Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Heidy Handriati
Abstrak :
Perkawinan diharapkan dapat berlangsung kekal dan hanya putus karena kematian salah satu pihak. Adakalanya perceraian tidak dapat dihindari. Pertengkaran yang terus menerus menyebabkan rumah tangga tidak lagi harmonis, sehingga berujung pada perceraian. Dengan putusnya perkawinan karena perceraian maka semua kewajiban antara suami isteri akan hilang. Berbeda halnya dengan kewajiban orang tua terhadap anak yang akan tetap berlaku sampai anak dewasa dan mandiri, karena kekuasaan orang tua menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah bersifat tunggal. Namun, dalam kenyataannya perceraian sering menimbulkan perselisihan mengenai pengasuhan anak di bawah umur. Pembahasan dalam tesis ini adalah bagaimana menentukan pengasuhan anak di bawah umur jika perceraian terjadi karena pihak ibu secara diam-diam berpindah agama dan pertimbangan hukum apakah yang dipakai hakim dalam memutuskan hak asuh anak dalam kasus tersebut di atas. Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis kualitatif. Perceraian orang tua tidak menyebabkan berakhirnya kekuasaan orang tua terhadap anak. Sehingga secara yuridis anak tetap menjadi tanggung jawab kedua orang tuanya, walaupun dalam implementasinya orang tua menjalankan kekuasaan orang tua secara terpisah. Hakim dalam menentukan siapa yang paling tepat di antara ayah atau ibu untuk mendapatkan hak asuh, tidak cukup hanya dengan mempertimbangkan kemampuan finansial, tetapi juga harus dengan mempertimbangkan sifat, perilaku dan kebiasaan, keadaan jasmani dan rohani serta spiritual. Untuk mengantisipasi masalah-masalah dan meminimalisasi konflik yang mungkin terjadi selama perkawinan, sebaiknya calon suami isteri perlu membuat semacam perjanjian perkawinan yang mengatur mengenai hal-hal yang disepakati dalam perkawinan diluar masalah harta perkawinan di antaranya adalah masalah pengasuhan anak. Dengan adanya perjanjian tersebut, jika terjadi perceraian, perebutan hak pengasuhan anak dapat dihindari dan perjanjian tersebut dapat dijadikan masukan bagi hakim serta memudahkan hakim dalam memberikan putusan mengenai pengasuhan anak.
A marriage should be eternal and only dissolves with the dead of a husband or a wife. Sometimes a divorce is inevitable. The continous fighting in the marriage may cause that it will never stay as a happy marriage. The dissolution of the marriage by a divorce will terminate all obligations between the husband and the wife. Contrary to the divorce, the parental control of the children will still remain until they are grown up and mature as Law Number 1 Year 1974 regarding the Marital Law states that a legal rights of child custody caused by a divorce shall be remained in both parents (as sole/single custody). However in reality, a divorce often causes the battle of the legal rights between the parents for having child custody. This thesis will analyze on how to determine which parent will has the rights to have child custody when in the time of the marriage, the mother has secretly changed her religion and what are the legal considerations for the judges in stipulating child custody if the divorce occurred since the mother has secretly changed her religion during the marriage. The writing of the theses used a normative library research. The type of data used the secondary data type. The data analysis method used a qualitative analysis method. Having a divorce has not caused the termination of the parental control for the children. Legally, the parents are still responsible for their children even though they have been separated. The judges in determining who the suitable parent that will have child custody is not only considering the financial ability of each parent but must also consider the parent?s character and behavior including physically and mentally condition. In order to anticipate any problems that may occur in the future and to minimize the conflict during the marriage, it is advisable that spouses before the marriage shall consider making a kind of a prenuptial agreement that stipulates specific matters during the marriage besides the marital goods. Having this kind of the prenuptial agreement will avoid the battle of having child custody in case of the divorce occurred and it will make the judges easier to make a decision for child custody.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T24683
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anindita Dwikinanti Putri
Abstrak :
[Skripsi ini membahas mengenai pelimpahan hak asuh anak sebelum mumayyiz akibat perceraian dengan analisis putusan nomor 330/K/Ag/2014. Dalam melakukan penelitian, penulis mengunakan metode penelitiaan kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dan tipologi bersifat deskriptif analisis. Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana pengaturan mengenai hak asuh atas anak yang belum mumayyiz dalam Undang-Undang Perkawinan, Hukum Islam dan Undang-Undang Perlindungan Anak; dan apakah pertimbangan hakim dalam putusan pemberian hak asuh anak sudah tepat atau belum. Kesimpulan penelitian ini adalah: pertama, ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Perkawinan, Hukum Islam perlu diperjelas mengenai definisi dan hierarki orang-orang yang berhak mengasuh anak serta faktor-faktor yang dapat membuat seseorang kehilangan hak untuk mengasuh anak yang belum mumayyiz. Kedua, pertimbangan Majelis Hakim belum tepat dalam memberikan hak asuh anak yang belum mumayyiz., This paper discusses the provision custody of non-mumayyiz children as result of divorce based on Marriage Regulation, Islamic Law, and Child Protection Regulation. In conduting this research, the witer uses juridicial-normative library research methods and the typology is descriptive analytical. The main issue in this paper focuses on recognition the provision about the custody of non-mumayyiz children according to Marriage Regulation, Islamic Law, and Child Protection Regulation; also about the precision of judge consideration regarding child custody based on Marriage Regulation, Islamic Law, and Childern Protection Regulation. The first conclusion shows that provision about child custody on Marriage Regulation, Islamic Law, and Childern Protection Regulation needs to be more details in order to definition of mumayyiz, hierarchy of person who have the right on child custody, and identification factors which can repealing the right of child custody. The second conclusion shows that judge consideration on Supreme Court Verdict No. 330/K/Ag/2014 has not been an accurate decision.]
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S59987
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nishrin Azzely Qowamuna
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai penetapan hak asuh anak atau hadhanah pasca perceraian yang disebabkan oleh peralihan agama atau murtadnya salah satu pihak yang dalam hal ini adalah pihak istri. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak secara tegas diatur mengenai hak asuh anak, namun dalam Kompilasi Hukum Islam diatur secara lebih lengkap yaitu pada Pasal 105 yang memberikan hak kepada ibu untuk melakukan hadhanah terhadap anak yang belum mumayyiz. Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana bentuk dan akibat putusnya perkawinan yang disebabkan oleh peralihan agama dan apakah pertimbangan hakim dalam menetapkan hadhanah kepada pihak ibu yang beralih agamanya pada Putusan Nomor 487/Pdt.G/2014/PA.Sky sudah tepat. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dan tipologi penelitian yang bersifat deskriptif. Penulis melakukan studi dokumen dan wawancara untuk menunjang data penelitian. Kesimpulan atas permasalahan tersebut adalah bahwa peralihan agama atau murtad yang mengakibatkan ketidakrukunan rumah tangga dapat menjadi alasan untuk perceraian sesuai dengan Pasal 19 PP Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal 116 huruf h KHI. Akibat dari perceraian yang dilakukan karena peralihan agama terhadap bekas istri adalah berlakunya masa iddah, diberikannya nafkah mut rsquo;ah oleh bekas suami kepada bekas istri, dan tidak berhaknya istri atas nafkah iddah. Merujuk pada ketentuan dalam Al Qur rsquo;an, hadits, pendapat ahli fiqih, dan ketentuan dalam KHI, pertimbangan hakim tentang penetapan hak asuh anak atau hadhanah adalah tidak tepat karena salah satu persyaratan pemegang hadhanah yaitu beragama Islam tidak terpenuhi. Kata kunci: Hak Asuh Anak, Hadhanah, Peralihan Agama
ABSTRACT Name Nishrin Azzely QowamunaStudent Number 1206209886Program LawTitle Child Custody After Divorce on Grounds of Apostasy Analysis of Sekayu Religious Court Judgement No. 487 Pdt.G 2014 PA.Sky This thesis examines court rsquo s decision on custodial right after a divorce caused by apostasy of the wife. Custodial right is not clearly governed under the Marriage Law. However, it is more clearly defined in the article 105 of the Compilation of Islamic Law which states that a mother is entitled to perform hadhanah on child who has not reached the age of mumayyiz. This thesis focuses on two problems areas What is the form and consequences of marriage dissolution which was caused by apostasy, and whether the court rsquo s decision on determining the custodial right has been made according to relevant laws. This thesis uses normative juridical research method with descriptive typology. Author also used document studies and conducted interviews. The conclusions of the problems are according to article 19 of the Government Regulation No. 9 year 1975 and article 116 of the Compilation of Islamic Law, an apostasy that causes continuous conflict between the spouse can be used as legal ground for divorce. The consequences of this divorce are the iddah period becomes applicable to the ex wife, ex husband is obliged to pay the mutaah to the ex wife, and the ex wife is not entitled to the maintenance payment. Based on the provisions in Al Qur rsquo an, Hadith, Fiqh, and the Compilation of Islamic Law, we can conclude that an apostate mother lost her custodial right since someone is required to be a Muslim to perform hadhanah, therefore the court rsquo s decision in determining the custodial right is not correct.
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S62750
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anissatul Fathimah
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keadaan kualitas hidup anak (usia 7-12 tahun) serta pemetaan permasalahannya di Indonesia. Desain studi penelitian cross-sectional, data yang digunakan adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional Tahun 2012. Sampel penelitian adalah seluruh anak (usia7-12 tahun) yang memenuhi kriteria inklusi penelitian, yaitu sebesar 30.690 responden. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah Polychoric PCA (Principal Component Analysis), cluster analysis, serta analisis korelasi dan regresi linier. Hasil dari penelitian ini yaitu bahwa; (1). Keadaan kualitas hidup anak di Indonesia dapat diketahui melalui pembentukkan skor kualitas hidup anak (dibentuk dari tiga dimensi; fisik, kompetensi dan materi), skor kualitas hidup anak dapat menjelaskan menjelaskan sebesar 41% variasi dari ketiga dimensi tersebut. (2). Dengan pembentukaan sebanyak 4 cluster provinsi dapat diketahui peta permasalahan keadaan kualitas hidup anak di Indonesia. (3). Korelasi antara nilai IPM dengan skor kualitas hidup anak adalah sedang (r=0,728), berpola positif dengan nilai p-value yang signifikan (p=0,000). (4). Korelasi antara nilai Total Fertility Rate (TFR) dengan skor kualitas hidup anak sangat kuat (r=0,8) berpola negatif dengan nilai p-value signifikan (p=0,000). Kesimpulan dan saran, bahwa wilayah provinsi di Indonesia yang memerlukan fokus perhatian dalam hal kualitas hidup anak (usia 7-12 tahun) adalah provinsi-provinsi yang berada pada cluster-3 dan cluster-4. Nilai IPM secara statistik memperlihatkan adanya kesamaan dengan skor kualitas hidup anak. Setiap pertambahan nilai Total Fertility Rate (TFR) akan menurunkan skor kualitas hidup anak. Usaha perbaikan kualitas hidup anak bagi masing-masing provinsi di Indoensia disesuaikan dengan kondisi dan potensi provinsi setempat serta turut mempertimbangkan nilai-nilai sosial dan budaya yang berlaku pada provinsi tersebut.
The purpose of this study is to evaluate quality of life for children (aged 7-12 years) and the mapping problem in Indonesia. Study design is cross-sectional, using National Socio-Economic Survey data, in 2012. Samples are all children (aged 7-12 years) who met the inclusion criteria of research, that is equal to 30.690 respondents. The analysis used are; Polychoric PCA (Principal Component Analysis), cluster analysis, correlation and linear regression analysis. The results of the study are that; (1). The state of the quality of life of children in Indonesia can be seen through the creation of child's quality of life scores (three-dimensional; physical, competence and material), child?s quality of life scores can explain 41% of the variation in the third dimension. (2). With the formation of 4 clusters provinces, can be seen the map of the quality of life issues in Indonesian children. (3). Correlation degree between the value of HDI with child?s quality of life scores are moderate (r= 0,728), positive pattern with a significant p-value (p= 0,000). (4). Correlation degree between the value of TFR with child?s quality of life scores are very strong (r = 0,8), negative pattern with a significant p-value (p= 0,000). Conclusions and suggestions, the province in Indonesia that require focused attention in terms of quality of life of children (aged 7-12 years) are provinces that are in the cluster-3 and cluster-4. HDI values ​​showed statistically significant similarity with child?s quality of life scores. Every increase in the value of Total Fertility Rate (TFR) will decrease the value of child's quality of life scores. Efforts to improve the quality of life of children for each province adapted to local conditions and the potential provinces, and take into account the social dan cultural values prevailing in the province.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T42223
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alifa Dewi Djoyosugito
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai kekuatan hukum dari penetapan hak asuh anak dan pemisahan harta bersama sebagai akibat dari putusnya perkawinan dengan menggunakan akta perdamaian yang dibuat dihadapan notaris. Dalam kasus Putusan No. 122/Pdt.G/2015/Pn.Sgr, para pihak adalah pasangan suami-isteri yang sepakat untuk bercerai, segala akibat perceraiannya diatur dalam akta perdamaian. Baik sebelum maupun sepanjang perkawinan berlangsung, para pihak tidak membuat dan mendaftarkan perjanjian kawin, namun dalam akta perdamaian para pihak saling menyepakati bahwa sepanjang perkawinan berlangsung diantara para pihak tidak terdapat percampuran harta, dan terdapat klausul mengenai pembayaran utang antara suami kepada isteri. Hal lain seperti pengasuhan anak pun diatur dalam akta perdamaian yang dibuat di hadapan notaris. Akta perdamaian ini menjadi dasar isteri sebagai penggugat untuk mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Negeri Singaraja. Majelis Hakim dalam putusannya tidak menjadikan akta perdamaian sebagai dasar untuk memutus perceraian, namun akta perdamaian ini digunakan oleh Majelis Hakim untuk memutus mengenai penetapan hak asuh anak yang mana tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati oleh para pihak sebelumnya. Metode penelitian yang dipakai dalam penulisan tesis ini adalah penelitian yuridis normatif, bersifat deskriptif analitis dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian dari tesis ini adalah akibat hukum dari pembuatan akta yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata mengakibatkan akta perdamaian yang dibuat oleh para pihak menjadi batal demi hukum.
This thesis discusses the legal force of the establishment of child custody and the separation of joint property as a result of divorce by using the settlement agreement made before the public notary. In Case No. 122 Pdt.G 2015 Pn.Sgr, the parties are spouses who both agreed to divorce, all the consequences of the divorce arranged in the settlement agreement. Before and during the marriage, the parties did not make and register any prenuptial or marriage agreement, but in the settlement agreement the parties mutually agreed that as long as the marriage took place, there was no joint treasure, and there was a clause concerning the payment of debt between husband and wife. Other things such as parenting are arranged in the settlement agreement made before a notary. This settlement agreement became the basis of the wife as a plaintiff to file a divorce suit to the Singaraja District Court. The Panel of Judges in its ruling did not make the settlement agreement the basis for the divorce, but it was used by the Panel of Judges to decide on the custody of the child which was not in accordance with what had been agreed by the previous parties. The research method used in writing this thesis is normative juridical research, analytical descriptive with qualitative approach. The result of this thesis is the legal result of the deed which is not in accordance with the provisions of Article 1320 of the Civil Code, resulting in the settlement agreement made by the parties to be null and void.
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T51143
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Purwanti
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang bagaimana putusan hakim terhadap pemberian hak asuh anak terkait dengan anak yang lahir diluar perkawinan dan masih dibawah umur. Sebelum perkawinan sah terjadi, sepasang pria dan wanita telah mempunyai seorang anak laki-laki yang lahir diluar perkawinan yang sah menurut hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Sepuluh bulan setelah anak tersebut lahir, sepasang pria dan wanita tersebut melangsungkan perkawinan yang dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan. Ketika terjadi perceraian, timbul permasalahan mengenai pengasuhan anak, yakni kepada siapa yang lebih pantas anak itu dipelihara. Dalam putusan perkara di Pengadilan Agama Jakarta Selatan No.1563/Pdt.G/2010/PA.JS, hakim menetapkan hak asuh anak kepada ibu. Sedangkan, dalam putusan perkara di Pengadilan Tinggi Agama Jakarta No.36/Pdt.G/2011/PTA.JK, hakim menetapkan hak asuh anak kepada bapak. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian studi dokumen dengan dengan data sekunder yang bersifat yuridis normatif.
This thesis discusses how the judge's decision in granting a custodian right of the child, in relation to the under age child, who was born in an un-legally marriage spouses. In this case, before legally marriage, this spouse man and woman have had a son who was born outside of legal marriage according to the Islamic Law and the Marriage Law No. 1 of 1974. Later on, in ten (10) months after the child was born, the spouses have their marriages recorded in the Office of Religious Affairs (KUA) of District of Cilandak, Jakarta Selatan. When this spouse is divorce, then there will be a case on who has more preference to have the child custodian. In the District of Religion Court of Jakarta Selatan No. No.1563/Pdt.G/2010/PA.JS, the judges given an award the child custodian to the mother, while in the Jakarta Religion High Court No.36/Pdt.G/2011/PTA.JK, the judges given an award the child custodian to the father. The research is conducted with secondary data documents that are juridis normative.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57070
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kiara Syifa Dhiya Putri Purnomo
Abstrak :
Putusnya perkawinan menimbulkan berbagai akibat hukum. Hak asuh anak adalah salah satu permasalahan yang muncul akibat putusnya perkawinan, terutama dengan perceraian. Kekuasaan orang tua terhadap anaknya berjalan terus, sekalipin perkawinan telah putus karena perceraian, namun dalam hal orang tua telah berpisah, perlu ditentukan kepada siapa kuasa atas anak diberikan. Di Indonesia, mengenai hak asuh anak hanya dapat ditemukan pengaturannya dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Namun pengaturan ini tidak secara rinci menjelaskan mengenai ketentuan pemberian hak asuh anak pasca perceraian, secara garis besar hanya berisi hak dan kewajiban orang tua untuk tetap memelihara anak bahkan setelah perkawinan putus. Sehingga tidak dapat ditemukan peraturan yang mengatur secara jelas dan rinci mengenai penetapan hak asuh atas anak pasca perceraian. Hak asuh anak dapat dicabut dan dialihkan, mengenai hal ini terdapat alasan-alasan yang harus dipenuhi, diantaranya apabila pemegang hak asuh melalaikan kewajibannya sebagaimana diatur dalam Pasal 30 Undang-Undang Perlindungan Anak dan Pasal 49 Undang-Undang Perkawinan. Hak asuh anak juga harus diselesaikan dalam hal salah satu pihak dalam perkawinan pergi dan tidak diketahui lagi keberadaannya atau biasa disebut keadaan tidak hadir (Afwezigheid). Apabila keadaan tidak hadir terjadi pada saat perkawinan masih berlangsung, maka segala harta serta hak dan kewajiban pengasuhan atas anak secara otomatis beralih ke orang tua lain yang hidup terlama. Tetapi dalam hal pemegang hak asuh yang telah diputus setelah perceraian tidak hadir, maka peralihan hak asuh harus dilakukan demi terpenuhinya hak-hak anak juga guna terdapat wali atau wakil dalam hal anak dibawah umur melakukan perbuatan yang menimbulkan akibat hukum. ......The dissolution of a marriage has various legal consequences. Child custody is one of the problems that arise as a result of the dissolution of a marriage, especially with divorce. The power of parents over their children continues, even if the marriage has been broken up due to divorce, but in the event that the parents have separated, it is necessary to determine to whom the power over the children is given. In Indonesia, child custody can only be found in the provisions of Law no. 1 of 1974 concerning Marriage and Law no. 23 of 2002 concerning Child Protection. However, this regulation does not explain in detail the provisions regarding the provision of post-divorce child custody, in the outline, it only contains the rights and obligations of parents to continue to care for children even after the marriage has broken up. So that no regulations can be found that regulate clearly and in detail regarding the determination of custody of children after divorce. Child custody can be revoked and transferred, regarding this, some reasons must be met, including if the custody rights holder neglects his obligations as stipulated in Article 30 of the Child Protection Act and Article 49 of the Marriage Law. Child custody must also be resolved if one of the parties to the marriage leaves and his whereabouts are no longer known or commonly known as absence (Afwezigheid). If the absence occurs while the marriage is still in progress, then all assets and rights, and obligations to care for the child will automatically be transferred to the other parent who has lived the longest. But if the holder of custody who has been terminated after the divorce is absent, then the transfer of custody must be carried out to fulfill the children's rights as well as to have a guardian or representative if a minor commits an act that gives rise to legal consequences.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Nurhamidah
Abstrak :
Skripsi ini membahas kedudukan ayah kandung sebagai pemegang hak asuh anak pasca perceraian ditinjau dari Hukum Kekeluargaan Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Hukum Islam dan Kompilasi Hukum Islam menetapkan jika terjadi perceraian, ibu lebih berhak memperoleh hak asuh anak, sedangkan Undang-Undang Perkawinan tidak mengatur siapa yang lebih berhak memperoleh hak asuh anak, namun mengatur bahwa harus tetap memperhatikan kepentingan terbaik anak. Kemudian, bagaimanakah kedudukan seorang ayah kandung dalam memperoleh hak asuh anak pasca perceraian jika ditinjau dari Hukum Kekeluargaan Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian kepustakaan dengan data sekunder yang bersifat yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu pada norma hukum yang berlaku dalam hukum Islam, peraturan perundang-undangan dan norma-norma yang mengikat dalam kehidupan masyarakat. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa walaupun ibu mempunyai kedudukan yang lebih diutamakan sebagai penerima hak asuh anak, namun ayah kandung dapat memperoleh hak asuh anak apabila ibu tidak dapat memenuhi syarat sebagai penerima hak asuh anak. ......This research focuses on the position of the biological father to child custody after divorce in terms of Islamic Family Law and Law Number 1 Year 1974. Islamic Law and Islamic Law Compilation regulate that in case of divorce, a mother has preferred position to custody the child, while the Marriage Act does not regulate who has more right to custody the child, but favorably consider the best interests of the child. Then, what is the position of father to obtain child custody after divorce the terms of Islamic Family Law and Law Number 1 Year 1974. The research method used in this paper is a method of research literature with a secondary data of juridical normative research that refers to the legal norms applicable in Islamic law, regulations and norms that living in the society. From this study it can be concluded that although the mother has a preferred position to child custody, but the father can obtain custody of the child if the child's mother can not qualify to be a proper bearer of child custody.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45588
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kadek Rama Maheswara Putra
Abstrak :
Sahnya Perkawinan antar Warga Negara Indonesia yang dilangsungkan di luar negeri berdasarkan peraturan yang berlaku di Indonesia, harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang tercantum di dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan hukum tempat dimana perkawinan dilangsungkan (lex loci celebrationis). Putusnya perkawinan karena perceraian adalah suatu hal yang sangat dihindari oleh setiap pasangan, namun jalan perceraian ini diambil karena memang ikatan suci perkawinan tersebut sudah tidak dapat lagi untuk dipertahankan karena alasan-alasan tertentu. Salah satu akibat hukum dari perceraian adalah mengenai hak pengasuhan anak. Hakim dalam menentukan pengasuhan anak, perlu untuk memperhatikan latar belakang dari masing-masing pihak, salah satunya adalah mengenai hukum adat yang masih hidup dalam sebuah masyarakat.Putusan No. 256/Pdt.G/2010/PN.Dps merupakan salah satu contoh kasus yang menggambarkan adanya pasangan antar WNI yang melangsungkan Perkawinan di Alabama, Amerika Serikat, bercerai di wilayah Indonesia, dan hakim dalam memutuskan hak pengasuhan anak menggunakan hukum adat Bali yaitu jatuh ke tangan bapak berrdasarkan prinsip kapurusan. Disinilah perlu dikaji lebih lanjut apakah hakim telah sesuai dalam menerapkan hukum-hukum yang terkait sehingga putusan ini telah dibuat dengan seadil-adilnya.
The validity of marriages between Indonesia citizen held abroad under the rules in force in Indonesia, must be in accordance with the provisions contained under Law Number 1 year 1974 regarding Marriage and the law of the place where the marriage took place (lex loci celebrationis). The marriage breakup as a result of divorce is something that is very avoidable by each partner, but the divorce path finally taken is because the sacred bond of marriage could not be maintained any longer due to certain reasons. One of the legal consequences of divorce is the child custody. Indonesian judges, in determining child custody, need to pay attention to the background of each party in dispute. One of the backgrounds that need to be noticed by the judges is upon customary laws which still exist in Indonesian modern society. Decision No. 256/Pdt.G/2010/PN.Dps is one example of a case that illustrates inter-citizen couples who hold marriage in Alabama, USA, sook divorce in Indonesia, and the judges who decided the child custody using customary law principles which falls to the fathers side based on kapurusan principle which still exist in Bali. Hence, there is a need to take further studies to analyze whether it was appropriate the judge to apply the relevant laws in order for the decision to be fairly made.
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S54346
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atagoran, Teresa Catharina Boi
Abstrak :
Wali sebagai pelaksana kekuasaan orang tua terhadap anak memiliki peran yang signifikan dalam tumbuh kembang dan kesejahteraan anak. Namun jika pada kenyataannya perwalian tidak berjalan sebagaimana mestinya, wali dapat dicabut oleh Pengadilan setempat. Masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah pengertian dan pengaturan mengenai anak, perwalian, perbandingan pengaturan pencabutan perwalian antara Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2019 tentang Syarat dan Tata Cara Penunjukan Wali dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, serta perbandingan pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor 302/Pdt.G/2012/PN.Mdo dengan ketentuan pencabutan perwalian dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2019 tentang Syarat dan Tata Cara Penunjukan Wali. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif dengan metode analisa data kualitatif. Perbedaan antara pengaturan pencabutan wali dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2019 tentang Syarat dan Tata Cara Penunjukan Wali adalah lebih spesifiknya pemohon pencabutan wali, yakni orang tua atau badan hukum atau orang yang akan ditunjuk sebagai wali serta alasan-alasan pencabutan wali yang lebih mendetail dan ada beberapa alasan baru, yakni wali melalaikan kewajibannya, wali tidak cakap melakukan perbuatan hukum, menyalahgunakan kewenangan sebagai wali, melakukan tindak kekerasan terhadap anak yang ada dalam pengasuhannya, dan orang tua dianggap telah mampu untuk melaksanakan kewajibannya. Pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor 302/Pdt.G/2012/PN.Mdo seharusnya merujuk pada Undang-Undang Perkawinan sebagai dasar hukum pencabutan wali, namun keputusan hakim dalam kasus ini tetap tepat, karena hakim mempunyai wewenang untuk menggali nilai keadilan dalam masyarakat, yang dilakukan dengan cara mempertimbangan pendapat anak yang berada dalam perwalian. Alasan pencabutan wali, prosedur pencabutan wali dan penunjukan wali baru dalam kasus ini telah sesuai dengan ketentuan pencabutan wali dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2019 tentang Syarat dan Tata Cara Penunjukan Wali.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>