Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 952 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Salmi Sabirin
Abstrak :
Rumah sakit sebagai suatu sarana penyelenggaraan kesehatan dituntut untuk memberikan pelayanan yang baik dan bermutu. Pelayanan farmasi merupakan salah satu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari pelayanan rumah sakit secara keseluruhan. Untuk dapat terselenggaranya pelayanan fannasi dengan baik, maka diperlukan pengelolaan obat dan alat kesehatan habis pakai dengan baik Pengelolaan obat dan alat kesehatan habis pakai memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan pelayanan di rumah sakit, baik dilihat dari sudut kepentingan pasien maupun kepentingan rumah sakit. Pengelolaan obat dan alat kesehatan habis pakai perlu dilaksanakan dengan baik supaya ketersediaan obat dan alat kesehatan habis pakai dalam jenis, jumlah dan waktu yang tepat dapat terlaksana dengan baik. Penelitian ini dilakukan di Instalasi Farmasi RSUP Bukittinggi yang mempunyai masalah dibidang logistik farmasi vaitu terjadinya penumpukan dan kadaluwarsa obat dan alat kesehatan habis pakai dalam jumlah yang cukup besar. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan metode telaah kasus dan pendekatan pemecahan masalah secara kualitatif, Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, FGD, observasi langsung dan telaah dokumen yang berhubungan dengan siklus logistik (perencanaan, penyimpanan, pendistribusian dan pengendalian) obat dan alat kesehatan habis pakai. Validasi data dilakukan dengan cara triangulasi sumber dan metode. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil penelitian bahwa yang menyebabkan terjadinya penumpukan dan kadaluwarsa obat dan alat kesehatan habis pakai adalah tidak terdapatnva Formularium, metode dan prosedur perencanaan yang kurang tepat, pengendalian dan pengawasan yang lemah serta tidak adanya sistem informasi manajemen yang terpadu. Sebagai saran untuk memperbaiki hal tersebut adalah pihak rumah sakit perlu sesegera nungkin menetapkan Formularium untuk dijadikan standar perencanaan dan pemakaian obat dan alat kesehatan habis pakai, metode perencanaan dilengkapi dengan memasukan indika[or-indikator epidemiologi prosedur perencanaan perlu bersifat bottom up dan melihatkan unit-unit yang terkait, perlu peningkatan pengendalian dan pengawasan serta pelaksanakan sistem informasi manajemen yang terpadu. ......Analysis on Drug and Consumable Health Equipment Management in Pharmacy Installation of Bukittinggi General Hospital year 2004.Hospital as health service facility is demanded to provide good and high quality service. Pharmacy service is an integral part of hospital activities and services. In order to provide high quality pharmacy service, good management of drug and consumable health equipment is necessary. Management of drug and consumable health equipment is important not only for the patient, but also for the hospital itself in order to improve the services offered. Good management is important as to maintain the availability of drug and health equipment in term of type, quantity, and appropriate timing. This study was conducted in Pharmacy Installation of Bukittinggi General Hospital which faced problems in pharmacy logistic i.e. the accumulation of and the expiration of drugs and consumable health equipments in large numbers. This study was descriptive using case study and qualitative approach. Data was collected by in-depth interview, FGD, direct observation, and studying documents related to logistical cycle (planning, storing, distributing, and controlling) of drugs and consumable health equipment. Data was validated through source and method triangulation. The study reveals that the causes of accumulation and expired drugs and consumable health equipment were unavailability of formula, inappropriate method and procedure, weak controlling and monitoring, and lack of integrated management information system. To improve the situation, it is suggested to the hospital to set the formula to be used as planning and implementation standard of drug and consumable health equipment, to complement planning method with epidemiologic indicators, to make the planning in bottom up style, to involve related units, to improve controlling and monitoring system, and to conduct integrated management information system.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12791
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Weking, Joseph Micheal
Abstrak :
Upaya mengobati diri sendiri dalam masyarakat untuk mengatasi penyakitnya salah satunya melalui pemakaian obat. Obat yang boleh dipakai adalah obat bebas dan obat bebas terbatas yang dapat diperoleh di apotik, toko obat berijin maupun warung/toko/kios yang ada di lingkungan sekitarnya. Tentu saja ada banyak pertimbangan masyarakat memilih pengobatan sendiri menggunakan obat bebas maupun obat bebas terbatas. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan informasi mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan pemakaian obat bebas terbatas (daftar W), dalam upaya masyarakat untuk mengobati dirinya sendiri. Disain penelitian ini kros-seksional dengan metoda survei cepat pada 300 responden yang sakit satu bulan terakhir di Kabupaten Purwakarta. Data yang dikumpulkan meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan dan pengalaman pernah menggunakan obat, penghasilan, dana khusus/asuransi, harga obat, tempat memperoleh obat, keluhan sakit dan anjuran menggunakan obat. Hasil penelitian menunjukkan sebaran responden menurut pemakaian jenis obat yaitu I45 (48,3 %) dan jenis golongan QBT, selebihnya tidak menggunakan OBT. Proporsi golongan obat yang digunakan responden adalah obat keras 14 %, obat bebas terbatas (OBT) 48,3%, obat bebas 23,7%, obat tradisional/jamu 1,7% dan narkotika hanya 0,3% (1 orang) serta 12 % menggunakan obat ramuan sendiri, istirahat dan ke dukun. Penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas merupakan pilihan pertama (72%) dalam upaya pengobatan. Apabila penggunaan obat temyata tidak menyembuhkan maka sebanyak 92,1 % akan membeli obat yang lain atau mencari pengobatan yang lain. Uji statistik bivariat dilakukan pada 15 variabel bebas dan hasilnya hanya 7 variabel mempunyai hubungan bermakna dengan penggunaaan OBT. Ketujuh variabel tersebut yaitu pengalaman pernah menggunakan obat sebelumnya, pengetahuan tentang obat, tempat memperoleh obat, harga obat, , persepsi sakit, anjuran dan pengaruh iklan obat dalam menggunakan OBT, sedangkan variabel lainnya tidak terbukti mempunyai hubungan. Penggunaan OBT dalam pengobatan cukup besar termasuk pengobatan sendiri, sedangkan pengetahuan masyarakat mengenai obat masih kurang, karena itu perlu agar masyarakat diberikan penyuluhan/informasi mengenai obat, Perlu dikembangkan penelitian khusus mengenai obat bebas terbatas dari aspek lain misalnya manfaat terapi, untung rugi dan efek samping obat. ......Using medicine is one choice of self-medicine in community to heal their disease. The medicine that allowed by law to use is over the counter (OTC) drug and "obat bebas terbatas" (OBT or "pharmacist only") which can be gain in apotik, dispensary, drug store and warungltoko/kios. There are many reason in using over the counter drug and obat bebas terbatas. Knowing information and factors related to use OBT drugs in self-medicine in community is the objectives of the research. Methodology of the study was cross-sectional design and rapid survey method had been done in 300 respondents in suffering condition whom used medicine on the last month took as samples people in district of Purwakarta. Variable to collect consist of sex, age, educational, knowledge and experience in using a medicine, job, income, health insurance, cost of medicines , places to get a medicine, perceptions of an illness, advised, and advertisement. Classification of the drugs from 300 respondents who used medicine were 145 (48,3%) OBT (Daftar W or "pharmacist only"). Another drugs consist of 14% "obat keras" (the drugs on doctor's prescription only), 23,7% OTC ("obat bebas"), 1,7 % traditional medicine/jamu and one of them (0.3%) used narcotic drug and 12 % their own traditional medicine, traditional healer and home rest. Using OTC and "obat bebas terbatas (OBT')" was the first choice (72%) of medication including self-medication, if the medicinal had no effect, 92.1% of them continued the treatment with another medicine, or another alternative. The bivariat-statistical test had been done for 15 variables but only 7 variables had significant relation due to use 0137'. Those were: medicinal knowledge, using medicine before, cost of medicine, places to get medicine, perception of illness, suggestions, advised and advertisement. Using OBT treatment or self-medication was the most commonly, but the community stills lack of medicinal knowledge, therefore necessary the health staff give information/education about medicine. It is necessary to design the next research especially OBT in self-medication focus in therapy, benefit-risk and side effect.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Delina Hasan
Abstrak :
Untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal bagi setiap anggota masyarakat, pemerintah telah menyediakan tempat-tempat pelayanan kesehatan, antara lain puskesmas. Puskesmas sebagai ujung tombak dalam pelayanan kesehatan diharapkan dapat memberi pelayanan kesehatan yang baik kepada masyarakat. Untuk itu harus tersedia segala sumber daya, baik tenaga maupun sarana, termasuk obat-obatan. Pengadaan obat-obatan untuk pelayanan kesehatan dasar/puskesmas berasal dari berbagai sumber, antara lain, Inpres, APBD, Askes dan lain-lain. Namun demikian belum juga dapat mencukupi kebutuhan obat untuk puskesmas. Banyak faktor penyebab ketidakcukupan obat di Puskesmas, salah satu di antaranya adalah belum terlaksananya perencanaan kebutuhan obat yang baik. Selama ini perencanaan obat sudah lama dilakukan, tetapi kualitas perencanaan tersebut belum baik. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui faktor-faktor apa raja yang berhubungan dengan kualitas perencanaan kebutuhan obat. Kualitas perencanaan obat dilihat dari tiga aspek, yaitu, tingkat kekosongan obat, ketepatan jadwal perencanaan, dan kesesuaian jenis dan jumlah obat. Penelitian ini dilakukan secara observasional dengan rancangan studi cross sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu, untuk memperoleh data primer dilakukan wawancara dengan kepala puskesmas dan pengelola obat, dan untuk memperoleh data sekunder dilakukan telaah dokumen yang ada di unit pengelolaan obat puskesmas. Kemudian data dianalisis secara univariat, bivariat dan multivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan secara bermakna dengan kualitas perencanaan kebutuhan obat, termasuk dalam faktor input adalah jumlah tahun pendidikan terakhir kepala puskesmas, lama bertugas diperencanaan pengelola obat dan data yang digunakan untuk menyusun perencanaan. Kondisi puskesmas di kabupaten Karawang tahun 1995/1996 sebagai berikut: 51.4% puskesmas mempunyai jadwal perencanaan yang tidak tepat, 70.3% puskesmas mengalami kekosongan obat dengan rata- rata kekosongan 2-4 bulan, 43,2% puskesmas mempunyai ketidaksesuaian dalam jenis obat dengan rata-rata tidak sesuai jenis 5%-10% dan 100% puskesmas tidak sesuai dalam hal jumlah obat antara yang direncanakan dengan yang dipakai. Dari basil penelitian tersebut, maka disarankan bahwa dalam penyusunan perencanaan, sebaiknya mengikuti langkah-langkah perhitungan yang ada di dalam buku pedoman, dengan menggunakan data LPLPO. Supervisi yang diberikan kepada puskesmas, tidak hanya sekali dalam setahun, demikian juga dengan pelatihan, untuk meningkatkan kemampuan petugas perencana, sebaiknya supervisi dan pelatihan berkesinambungan. Untuk menurunkan tingkat kekosongan obat, sebaiknya petugas penyusun perencanaan kebutuhan obat adalah pengelola obat yang berpengalaman dibidang tersebut. Untuk meningkatkan kesesuaian jenis dan jumlah obat, sebaiknya pemilihan kepala puskesmas dilakukan dengan lebih selektif, antara lain dengan mempertimbangkan jumlah tahun pendidikan terakhir. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, tentang kualitas perencanaan kebutuhan obat di GFK. ......Factors Related to The Quality of Drug Planning in Puskesmas (Community Health Center) in Karawang DistrictIn order to achieve an optimal degree of health status for every member of the society, the government has provided health services points for the community, among other is community heath center. Community health center is the spearhead-in health services provision and it is expected that it will provide a good health services to the community. In doing so, the required sources, personnel, equipment and medicine should be appropriately available. Drug supply for basic health services at the community health center coming from various sources, such as Inpres ("President instruction' from central government), APBD (Local government budget), and Askes (Insurance for civil service personnel). However, this supply has not been sufficient to meet the needs of the community health center. Many factors are identified as the cause of the insufficiency and one of which is the inability of the community health center to develop annual drug plan appropriately. Drug planning has been practiced for a long time, however the quality of planning has not been adequate yet. Therefore the researcher wishes to know what factors are related to the quality of planning for drug needs. The quality of drug planning is viewed from three aspects i.e., the level of drug shortage, the accuracy of planning schedule, and the appropriateness of drug in kind and volumes. This research has been done applying a cross sectional design. The collection of data is done through various ways, i.e., primary data is collected through interviews (using questionnaires) to head of community health center and drug manager as the respondents, while secondary data is collected from the available documents at the drug management unit of the community health center. The univariate, bivariate and multivariate analysis were then carried out. The results showed that, there is a significant relationship between year of education with the appropriateness of drug in the kind and volume, between the duration of service in planning unit with the level of the drug shortages, between the used data and the accuracy of planning schedule, between the organization of the planning and the appropriateness of drug in kind and volumes, and between supervision and the accuracy of planning schedule. For fiscal year 1995/1996, drug planning and supply in Karawang district showed the following picture: 51.4 % of community health center failed to meet drug planning schedule, 70.3 % of community health center experienced 2 to 4 months drug shortages 43.2 % of community health center experienced incompatibility of drug in kind 5-10 % and volumes 100 %. It is suggested that, the planning process should follow the calculation steps described in the guidance book using LPLPO. Supervision given to the community health center should not only carried out once a year, and in order to enhance the planning ability of planning of the personal , continued training should be provided. In order to reduce the level of the drug shortages, it is advisable that organizer dealing with the drug planning, must be handled by a drug manager who has experiences in that field. In order to enhance the appropriateness of drug in kind and volumes, it is advisable that the selection of any head of community health center must be more selective, among others by taking the . years of last education. A further research is necessary to be conducted concerning the quality of drug planning in GFK ( pharmacy warehouse district).
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza E. Zamril
Abstrak :
Untuk memenuhi tuntutan terhadap perbaikan mutu pelayanan kesehatan masyarakat, dalam hal ini Rumah Sakit, aspek perbekalan farmasi memegang peranan penting. Untuk itu perlu adanya pelaksanaan manajemen dengan cara yang tepat agar tujuan utama yang ingin dicapai rumah sakit bisa tercapai karena persediaan obat juga melibatkan investasi yang mempengaruhi kelangsungan kegiatan rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah manajemen perbekalan farmasi telah optimal dilaksanakan, serta mengidentifikasi persediaan perbekalan farmasi di Rumah Sakit Kebayoran dengan cara melihat besarnya nilai investasi, volume pemakaian, berikut nilai indeks kritis ABCnya. Penelitian bersifat 'operation research' dengan menggunakan pendekatan Nilai ABC indeks Kritis, dengan analisis deskriptif secara 'Cross Sectional', yakni data penggunaan obat periode Januari 1995 - Desember 1995. Populasi penelitian terdiri atas 375 jenis obat. Data primer dikumpulkan dengan wawancara kualitatif dan kuesioner, sedangkan data sekunder diperoleh dari laporan bulanan. Dari hasil penelitian didapat bahwa manajemen perbekalan farmasi pada Depot Obat rumah sakit Kebayoran belum berjalan baik hal ini terlihat dari masih banyaknya pelayanan yang tidak dapat dilayani, yakni sebesar 19%. Beberapa faktor yang menyebabkan tidak optimalnya manajemen adalah pertama, sumber daya manusia yang kurang khususnya apoteker sehingga mengakibatkan tidak adanya perencanaan, sehingga tidak dapat mengantisipasi kebutuhan obat yang akan 'digunakan; kemudian sistem pembukuan yang ada tidak berjalan dengan baik sehingga mengakibatkan masih banyak terjadi kebocoran yang mengakibatkan keuntungan yang didapat tidak maksimal; dan yang terakhir adalah belum adanya formularium yang dapat digunakan sebagai pedoman pemakaian obat yang baik sehingga menimbulkan banyaknya jenis obat yang menumpuk. Temuan yang terpenting adalah bahwa Depot Obat ternyata hanya melayani pasien rawat inap saja, ini menyebabkan rumah sakit kehilangan oppotunity cost yang sangat besar, mengingat besarnya jumlah kunjungan rawat jalan yang berjumlah 28.513 kunjungan pada tahun 1995. Berdasarkan analisis Indeks Kritis ABC, diperoleh data bahwa obat yang dipakai pada Depot Obat periode Januari 1995 - Desember 1995 terdapat 52 jenis obat (13,7%) yang selalu harus tersedia atau termasuk kategori A. Dengan nilai investasi sebesar Rp 110.013.578,- atau 62.53% dari nilai investasi keseluruhan. Untuk kategori B terdapat 231 jenis obat (61.6%) dengan total investasi sebesar Rp 58.036.200,-(33%) dan untuk kategori C terdapat 92 jenis obat (24.53%) dengan total investasi sebesar Rp 7.893.147,- (4.49%). Untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Kebayoran khususnya dalam Penyediaan Perbekalan farmasi yang perlu dilakukan adalah mengangkat seorang apoteker yang bertugas sebagai kepala seksi farmasi yang bertanggungjawab atas perencanaan dan pengadaan obat secara berkala, menghitung EOQ (Economic Order Quantity) serta ROP (Reorder Point) dalam penyediaan obat, mengkoordinir para dokter untuk membuat formularium. Dengan demikian depot obat dapat meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat dengan juga melayani pasien rawat jalan.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Semiarto Aji Purwanto
Abstrak :
Persoalan kontak dengan kebudayaan asing pada sebuah masyarakat selalu menarik perhatian para ahli antropologi. Dalam thesis ini saya ingin rnenggambarkan bagaimana unsurunsur sistem medis Barat masuk dan dipergunakan secara luas dalam masyarakat kota di Indonesia. Jakarta saya pilih sebagai lokasi penelitian ini karena pertimbangan penduduknya yang relatif lebih terbuka dan memiliki kesempatan lebih banyak bergaul dengan kebudayaan Barat. Unsur sistem medis Barat yang saya amati adalah obat-obatan yang tersebar, dikenal dan dipakai masyarakat luas. Saya ingin menjelaskan bagaimana masyarakat menggunakan obat-obatan Barat dan mengadopsi sistem medis Barat namun penggunaan itu dilandasi oleh ide yang berasal dari sistem medis tradisional. Sebagai suatu produk kebudayaan asing, obat seharusnya dipahami,dalam konteks yang tepat sehingga penggunaannya bisa memberikan hasil yang maksimal. Hasil penelitian saya menunjukkan pengetahuan mengenai obat-obatan Barat yang kurang sehingga bayangan kerugian akibat efek samping suatu obat berubah menjadi ancaman. Ditambah dengan kesadaran yang rendah terhadap pranata medis (Barat) yang baru serta tanggungjawab yang kurang, ancaman tersebut bukan mustahil menjadi nyata.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henny F. Fachrudin
Abstrak :
Pengendalian adalah proses yang digunakan oleh manajer untuk memastikan bahwa aktivitas yang sebenarnya sesuai dengan rencana. Pengendalian bermanfaat untuk mengevaluasi seluruh kegiatan. Keberhasilan tujuan manajemen farmasi akan tergantung dari unsur-unsur pengendalian yang ada. Instalasi Farmasi merupakan satu-satunya unit kerja dirumah sakit yang bertanggung jawab dalam pengelolaan barang farmasi dan mempunyai kedudukan yang sejajar dengan instalasi lainnya. Kelebihan atau kekosongan persediaan obat dan alkes pada waktu tertentu menunjukkan bahwa pengendalian terhadap pengelolaan obat dan alkes di Instalasi Farmasi Rumah Sakit kurang baik. Temuan di Instalasi Farmasi RSD Ciawi menunjukkan bahwa sistem pengendalian obat dan alkes kurang baik sehingga mengakibatkan overstock dan out of stock. Penelitian ini dilakukan di RSD Ciawi yang bertujuan untuk menganalisa sistem pengendalian obat dan alkes kebutuhan dasar ruangan Rawat Inap di Instalasi Farmasi, tujuan khusus mengidentifkasi dan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi setiap unsur pengendalian. Penelitian merupakan studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Data dan informasi mengenai sistem pengendalian Obat dan alkes kebutuhan dasar ruangan Rawat Inap diperoleh dengan cara in-depth interview terhadap pejabat struktural dan staf pelaksana. Pengumpulan data melalui telaah dokumen serta pengamatan di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengorganisasian yang belum efektif, kebijakan yang belum terarah, penyusunan rencana kerja belum optimal, pencatatan dan pelaporan yang belum baik, anggaran yang teratas dan belum terbentuknya pcngawasan intern. Dalam pembahasan diulas tentang kondisi RSD Ciawi scat ini melalui wawancara, meneliti data sekunder serta pengamatan di lapangan dibandingkan dengan teori manajemen pengendalian logistik. Pembahasan menguraikan tentang struktur yang baik, menegaskan kembali uraian tugas tiap unit kerja, menyusun kebijakan tentang standar terapi dan formularium, proses pengendalian obat dan alkes di Instalasi Farmasi. Kesimpulan yang didapat dari basil penelitian bahwa proses pengendalian obat dan alkes kebutuhan dasar ruangan di Instalasi Farmasi RSD Ciawi masih kurang optimal, sehingga banyak terjadi over stock dan out of stock. ......Controlling is process used by manager to ensure that activity which in fact as according to plan. Useful controlling to evaluate entire all activity. Efficacy of pharmacy management target will be depended from existing operation elements. Pharmacy Installation is the single unit work at home pain in charge of in management of pharmacy goods and have to domicile the parallel ness with other installation. Excess or blankness of supply of drug and medical equipment periodically indicate that control to management of drug and medical equipment. Unfavorable Installation Pharmacy Hospital. Finding Installation Pharmacy of RSD Ciawi indicates that system control of drug and medical equipment. Unfavorable so that results over stock and out of stock. This research is conducted in RSD Ciawi with aim to analyze system controlling of drug and medical equipment inpatient requirement of to lodge Installation Pharmacy, special target identify and analyze factors influencing each element. Research is case study with approach qualitative. Data and information concerning system controlling drug of medical equipment inpatient requirement of to lodge to be obtained by interview in-depth to structural functionary and executor staff. Data collecting through document study and also perception in field. Research result indicate that organization which not yet effective, policy which not yet directional, compilation of plan work not yet optimal, reporting and record-keeping which not yet good, limited budget and not yet been formed by internal control him. Is under consideration commented by concerning condition of RSD Ciawi in this time through interview, accurate data of secondary and also perception in field compared to management theory operation of logistics. Solution elaborate concerning good structure, re-affirming the breakdown of duty every activity unit, compiling policy concerning therapy standard and of formularium, process controlling drug of and medical equipment in Installation Pharmacy. Got conclusion of research result that process controlling of and medical equipment inpatient requirement in Installation Pharmacy of RSD Ciawi still less optimal, so that happened many over stock and out of stock.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T20308
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alkhamudi
Abstrak :
Proses pengadaan pebekalan farmasi di RSUP Dr. Kariadi sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi yang digunakanan untuk pelayanan kesehatan pada pasien. Proses tersebut dilaksanakan oleh Unit Layanan Pengadaan dan Pembayaran dilaksanakan oleh Bagian Perbendaharaan dan Mobilisasi Dana. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif riset operasional untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan proses pembayaran pengadaan perbekalan farmasi. Data sekunder diambil dari alur proses pembayaran pengadaan perbekalan farmasi. Data primer diperoleh dari informan yang terlibat dalam proses pengadaan perbekalan farmasi. Hasil penelitian didapatkan bahwa waktu penyelesaian berita acara 20 hari, waktu pengajuan kuitansi tagihan 8 hari, verifikasi dokumen tagihan sampai pembayaran 9 hari. Faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan proses pembayaran antara lain Berita Acara Penerimaan Barang tidak segera dibuat, masih ditemukannya kesalahan penulisan dalam dokumen pengadaan maupun kuitansi tagihan, pembuatan dokumen-dokumen pengadaan belum dibantu dengan software yang untuk meningkatkan efisiensi pembuatan dokumen, belum pusatkan penyelesaian dokumen pengadaan. ......Procurement process in pharmaceutical Supplies in the Dr. Kariadi Hospital as an effort to meet the needs of pharmaceutical supplies used for health care on the patient. The process implemented by the Procurement Services Unit and the payment is carried out by The Treasury and the mobilization of funds Department. This research is qualitative operational research to identify the factors which affect the delay of the payment process. Secondary Data taken from flow of procurement payment process of pharmaceutical supplies. The primary Data were obtained from the informan involved in the procurement of pharmaceutical supplies. The research found that the time resolution of news events 20 days, the time of the filing receipt 8 days, verification Bill documents until payment 9 days. Factors that affect the delay of the payment process between the other News Shows Acceptance of goods not immediately made, still finds the write error in the procurement documents or receipts bills, making procurement documents have not been helped by the software to improve the efficiency of document creation, not to centralize the completion of procurement documents.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T36768
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lusiana Ariani
Abstrak :
ABSTRAK
Tablet lepas lambat merupakan tablet yang di desain untuk melepaskan obat secara perlahan – lahan di dalam saluran cerna, dengan menggunakan matriks sebagai salah satu komponen utama. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh eksipien koproses xanthan gum – amilosa tersambungsilang (Ko-CLA6-XG dan Ko-CLA12-XG); (CL6-Ko-A-XG dan CL12-Ko-A-XG) sebagai matriks tablet lepas lambat natrium diklofenak. Eksipien Ko-CLA6-XG dan Ko-CLA12-XG merupakan hasil koproses xanthan gum dengan CLA6 dan xanthan gum dengan CLA12. Eksipien CL6-Ko-A-XG dan CL12-Ko-A-XG dihasilkan dengan cara sambungsilang dari hasil koproses xanthan gum dan amilosa menggunakan natrium trimetafosfat dengan perbandingan masing – masing eksipien yaitu 1:1, 1:2 dan 2:1. Ko-CLA6-XG, Ko-CLA12-XG, CL6-Ko-A-XG dan CL12-Ko-A-XG yang dihasilkan dikarakterisasi sifat fisik, kimia dan fungsional. Ko-CLA6-XG dan Ko-CLA12-XG mempunyai derajat substitusi 0,070 dan 0,110. Eksipien CL6- Ko-A-XG 1:1, 1:2 dan 2:1 berturut – turut 0,077; 0,081 dan 0,083 serta CL12-Ko- A-XG 1:1, 1:2 dan 2:1 berturut – turut 0,113; 0,119 dan 0,122. Eksipien tersebut mempunyai kemampuan mengembang yang baik, viskositas yang cukup besar dan kekuatan gel yang baik. Tablet dengan matriks Ko-CLA6-XG, Ko-CLA12-XG, CL6-Ko-A-XG dan CL12-Ko-A-XG diformulasikan dengan metode cetak langsung dan seluruhnya memenuhi persyaratan evaluasi tablet. Profil pelepasan natrium diklofenak dari tablet yang mengandung matriks Ko-CLA6-XG (F1 – F3), Ko-CLA12-XG (F4 – F6), CL6-Ko-A-XG (F7 – F9) dan CL12-Ko-A-XG (F10 – F12) dalam medium dapar fosfat selama 8 jam, menunjukkan profil pelepasan obat diperlambat dengan kinetika pelepasan orde nol (F1 – F6, F9, F11) dan Korsmeyer-Peppas (F7, F8, F10, F12). Oleh karena itu, F1 – F6 dapat digunakan untuk sediaan lepas lambat selama 16 jam sedangkan F7 – F12 dapat digunakan untuk sediaan lepas lambat selama 32 jam.
ABSTRACT
Sustained release tablet was solid dosage form which was designed to release drugs slowly in gastrointestinal tract. This present research was intended to produce coprocessed excipient of xanthan gum-crosslinked amylose (Co-CLA6- XG and Co-CLA12-XG); (CL6-Co-A-XG and CL12-Co-A-XG) as matrix for sustained release tablet of sodium diclofenac. Co-CLA6-XG and Co-CLA12-XG were produced by coprocessing xanthan gum with CLA6 and xanthan gum with CLA12. CL6-Co-A-XG and CL12-Co-A-XG were produced from the coprocessed xanthan gum and amylose then were crosslinked with sodium trimethaphosphate. All excipient had a ratio 1:1, 1:2 and 2:1. The obtained Co- CLA6-XG, Co-CLA12-XG, CL6-Co-A-XG and CL12-Co-A-XG were characterized physically, chemically and functionally. The degree of substitution (DS) of Co-CLA6-XG and Co-CLA12-XG were 0,070 and 0,110. Then the DS of CL6-Co-A-XG 1:1, 1:2 and 2:1 were respectively 0,077; 0,081 and 0,083. The DS of CL12-Co-A-XG 1:1, 1:2 and 2:1 were respectively 0,113; 0,119 and 0,122. All excipients had good swelling index, high viscosity and good gel strenght. Tablets with Co-CLA6-XG, Co-CLA12-XG, CL6-Co-A-XG and CL12-Co-A-XG matrix were formulated by direct compression method and passed tablet evaluation tests. The release profile of sodium diclofenac which contained matrix from Co-CLA6- XG (F1 – F3), Co-CLA12-XG (F4 – F6), CL6-Co-A-XG (F7 – F9) and CL12-Co- A-XG (F10 – F12) in phospate buffer medium for 8 hours, showed that the sustained release profile followed zero order kinetics (F1 – F6, F9, F11) and Korsmeyer-Peppas (F7, F8, F10, F12). Thus, F1 – F6 tablet formulations could be applied as sustained release tablet formulas and could retard drug release up to 16 hours. Then F7 – F12 could be applied as sustained release tablet formula and could retard drug release up to 32 hours.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
T39231
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Artie Pramita Aptery
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai Konstruksi Collaborative Governance dalam Pencegahan Narkoba di Provinsi DKI Jakarta. Kolaborasi dalam Pencegahan Narkoba memiliki empat (4) sasaran lingkungan yaitu Lingkungan Pemerintah, Pendidikan, Swasta dan Masyarakat. Stakeholder yang melakukan kolaborasi dalam Pencegahan Narkoba antara lain Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) DKI Jakarta, Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) DKI Jakarta, Dinas Pendidikan DKI Jakarta, LSM dan sektor swasta. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kecenderungan konstruksi Collaborative Governance dalam Pencegahan Narkoba di Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan dua (2) teori Collaborative Governance yakni Emerson dan Nabatchi (2015) dan Ansel dan Gash (2011). Peneliti menggunakan pendekatan postpositivism dengan metode pengumpulan data kualitatif menggunakan menggunakan wawancara dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukan bahwa Konstruksi Collaborative Governance dalam Pencegahan Narkoba di Provinsi DKI Jakarta lebih cenderung kepada teori Emerson dan Nabacthi (2015). Adanya driver dalam Pencegahan Narkoba di Provinsi DKI Jakarta dalam hal ini adalah BNNP DKI Jakarta. Sistem konteks juga ada dalam proses kolaborasi ini sehingga dapat mendukung kolaborasi antara para stakeholder dalam Pencegahan Narkoba di Provinsi DKI Jakarta. Terakhir, penulis memberikan rekomendasi yang relevan dengan hasil penelitian ini. ......This thesis discusses The Collaborative Governance Construction about Narcotic Prevention in Jakarta Province. This collaboration have four sectors, they are governance, education, private and society. This research aims to analyze trends in Collaborative Governance Construction about Narcotics Prevention in Jakarta Province. This research uses two theory Collaborative Governance. They are Collaborative Governance Regimes (CGR) from Emerson and Nabatchi (2015) and Collaborative Governance from Ansell and Gash (2011). Researchers uses postpositivism approach with kualitatif methode and collecting data uses interviewing and study literature. The results show that The Collaborative Governance Construction about Narcotic Prevention in The Jakarta Province more inclined to theory Collaborative Governance from Ansell and Gash (2011). In this collaboration has driver namely National Narcotics Board Jakarta Province. Collaboration Narcotics Prevention in Jakarta Province also have context system that support this collaboration running well. Finally, the authors provide recommendations that are relevant to the results of this thesis.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Administrasi, 2019
T52944
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilla Sophiarany
Abstrak :
Penyalahgunaan NAPZA di kalangan remaja di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun 2010 hingga 2012 sehingga menimbulkan berbagai masalah kesehatan, kriminalitas, maupun sosial. Penelitian ini bertujuan melihat hubungan antara faktor individu, keluarga, dan lingkungan dengan perilaku penyalahgunaan NAPZA pada remaja yang bersekolah di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Sumatera Utara pada tahun 2011. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional dengan menggunakan data sekunder Survei Nasional Perkembangan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba pada Kelompok Pelajar/Mahasiswa di Indonesia Tahun 2011. Sampel berjumlah 5999 responden, berstatus remaja yang bersekolah di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Sumatera Utara yang berusia 10-24 tahun. Hasil penelitian ini adalah ditemukannya faktor individu yang berhubungan dengan perilaku penyalahgunaan NAPZA di kalangan remaja, yaitu usia, jenis kelamin, pendidikan, status merokok, status minum alkohol, dan usia pertama minum alkohol; faktor keluarga, yaitu pekerjaan ayah, ayah melakukan penyalah guna NAPZA, dan saudara kandung penyalah guna NAPZA; faktor lingkungan lokal, yaitu teman sebaya penyalah guna NAPZA dan ketersediaan NAPZA. Penelitian ini menemukan bahwa risiko lebih tinggi untuk penyalahgunaan NAPZA ditemukan pada remaja berada pada usia 17-24 tahun, jenis kelamin lelaki, pendidikan tinggi, perokok, peminum alkohol, usia minum alkohol yang semakin dini, ayah yang tidak bekerja, ayah yang menyalahgunakan NAPZA, saudara kandung yang menyalahgunaka NAPZA, teman sebaya yang menyalahgunakan NAPZA, serta NAPZA yang tersedia di lingkungan tempat tinggal. ......The increase of drug abuse among adolescents keeps getting higher from 2010 to 2011, thus creating many health, crime, and social issues. This research aims to see the relationship between individual, family, and environment factors with the drug abuse behaviors among school adolescents in the Provinces of DKI Jakarta, East Java, and North Sumatra in the year 2011. This research is a quantitative study, with a cross-sectional design and uses secondary data from Survei Nasional Perkembangan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba pada Kelompok Pelajar/Mahasiswa di Indonesia Tahun 2011. The sample amounts to 5999 respondents with the status of school adolescents in DKI Jakarta, East Java, and North Sumatra, ranging from 10-24 years of age. The result of this research is to find individual factors that associate with the drug abuse behaviors among adolescents, which are age, gender, education, cigarettes consumptions, alcohol consumptions, and the first age of alcohol consumptions; family factors, which are occupation of father, father's drug abuse, and siblings's drug abuse; local environment factors, which is peers's drug abuse and the availability of drugs. This research found that the risk of drug abuse is higher for adolescents around the age of 17-24 years old, male, high education, smokers, consumes alcohol, early age of alcohol consumption, unemployed father, father abuses drug, siblings abuse drug, peers abuse drug, and drug is available in the local environment.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S57946
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>