Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bambang Irawan
Abstrak :
Kebutuhan akan restorasi tuang di bidang Kedokteran Gigi semakin meningkat seiring dengan keberhasilan pembangunan Indonesia. Logam pilihan untuk membuat restorasi tuang pada umumnya adalah logam paduan emas. Material yang beredar di Indonesia pada umumnya masih harus diimpor dari luar negeri dan harganya cukup mahal. Dengan meningkatnya harga emas, maka perlu dicari logam alternatif lain untuk restorasi tuang. Indonesia yang merupakan salah satu penghasil tambang nikel dan tembaga, maka sudah sepatutnya dapat memanfaatkannya untuk berbagai keperluan termasuk di bidang Kedokteran Gigi. Dalam penelitian ini akan digunakan logam paduan nikel-tembaga-mangan untuk keperluan restorasi gigi. Hasil penelitian di tahun pertama telah dibuat 5 komposisi paduan nikel-tembaga-mangan dan dilakukan uji komposisi, kekerasan, kemampuan tuang, dan kekuatan tarik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa paduan Ni-Cu-Mn lebih keras dari logam paduan emas. Kemampuan tuang cukup baik terutama paduan dengan temperatur lebur kurang dari 1000°C. Kekuatan tarik memperlihatkan hasil yang bervariasi dimana paduan 5ONi-30Cu-20Mn mempunyai kombinasi kekuatan maksimal dan strain yang cukup besar. Hal tersebut memperlihatkan bahwa paduan nikel-tembaga-mangan dapat digunakan sebagai bahan untuk pembuatan restorasi tuang. Walaupun demikian masih perlu dilanjutkan dengan uji sifat khemis, yaitu uji korosi, dan uji biologis mengenai biokompatibiliti bahan pada tahun berikutnya.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1993
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Irawan
Abstrak :
ABSTRAK
Kebutuhan akan restorasi tuang di bidang kedokteran gigi semakin meningkat seiring dengan keberhasilan pembangunan Indonesia. Logam pilihan untuk membuat restorasi tuang pada umumnya adalah logam paduan emas, dan material yang beredar di Indonesia pada umumnya masih harus diimpor dari luar negeri dan harganya cukup mahal. Dengan meningkatnya harga emas, maka perlu dicari logam alternatif lain untuk restorasi tuang. Indonesia yang merupakan salah satu penghasil tambang nikel dan tembaga, sudah sepatutnya dapat memanfaatkannya untuk berbagai keperluan termasuk di bidang kedokteran gigi.

Dalam penelitian ini digunakan logam paduan nikel-tembaga-mangan untuk keperluan restorasi gigi. Hasil penelitian di tahun pertama telah dibuat 5 komposisi paduan nikel-tembaga-mangan, yaitu, 2ONi-40Cu-40Mn, 30Ni-40Cu-40Mn, 30Ni-40Cu-30Mn, 40Ni-30Cu-30Hn, dan 5ONi-30Cu-20Mn. Kelima paduan tersebut telah dilakukan uji komposisi, kekerasan, kemampuan tuang, dan kekuatan tarik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa paduan nikel-tembaga-mangan mempunyai kekerasan yang lebih besar dari logam paduan emas. Temperatur lebur paduan berkisar dari 960 °C sampai dengan 1160 °C. Kemampuan tuang cukup baik terutama pada paduan dengan temperatur lebur kurang dari 1000 °C. Kekuatan tarik memperlihatkan hasil yang bervariasi dimana mempunyai kombinasi kekuatan tarik dan strain yang cukup besar. Hal tersebut memperlihatkan bahwa paduan nikel-tembaga-mangan dapat digunakan sebagai bahan untuk pembuatan restorasi tuang di bidang kedokteran gigi. Untuk memperbaiki sifat yang dipunyai logam paduan, maka perlu ditambahkan sedikit logam Pd (palladium).

Pada penelitian pada tahun berikutnya perlu dilakukan pengujian sifat kimia, yaitu uji korosi, dan uji sifat biologis, yaitu uji toksisitas dan sensitivitas pada binatang percobaan.
ABSTRACT
Demand for cast restorations in dentistry is rapidly increasing along with the improvement in economical status as a result of development. Among other metals used in dentistry, gold alloys are usually the metal of choice for cast restorations, because of its superior qualities. The materials available in Indonesia are still imported and they do cost a fortune. As the value of gold increases, it is necessary to use metal for cast restorations. For Indonesia, as one of the nickel and copper producing countries, it is most obvious that we should be able to utilize the metals for various purposes, especially in dentistry.

The study uses nickel-copper-manganese alloys for tooth restoration. In the first year of study, 5 compositions of nickel-copper-manganese alloys combinations have been produced, namely: 2ONi-40Cu-4OHn, 30Ni-40Cu-40Mn, 3ONi-4OCu-30Mn, 4ONi-30Cu-30Mn, and 5ONi-30Cu-2OMn. Each of the five composition have undergone several tests, which are composition test, hardness test, castability, and tensile strength test.

The result of the study shows that nickel-copper-manganese alloys are harder than gold alloys. The melting point of Ni-Cu-Mn alloys are between 960 °C and 1160 °C. The castability is satisfactory, especially when the melting point is below 1000 °C. Variety of its tensile strength has been noted, with a relatively high strain. These properties indicates that nickel-copper-manganese alloys can be used as cast restoration in dentistry. To improve the property or quality of the alloy, a small amount of palladium was added.

Studies for the following year is designed to test the alloys chemical properties (corrosion) and biological properties (toxicity and sensitivity on experimental animals).
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1993
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Lynch, Christopher
London: Quintessence Publishing Co.Ltd., 2008
617.695 LYN s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Zaal Haq
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Transforming growth factor-β1 (TGF-β1) adalah sitokin multifungsi yang mempunyai peran penting dalam menginisiasi diferensiasi hDPSCs menjadi sel seperti odontoblas. Proses tersebut memerlukan media kultur seperti Lysate-PRF untuk meningkatkan jumlah growth factor yang diperlukan agar proses diferensiasi tersebut bisa terjadi. Tujuan: Membandingkan berbagai konsentrasi media kultur lysate PRF terhadap ekspresi TGF β1 pada proses diferensiasi hDPSCs. Metode: Evaluasi ekspresi TGF β1 lysate PRF 1%, 5%, 10%, dan 25% serta FBS 10% (kontrol) pada diferensiasi hDPSCs menggunakan ELISA pada hari ke-7. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna antar kelompok uji yaitu lysate PRF 1%, 5%, 10%, 25% dan kelompok kontrol (FBS 10%). Kesimpulan: Lysate PRF konsentrasi 25% memiliki ekspresi TGF β1yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok konsentrasi lainnya maupun kelompok kontrol FBS 10% pada proses diferensiasi hDPSCs hari ke-7.
ABSTRACT
Background: Transforming growth factor-β1 (TGF-β1) is a multifunctional cytokine that has an important role in initiating differentiation of hDPSCs into cells such as the odontoblasts. The process requires culture media such as Lysate-PRF to increase the number of growth factors needed so that the differentiation process can occur. Purpose: Comparing the various concentrations of PRF lysate culture media to TGF β1 expression in the differentiation process of hDPSCs. Methods: Evaluation of TGF β1 lysate PRF expression 1%, 5%, 10%, 25% and FBS 10% (control) on differentiation of hDPSCs using ELISA on day 7. Result: There were significant differences between PRF lysate 1%, 5%, 10% and 25% and the control group (FBS 10%). Conclusion: 25% PRF lysate has the highest TGF β1 expression compared to other concentration groups and 10% FBS control group in 7th day hDPSCs differentiation.
2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Simatupang, Sere Yulia Maulita
Abstrak :
Metode manajemen perilaku modelling dan Tell-Show-Do dapat difasilitasi media,salah satu media yang efektif adalah video. Penelitian ini bertujuan mengetahuiperbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah penayangan video restorasigigi pada anak usia 7-8 tahun. Tahapan penelitian berupa uji kualitas video dankuesioner FIS yang dimodifikasi dan uji kuantitatif terhadap perbedaan tingkatkecemasan dengan prosedur berupa pengisian kuesioner FIS yang dimodifikasisebelum dan sesudah penayangan video pada 57 anak. Analisis statistikmenggunakan uji Wilcoxon dengan batas kemaknaan 0,05. Terdapat perbedaantingkat kecemasan sebelum dan sesudah penayangan video restorasi gigi padaanak usia 7-8 tahun, namun perbedaan tersebut tidak bermakna. ......Modelling and Tell Show Do can be facilitated by media, one of effective mediais video. This study aimed to determine difference in anxiety level before andafter dental restoration video view in children aged 7 8 years. Research procedures were video and modified FIS questionnaire quality test and quantitative test of anxiety level difference by filling modified FIS questionnaire before and after video view by 57 children. Statistical analysis was done using Wilcoxon test with a significance limit of 0.05. There is difference in anxiety level before and after dental restoration video view, but the difference is not significant.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audrey Achmadsyah
Abstrak :
Modelling dan Tell-Show-Do termasuk dalam metode tata laksana perilaku kecemasan dental anak. Video efektif digunakan dalam bidang kesehatan. Penelitian bertujuan mengetahui perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan setelah penayangan video restorasi gigi anak yang diujikan pada usia 10-11 tahun. Responden berjumlah 66 anak dengan pengukuran tingkat kecemasan menggunakan Facial Image Scale modifikasi. Penelitian terdiri dari uji kualitatif terhadap kuisioner dan video dan uji kuantitatif terhadap tingkat kecemasan anak. Analisis statistik menggunakan uji Wilcoxon dengan batas kemaknaan 0,05. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan bermakna tingkat kecemasan sebelum dan setelah penayangan video restorasi gigi anak. Video tidak menimbulkan tingkat kecemasan yang lebih buruk. ......Modelling and Tell Show Do are included as child dental anxiety management. Video is effective to be used in health field. The purpose of this study was to determine the difference of anxiety level before and after video viewing for children aged 10 11 years. The study was divided into qualitative test for validating Modified FIS and video, and quantitative test for anxiety level on 66 children. Statistical analysis was using Wilcoxon test with significance level of 0.05. The results showed significant difference between anxiety level before and after child dental restoration video viewing. The video does not cause worse anxiety level.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Handi Rizkinugraha
Abstrak :
ABSTRAK
Teknik penambalan gigi dengan sinar merupakan salah satu teknik penambalan gigi yang saat ini banyak digunakan mulai dari klinik gigi sederhana hingga beberapa rumah sakit besar di seluruh dunia. Salah satu permasalahan yang muncul pada penambalan gigi menggunakan sinar ini adalah temperatur yang relatif tinggi yang dihasilkan oleh sinar ini. Lampu LED yang biasa digunakan sebagai curing light ini mampu memanaskan material tambalan gigi ini hingga 38-420C selama 1 menit, sehingga membuat pasien menjadi kurang nyaman. Oleh karena itu, dalam percobaan ini, didesain suatu alat yang dapat memindahkan panas tersebut menggunakan miniature heat pipe. Percobaan ini menggunakan miniature heat pipe dengan diameter luar 5mm. Dari percobaan ini, didapat efisiensi alat sebesar 51 – 56% untuk rentang kalor masuk 0,5 – 5 W.
ABSTRACT
Dental restoration using curing light now has become one of the most popular dental restoration technique, from a simple dental clinic until hospitals accross the world. One of the problems when using curing light for dental restoration is the high temperature which is produced by the light. LED which is ussualy be used as curing light can heat the restoration material until 38-420C for 1 minute, which can make the patient become uncomfortable. Therfore, this experiment try to design a tool that can remove the heat from the restoration material using miniature heat pipe. This experiment using miniature heat pipe. From this experiment, it is found that the efficience of this tool is about 51 – 56% for 0,5 – 5 W heat in.
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S53991
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karen Pungki Hardiyanti
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh ketebalan komposit resin serat pendek KRSP dan iradiansi terhadap kekerasan dan depth of cure DoC. Dua puluh empat spesimen KRSP berbentuk silinder berdiameter 6 mm dibagi menjadi 2 kelompok ketebalan; 4 dan 5 mm n=12. Masing-masing kelompok dibagi menjadi 2 kelompok yang dipolimerisasi dengan iradiansi berbeda; 1000 dan 1200 mW/cm2 n=6. Setiap spesimen dipolimerisasi selama 20 detik dengan jarak penyinaran 2 mm. Nilai kekerasan didapat melalui uji kekerasan Vickers dan DoC didapat dengan mengukur rasio kekerasan permukaan bawah terhadap permukaan atas. Data dianalisis menggunakan uji statistik One-Way ANOVA. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan signifikan. ......This study aims to analyze the effect of short fibre reinforced resin composite SFRC thickness and light curing irradiance on the hardness and depth of cure DoC . Twenty four specimens of SFRC were made into cylindrical shape with a diameter of 6 mm and divided into 2 different thickness groups 4 and 5 mm n 12. Each group was divided into another 2 different groups which was cured by different irradiance 1000 and 1200 mW cm2 n 6 . Each specimen was cured for 20s with 2 mm light curing distance. The hardness was measured by Vickers hardness test and DoC was measured by calculating a hardness ratio of the bottom to the top surface of specimens. Data were analyzed statistically by One Way ANOVA tests. The result showed significant differences.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Venita Tanusuwito
Abstrak :
Dentists are often taught that 'overcure' is better than 'undercure'. Undercure is said to cause serious problem with resin composite fillings. Actually it does not always happen this way. Overcure also has several bad impacts that have never been thought before by practitioners. Researchers claim that curing time informed by resin composite manufacturers is not always correct. Filling material is not the only factor that determines the correct curing time for each filling. Light cure unit performance also plays a major role.
Journal of Dentistry Indonesia, 2003
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Torabinejad, Mahmoud
St. Louis, Mo. : Elsevier Saunders, 2014
617.69 TOR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>