Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 534 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ridwan Bustamam
Abstrak :
Pada prinsipnya wacana jender dalam Islam di Indonesia telah "disuarakan" sekitar akhir tahun 1980 atau awal tahun 1990. Semenjak itu banyak muncul penelitian tentang persoalan jender dalam konteks Islam. Kesimpulan yang diperoleh para peneliti adalah wacana jender yang ada sekerang, baik tafsir, hadis, dan terutama fiqih dirumuskan dan ditulis oleh laki-laki dengan tidak menyertakan atau mengabaikan sudut pandang perempuan. Tesis ini menempatkan institusi pendidikan Islam sebagai faktor yang paling menentukan dalam pelanggengan ideologi patriarki dalam masyarakat. Alasannya, dalam pendidikan Islam, fiqih bagi umat Islam merupakan standar nilai dan norma dalam kehidupan individu, bermasyarakat, dan bernegara. Menelaah lebih serius buku ajar fiqih dan buku ajar agama Islam yang memaparkan persoalan relasi jender menjadi signifikan. Hal paling mendasar yang harus dipertanyakan adalah mengapa rumusan buku ajar yang telah banyak mendapat kritik para ahli, tetap saja dipertahankan dan diajarkan sebagaimana adanya. Tesis ini menjawab pertanyaan itu dengan mengungkap aspek-aspek terpenting yang berperan dan berpengaruh dalam penyusunan buku ajar sehingga gambaran relasi jender tradisoanal yang dirumuskannya seolah-oleh tidak tergugat atau tergantikan. Dengan menggunakan metode hermeneutik, persoalan relasi jender yang begitu luas dan kompleks dalam konteks pendidikan keagamaan dapat diidentifikasi secara sederhana, yaitu dengan mengemukakan jawaban terhadap tiga pertanyaan pokok metode hermeneutik: 1) Bagaimana komposisi bahasa yang digunakan teks atau cara pengungkapan dan hal apa yang dibicarakan teks; 2) Bagaimana pandangan dunia (weltanschauung) yang terkandung dalam teks; 3) Dalam konteks apa sebuah teks ditulis. Pertama, bagaimana komposisi bahasa yang digunakan teks atau cara pengungkapan dan hal apa yang dibicarakan. Penelitian ini menemukan bahwa komposisi bahasa yang digunakan atau cara pengungkapan relasi jender dalam buku ajar, dapat dikatakan hanya berupa pengutipan dan bahkan penyaduran total dari rumusan relasi jender yang ada dalam wacana Islam klasik. Sedangkan tema di seputar relasi jender yang pemaparannya dikategorikan banyak mengandung asumsi bias laki-laki adalah konsep rumah tangga, seperti konsep nikah, peranan wali nikah, hak dan kewajiban suami istri, poligini, perceraian, dan harta waris. Selain itu, konsep kepemimpinan perempuan, baik kepemimpinan di dunia publik maupun kepemimpinan dalam ritual keagamaan merupakan konsep yang perlu ditinjau kembali, seperti prnyataan tidak bolehnya wanita menjadi hakim apalagi presiden. Sementara itu, konsep kepribadian perempuan yang harus diluruskan kembali dalam buku ajar adalah asumsi tentang perempuan yang memiliki cacat psikologis dan lemah dari segi fisik dibanding laki-laki. Kedua, bagaimana pandangan dunia (weltanschauung) yang terkandung dalam teks. Penelaahan di sini menemukan bahwa para perumus buku ajar hanya menggunakan asumsi dan cara berpikir laki-laki saja dalam pemaparannya. Kenyataan membuktikan bahwa setiap peaulis kitab-kitab klasik yang dirujuk, dan semua perumus buku ajar itu berjenis kelamin laki-laki, walaupun persoalan yang mereka bahas berkaitan dengan "keperempuanan" itu sendiri. Kenyataan itu membuktikan bahwa sosialisasi jender belum "menyentuh" mereka sama sekali. Ketiga, dalam konteks apa sebuah teks ditulis. Tesis ini menemukan bahwa walaupun rumusan buku ajar itu telah banyak mengalami penyempumaan, akan tetapi pembahasan tentang relasi jender tidak perenah terbebaskan dari bias jender. Kenyataan itu juga menunjukkan bahwa institusi yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan sangat berperan dalam pengambilan keputusan tentang dapat atau tidak dapat suatu rumusan buku ajar direvisi atau dirubah. Jadi, dalam proses produksi buku ajar, institusi pendidikan keagamaan telah didominasi dan dikendalikan oleh pemegang kekuasan yang berideologi patriarkis. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa persoalan .relasi jender yang dipaparkan dalam buku ajar figih dan agama Islam banyak mengandung bias jender, pada proses perumusan para penyusun telah menggunakan asumsi bias yang bersumber dari kitab klasik. Hal yang lama juga terjadi pada pihak yang memproduksi dan merekomendasi penggunaan sebuah buku ajar. Kesan yang diperolah adalah bahwa institusi atau pihak penguasa sangat lamban dalam merespons dan mensosialisasi isu-isu kesetaraan jender dalam lembaga pendidikan Islam. Padahal, isu kesetaraan jender itu sendiri telah disuarakan lebih dari satu dekade. Oleh sebab itu, peneliti menyarankan agar pihak yang terkait dalam penyelenggaraan pendidikan Islam untuk lebih sensitif dan tanggap terhadap setiap upaya penyetaraan jender. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah merumus ulang konsep relasi jender dalam buku ajar yang dianggap mengandung bias jender, dan menggantinya dengan rumusan yang lebih adil jender.
Principally, the discourse of gender in Islam in Indonesia had been voiced around late 1980s or at the beginning of 1990s. From that moment, the research of gender issues in Islam point of view had been widely appeared. As the result of the research, the researchers conclude that the discourse of gender known as tafsir, hadis and particularly fiqih had been formulated and written by men without any supportive reference from women's point of view at all. This thesis puts institution of Islam education as the determining factor in preserving patriarchy ideology society. Why? Because in religious education, Islam follower had set up fiqih as value and norm standard both in individual or in national society as a whole. It is deemed significant to analyze more seriously problems related to gender in the form of fiqih and Islam discourse book. To this respect, this thesis analyzes significant aspect which affect and play certain role in composing the discourse book. At the end, it is expected that formula of traditional gender's relation will not be claimed or replaceable. By applying hermeneutic method, it is hoped that the complexity of gender problem in religious educational context can be identified more simply; by finding the answers to three main questions in hermeneutic method; 1) How language composition is used in the text, the way of expression and what problems we discuss are; 2) How the world view (weltanschauung) pour out in the text; 3) In what context a text is written. First, how language composition is used in the text, the way of expression and what problems we discuss are. This research finds that composition of grammar used in expressing issues of gender relation in the .discourse as a whole is in the form of total translation and adaptation of the available formula of gender relation in the classic bible. Some themes regarding gender relation which categorized to bear much reflection of men's assumption is a concept of family life such as marriage, spouse's rights and obligations, poliginy divorce, inheritance/legacy. Besides, concept of women leader; to forbid women to become a president, judge, and the leader in religious ritual need to be reviewed. Meanwhile, the concept of women's personality which also need to be reviewed in discourse book is the assumption that women possess psychological defects as well as physically weaker than men. Second, how the world view (weltanschauung) pour out in the text. This research finds that the formulator of discourse book had applied mere men's assumption and men's way of thinking. The fact had showed that almost all references of classic bible formulators, and all formulators of discourse book are men though the main problem discussed is related to women itself. Third, in what context a text is written. This thesis finds that even discourse book had been through lots of act of perfecting, but gender analysis had never been freed from gender's reflection. This fact shows that the religious institution plays such an important role in making decision about formulation of discourse book that can or can not be revised and changed. To this respect, institution of religious education `s role in producing the discourse book is still dominated and influenced by patriarchic authorities. Finally, the conclusion can be drawn that fiqih and Islam discourse books which discuss gender relation still apply the reflection of men's assumption based on classic bible, both formulated by experts or authorized institution. The impression of this fact is that the authority is seemed to act sluggish in responding and socializing issues of gender equality in Islam education whereas this issue has been voiced for more that a decade. Therefore, the author suggests that related parties to be more sensitive and responsive toward the issues of gender equality in performing Islam education. One of the steps that can be taken is by re-formulate the concept of gender relation which tends to be gender bias in the discourse book and replace it with the more fair formulation.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T14632
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novie Yektiningsih
Abstrak :
ABSTRAK
Peran jender merupakan peran yang dilaksanakan oleh Iakl-lakl dan perempuan karena jenis kelamin mereka berbeda, peran ini tidak sama sesuai mlai dan norma sosial-budaya yang mengkonstrukslkannya. Kebutuhan praktls jender adalah kebutuhan yang muncul dalam keseharfan, sedangkan kebutuhan strategis jender merupakan upaya jangka panjang dan berkaltan dengan upa ya memperbaiki posisi sosial perempuan. Saat pendapafzn keluarga tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar, maka perempuan akan bekerja untuk menambah keuangan keiuarga. Perempuan berpendidikan tinggi akan bekerja di sektor fomral, sedangkan perempuan yang berpendidikan relalif rendah akan terserap di selctor informal. Penelitian ini akan melihat upaya peningkatan tzaraf hidup pembatik tulis melalui peran jender yang berlaku dalam komunitas tensebut, dengan menggunakan metode Diskusi Kelompok Terarah (Focused Group Discussion, FGD) dan Pnoses Hirarki Analitik (Analyticai Hierarchy Process, AHP). FGD Dari Hasil FGD, diketahui bahwa mayontas pembatik berpendidikan rendah dan memiliki suami yang bekerja sebagai tukang/ buluh. Jika sedang bekerja, pendapatan suami adalah Rp. 20.000,- perharinya. Tapi seringkali suami terpaksa tinggai dlmmah selama berbulan-bulan karena tidak mendapat pekerjaan. Jika suami tidak bekerja, maka pendapatan kaum pembatik yang menjadi bantalan ekonomi keluarga. Padahal produktivitas mereka terbatzs 3 lembar kain (tapih) perbulan dan harga jual Rp. 70.000 - Rp 120.000, dengan demikian keuntungan bersih yang dicapai tidak iebih dari 150.000,- Beberapa pembatik mulai melakukan spesialisasi dengan menyerahkan tahap-tahap bertentu dalam pengolahan kain batik untuk dikerjakan oleh rekan sesama pembatik. Hasilnya cukup menggembimkan, produktivitas meningkat hingga 60%, yaitu S lembar tapih perbulan. Meski demikian penambahan produktivims ini belum dibarengi dengan peningkatan permintaan. Akibatnya pembatik kurang termotivasi untuk menekuni pekerjaannya. Kecilnya skala usaha membuat pembatik tidak memisahkan manajemen keuangan usaha dengan keuangan keluarga. Akibatnya saat keluarga menghadapi kebutuhan mendesak, produksi terhenti karena dana yang tersedia dialokasikan untuk mencukupi kebutuhan tersebut. Jika kekurangan modal, pembatik akan meminjam dan rekan sesama pembatik ataupun sanak famili. Pilihan int dirasakan Iebih praktis, tanpa mengikut sertakan lembaga keuangan yang dianggapnya memniki prosedur berbellt. Sebagai mata pencahanan, IKRT Batik Tegalan masih dipandang sebelah mat:a. Penyebabnya antara Iain tidak jelasnya a1okasi waktu dan produktivitas yang menurun saat pembatik memiliki anak balita. Meski pembatik tidak merasakan adanya beban ganda akibat beragam peran yang hams dllakukan, sikap ini dlsebabkan sistem sosial yang beriaku menempatkan perempuan sebagai penanggung jawab urusan rumah tangga. Sama halnya dengan pekerjaan rumah tangga lain, batik dianggap sebagai umsan perempuan. Hubungan antar pembatik juga kurang harmonis. Hal ini terutama disebabkan keberadaan kelompok dalam komunitas batik yang tidak banyak berfungsi. Padahal jlka dimanfaalkan secara malcimal, kelompok dapat menjadi jembatan informasi antar pembatik, antara pembatik dengan pemennlah (berkaitan dengan berbagai program/ kebijakannya) dan antara pembatik dengan konsumen. Menilik sisi psikologis perempuan yang nelatif Iebih mudah bersosialisasi, maka manajemen kelompok yang balk akan membuat pembatik dapat sallng memotlvasi. AHP Tahap selanjutnya, hasil FGD yang diperbandingkan dengan berbagai penelitlan serupa kemudian menjadi input bagi hirarki backward pmcess dalam tahap AHP. Hirarki backward proces dari peningkatan taraf hidup perempuan pembatik terdiri alas lima level. Level Pertama mempakan tujuan utama (GOAL) yang lngln dlcapal, adalah Penlngkatan Taraf Hidup Perempuan Pembatik Tulis Tegalan melalul Pelan Jender. Level 2 adalah Skenasio, ada 3 (tiga) altematif skenarlo (berupa pendekatan-pendekatan atas peran jender para pembatik) yang yang dapat dilakukan untuk mencapai GOAL, yaitu: (1) Meningkatkan kesejahteraan keluarga, (2) Melestarikarl budaya Iokal, (3) Pemberdayaan perempuan. Level 3 adalah Kendala, ada 4 (empat) kendala besar dalam melaksanakan skenario untuk mencapai tujuan, yaitu: (1) Keterbatasan modal, (2) 'l'ldak adanya informasi pasar yang lebih Iuas, (3) Beban ganda penempuan, (4) Manajemen kelcmpok yang tidak berfungsi. Level 4 adalah Pelaku, secara garis besar ada 4 pelaku yang terlibat dalam proses ini, yaitu: (1) Pemerintah Kota Tegal, (2) Lembaga Keuangan atau perbankan, (3) Pembatjk, (4) Masyarakat. Level 5 adalah Kebijakan, ada 5 alternatif kebijakan yang dapat dilakukan, yaitu: (1) Pelatihan Teknls, (2) Membuka akses ke pasar yang lebih Iuas, (3) Kemudahan plnjaman modal, (4) Pelatihan manajernen usaha berbasis pola usaha perempuan, (5) Kemitraan dengan designer. Kuesioner' AHP dibagikan kepada 13 orang expert yang dipercaya mengetahui permasalahan yang berkaltan dengan upaya peningkatan taraf hidup pembatik Kota Tegal. Dalam penghitungan persepsi skala Iokal, total expert dibagi menjadi empat unsur. Keempatnya memberikan jawaban balk dengan tlngkat lnkonsistensi dibawah 0,1, yaltu unsur Pemerintah (0,02), unsur Pembatik (0.02), unsur Lembaga Keuangan/ Perbankan (0.03) dan unsur Masyarakat (0.05). Dalam skala priorltas Iokal, rnasing-masing unsur memberikan persepsi yang bervariasi. Unsur Pemerintah memprionlaskan skenario: peningkalan kesejahtelaan keluarga (0.561), kendalaz keterbatasan modal (0.486), pelaku: Pemkot Tegal (0.463) dan kebijakan: kemudahan pinjaman modal (O.2S6). Unsur Pembatik memprlonlaskan skenario: peningkamn kesejahteraan keluarga (0.561), kendala: liclak adanya informasl pasar yang lebih Iuas (0362), pelaku: Pemkot Tegal (O.522) dan kebijakan: pelalihan manajemen dan pola usaha perempuan (0.242). Unsur Lembaga Keuangan/ Perbanksan memprioritaslcan skenarlo: pemberdayaan perempuan (0.653), kendala: tidak adanya informasi pasar yang Iebih luas (0.353), pelaku: Pemkot Tegal (0.350) dan kebijakan: pelaljhan teknis (0.281). Unsur Masyarakat memprioriliaskan skenario: peningkalian kaejahteraan keluarga (O.593), kendala: keterbatasan modal (0.499), pelaku: Pemkot Tegal (0.461) dan kebljakan: kemudahan plnjaman modal (0.333). Sedangkan dalam priodtas global dimana pemenntah sebagai pengambil kebijakan memiliki bobot 20%, maka persepsi yang dihasilkan memprioritaskan skenario: peningkatan kesejahteraan keluarga (0.S23), kendala: keterbatasan modal (0.458), pelakuz Pemkot Tegal (0,474) dan kebijakan: kemudahan plnjaman modal (0253). Persepsi global ini memlliki tingkat inkonslstensi 0.03. Kesirnpulan Penelitian Secara umum, keberadaan komunltas pembaljk bukan hanya untuk melestarikan tradisi lokal, namun yang Iebih penting Iagi, membatik merupakan altematif pekerjaan bagi para perempuan yang tidak memillki kesempalan untuk bekerja di sektor formal. Stagnasl usaha batik Tegalan sesungguhnya tirnbul kanena kebljakan yang dlbuat tidak tepat sasaran. Bebefapa kesimpulan yang clapat: diambil setelah melakukan penelitjan adalah: 1. Pemerintah masih mempunyai porsi terbesar sebagai pihak yang bertanggung jawab dan dapat meningkatkan taraf hidup pembatik Tegalan. Meski Lembaga Keuangan/ Bank juga dapat berperan dalam pengembangan IKRT Batik, namun patut dlpertlmbangkan kondisi psikologis pembatik yang tidak terblasa berhubungan dengan Perbankan. 2. Ketidak sesuaian persepsi antara Pemerintah dan Masyarakat menjadikan kebijakan yang diberikan tidak menyentuh akar permasalahan. Pemerintah (clan institusi lain pendukungnya) menganggap kendala terbesar adalah permodalan, maka kebijakan yang muncul Iebih diprioritaskan pada pernberian modal Pembatik justru menganggap kendala yang Iebih penting adalah kurangnya lnformasi pasar, sehingga selain pelatihan manajemen yang berbasis pola usaha perernpuan, kebijakan Iain yang diharapkan adalah membuka pasar yang Iebih luas. Akibat ketidak sesuaian ini, maka suntikan modal dari Pemerintah tidak menambah output produksi. Penyebabnya, pembatik tidak mengetahui pasar Iain untuk menyalurkan kelebihan produksinya. Pemasaran terhenti, perputaran modalpun terhambat. 3. Prloritas kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Iebih difokuskan pada sisi penawaran (supply side) akibatnya pembatik menjadi obyek kebijakan karena skillnya dianggap kurang dan menjadi penyebab tidak munculnya market clearing di pasar batik. 4. Sebaglan besar para pengrajin masih menganggap kegiatannya hanya sebagai pengisi waktu luang, sehingga motlvasi untuk mengembangkan usahanya sangat terbatas. 5. Apablla kebljakan yang ditempuh adalah bantuan/ kemudahan permodalan, dalam-hal ini tentu saja pernberi kredit harus yakin bahwa membatik merupakan kegiatan yang bernilai ekonomis. Aspek jender dalam pemenuhan kebutuhan ini adalah dengan memperhatikan kesulitan yang ?khas" perempuan seperti kepemilikan kolateral dan pola usaha yang khas} sehingga kredit yang diberlkan dapat sesuai dengan kondisi pengusaha IKRT Inl. y 6. Upaya peningkatan taraf hidup perempuan pembatik seharusnya benar-benar merupakan kebijakan yang bersifat partisipatif. Untuk itu karakter pembatik yang tidak dapat dilepaskan dari kultur Iokal harus difahami oleh para pembuat kebijakan. Saran dan Rekomendasi Kebijakan 1. Upaya melibatkan Lembaga Keuangan/ Bank sebaiknya difasilitasi oleh Pemerlntah Kota Tegal, karena walau bagai mana pun Perbankan tetap memillki orientasi keuntungan dalam menjalankan usahanya. Dengan jaminan ataupun pengakuan pemerintah pada Perbankan terhadap industri kerajinan batik, maka BUMD ini akan dapat memberikan kredit Iunak yang sesual dengan karakteristik sosial-budaya mereka. 2. Langkah awal menuju profesionalitas dapat dimulai dengan pembukuan keuangan usaha yang terpisah dari keuangan keluarga. Laporan ini dapat menjadi pertimbangan saat melakukan perrnohonan kredit usaha kecil ke Perbankan. Sedangkan secara umum beban ganda dapat dlatasi dengan kerja bersama dalam kelompok. 3. Sisi penawaran yang selama ini menjadi fokus pengembangan IKRT Batik sebaiknya juga diimbangi oleh sisi permintaannya (demand side). Kerjasarna dengan designer dapat memecahkan masalah ini, karena pembatik tidak hanya dapat mempelajari trend, tapi juga mendapatkan pangsa pasar dan sarana promos! produk. 4. Bantuan modal, pelatihan teknls serta pelatihan manajemen yang selama ini diadakan oleh Disperinclag Kota Tegal akan lebih baik lagi jika mempertimbangkan pola usaha bersama/ kelompok, dengan pertimbangan nllai budaya dan tradisi yang berlaku dalam komunitas tersebut. 5. Membangun pengertian masyarakat di setiap kesempatan bahwa batik rnemiliki misi budaya, sehingga tidak hanya menjadi tanggung ja :ab perempuan saja. 6. Pendekatan pemberdayaan perempuan akan sangat bermanfaat bagi pengembangan IKRT Batik karena masalah yang dihadapi sangat spesifik dan kompleks. Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah melibatkan kaum perempuan dalam setiap proses pengammtan kebijakan di Ilngkungan mereka, misalnya melalui Musrenbangkel, bukan hanya sebagal wakll dari organisasi khas perempuan seperti PKK, tapi sebagai pengusaha kecil yang berpotensi. 7. Para pengambil kebijakan sebaiknya mengembangkan wawasan dan pengetahuan mengenai pemberdayaan perempuan, khususnya IKRT yang dijalankan oleh pengusaha perempuan. Pengembangan wawasan bukan hanya bagi dinas atau kantor tertentu saja.
2006
T34542
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Aisyah
Abstrak :
[Tesis ini membahas pengaruh kebijakan pemerintah terhadap kebijakan perusahan Kurabo Group di Jepang, khususnya kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan ketenaga kerjaan dan kesetaraan gender dalam perusahaan dan perubahan pandangan karyawan dan karyawati perusahaan Kurabo Group terhadap perubahan pembagian tugas secara gender di Jepang. Dengan metodologi wawancara, angket dan kajian pustaka, penelitian ini menemukan bahwa kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan perusahaan di Jepang tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengambilan keputusan kebijakan dalam perusahaan. Karena itu, perusahaan masih memiliki pengaruh yang kuat dalam mengubah masyarakat. Para pekerja pun beradaptasi sedemikian rupa dengan perubahan yang ada sehingga pandangan mereka terhadap pembagian tugas berdasarkan gender yang lebih egaliter pun terlihat posit if meskipun sebagian besar masih tidak bisa lepas dari konsep-konsep pembagian tugas berdasarkan gender yang mengikat.;This study examine the influence government's laws and regulations to Kurabo Group's labor force and gender equality related policy, as well as the change of worker's attitude toward the changes of gender division of labor in Japan. This study found that government's laws and regulations do not have a significant impact to a company's policy makers' decision. Hence, companies in Japan still have stronger influence to change the society. In the other hand, workers have adapted to the existing socio-demographic changes and showed a positive attitude toward the change of gender labor division to the more egalitarian one. Although most of them still cannot be free from traditional concept of gender labor division., This study examine the influence government's laws and regulations to Kurabo Group's labor force and gender equality related policy, as well as the change of worker's attitude toward the changes of gender division of labor in Japan. This study found that government's laws and regulations do not have a significant impact to a company's policy makers' decision. Hence, companies in Japan still have stronger influence to change the society. In the other hand, workers have adapted to the existing socio-demographic changes and showed a positive attitude toward the change of gender labor division to the more egalitarian one. Although most of them still cannot be free from traditional concept of gender labor division.]
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T43529
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuditha Savka
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas keselarasan gender yang direpresentasikan oleh tokoh-tokoh dalam manga Otomen. Dengan menggunakan konsep gender secara umum dan teori pencairan gender Judith Butler, penulis mengkaji manga ini dengan metode analisis isi dan analisis naratif yang kemudian dikaitkan dengan teori analisis manga. Hasil analisis menunjukkan terjadinya pergeseran pada gambaran stereotip maskulin dan feminin dan masing-masing tokoh memiliki identitas kedua gender tersebut. Manga ini menunjukkan bahwa baik seks dan gender bukanlah hal yang bisa dikotak-kotakkan, melainkan sebuah hal yang cair. Lebih lanjut, manga ini juga menawarkan suatu alternatif maskulinitas dan feminitas di samping maskulinitas dan feminitas tradisional.
ABSTRACT
This thesis explains about harmony of gender which is represented by characters in Otomen manga. By using a general view of gender and Judith Butler?s gender fluidity, writer analyzes this manga with content analysis and narrative analysis method which will be connected with manga analyzing theory. The result of the analysis shows that there is a shift in masculine and feminine stereotypes and each character has identity of both genders. This manga shows that both sex and gender are more like a fluid. Furthermore, this manga offer an alternative masculinity and femininity beside the traditional view of masculinity and femininity.
2015
S61161
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Wulandari
Abstrak :
Daerah diberikan wewenang untuk mengelola keuangan daerahnya dituangkan dalam APBD. APBD diharapkan dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat di daerah tersebut untuk meningkatkan pembangunanan. Namun, integrasi gender dalam prosesnya menimbulan kesenjangan gender di berbagai sektor. Pemerintah pun mencoba untuk mengintegrasikan isu gender ke dalam APBD dengan strategi Anggaran Responsif Gender. Pemerintah pun mengeluarkan Permendagri No. 15 Tahun 2008 tentang Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender di daerah, DKI Jakarta menerbitkan Peraturan Gubernur tentang Pelaksanaan PPRG di DKI Jakarta, serta POKJA yang akan melaksanakannya. Adapun pengumpulan data dilakukan dengan telaah data dan dokumen RPJMD, RKPD, KUA PPAS, APBD, dan wawancara dengan stakeholder terkait.Hasil Penelitian menunjukan bahwa DKI Jakarta sepanjang 2018-2022 telah menerapkan PPRG, tetapi dalam prosesnya masih terdapat banyak masalah yang disebabkan oleh berbagai faktor. ...... Local governments are given the authority to manage their regional finances as stated in the APBD (Anggaran Belanja Pendapatan Daerah). The APBD is expected to accommodate the needs of the society in the area to increase local development. However, gender integration in the process creates gender gaps in various sectors. The government is also trying to integrate gender issues into the regional budget with the Gender Responsive Budget strategy. The government also issued Permendagri No. 15 of 2008 concerning Gender Responsive Planning and Budgeting in the regions, DKI Jakarta issued a Governor's Regulation on the Implementation of PPRG in DKI Jakarta, and the Working Group (POKJA) that will implement it. The data was obtained out by revieweing data and documents of the RPJMD, RKPD, KUA PPAS, APBD, and interviews with relevant stakeholders. The results showed that DKI Jakarta throughout 2018-2022 has implemented PPRG, but in the process there are still many problems caused by various factors. Key words: APBD, Planning And Budgeting on Gender, Gender Gap, DKI Jakarta.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
London: Routledge, 1995
305 DYN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
2007: Trans Pacific Press, 2007
303.4 GEN VI
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wiliam-de Vries, Dede
Bogor: Center for International Forestry Rsearch (CIFOR), 2006
305.3 WIL g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Endras Iswarini
Jakarta: KAPAL Perempuan, 2010
324.34 SRI k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: CIBA, 2007
305.3 ANG
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>