dan bagaimana gaya kepemimpinan yang dipergunakan saat kini sehubungan dengan nilai-nilai pribadi dari para manajer madya tersebut. Untuk membahas kondisi tersebut akan dipergunakan teori-teori : keikatan organisasi dari Allen & Meyer (1990), kepemimpinan transaksional transformasional dari Bass (1985) dan nilai-nilai pribadi dari Rokeach (1973). Landasan Teori Keikatan organisasi seorang manajer madya pada awalnya tumbuh dan berkembang dari adanya kesediaan untuk menjalankan perintah atasan, menyetujui dan melaksanakan pengaruh atasan (berupa instruksi atau perintah) berdasarkan keyakinan diri pribadinya Akhirnya, berdasarkan pengalaman kerjanya, manajer madya akan melakukan identifikasi terhadap atasan, kelompok kerja, perusahaan dan mempertahankan keanggotaannya dalam perusahaan tersebut. Dalam pengalaman bekerjanya, proses keikatan organisasi akan berlangsung terus sampai karir akhir. Keikatan awal yang diperoleh akan menjadi bertambah kuat dengan bertambahnya masa kerja yang dilaluinya, serta faktor-faktor lain yang mendukung di tempat kerjanya (pekerjaan, harapan terhadap organisasi, kelompok teman dll.). Selaku manajer madya PERTAMINA diharapkan memiliki gaya kepemimpinan transformasional dalam mendukung pencapaian visi dan misi organisasi. Dengan kepemimpinan transformasional, manajer madya akan dapat mengubah persepsi, sikap dan perilaku bawahan disesuaikan dengan harapan organisasi/perusahaan masa depan. Melakukan perubahan terhadap bawahan dapat dilakukan dengan mengaplikasikan perilaku-perilaku yang tergolong dalam the four I's yaitu memberikan pengaruh yang diidealkan, memberikan inspirasi, melakukan stimulasi intelek, serta mempertimbangkan pemberian kewenangan atau otoritas yang berbeda-beda bagi setiap bawahan disesuaikan dengan kemampuan individunya. Rancangan Penelitian Subyek penelitian tesis ini adalah para manajer madya PERTAMINA di lingkungan Kantor Pusat yang memiliki fungsi / peran sebagai ‘key person' dalam program sosialisasi dan restrukturisasi perusahaan / organisasi. Alat ukur yang dipergunakan adalah keikatan organisasi (OCQ) dari Allen & Meyer (1990), kuesioner Multi Leadership (MLQ) untuk gaya kepemimpinan transaksional transfo nasional dari Bass (1990) dan Nilai-nilai pribadi dari Rokeach (1973). Analisis dan interpretasi dilakukan atas dasar perhitungan statistik dan korelasi regresi berganda (Multi Regression). Kesimpulan dan Diskusi Dari hasil kajian statistik dan korelasi terlihat bahwa keikatan organisasi yang dimiliki manajer madya PERTAMINA adalah keikatan bercorak afektif dengan mengaplikasikan gaya kepemimpinan transaksional. Menurut Bass (1985), keikatan afektif berhubungan dengan gaya kepemimpinan transformasional sedangkan keikatan kesinambungan berhubungan dengan gaya kepemimpinan transaksional. Kondisi yang ditemukan tersebut dapat memperlambat atau bahkan menghambat proses sosialisasi dan restrukturisasi yang berlangsung. Disamping itu nilai-nilai yang diharapkan dicapai dalam kehidupan manajer madya PERTAMINA adalah "rasa aman dalam keluarga" yang cenderung terfokus pada diri pribadi. Cara atau perilaku yang diidealkan adalah perilaku yang bertanggung jawab jujur dan memiliki pandangan luas. Seandainya ketiga nilai tersebut masih diinginkan berarti manajer madya PERTAMINA juga harus menjabarkan nilai-nilai yang berorientasikan kepada diri sendiri dialihkan menjadi berorientasikan kelompok, masyarakat. Perubahan yang terjadi di PERTAMINA berkemungkinan akan membutuhkan waktu yang lebih panjang dari yang diharapkan. Upaya memperpendek waktu transisi adalah dengan menyediakan ‘maproad yang gamblang, menjadi coach bagi bawahan serta melakukan pelatihan yang mendukung pengembangan pekerja PERTAMINA.
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reita Amelia
Abstrak :
PT. ZZZ adalah perusahaan farmasi yang mengutamakan keunggulan kinerja di mana kunci sukses perusahaan terletak pada kualitas dan motivasi SDM. Dalam hari ini, karyawan PT. ZZZ tidak dapat bekerja sendiri namun harus bekerjasama sehingga keadaan interdependensi ini membuat kepercayaan antara bawahan dan atasan sangat penting dalam membentuk tim kerja yang kompak. Kepemimpinan transformasional memotivasi karyawan untuk berprestasi melampaui harapan sehingga karyawan merasa percaya kepada pemimpinnya dan termotivasi untuk mencapai kinerja superior. PT. ZZZ adalah salah satu perusahaan yang ingin menerapkan kepemimpinan transformasional. Pelatihan adalah suatu usaha untuk meminimalkan kesenjangan antara kinerja yang dituntut dengan kinerja yang dimiliki oleh seorang karyawan. Agar kesenjangan tersebut dapat diminimalkan atau dihilangkan maka memberikan program pelatihan yang cocok dengan kebutuhan karyawan sangat penting dilakukan oleh Departemen SDM. Namun masalah yang terjadi di PT. ZZZ adalah turn over karyawan tinggi karena ketidakpuasan pada hubungan bawahan dan atasan atau tingkat kepercayaan bawahan terhadap atasan rendah. Karyawan yang mengundurkan diri berjumlah 10% dari 500 orang dan mereka memiliki kinerja yang outstanding sehingga merugikan bagi perusahaan karena terjadi peningkatan biaya perekrutan, biaya penyeleksian, biaya pelatihan dan pengembangan, biaya akibat atasan membangun system dari awal lagi, biaya membina hubungan dan komunikasi, dan lain-lain. Untuk mengeliminasi hal ini dan untuk meningkatkan penerapan kepemimpinan transformasional maka Departemen SDM diminta untuk melakukan suatu desain pelatihan efektif yang diawali dengan melakukan identifikasi kebutuhan pelatihan. Dari hasil analisis diketahui bahwa karyawan membutuhkan pelatihan untuk meningkatkan kepercayaan bawahan terhadap atasan agar tercapai tim kerja yang kompak (team bonding). Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan melakukan wawancara terhadap bawahan (Direktur, Manajer Senior, Manajer Yunior, Supervisor, dan Ketua Tim). Dari hasil pengumpulan data diperoleh bahwa masih terdapat kesenjangan antara kondisi ideal yang diharapkan bawahan terhadap atasan dengan kondisi aktual para atasan. Oleh karena itu, penulis menyusun rekomendasi terhadap hasil yang diperoleh dan pengumpulan data. Pelatihan pembentukan tim yang kompak untuk meningkatkan kepercayaan bawahan terhadap atasan akan fokus kepada pengenalan beberapa materi yang berhubungan dengan kebutuhan yang ada ditambah tugas atau simulasi yang mengarah kepada penerapan materi. Sistem pelatihan yang dimulai dari mengidentifikasi kebutuhan pelatihan, menyusun sasaran pelatihan, mendesain program pelatihan, mengimplementasi program pelatihan, serta mengevaluasi dan menindaklanjuti pelatihan diharapkan dapat menjadi salah satu upaya dalam rangka penyelesaian masalah yang terjadi di PT. ZZZ.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ririn Dwi Lestari. H
Abstrak :
Tugas akhir ini berisi analisis penerapan dan usulan Penilaian Kinerja Pegawai (PKP) di PT. A, sebuah BUMN di bawah Departemen Perhubungan yang bergerak di bidang pengelolaan dan pengusahaan jasa bandar udara di Indonesia (profil perusahaan lihat lampiran 1). Sebagai salah satu sub sistem dalam pembinaan pegawai berdasarkan prestasi (merit system) di PT. A maka terapkanlah PKP sejak tahun 1994. Pada kenyataannya sistem PKP ini tidak berjalan dengan semestinya. Salah satu penyebabnya adalah sistem PKP di PT. A menggunakan sistem penilaian multi-raters. Sistem penilaian ini mengharuskan bawahan menilai alasan, sedangkan budaya perusahaan belum siap menerimanya. Sistem PKP yang sudah ada juga kurang spesifik mengukur hasil kerja karena belum ada Sasaran Kerja Individu-nya. Selain itu masih ada hal-hal lain yang belum diatur pada sistem PKP PT. A antara lain tidak adanya féedback dan jabatan khusus yang bertugas dan bertanggung jawab atas jalannya PKP. (lihat analisis data pada halaman 15-32). Menanggapi kondisi di PT.A, penulis menginformasikan bahwa PKP sebagai bagian dari sistem manajemen kinerja harus kongruen dengan strategi, tujuan dan budaya dari Suatu organisasi Sementara itu masih ada faktor-faktor eksternal (di luar sistem PKP) yang dapat memuluskan jalannya PKP di suatu organisasi, seperti dukungan yang signifikan dari manajemen senior dan dijadikannya PKP sebagai masalah strategis dalam organisasi. Berdasarkan analisis sistem PKP di PT. A, penulis memberikan usulan sistem PKP yang disesuaikan dengan budaya PT. A. Penyesuaian terdapat pada sistem penilaian dan penerapan PKP’ berbasis sasaran (SKI) yang salah satu sasarannya kerjanya adalah menjalankan PKP dengan tepat waktu Sehingga jalannya PKP terjamin dan terpantau. Usulan juga diberikan terhadap hal-hal yang belum diatur dalam sistem PKP PT. A seperti pemberian feedback dan jabatan khusus Dari dua alternatif sistem penilaian yang ada (single-rarer dan multi-raters), penulis merekomendasikan sistem penilaian tetap multi-raters namun bawahan tidak lagi sebagai penilai. Atasan I, atasan II, rekan sekerja dan diri sendiri menjadi penilai pemegang jabatan manajer atau supervisor. Untuk penerapan SKI diusulkan agar dikerjakan oleh konsultan bekerjasama dengan personalia PT. A.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soeharijanto Ary Soekadi
Abstrak :
Masalah sampah di Indonesia timbul dari peningkatan jumlah penduduk yang mencapai 2 kali lipat dalam 25 tahun terakhir seiring dengan meningkatnya jumlah konsumsi mereka sehingga pada akhirnya juga akan meningkatkan jumlah buangan/limbah yang dihasilkan. Limbah tersebut dikenal dengan limbah domestik yang berupa sampah. Sampah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang tidak mempunyai nilai ekonomi. Hingga saat ini penanganan sampah tidak kunjung optimal, salah satunya adalah penanganan sampah di daerah pesisir. Hingga saat ini belum ditemukan teknologi yang dapat mengatasi masalah sampah yang dibuang ke laut. Cara yang paling mungkin dilakukan adalah dengan mencegah masyarakat membuang sampah ke laut. Sikap dan perilaku masyarakat dalam membuang sampah tidak terlepas dari kurangnya pemahaman mereka terhadap sampah itu sendiri. Dampak negatif dari perilaku membuang sampah ke laut sebenarnya bisa langsung dirasakan oleh masyarakat itu sendiri, karena itu dibutuhkan penanganan yang nyata dalam memberikan pemahaman mengenai sampah sekaligus mengubah perilaku mereka. Program intentervensi ini berlangsung di sebuah komunitas di dusun Payalaman, Kepulauan Matak. Penelitian awal dalam program intervensi ini dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan observasi dan FGD dengan para stakeholder. Dari penelitian awal diketahui bahwa masyarakat Payalaman memiliki pengetahuan yang sangat terbatas mengenai sampah dan dampaknya. Selain itu juga ditemukan bahwa mereka tidak mempunyai sistem pengelolaan sampah yang baik dan benar, terbukti dari tidak adanya tempat sampah umum dan TPA. Hal ini terlihat dari skor hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti (pre test). Dari hasil metode pelaksanaan penelitian awal disimpulkan bahwa untuk mengubah perilaku mereka dalam membuang sampah dibutuhkan peningkatan pemahaman mereka akan sampah yang pada akhir ya juga akan berdampak pada kebiasaan mereka membuang sampah. Membangkitkan peran serta masyarakat menjadi kunci utama untuk mencapai tujuan akhir, yaitu perubahan perilaku. Masyarakat harus diberi pemahaman mengenai sampah dan segala dampak yang ditimbulkannya. Kemudian mereka juga harus dilatih bertanggung jawab untuk berperan aktif dalam pengelolaan sampah yang dihasilkannya. Konsep partisipasi ini menempatkan masyarakat setempat (komunitas) sebagai stakeholder utama proses peningkatan pemahaman dan pengelolaan sampah yang ada di komunitas tersebut. Untuk itu, diperlukan sebuah program intervensi terhadap masyarakat sehingga mereka lebih memahami masalah sampah dan bisa mengubah perilaku mereka dalam mengelola sampah. Program intervensi dilakukan di RT 1, 2 dan 3 Dusun Payalaman dengan kaum ibu sebagai target intervensi. Intervensi dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu workshop, social organizing, sosialisasi, kesepakatan, pelaksanaan uji coba dan pemantauan serta evaluasi program. Hasil intervensi menunjukkan bahwa adanya peningkatan pemahaman masyarakat desa Payalaman khususnya RT 1, 2 dan 3 mengenai masalah sampah sehingga hal ini juga berpengaruh dalam kebiasaan mereka dalam membuang sampah. Mereka sudah mampu memilah sampah dan mengetahui bagaimana cara menangani setiap jenis sampah. Mereka tidak lagi membuang sampah ke laut atau ke kolong rumah melainkan ke tempat pembuangan sampah. Pada saat ini juga telah ada tempat sampah disetiap rumah, telah tersedia tempat sampah umum dan TPA. Peningkatan pemahaman ini dapat dilihat dari meningkatnya skor hasil observasi yang dilakukan peneliti (post test). Melihat bahwa intervensi ini berlangsung dengan baik maka diusulkan program intervensi Lanjutan yang juga masih berhubungan dengan masalah lingkungan, yaitu "Desaku indah dan Hijau". Kondisi desa yang umumnya gersang dan belum tumbuhnya pemahaman mengenai perlunya keindahan lingkungan dan pemanfaatan lingkungan. Berdasarkan kondisi itu maka sebagai tindak lanjut dari program intervensi di bidang kebersihan yang sudah menunjukkan hasil, penulis memandang perlunya melakukan meningkatkan pemahaman masyarakat desa tentang pentingnya penghijauan, keindahan lingkungan dan pemanfaatan lingkungan sekitar tempat tinggal sehingga menjadi Lebih nyaman, lebih indah, dan lebih sehat.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taipei : Taiwan foundation for democracy Publication, 2005,
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Iman Setiadi Arif
Abstrak :
Tesis ini mengangkat topik tentang dinamika keluarga pasien skizofrenia menurut object relations theory, Dasar pemikirannya adalah: keluarga merupakan building environment di mana seorang pribadi bertumbuh dan berkembang; dan melalui uenreml relaring yang dibina dengan para anggota keluarga, seorang pribadi mengembangkan kepribadiannya. Dialog yang terjadi antara pribadi tersebut dengan keluarganya. sepanjang perkembangannya sejak dalam kandungan ibu sampai selanjutnya itulah yang menentukan perkembangan kepribadiannya. Dalam kasus pasien skizofrenia, dialog tersebut mengalami gangguan di masa-masa paling awal dalam perkembangan; dan gangguan tersebut menjadi cika1 bakal kerentanan kepribadian yang mengarah pada gangguan skizofrenia di masa kemudian. Penanyaan penelitian yang diajukan oleh peneliti adalah Bagaimanakah kaitan antara dinamika keluarga pasien dengan perjalanan penyakit pasien skizofrenia? Perjalanan penyakit yang dimaksud adalah mulai dari kemunculan skizofrenia dalam diri pasien hingga perkembangan selanjutnya baik itu menuju perbaikan ataupun kekambuhan. Landasan teoritik yang digunakan dalam tesis ini adalah object relations theory. Teori ini merupakan salah satu cabang dari psikoanalisa yang menekankan pada pentingnya relasi dengan orang lain, sebagai motivasi utama dan faktor terpenting perkembangan kepribadian Pemilihan teori ini terutama didasarkan pada alasan bahwa teori ini mampu memberikan kita jembatan antara dunia internal pasien dengan kenyataan hidup dalam keluarga. cara untuk bergerak bolak-balik antara realitas internal dan realitas eksternal. Ada suatu dialog yang intim antara realitas internal dan realitas eksternal, yang memiliki peranan yang besar pada perjalanan penyakit pasien skizofrenia. Pendekatan penelitian dalam tesis ini adalah pendekatan kualitatif Subjek penelitian diambil melalui metode purpositi Subjek penelitian dalam tesis ini adalah pasien skizofrenia beserta para anggota keluarganya. Data dikumpulkan melalui tiga metode, yaitu wawancara, observasi dan dua buah tes psikologis yaitu Test of object Relations dan Picture tsxtof`Sepurations and lndividualion. Ada dna keluarga pasien skizofrenia yang menjadi subjek dalam penelitian ini, yaitu keluarga A dan keluarga IS. Telah dilakukan ll. kali pertemuan dengan keluarga A dan 7 kali pertemuan dengan keluarga IS untuk mengumpulkan data Melalui analisis data-data yang diperoleh, dapat ditarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan pertama menyatakan bahwa keluarga yang pada hakikatnya merupakan jalinan relasi anggota-anggotanya. merupakan ruang hidup helding environment potential space) bagi pam anggotanya. Dalam ruang hidup tersebut, para anggota keluarga hidup, berkembang dan berelasi satu sama lain. Holding environment potential space ini merupakan sesuatu yang dinamik, di mana perubahannya tergantung pada relasi para anggotanya Bilamana ada relasi yang erat satu sama lain (cenfered renking maka holding environment/pofenfial space itu akan “membesar” sehingga kondusif bagi perkembangan kepribadian, sedangkan bila ada konflik yang berkepanjangan, maka holding environmen potensial space itu akan "n1enyempit” sehingga tidak kondusif bagi perkembangan kepribadian Ada kaitan yang erat anlara dinamika keluarga (contexual Inilding. centered holding, cenlered refating) dcngan proses kemunculan pasicn skizofrenia. Pasien skizofrenia tampaknya mengalami gangguan dalam pembentukan kepribadian mereka, yang disebabkan oleh gangguan pada dinamika keluarga. Dengan kata lain. bilamana ada gangguan dalam dinamika keluarga di masa perkembangan kepribadian yang paling awal, maka perkembangan kepribadian menjadi terganggu pula dan sebagai akibatnya menjadi rentan untuk mengalami skizofrenia di masa remaja/dewasa. Ada kailan yang erat antara dinamika keluarga (contextual holding. Holding cenrefnd relafing) dengan perkembangan selanjutnya dalam penyakit pasien skizofrenia. Dinamika keluarga yang penuh konflik akan sangat mengganggu holding environment yang ada dalam keluarga, dan sebagai akibatnya Iebih beresiko pada kekambuhan pasien skizofrenia
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indrias Ardhiana
Abstrak :
Pada tahun-tahun pertama kehidupan seorang anak, tokoh pertama yang dikenal adalah ibunya, sehingga. ibu memegang peranan panting dalam perkembangan anak. Melalui hubungan yang kontinyu, intim, dan hangat antara ibu dan anak, ibu menjadi peka terhadap kebutuhan-kebutuhan anak dan berusaha memuaskannya. Dengan pemuasan kebutuhan tersebut akan menimbulkan rasa percaya diri pada anak dan juga rasa percaya pada orang lain.
Anak-anak yang harus berpisah dengan orang tuanya terutama. ibunya dan kemudian tinggal di panti asuhan karena suatu sebab akan mengalami keadaan- keadaan yang tidak menyenangkan seperti kurangnya perhatian dan kasih sayang, serta kemungkinan timbulnya perasaan insecure. Dalam usaha menyesuaikan diri ini, anak biasanya lebih memilih untuk menuruti apa yang dikatakan atau diperintahkan padanya daripada melakukan apa yang sebetulnya menjadi kemauannya sendiri. Dengan mengikuti kemauan orang lain yang mungkin bertentangan dengan kemauannya sendiri bisa menyebabkan anak terganggu dan menimbulkan beban mental yang akhirnya dapat mengakibatkan terjadinya ilustrasi. Karena banyaknya kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi yang menimbulkan ilustrasi, serta kejadian yang tidak mengenakkan, maka akan menimbulkan bermacam-macam tingkah laku untuk menyalurkan dorongan-dorongannya tersebut. Salah satu yang mungkin merupakan media penyalurannya adalah dengan bertingkah laku agresif atau menyerang orang lain (Berkowitz,1993). Agresivitas ini dapat tampil dalam bentuk yang tampak (overt) maupun yang tidak tampak (covert). Bentuk dan deraiat agresif yang tampil dapat berbeda antara seorang anak dengan anak yang lain tergantung pribadi si anak dan lingkungannya.
Hand test adalah suatu tes proyeksi yang menggunakan gambar tangan sebagai stimulusnya. Yang diungkap dari tes ini adalah kecenderungan tingkah laku yang tampak(over1 behavior). Salah satu yang bisa diungkap oleh hand test adalah prediksi tentang tingkah laku agresif yang tampak (AOR : Acting-Out Score). AOR didapatkan dengan membandingkan antara skor Ajeclion + Dependence + Communicarion dan Direction + Aggression. Seorang dikatakan agresif adalah bila pada AOR, skor agresif mendominasi kecenderungan tingkah laku. Hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini ada dua, yaitu : - Ho = Sum of Aggressive (AGG + DIR) sama dengan Sum of Cooperative (AFP + COM + DEP) pada anak-anak bermasalah yang tinggal di panti asuhan. Ha = Sum of Aggressive (AGG + DIR) lebih tinggi daripada Sum of Cooperative (AFF + COM + DEP) pada anak-anak bermasalah yang tinggal di panti asuhan - Ho = Indikasi agresivitas pada anak-anak laki-lald bermasalah yang tinggal di panti asuhan sama dengan anak-anak perempuan bermasalah yang tinggal di panti asuhan. Ha = Indikasi agresivitas pada anak-anak laki-Iaki bermasalah yang tinggal di panti asuhan Iebih tinggi daripada anak-anak perempuan bermasalah yang tinggal di panti asuhan. Sedangkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut 1. Sum of aggressive lebih rendah daripada Sum of Cooperative baik pada kelompok anak laki-Iaki maupun anak perempuan, Setelah dilakukan uji signifikansi untuk mengetahui apakah perbedaan antara Sum of Cooperative dan Sum of Aggressive tersebut signifikan atau tidak, maka data yang didapat menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara. Sum of Cooperative dan Sum of Aggressive. Hal ini berarti hipotesis yang diajurkan, yaitu Sum of Aggressive lebih tinggi daripada Sum of Cooperative pada anak-anak bermasalah di panti asuhan tidak terbukti 2. Bila mean Sum of Aggressive antara kelompok anak laki-laki dan anak perempuan dibandingkan, maka dapat disimpulkan bahwa indikasi agresivitas anak perempuan lebih tinggi bila dibandingkan anak laki-Iaki. Tetapi bila Sum of Aggressive antara kelompok anak iaki-laki dan perempuan dibandingkan dengan menggunakan 1-resi, maka perbedaan indikasi agresivitas antara anak perempuan dan anak laki-laki bermasalah di panti asuhan tersebut tidak signifikan.
Beberapa faktor yang mungkin dapat dikemukakan sebagai penyebab tidak terbuktinya hipotesa yang diajukan adalah : 1. Perbedaan kriteria bermasalah antara pengurus panti asuhan dan kriteria bermasalah penelitian yang sudah ditentukan. Sebagai aldbatnya, kritena subyek penelitian menjadi berubah karena disesuaikan dengan kriteria pengurus sendiri 2. Ketika diambil data di salah satu panti asuhan (yaitu panti asuhan H. Patisah), pengums panti asuhan meminta untuk tetap menunggui jalannya tes yaitu dengan duduk di samping subyek ketika dilakukan wawancara dan diberikan tes. 3. Budaya Indonesia (Jawa Tengah khususnya) yang membiasakan bahwa individu tidak bisa mengekspresikan dirinya seobyektif mungkin karena segala sesuatunya harus dikaitkan dengan sopan santun 4. Meskipun hasil tes pada anak-anak bermasalah di panti asuhan tidak menunjukkan hasil bahwa mereka agresif namun dari hasil observasi didapat bahwa anak-anak yang ditunjuk untuk menjadi subyek penelitian tampak agresi£ seperti tampak sulit untuk diam dan menunjukkan perilaku memberontak. 5. Banyak anak asuh yang sudah diwawancarai dan diberi tes memberitahu jawabannya pada teman-temannya yang akan menjadi subyek penelitian. 6. Kurangnya inquiry yang dilakukan peneliti terhadap respon-respon yang diberikan subyek penelitian, sehingga kemungkinan menyebabkan kesalahan skoring.
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>