Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Emily Anggita Bonfilia
Abstrak :
Studi ini bertujuan untuk meneliti pengaruh perkembangan Fintech terhadap tingkat risiko bank umum di negara anggota ASEAN-5 periode 2014 sampai 2021. Sampel penelitian terdiri dari 74 bank umum yang terletak di Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, dan Thailand. Hasil penelitian menemukan bahwa perkembangan Fintech menyebabkan risiko bank umum meningkat, secara khusus pada bank berukuran besar dan kecil, bank efisiensi rendah, bank pendapatan non-bunga tinggi, dan bank shadow banking rendah. Meskipun begitu, tingkat risiko bank umum tidak terpengaruh oleh perkembangan Fintech yang lebih lanjut. Ketika Fintech sudah semakin berkembang, bank mampu mengejar ketertinggalannya dari Fintech sehingga tingkat risikonya menurun. ...... This study aims to analyze the impact of Fintech development on commercial banks' risk levels in the ASEAN-5 countries from 2014 to 2021. The study included a sample from 74 commercial banks in Indonesia, Singapore, Malaysia, Philippines, and Thailand. The research found that Fintech development increases banks' risk levels, especially in banks with big and small sizes, low efficiency, high non-interest income, and low shadow banking. However, bank risk levels are not affected by the further development of Fintech. When Fintech is growing even further, banks are able to catch up with Fintech development so that the risk levels decrease.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azis Amirulbahar
Abstrak :
Jumlah layanan keuangan berbasis digital atau yang dikenal dengan istilah fintech (financial technology) mengalami pertumbuhan setiap tahunnya. Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), fintech di Indonesia dikelompokkan menjadi dua yaitu fintech berbasis konvensional serta syariah. Perkembangan fintech berbasis konvensional saat ini lebih pesat dibandingkan dengan fintech berbasis syariah. Pertumbuhan serta penggunaan fintech berbasis syariah dari tahun ke tahun masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Di sisi lain, pemerintah Indonesia memiliki target sebagai pusat ekonomi syariah terbesar di dunia salah satunya melalui penetrasi fintech berbasis syariah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor religiositas (intrinsic religiosity dan extrinsic religiosity) serta literasi keuangan berbasis syariah (sharia knowledge dan sharia implementation) terhadap niat untuk menggunakan fintech berbasis syariah. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah convergent mixed – method yaitu penghimpunan data kualitatif serta kuantitatif dilakukan secara pararel. Instrumen penelitian yang digunakan adalah open-ended question yang bersifat kualitatif beserta kuesioner yang berisi faktor – faktor mengenai niat untuk menggunakan layanan fintech berbasis syariah yang bersifat kuantitatif dengan skala likert 5 tingkatan. Media penghimpunan data menggunakan aplikasi google form yang disebarkan melalui media sosial. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebesar 159 responden dengan kriteria pernah menggunakan aplikasi fintech berbasis syariah yang telah terdaftar di OJK. Analisis kualitatif menggunakan teknik thematic analysis (analisis tematik) sedangkan analisis kuantitatif menggunakan teknik PLS-SEM (Partial Least Square – Structural Equational Model) dengan software SMART-PLS4. Setelah diperoleh hasil kualitatif beserta kuantitatif, kemudian dilakukan penarikan hubungan antara hasil kualitatif serta kuantitatif. Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa faktor intrinsic religiosity serta extrinsic religiosity memiliki pengaruh signifikan terhadap social influence, sedangkan sharia knowledge serta sharia implementation memiliki pengaruh signifikan terhadap credibility, knowledge, serta perceived benefit. Namun niat untuk menggunakan atau intention to use hanya dipengaruhi oleh social influence serta perceived benefit. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi mengenai konsep religiositas serta literasi keuangan syariah terhadap niat untuk menggunakan layanan fintech berbasis syariah pada penelitian selanjutnya. Konsep religiositas serta literasi keuangan syariah ini juga diharapkan dapat bermanfaat kepada pengguna fintech syariah, penyedia layanan, serta pemangku kepentingan untuk dapat saling berkontribusi meningkatkan penetrasi fintech syariah di Indonesia. ......The number of digital-based financial services, known as fintech (financial technology), has been growing every year. According to the Financial Services Authority (OJK), fintech in Indonesia is classified into two categories: conventional fintech and sharia-based fintech. The development of conventional fintech is currently progressing more rapidly compared to sharia-based fintech. The growth and usage of sharia-based fintech from year to year are still not as expected. On the other hand, the Indonesian government aims to become the world's largest center for sharia economy, partly through the penetration of sharia-based fintech. This research aims to determine the influence of religiosity factors (intrinsic religiosity and extrinsic religiosity) and sharia-based financial literacy (sharia knowledge and sharia implementation) on the intention to use sharia-based fintech. The research uses the convergent mixed-method technique, combining qualitative and quantitative data collection conducted in parallel. The research instruments consist of open-ended questions for qualitative data and a questionnaire containing factors related to the intention to use sharia-based fintech, measured on a 5-level Likert scale, for quantitative data. Data was collected using the Google Form application distributed through social media. The research obtained 159 respondents who have used sharia-based fintech applications registered with the OJK. The qualitative analysis used thematic analysis, while the quantitative analysis utilized PLS-SEM (Partial Least Squares - Structural Equational Model) with SMART-PLS4 software. After obtaining qualitative and quantitative results, a relationship between the two sets of data was drawn. The research results indicate that intrinsic religiosity and extrinsic religiosity have a significant influence on social influence, while sharia knowledge and sharia implementation have a significant influence on credibility, knowledge, and perceived benefit. However, the intention to use is only influenced by social influence and perceived benefit. This research is expected to contribute to the understanding of religiosity and sharia financial literacy concepts related to the intention to use sharia-based fintech in further research. These concepts are also expected to be beneficial to sharia fintech users, service providers, and stakeholders to mutually contribute to increasing the penetration of sharia-based fintech in Indonesia.
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fannisa Rahma Haqqi
Abstrak :
Kehadiran Fintech sebagai layanan keuangan yang inovatif dan distruptive dapat meningkatkan efisiensi melalui penerapan teknologi. Kehadiran Fintech di Indonesia dinilai memiliki beragam manfaat bagi perekonomian negara dan juga mampu membuka lapangan pekerjaan baru. Dukurngan pemerintah terhadap peran Fintech dalam meningkatkan inklusi keuangan nasional mendorong tumbuhnya Fintech di Indonesia. Namun, tingkat adopsi Fintech di Indonesia masih relatif rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia. Tujuan penelitian ini adalah untuk merancang rekomendasi strategi pengembangan layanan Fintech guna meningkatkan niat pengguna untuk mengadopsi layanan Fintech. Penelitian ini menggunakan model konseptual yang berbasis pendekatan risiko-manfaat yang diadaptasi berdasarkan theory of reasoned action, theory of planned behavior dan technology acceptance model. Berdasarkan data empiris yang dikumpulkan dari 100 orang responden yang menggunakan layanan Fintech. Metode Partial Least Square (PLS-SEM) digunakan untuk memperkirakan hubungan antara konstruk. Hasil SEM menunjukkan bahwa faktor trust, economic benefit dan convenience terbukti secara signifikan mempengaruhi pengguna untuk mengadopsi layanan Fintech, sementara faktor privacy awareness, financial risk dan legal risk terbukti secara signifikan memengaruhi trust pengguna. Berdasarkan hasil tersebut, 14 rekomendasi strategi diajukan dan dinilai oleh para ahli yang berkecimpung di dunia Fintech di Indonesia. Penilaian strategi dilakukan dengan integrasi metode IPA-Kano dimana strategi mengenai perlindungan konsumen terhadap ancaman keamanan dan kerugian finansial menempati priotitas tertinggi, diikuti dengan penawaran promo dan diskon pada urutan priotitas kedua dan penguatan aspek positif layanan melalui iklan dan promosi berada pada urutan ketiga. ......The presence of Fintech as an innovative and distruptive financial service can improve efficiency through the application of technology. The presence of Fintech in Indonesia is considered to have a variety of benefits for the country's economy and is also capable of reducing the unemployment rate. The government's support for Fintech's role in increasing national financial inclusion drives Fintech's growth in Indonesia. However, the adoption rate of Fintech in Indonesia is still relatively low when compared to other countries in Asia. The purpose of this study is to design strategies recommendations for Fintech service development to increase user intentions to adopt Fintech services. This study uses a conceptual model based on a risk-benefit approach that is adapted based on theory of reasoned action, theory of planned behavior and technology acceptance models. Based on empirical data collected from 100 respondents who used Fintech services. The Partial Least Square (PLS-SEM) method is used to estimate the relationship between constructs. SEM results show that trust, economic benefit and convenience are proven to significantly influence users to adopt Fintech services, while privacy awareness, financial risk and legal risk factors are proven to significantly affect user trust. Based on these results, 14 strategic recommendations were submitted and assessed by experts of Fintech in Indonesia. The strategy assessment is carried out by the integration of the IPA-Kano method where the strategy regarding consumer protection against security threats and financial losses occupies the highest priority, followed by promotion offers and discounts in the second priority sequence and strengthening positive aspects of services through advertising and promotions are ranked third.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bram Michael Joshua
Abstrak :
Tidak semua masyarakat di Indonesia memiliki akses ke perbankan, sehingga timbul berbagai penghimpunan dana masyarakat yang berbasis lembaga keuangan non-bank dan lembaga keuangan lainnya yang dapat membantu permasalahan perolehan dana dari bank serta diikuti dengan sistem teknologi dan informasi yang mulai berkembang pesat di Indonesia. Salah satu bentuk yang muncul ditengah kebutuhan masyarakat dalam akses perolehan dana, yaitu peer-to-peer lending. Akhir - akhir ini ramai diberitakan oleh media bahwa muncul masalah terkait penetapan suku bunga Peer-to-peer lending. Hal ini disebabkan oleh penetapan bunga yang dilakukan oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) dirasa cukup tinggi, yakni 0,8 % per hari. Penetapan bunga pinjaman peer-to-peer lending diteteapkan oleh asosiasi yang ditunjuk oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan penetapan bunga yang menjadi kewenangan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) yang mana adalah pelaku usaha penyelenggara usaha Peer-to-peer lending yang menjadi anggota asosiasi, dapat membuat celah bagi pelaku usaha untuk melakukan praktik usaha tidak sehat, khususnya praktik kartel. Adapun jenis penelitian yang digunakan oleh penulis dalam tulisan ini adalah penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang menekankan pada penggunaan norma-norma hukum secara tertulis. Dari peneletian ini penulis berpendapat tindakan penetapan bunga pinjaman yang dilakukan oleh AFPI tidak mengakibatkan terjadinya praktek monopoli ataupun terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Otoritas Jasa Keuangan memang mebiarkan penetapan bunga peer-topeer lending diserahkan kepada asosisasi dan masing – masing penyelenggara karena peer-to-peer lending di Indonesia masih tergolong baru dan masih dalam tahap awal, sehingga dibutuhkan keleluasaan dalam menjalankan usahanya sehingga usaha peer-to-peer lending dapat berkembang dan maju kedepannya di Indonesia
Not all people in Indonesia have access to banks, resulting in a variety of public fund raising based on non-bank financial institutions and other financial institutions that can help with the problem of obtaining funds from banks and followed by technology and information systems that are starting to develop rapidly in Indonesia. One form that arises in the midst of community needs in access to funding is peer-to-peer lending. Lately, it has been widely reported by the media that there are problems with setting Peer-to-peer lending rates. This is caused by the determination of the interest made by the Indonesian Joint Funding Fintech Association (AFPI) which is considered quite high, which is 0.8 percent per day. The determination of peer-to-peer lending lending rates is determined by an association appointed by the Financial Services Authority (OJK). With the determination of the interest that becomes the authority of the Indonesian Joint Funding Fintech Association (AFPI) which is a Peer-to-peer lending business organizer that is a member of the association, it can create a gap for business actors to carry out unhealthy business practices, especially cartel practices. The type of research used by the authors in this paper is normative juridical research, namely research that emphasizes the use of written legal norms. From this research, the author is of the opinion that the determination of loan interest by the AFPI does not result in monopolistic practices or unfair business competition. The Financial Services Authority does indeed allow the determination of peer-to-peer lending rates to be submitted to the association and each organizer because peer-to-peer lending in Indonesia is still relatively new and is still in the initial stages, so that flexibility is needed in conducting its business so that the peer-to business peers lending can develop and move forward in Indonesia
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library