Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aleida Nugraha
Abstrak :
Latar Belakang: Walaupun pesawat terbang telah dilengkapi dengan perangkat oksigen dan kabin bertekanan, kemungkinan hipoksia masih ada apabila terjadi kegagalan dari kedua sistem tersebut. Pengetahuan mengenai rentang waktu terjadinya hipoksia awal dan faktor-faktor kardiorespirasi yang berkorelasi dengan rentang waktu hipoksia awal perlu diketahui dan diteliti. Metodologi: Studi eksperimental dilakukan pada 130 calon siswa Sekolah Penerbang TNI AU berusia 21-26 tahun; pada keadaan permukaan bumi diukur kadar hemoglobin, saturasi oksigen, fungsi faali kardiorespirasi dan kadar gula darah. Dalam ruang udara bertekanan rendah subyek dipajankan pada kondisi hipobarik dengan ketinggian setara 18.000 kaki. Diukur rentang waktu mulai saat pemajanan sampai terjadi saturasi oksigen 85 % dengan alat pulse oksimeter. Hasil: Pada penelitian ini ditemukan rerata waktu terjadinya hipoksia awal 199,65 detik ; (95 % CI:192,64 - 206,66 detik). Faktor-faktor yang berkorelasi positif secara bermakna adalah kadar hemoglobin (r = 0,3396 ; p = 0,000) dan kadar gula darah (r = 0,4108 p = 0,000). Sedangkan frekuensi denyut nadi mempunyai korelasi negatif kuat (r = -0,4324 ; p=0,000). Model regresi yang sesuai untuk prediksi rentang waktu hipoksia awal terdiri dari faktor-faktor kadar hemoglobin frekuensi denyut nadi dan kadar gula darah. Kesimpulan: Dengan mengetahui kadar hemoglobin, frekuensi denyut nadi dan kadar gula darah dapat diprediksi rentang waktu terjadinya hipoksia awal.
Elapsed Time To Early Hypoxia At Simulated Altitude 18.000 Feet In Hypobaric Chamber Indicated By 85% Oxyhaemoglobin Saturation And Its Influencing Factors Among Indonesian Air Force Flight Cadets.Background. Although aeroplanes are equipped with oxygen equipment and cabin pressurization, possibilities of hypoxia incidence still exists if there are system's failure. Information on elapsed time to early hypoxia should be available, and its correlation with cardiorespiratory factors should be investigated. Methods. An experimental study on 130 Indonesian Air Force Flight Cadets age 21-26 years was conducted. Haemoglobin, oxyhaemoglobin saturation, cardiorespiratory function and blood sugar at ground level was measured In hypobaric chamber subjects were exposed to simulated altitude 18.000 feet environment. Elapsed time between the beginning of hypobaric exposure to early sign of hypoxia indicated by 85% oxyhaemoglobin satin-lion was measured. Result. Average elapsed time to early hypoxia was 199, 65 seconds; (95 % CI:192,64 - 206,66 seconds). Significant positive correlation was found to haemoglobin (r = 0,3396 ; p = 0,000) and blood sugar levels (r = 0,4108 ; p = 0,000). Pulse rate showed negative correlation with elapsed time to early hypoxia (r = -0,4324 ; p = 0,000). The suitable regression model for estimating elapsed time to early hypoxia include haemoglobin,pulse rate, and blood sugar levels. Conclusion. Predicted elapsed time to early hypoxia could be estimated by using haemoglobin, pulse rate, and blood sugar levels.
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felix Sangkalia
Abstrak :
ABSTRAK Latar belakang: Penelitian terdahulu mengenai pengaruh hipoksia terhadap penglihatan warna masih kontroversial. Penglihatan warna penting dalam penerbangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh hipoksia setara 18.000 kaki melalui ruang udara bertekanan rendah terhadap penglihatan warna. Studi dilakukan di Lakespra Saryanto Jakarta pada bulan Desember 1996. Sampel terdiri dari 101 orang laki-laki, calon penerbang sipil PLP Curug, berusia 17-23 tahun dan tamat SLTA. Disain penelitian kuasi eksperimen pre dan post test. Diperiksa faktor-faktor faali seperti: nadi, tekanan darah sistolik dan diastolik, rib dan kadar saturasi oksigen darah. Digunakan buku Ishihara 38 lembar untuk pemeriksaan penglihatan warna dengan cara menilai waktu baca lembar 1-38 (detik) dan kebenaran baca lembar 1-21 (9i). Hasil penelitian : Melalui uji t berpasangan, ditemukan perbedaan bermakna (p<0,05) antara: saturasi 02 darah, nadi, waktu baca dan kebenaran baca pada permukaan tanah dibanding pada 18.000 kaki. Pada 18.000 kaki: kadar saturasi 02 darah 68,17 % ±2,92 lebih rendah dibanding pada permukaan tanah; nadi 116,32 ±12,21 permenit lebih tinggi dibanding pada permukaan tanah; waktu baca 72,18 ± 15,05 detik rata-rata lebih lama 15,52 detik dibanding pada permukaan tanah; kebenaran baca 97,43 ± 3,36% lebih rendah dibanding pada permukaan tanah. Studi ini menunjukkan bahwa waktu baca dan kebenaran baca buku Ishihara pada permukaan tanah maupun pada 18.000 kaki masih dalam batas normal. Analisa multiple regression dan simple regression menunjukkan bahwa diramalkan waktu baca lebih singkat apabila tekanan diastolik lebih besar pada permukaan tanah diramalkan waktu baca lebih singkat apabila denyut nadi meningkat. Kesimpulan Studi penjajagan ini menunjukkan bahwa hipoksia setara 18.000 kaki meningkatkan waktu baca dan meningkatkan skor kesalahan baca tetapi tidak menyebabkan defisiensi penglihatan warna. Dibutuhkan penelitian lanjut dengan alat pemeriksaan warna yang lain untuk membandingkan studi ini.
ABSTRACT Back ground : Related previous studies indicated the controversial result on the relationship between hypoxia and color vision. Color vision is one of the major individual factors for pilots which relates to many aircraft accidents especially in hypoxia condition. This study aimed to identify the relationship between color vision and the hypoxic hypoxia among pilot candidates in a hypobaric chamber at the cruising altitude of 18.000 ft (FL 180). The number of samples collection are 101 pilot candidates from PLP Curug, ages 17-23 yr. The design of study was a pre and post test and Ishihara plates were used to measure color vision. Results . A t-paired test analysis showed the significant differences (p< 0,05) among variables : pulse, oxygen saturation levels, reading time and error scores at ground level (GL) and at flight level of 18.000 ft (FL180). At 18.000 ft, study results reported : increased of pulse rate (mean 116 ± 12,21 per minutes), increased of SaO2 (mean 68,17% ± 2,92%), increased of reading time (72,18 } 15.05 seconds) and increased of error scores {41,58%). Multiple regression and simple regression analysis showed that increasing of diastolic at GL would decrease reading time and increases of pulse rate. At FL 180 would decrease reading time. Conclusions: This preliminary study indicated, that there was an increase of reading time and increase of error scores by using Ishihara plates at FL 180 but these results had not made a deficiency of color vision. Advanced study with any other device to examine color vision are needed to compare the result of preliminary study.
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uly Alfi Nikmah
Abstrak :
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari perubahan ekspresi dan aktivitas spesifik karbamoil fosfat sintetase 1 (Carbamoyl Phosphate Synthetase 1/CPS 1) dan protein HIF-1α (hypoxia-inducible factor) pada hati tikus (Rattus norvegicus) selama hipoksia sistemik kronik. Disain: Disain penelitian ini adalah eksperimen in vivo dengan menggunakan tikus sebagai hewan coba. Metode: Ada lima perlakukan tikus; tikus kontrol, hipoksia 1 hari, hipoksia 3 hari, hipoksia 5 hari dan hipoksia 7 hari. Ekspresi gen karbamoil fosfat sintetase 1 (CPS1) diukur menggunakan real time RT-PCR dan menggunakan 18s rRNA sebagai gen referensi. Aktivitas spesifik CPS1 diukur menggunakan hidroksiurea sebagai larutan standar. Metode ELISA digunakan untuk mengukur protein HIF-1α. Hasil : Ekspresi gen karbamoil Fosfat Sintetase 1 meningkat secara signifikan dan menunjukkan ekspresi tertinggi daripada perlakuan lain pada satu hari hipoksia dibandingkan dengan kelompok control. Pada hipoksia hari berikutnya, ekspresi CPS1 menurun secara signifikan dibandingkan kelompok control (ANOVA, p<0,05). Aktivitas spesifik CPS1 meningkat secara signifikan pada satu hari dan tiga hari hipoksia dibanding kelompok control (ANOVA, p<0,05). Protein HIF-1α juga dipengaruhi oleh induksi hipoksia (ANOVA, p<0,05). Hubungan antara ekspresi dan aktivitas CPS1 menunjukkan hubungan positif kuat dan hubungan protein HIF-1α dan ekspresi CPS1 menunjukkan hubungan positif sedang (Pearson, p<0,05). Sedangkan hubungan antara protein HIF-1α dan aktifitas spesifik menunjukkan tidak ada hubungan secara statistik. Kesimpulan: Kondisi hipoksia berperan penting dalam pengaturan ekspresi gen dan aktivitas spesifik CPS1 serta protein HIF-1α. Regulasi ekspresi gen CPS1 oleh HIF-1α belum diketahui.
Background: The aim of this research is to study the changeover of expression and specific activity of Carbamoyl Phosphate Synthetase 1 (CPS 1) and HIF-1α protein of rat (Rattus norvegicus) liver during systemic chronic hypoxia. Design: Design of this research is an in vivo experimental study using rat as laboratory animal. Method: There are five treatment of rats; control, 1 day of hypoxia, 3 days of hypoxia, 5 days of hypoxia and 7 days of hypoxia. Carbamoyl phosphate synthetase 1 gene expression was measured using real time RT-PCR and using 18s RNA gene as housekeeping gene. The specific activity of CPS1 was measured using hydroxyurea as standard solution. ELISA was performing in order to measure HIF-1α protein. Result: Carbamoyl phosphate synthetase 1 gene expression was increased significantly and shows the highest expression than other treatment in one day of systemic chronic hypoxia treatment of rat liver compared with control group. And the following days of hypoxia CPS1 gene expression were decreased significantly than control group (ANOVA, p<0,05). The specific activity of CPS1 was increased significantly in one day and three days of systemic chronic hypoxia than control group (ANOVA, p<0,05). The HIF-1α protein was decreased in one day and increased in three days of systemic chronic hypoxia than control group (ANOVA, p<0,05). The correlation between expression and specific activity of CPS1 shows strong positive correlation and between HIF-1α protein and CPS1 expression shows moderate positive correlation (Pearson, p<0,05). The HIF-1α protein and specific activity of CPS1 shows no correlation statistically. Conclusion: Hypoxic condition plays an important role in the regulation of gene expression and specific activity of CPS1 and HIF-1α protein. Regulation of CPS1 gene expression by HIF-1α is not known yet.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andriani
Abstrak :
Hipoksia sistemik kronik dapat menyebabkan kekurangan oksigen pada otak sehingga metabolisme sel menjadi metabolisme anaerob. Konsekuensi metabolisme anaerob ini adalah kekurangan energi dalam bentuk ATP mengingat otak adalah organ yang sangat aktif. Akibat penurunan energi ini terjadi stimulasi yang berlebihan terhadap kanal Ca2+ sehingga terjadi influks Ca2+ yang berlebihan ke dalam sel memicu berbagai macam efek antara lain peningkatan penglepasan neurotransmiter ACh. Hipoksia sendiri memicu pembentukan radikal bebas dengan hasil akhir MDA. Pada kerusakan otak akibat hipoksia GFAP yang merupakan protein spesifik pada astrosit dapat mengalami peningkatan sintesis. Penelitian ini merupakan penelitian ekperimental dengan desain rancang acak lengkap menggunakan hewan coba tikus Spraque Dawley yang diinduksi dengan hipoksia sistemik kronik. Sampel penelitian ini menggunakan jaringan otak bagian korteks dan plasma tikus sebanyak 5 ekor pada tiap kelompok terdiri atas 1 kelompok kontrol dan 4 kelompok perlakuan yang terdiri atas tikus yang diinduksi hipoksia 1 hari, 3 hari, 5 hari dan 7 hari. Parameter yang diperiksa adalah konsentrasi MDA otak dan plasma, aktivitas spesifik enzim AChE jaringan otak serta kadar GFAP jaringan otak. Hipoksia sistemik kronik tidak menimbulkan peningkatan konsentrasi MDA otak sementara dalam plasma terjadi peningkatan yang tidak bermakna konsentrasi MDA plasma. Induksi hipoksia sistemik meningkatkan aktivitas spesifik enzim AChE pada jaringan otak dan meningkatkan kadar GFAP jaringan otak secara bermakna. Sedangkan pada plasma tidak terjadi peningkatan kadar GFAP. Pada induksi hipoksia sistemik ini belum terjadi kerusakan oksidatif. Peningkatan aktivitas spesifik AChE dan kadar GFAP merupakan mekanisme adaptasi otak untuk mencegah terjadinya kerusakan karena hipoksia.
Chronic systemic hypoxia induced hypoxia in the brain region thus brain cells produce energy by anaerobic metabolism. Anaerobic metabolism cause depletion in ATP synthesis. ATP depletion stimulates alterations on calcium ion in the sitoplasma of neuronal cells through the overstimulation of glutamate receptor. Alterations in intracellular calcium ions stimulates ACh release in neuronal cells. Hypoxia increased free radicals level in the cell, thus increased MDA as the final product of lipid peroxidation by free radicals. Due to respond the brain damage, astrocyte produces more spesific sitosceletal protein called GFAP. The aim of the study was to analyze the effects of chronic systemic hypoxia in brain damage by measuring the MDA level in brain tissue compared to plasma, spesific activity of AChE in the brain tissue and GFAP level in the brain tissue compared to plasma. Twenty-five male Spraque Dawley rats were subjected to systemic hypoxia by placing them in the hypoxic chamber supplied 8-10% of O2 for 0, 1, 3, 5, and 7 days, respectively. Cortex and hipocampus of brain tissue and blood plasma were used as the sample. MDA levels were measured using Will?s methode. AChE spesific activity was measured using RANDOX Butyrylcholinesterase Colorimetric Methode. GFAP was analyzed using Rat GFAP ELISA kit by CUSABIO. This study demonstrates that MDA level didn't increase during induced hypoxic systemic in the brain tissue, meanwhile there's no significance increased of MDA levels in plasma. There's significance increased of AChE spesific activity during induced hypoxic systemic in the brain tissue. This study also demonstrates significance increased in brain tissue's GFAP level but not in the plasma during induced systemic hypoxia. We conclude that there?s no oxydative damage in the brain tissue during this induced systemic hypoxia. The increased in AChE spesific activity and GFAP levels showed an adaptive mechanism to protect the brain tissue from hypoxic insult.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T59154
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johny Bayu Fitantra
Abstrak :
Kebutuhan yang besar dan kontinyu akan oksigen, membuat otak rentan terhadap hipoksia. Stroke iskemik merupakan salah satu kondisi hipoksia yang sering menyebabkan gangguan neurologis bahkan kematian. Sulitnya regenerasi sel-sel otak yang mati membuat upaya preventif penting untuk digalakan. Acalypha indica Linn. dipercaya dapat menjadi agen neuroprotektif melalui kandungan antioksidannya. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek neuroprotektif tersebut sehingga akar kucing dapat menjadi bagian dari terapi pencegahan stroke. Dalam penelitian ini, persentase sel neuron hipokampus Sprague dawley pascahipoksia serebri yang terselamatkan dibandingkan pada tiga kelompok yaitu (1) kontrol negatif dengan akuades, (2) kontrol positif dengan vitamin B1 dosis 30 mg/kgBB dan (3) kelompok perlakuan dengan ekstrak akar tanaman akar kucing dosis 400 mg/kgBB. Perlakuan dilakukan selama tujuh hari. Selanjutnya subjek mendapatkan pengkondisian hipoksia selama satu jam dengan ligasi kedua arteri karotis komunis. Setelah itu, sediaan hipokampus dibuat untuk penghitungan sel normal. Pengujian hasil penelitian eksperimental ini dilakukan dengan uji One Way Anova dengan hasil tidak ada perbedaan bermakna pada perbandingan persentase sel normal pada ketiga kelompok tersebut di area CA1 (p=0,247), CA3 (p=0,216), lapisan dalam girus dentatus (p=0,518) dan lapisan luar girus dentatus (p=0,513) hipokampus. Secara kualitatif, persentase sel normal tertinggi terdapat pada kelompok yang mendapatkan ekstrak Acalypha indica Linn.
Brain is vulnerable to hypoxia. Ischemic stroke is a hypoxic conditions that often lead to neurological disorders, even death. Difficulty of brain cells regeneration make prevention strategy is really important. Acalypha indica Linn. believed to be a neuroprotective agent through its antioxidant content. This study aims to demonstrate the neuroprotective effect so that Acalypha indica can be a part of stroke prevention therapy. The percentage of saved hippocampal neurons Sprague Dawley post-hypoxia compared in three groups: (1) negative control (distilled water), (2) positive control (thiamine dose of 30 mg / kgBW) and (3) the group treated with extract of Acalypha indica dose of 400 mg / kgBW. Treatment was conducted over seven days. Subjects got hypoxic conditioning for one hour with both carotid communisartery ligation. Statistical tests using One Way ANOVA showed there‟s no significant difference in the comparison of the percentage of normal cells in the three groups in area CA1 (p = 0,247), CA3 (p = 0,216), inner layer of dentatus gyrus (p = 0,518) and the outer layer of dentatus gyrus (p = 0.513) hippocampus. Qualitatively, percentage of normal cells was highest in the group receiving the extract of Acalypha indica Linn.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elisa Noor
Abstrak :
Stroke merupakan manifestasi klinis berupa defisit neurologis yang bertahan selama minimal 24 jam, menunjukkan keterlibatan fokal sistem saraf pusat, yang disebabkan oleh gangguan aliran darah otak. Prevalensi stroke di Indonesia mencapai 0,8% dan menjadi salah satu penyebab kematian terbanyak. Stroke juga dapat menimbulkan kecacatan permanen, namun pengobatan untuk kesembuhan sempurna belum ditemukan. Oleh karena itu, perlu dicari strategi untuk mencegah dampak yang ditimbulkan oleh stroke. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi efek neuroprotektif ekstrak akar Acalypha indica Linn dalam mencegah kerusakan inti sel saraf hipokampus tikus pascahipoksia. Penelitian ini merupakan studi eksperimental menggunakan ekstrak akar A. indica Linn, diberikan kepada tikus Sprague Dawley yang dibagi menjadi tiga kelompok perlakuan, yaitu kontrol negatif yang mendapat akuades, kelompok ekstrak akar A. indica Linn dosis 400 mg/kgBB dan kelompok ekstrak dosis 500 mg/kgBB. Setelah diberi perlakuan selama 7 hari, tikus diberi perlakuan hipoksia dengan oklusi arteri karotis komunis bilateral selama satu jam. Jaringan hipokampus tikus kemudian diambil dan diamati perubahan inti selnya. Hasil analisis dengan uji statistik One Way Anova dilanjutkan dengan uji Post Hoc menunjukkan ekstrak akar A. indica Linn dosis 400 mg/kgBB (p=0,029) dan 500 mg/kgBB (p=0,035) memiliki efek neuroprotektif terhadap inti sel saraf area CA3 hipokampus dibandingkan dengan kontrol negatif. Namun, efek neuroprotektif dosis 500 mg/kgBB tidak berbeda bermakna dibandingkan dengan dosis 400 mg/kgBB.
Stroke is a syndrome characterized by acute onset of neurologic deficit that persists for at least 24 hours, reflects focal involvement of the central nervous system, and is the result of disturbance of the cerebral circulation. Stroke prevalence in Indonesia is 0,8% and it becomes one of the leading cause of death. Stroke can also cause permanent disability, but cure for complete recovery hasn?t been found. Therefore, a strategy to prevent the damage caused by stroke becomes focus of today?s research. Aim of this study is to identify the neuroprotective effect of Acalypha indica Linn root extract to prevent hypoxia-induced damage on nucleus of hippocampal neuron in rats. This research is an experimental study performed on fifteen rats (Sprague-Dawley) that divided into three groups receiving three different treatments for 7 days, i.e. negative control group receiving aquades, group receiving extracts 400 mg/kgBW/day, and group receiving extract 500 mg/kgBW/day. Then, rats underwent hypoxia by occlusion of the bilateral common carotid arteries for one hour. The hippocampus tissue was obtained and was observed to be identified its structural changes. Results from one-way ANOVA and Post Hoc analysis showed that root extract of A. indica Linn dose of 400 mg/kgBW (p=0,029) and 500 mg/kbBW (p=0,035) have neuroprotective effect on neuron of CA3 hippocampus compared with negative control. However, the analysis showed that root extract of A. indica Linn dose 500 mg/kgBW has no significant difference with dose 400 mg/kgBW.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Ramadhani
Abstrak :
Hipoksia adalah defisiensi oksigen setingkat jaringan.Otak merupakan organ yang mutlak memerlukan oksigen. Hipoksia akan mengganggu integritas otak, dan bermanifestasi menjadi berbagai penyakit. Untuk itu, tubuh memiliki sistem penginderaan oksigen.Pada saat perfusi oksigen jaringan kurang, muncul mekanisme adaptasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas enzim alanin aminotransferase (ALT) pada jaringan otak saat keadaan hipoksia sistemik.Penelitian ini merupakan studi eksperimental yang dilakukan kepada 25 tikus Sprague Dawley yang dibagi rata ke dalam 5 kelompok. Kelompok pertama merupakan kelompok kontrol, dipelihara dalam keadaan normoksia. Sisanya dipelihara dalam keadaan hipoksia (10% O2 dan 90% N2) masing-masing selama 1, 3, 7, dan 14 hari.Otak tikus diambil, dan dijadikan homogenat. Dilakukan pengukuran kadar protein jaringan otak untuk setiap sampel. Kemudian, dilakukan pengukuran aktivitas ALT menggunakan spektrofotometer. Hasilnya dibagi dengan kadar protein untuk mengetahui aktivitas spesifik. Data kadarprotein dianalisis menggunakan ujione-way ANOVA. Diperoleh nilai p>0,05, artinya kadar protein di jaringan otak normoksia dan hipoksia tidak berbeda bermakna. Hasilnya,nilai p>0,05 yang berarti aktivitas enzim ALT di jaringan otak tikus pada keadaan normoksia tidak berbeda bermakna dengan keadaan hipoksia sistemik semua kelompok. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan dari kadar protein dan aktivitas ALT pada keadaan hipoksia.
Hypoxia is a deficiency of O2 at tissue level. Brain is an organ that absolutely requires O2. Hypoxia will disrupt brain's integrity, and manifests as various diseases. Therefore, the body has oxygen sensing system. When oxygen perfusion level decreases, there will be some adaptive mechanisms to cope with the situation. This study intends to ascertain the activity of ALT in brain tissue induced by systemic hypoxia. This is an experimental based study. Twenty five rats were divided into 5 groups. First group was placed in the normoxic condition. Four other groups were placed in hypoxic chamber (O2 10% and N2 90%), each group were placed for 1, 3, 7, 14 days. Their brains were extracted. Tissues? protein level was measured for sample. Subsequently, the measurement of ALT activity was done by using reagent in assay kit. The results were divided by tissues protein level. Data of tissues protein level were analyzed using one-way ANOVA parametric test. This test obtained p value > 0.05, meaning there were no significant difference between the control and hypoxic groups. Data of specific ALT activity were analyzed using Kruskal-Wallis non-parametric test.The test obtained p value > 0.05, meaning there were no significant difference between the control and the hypoxic groups. Hence, it can be concluded that there were no significant difference of protein level and ALT activity in hypoxic brain.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naela Himayati Afifah
Abstrak :
Pada kondisi hipoksia, untuk tetap mencukupi jumlah adenosine trifosfat (ATP), sel akan melakukan adaptasi dengan mengubah metabolisme dari proses aerob menjadi anaerob. Sebagai enzim glikolisis anaerob, jumlah laktat dehidrogenase (LDH) pun akan meningkat di dalam sel. Paru, sebagai organ vital penyedia oksigenasi adekuat bagi tubuh, juga memiliki respon terhadap kondisi hipoksia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran adaptasi metabolisme jaringan paru melalui aktivitas spesifik LDH, pada tikus yang telah diinduksi hipoksia sistemik dibandingkan dengan normoksia (kontrol). Sejumlah tikus ditempatkan pada kandang hipoksia (kandungan O2 10%) selama 1, 3, 7, dan 14 hari. Pada akhir periode, bersama dengan kelompok tikus normoksia, semua tikus percobaan dieuthanasia, dan organ parunya dianalisis untuk pengukuran aktivitas spesifik LDH. Hasil penelitian menunjukkan aktivitas LDH paru menurun pada kondisi hipoksia dibandingkan dengan normoksia. Penurunan glikolisis anaerob pada sel paru menggambarkan kegagalan mekanisme adaptasi sel yang berujung pada apoptosis. Perhitungan One-Way ANOVA menunjukkan perbedaan bermakna antara kelompok normoksia dan kelompok-kelompok hipoksia (p=0,015). Pada Uji Post-Hoc diketahui bahwa aktivits LDH pada kelompok hipoksia 1 hari, 7 hari, dan 14 hari, berbeda bermakna dibandingkan normoksia. Disimpulkan bahwa pada jaringan paru tikus hipoksia sistemik terdapat penurunan bermakna aktivitas spesifik LDH dibandingkan kontrol normoksia.
In hypoxia, to maintain adenosine triphosphate (ATP) production, cell conducts an adaptation mechanism by shifting metabolism from aerobic into anaerobic. As an anaerobic glycolytic enzyme, the amount of lactate dehydrogenase (LDH) is increasing intracellularly regarding hypoxia condition. Lung, as a vital organ regulating adequate oxygenation to systemic, has a response to hypoxia. This research aims to get a display of metabolism adaptation on lung tissue in systemic hypoxia induced rats compared to normoxia. Some amount of rats are divided into groups and placed inside hypoxic cage (O2 10%) in 1, 3, 7, and 14 days. In the end, together with normoxia group, they were euthanized, and the lung organ was analyzed for specific LDH activity. The result shows a declining on LDH activity in hypoxia compared to normoxia. The decreasing of anaerobic glycolytic process in lung tissue portrays a failure of lung cell adaptation mechanism, and this condicition leads to cell apoptosis. One-way ANOVA test shows significant difference on LDH specific activity between normoxia and hypoxia groups (p=0,015). Post-Hoc test then shows the significant difference is between 1 day, 7 days, and 14 days hypoxia compared to normoxia. In conclusion, there is significant decreasing of specific LDH activity on hypoxia compared to normoxia in lung tissue.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Amaliah
Abstrak :
Pendahuluan. Cedera iskemia reperfusi CI/R merupakan fenomena kerusakan selular akibat hipoksia yang terjadi lebih hebat saat restorasi oksigen. Strangulasi usus merupakan kasus bedah tersering yang dapat menimbulkan CI/R pada hati sebagai organ yang langsung mendapatkan aliran darah dari usus. Tindakan destrangulasi dalam mengembalikan perfusi oksigen dan menilai viabilitas usus yang dilakukan intraoperatif dapat menimbulkan CI/R terutama pada kasus dimana kemungkinan besar usus akan dilakukan reseksi. Studi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh destrangulasi usus pada kasus strangulasi usus terhadap hati. Metode. Studi eksperimental pada tikus Sprague ndash;Dawley dengan membandingkan kadar Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase SGOT , Serum Glutamic Pyruvic Transaminase SGPT , malondialdehyde MDA serum dan hati serta histopatologi derajat kerusakan hati pada kelompok perlakuan reseksi usus dengan destrangulasi D dan tanpa destrangulasi TD setelah dilakukan strangulasi usus selama 4 jam. Hasil. Tidak terdapat perbedaan kadar SGOT p=0.234 , SGPT p=0.458 , MDA serum p=0.646 dan MDA hati p=0.237 antara kontrol, kelompok D dan TD. Pada histopatologi derajat kerusakan hati terdapat perbedaan bermakna antara kontrol dengan kedua kelompok perlakuan p=0.006 , namun tidak didapatkan perbedaan bermakna antara kelompok D dan TD p=0.902. Kesimpulan. Tindakan destrangulasi sebelum reseksi pada kasus strangulasi usus tidak menimbulkan perbedaan kadar biomarker stress oksidatif dan derajat kerusakan hati dibandingkan dengan tanpa destrangulasi. ...... Introduction. Ischaemia-reperfusion injury IRI is cellular injury due to hypoxia with greater impact when oxygen restored. Intestinal strangulation are often in surgical emergency that cause IRI on liver that directly get blood from intestine. Destrangulation that performed intraoperatively as purposes to restored oxygen and to evaluate viability of intestine tissue, can cause IRI particularly on case with partly of intestine will be resected. This study is to investigate intestinal destrangulation effects on liver following intestinal IRI. Method. This is an experimental study using Sprague-Dawley to compare Aspartate Aminotransferase AST, Alanine Aminotransferase ALT, serum and liver malondialdehyde MDA, and histopathology of degree liver injury between group of resection following destrangulation D and without destrangulation WD after 4 hours strangulation of one loop intestine. Results. There were no significant difference on AST p=0.234, ALT p=0.458, serum MDA p=0.646 and liver MDA p=0.237 between control, D and WD group. Histopathology examination showed significant difference between control and both of treatment group p=0.006, but there was no significant difference between D and WD group p=0.902. Conclusion. Destrangulation before resection on the intestinal strangulation cases doesn rsquo;t cause different of oxidative stress biomarker level and degree of liver injury, compare to intestinal resection without destrangulation.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Halim Sadikin
Abstrak :
Keadaan hipoksia menyebabkan peningkatan Hypoxia Inducible Factor (HIP) sebagai respon terhadap menurunnya kadar oksigen. Selain menyebabkan peningkatan HIP, hipolsia juga menyebabkan peningkatan pembentukan dan penglepasan Reactive Oxygen Species (ROS) dari dalam mitokondria. yang kemudian akan meregulasi respons terhadap 02 yang rendah. Akibat peningkalan pembentukan ROS, kcmungkinan dapat teijadi stres oksidatif Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan mengamati pengaruh hipoksia sistemik terhadap ekspresi gen HIF I-a dan stres oksidatif pada jaringan hati tikus yang diindiksi hipoksia sistemik selama I, 3, 7 dan 14 hari yang dibandingkan dengan kelompok normoksia sebagai kontrol. Induksi hipoksia sistemik dilakukan dengan memaparkan tikus jantan Sprague-Dawley terhadap lingkungan dengan oksigen l0% dan nitrogen 90% dalam sungkup hipoksiai Kada: protein, glutatzion (GSH) dan malondialdehid (MDA) diperiksa dari homogenat hati likus. Kadar protein dihitung dengan mengukur serapan pada 1 280 nm dan dibandingkan dengan serapan larutan standar Bovine Serum Albumin. Kadar malondialdehid (MDA) ditetapkan dengan metode Wiils dan kadar glutation (GSH) diukur dengan rnetode Ellman. Analisis ekspresi gen HIF 1-a dilakukan dengan metode Wesrern Blot dengan menggunakan anti HH? l-oi sebagai antibodi primer, anti IgG mouse sebagai antibodi sekunder dan pewamaan menggunakan aminoerhyl carbazole. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar MDA hati meningkat mulai hari ke-l hipoksia dan bertahan sampai I4 hari, walaupun tidak bemiakna secara statistik Kadar GSH hati menunjukkan penutunan yang bermakna seiring dengan lamanya hipoksizi Hasil Weslerrz Blot menunjukkan adanya HIP I-a pada normoksia, hipoksia 1 hari dan 3 hari. Dapat disimpulkan bahwa terjadi stres oksidatif di jaringan hati seiring dengan lamanya hipoksia.
Hypoxia condition increases the level of hypoxia-inducible factor (HIF) as response to oxygen deprivation. Hypoxia also increases production and releases of reactive oxygen species (ROS) from mitochondria Excessive production of ROS can lead to oxidative stress, due to its reactivity with macromolecules within cell, ie lipid. The objective of this study is to observe the effects of induction of systemic hypoxia on expression of HIP 1-c. gene and its relation oxidative stress in rat liver tissue. The experiment was conducted on 25 male Sprague-Dawiey rats, which were divided into 5 groups : normoxic, hypoxia for l day, 3 days, 7 days and 14 days. Induction of systemic hypoxia was carried by exposing the rats in a hypoxic chamber with environment 10% 02 and 90% N2. To asses the oxidative stress condition, malondialdehyde (MDA) and glutation (GSH') concentration in liver was measured using Wills? and Ellman?s method, respectively. Expression of HIP 1-ot gene was analyzed using Westem Blot. The result showed that MDA concentration is higher in all hypoxic group with no statistically significance difference. The GSH level decreased significantly until day 14. It seemed that oxidative stress occurred at day 14. HIF 1-a was expressed in normoxic condition, hypoxia day l and day 3. It was concluded that oxidative stress was more likely to occur at day 14 of hypoxia.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T32318
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>