Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 69 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Djohansjah Marzoeki
Surabaya: Airlangga University Press, 1991
617.11 DJO p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Carrougher, Gretchen J.
St. Louis : Mosby , 1998
617.11 CAR b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yefta Moenadjat
Jakarta: Sagung Seto, 2016
617.11 YEF l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Diana Christie
Abstrak :
Latar belakang : Luka bakar merupakan salah satu penyebab kecacatan sementara, permanen maupun kematian pada anak. Insiden dan kematian akibat luka bakar bervariasi di setiap negara dan dipengaruhi karakteristik luka bakar. Saat ini belum ada data yang mengungkap karakteristik, angka mortalitas serta menilai skor PELOD 2 pada anak dengan luka bakar di Indonesia. Pengenalan karakteristik, angka mortalitas dan penilaian skor PELOD dapat memengaruhi pencegahan dan tata laksana luka bakar yang lebih baik. Tujuan : Mengetahui karakteristik dan angka mortalitas pasien anak dengan luka bakar yang dirawat di Unit Luka Bakar RSCM, serta mengetahui apakah skor PELOD 2 dapat digunakan untuk menilai keparahan luka bakar dan memprediksi mortalitas. Metode : Penelitian retrospektif deskriptif berdasarkan data pasien anak yang dirawat dengan luka bakar yang tercatat di rekam medis sejak Januari 2012 - Januari 2017. Subyek penelitian dipilih secara total sampling. Hasil : Subyek yang memenuhi kriteria penelitian yaitu 148 pasien. Sebagian besar subyek berusia 0-<4 tahun, jenis kelamin laki-laki, gizi baik, rujukan rumah sakit lain dan lokasi kejadian umumnya di rumah. Etiologi luka bakar terbanyak adalah air panas, dengan luas luka bakar <20%, kedalaman luka bakar derajat II. Angka mortalitas anak dengan luka bakar di RSCM adalah 20,3% dengan penyebab kematian sebagian besar sepsis (43,3%). Etiologi terbanyak subyek yang meninggal adalah api, luas luka bakar >40%, dan kedalaman luka bakar derajat II-III. Sebagian besar subyek yang meninggal memiliki skor PELOD 2 ≥ 10 dan mengalami trauma inhalasi. Simpulan : Angka kematian anak dengan luka bakar di RSCM masih tinggi. Skor PELOD 2 dapat digunakan sebagai metode skrining awal untuk menilai berat ringannya kondisi pasien serta memprediksi mortalitas. ...... Background : Burn injury is one of the leading causes of temporary, permanent disability and death. Incidence and mortality of burns injury vary among different countries, and its affected by burns characteristic. Currently there is no data reported about characteristic, mortality rate and assessment of the performance PELOD score 2 in pediatric burn injury in Indonesia. Identification characteristic, mortality rate and PELOD score 2 assesment will influence the prevention and better management of burn injury. Objective : To identify the characteristics and mortality rates of children with burn injury hopitalized in Burn Centre Cipto Mangunkusumo Hospital, and to assess whether the PELOD score 2 can be used for assessment of illness severity and predict mortality. Methods : A descriptive retrospective study based on data of pediatric patients hospitalized with burns injury in medical records from January 2012 to January 2017. The subjects were selected in total sampling. Results : Subjects who fullfill criteria are 148 patients. The greatest number of pediatric burns occured in the age group 0-<4 years old, most were boys, normal nutritional status, referral patients, and commonly occured in the patient’s home. Most etiology of burn injury were scalds, extent of burns < 20% total body surface area and second degree burns. The mortality rate of pediatric burn injury in Cipto Mangunkusumo Hospital is 20,3% and sepsis is the leading caused of death (43,3%). The etiology of most subject who died was fire, extent of burns > 40% total body surface and depth burn grade II-III. Most of the subjects who died had PELOD score-2 ≥10 and inhalation injury. Conclusion : The mortality rate of children with burns in RSCM is still high. PELOD score-2 can be used as an initial screening method to assess the severity of the illness and predict mortality.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Nur Asmita Rahma
Abstrak :
Dampak pademi COVID-19 hampir dirasakan oleh seluruh masyarakat di dunia tidak terkecuali profesi perawat. Perawat sering menghadapi stresor tinggi dalam usaha menyelamatkan pasien, melakukan pekerjaan rutin, berada di ruang kerja yang dirasa padat, frekuensi jumlah pasien yang tinggi, serta melakukan tindakan yang cepat untuk merespon kebutuhan pasien. Perawat profesional juga dituntut untuk bisa memberi layanan paripurna kepada klien. Kondisi yang kompleks ini dapat menimbulkan risiko burnout. Tujuan penelitian adalah untuk mengAnalisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Burnout Perawat Puskesmas pada Masa Pandemi COVID-19 di Kota Pekanbaru Tahun 2022. Penelitian ini menggunakan metode obsevasional analitik dengan rancangan cross- sectional dengan populasi sebanyak 245 perawat puskesmas di Kota Pekanbaru dan melalui metode cluster random sampling dan total sampling diperoleh sampel 6 puskesmas dengan 71 perawat. Analisis data menggunakan uji univariat, bivariat, dan multivariat dengan regresi logistik berganda. Hasil penelitian didapatkan faktor demografi mencakup usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pernikahan, dan lama masa kerja serta organizational effort factor tidak berpengaruh terhadap burnout. sedangkan, individual effort factor dan work environtment berpengaruh terhadap burnout pada perawat. Didapatkan juga hasil 80,3% perawat di Kota Pekanbaru berada pada tingkat rendah berada pada kondisi burnout selama pandemi COVID-19, sedangkan 19,7% nya berada pada tingkat sedang. Menurunkan angka kejadian burnout dapat dilakukan dengan mempertahankan dukungan dari atasan, dukungan rekan kerja dan dengan mempertahankan suasana kerja yang nyaman serta tetap memperhatikan kemampuan individu perawat puskesmas dan memberi ruang lebih bagi perawat untuk berpikir kreatif, menyampaikan pikiran positif. ......The impact of the COVID-19 pandemic has been felt of the all people in the world, including the nursing profession. Nurses often face the high stressors in an effort to save patients, doing routinity, a workspace that feels crowded, the high frequency of patients, and have taking quick action to respond to patient needs. Professional nurses are also required to be able to provide best treatment to the clients. This complex condition can pose a risk of burnout. This study aim to analyze the factors that influenced the burnout of nurses in public health center during the COVID-19 pandemic in Pekanbaru City. This study used an analytical observational method with a cross-sectional design with a population of 245 nurses in nurses in public health center at Pekanbaru City and used cluster random sampling method and a total sampling to get 6 public health center with the 71 nurses. The data was analyzed with univariate, bivariate, and multivariate tests with multiple logistik regression. The results showed that demographic factors include age, gender, education level, marital status, and length of service and organizational effort factors have no effect on burnout. Meanwhile, individual effort factor and work environment affect burnout in nurses. Reducing the incidence of burnout can be solve by increasing organizational effort factor and can provide more space for nurses to think creatively and positive thoughts.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raissa Safridha Putri
Abstrak :
Tenaga Kesehatan merupakan pekerjaan yang memiliki beban yang berat. Jam kerja yang panjang dan seringkali tidak menentu, pasien dengan karakteristik beragam dengan berbagai penyakit, menyebabkan tenaga Kesehatan cenderung memiliki tingkat burnout yang tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat peranan kendali pekerjaan dan strategi koping sebagai moderator dalam hubungan tuntutan kerja emosional dengan burnout. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif cross-sectional yang memiliki 142 sampel tenaga Kesehatan. Penelitian ini menggunakan alat ukur Oldenburg Burnout Inventory, Copenhagen Psychosocial Questionnaire II (COPSOQ II), Copenhagen Psychosocial Questionnaire dan Brief COPE Inventory (Coping Orientation to Problems Experienced). Pengolahan data menggunakan analisis moderasi process macro Hayes melalui Program SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kendali pekerjaan memoderasi antara tuntutan kerja emosional dengan burnout dimensi kelelahan. Sementara strategi koping, koping yang berfokus pada masalah ataupun koping yang berfokus pada emosi memoderasi antara tuntutan kerja emosional dengan burnout dimensi ketidakterlibatan. Tenaga kesehatan dapat menggunakan kendali kerja yang dimiliki untuk mengatasi tuntutan kerja emosional yang dialami oleh tenaga kesehatan. Selain itu, tenaga kesehatan juga dapat diberikan kegiatan atau program yang dapat meningkatkan kemampuan kopingnya, baik yang berfokus pada perilaku atau pun yang berfokus pada emosi. ......Health workers are jobs that have a heavy burden. Long and uncertainty of working hours, patients with various characteristics with various diseases causing health workers to tend to have high levels of burnout. The purpose of this study is to aim to see the role of job control and coping strategies as a moderator in the relationship between emotional work demands and burnout. This research is a cross-sectional quantitative study which has a sample of 142 health workers. This study uses instruments from Oldenburg Burnout Inventory, Copenhagen Psychosocial Questionnaire II (COPSOQ II), Copenhagen Psychosocial Questionnaire and Brief COPE Inventory (Coping Orientation to Problems Experienced). Data processing uses process macro moderation analysis by Andrew F. Hayes through the SPSS Program. The results of the study show that job control moderates emotional job demands and the exhaustion dimension of burnout. While coping strategies, problem-focused coping, or emotion-focused coping moderates between emotional job demands and the burnout dimension of disengagement. Health workers can use their job control to overcome the emotional work demands experienced by health workers. Other than that, health workers can also be given activities or programs that can improve their coping skills, either those that focus on behavior or those that focus on emotions.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Dianasari
Abstrak :
ABSTRAK
Pengangguran merupakan masalah rumit yang muncul di banyak negara. Di Indonesia, data terakhir (Sakernas 1994) menunjukkan angka pengangguran sejumlah 1,5 juta. Dari angka tersebut, 6,25 persen di antaranya adalah pengangguran lulusan perguruan tinggi. Setiap tahunnya, lulusan perguruan tinggi yang terpaksa menganggur mencapai 70.000 orang. Angka tersebut menunjukkan bahwa gelar kesarjanaan yang belum menjamin seseorang akan cepat mendapat pekerjaan. Kondisi menganggur dapat menimbulkan tekanan atau stres. Stres, pada hakikatnya terdiri dari dua aspek, yaitu sumber stres dan reaksi stres. Stres tidak akan muncul jika tidak ada sumber stres, atau sebaliknya. Stres pada kondisi menganggur dapat muncul dari aspek-aspek atau manfaat bekerja yang tidak dapat dinikmati oleh para penganggur.

Penelitian ini bertujuan mengetahui hal-hal atau faktor-faktor apa saja yang dapat menjadi sumber stres, serta bagaimana gambaran faktor-faktor sumber stres tersebut pada sarjana penganggur di Jakarta dan sekitarnya. Secara lebih khusus, penelitian ini juga mencoba melihat perbandingan antara pria dan wanita dalam gambaran masing-masing faktor. Dari analisis faktor yang dilakukan berdasarkan data yang terkumpul dari 102 sarjana penganggur pria dan wanita, ditemukan 8 (delapan) faktor yang dianggap sebagai sumber stres oleh sarjana penganggur di perkotaan. Faktor-faktor tersebut adalah Tekanan untuk memperoleh pekerjaan; Persaingan untuk memperoleh pekerjaan; Perasaan negatif sebagai penganggur; Tekanan Finansial ; Persepsi kemampuan diri; Proses pencarian pekerjaan; Perencanaan masa depan; dan Penerapan dan pengembangan ilmu. Kedelapan faktor tersebut dapat digolongkan ke dalam dua bagian, yaitu sumber stres eksternal dan sumber stres internal. Dari peringkat antar faktor, diketahui bahwa faktor tekanan untuk memperoleh pekerjaan (sumber stres eksternal) dipandang sebagai faktor yang paling besar menimbulkan stres, sedangkan faktor penerapan dan pengembangan ilmu (sumber stres internal) dipandang sebagai faktor yang paling sedikit menimbulkan stres.

Hasil lain dari penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan antara pria dan wanita dalam memandang tiga faktor, yaitu persaingan untuk memperoleh pekerjaan; perasaan negatif sebagai penganggur; dan proses pencarian pekerjaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Becker, Horowitz dan Campbell (1973) bahwa jenis kelamin merupakan salah satu karakteristik individu yang membuat individu memandang sumber stres dan mengalami intensitas stres yang berbeda. Hasil ini juga sesuai dengan riset Silverman, Eicher dan Williams (1987) bahwa pria dan wanita memiliki pandangan yang berbeda terhadap sumber stres yang dihadapi. Pada ketiga faktor tersebut, wanita memandang ketiga faktor ini sebagai lebih menimbulkan stres dibanding pria.

Saran untuk penelitian selanjutnya adalah untuk melakukan penelitian kualitatif dengan metode wawancara mendalam untuk mengetahui dinamika masalah yang dihadapi dan memperbanyak responden. Disarankan pula untuk menyempurnakan alat ukur yang dipergunakan dalam penelitian. Sebaiknya penelitian serupa juga dilaksanakan pada penganggur dari semua tingkat pendidikan, tidak hanya sarjana saja. Selain itu juga diberikan beberapa saran praktis agar para sarjana penganggur tidak terganggu penyesuaian dirinya, serta membantu diperolehnya pekerjaan yang diidamkan.
1996
S2395
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2664
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Aditama
Abstrak :
Perkembangan dan perubahan di masyarakat beqalan begitu cepat. Dinamika kehidupan telah begitu kompleks dan mobilitas masyarakat pun sudah semakin tinggi. Hal ini menuntut kebutuhan akan peranan kepolisian yang juga semakin tinggi, sehingga peranan Polri dalam melaksanakan fungsi kepolisian menjadi bertambah penting. Pada kenyataannya di lapangan, berbagai respon masyarakat telah memperlihatkan adanya kesan yang negatif terhadap penampilan kerja anggota Polri. Misalnya, sikap anggota reserse yang ogah-ogahan dalam menuntaskan kasus, masih merupakan gambaran yang dipersepsi oleh masyarakat tentang polisi dewasa ini. Penampilan kerja polisi yang mengecewakan tersebut salah satu asumsinya disebabkan oleh adanya gejala burnout yang timbul dikalangan anggota Polri. Gejala burnout ini terdiri atas kelelahan emosional, depersonalisasi, dan reduced personal accomplishment, yang dialami oleh individu yang bekerja memberikan pelayanan bagi orang lain. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran burnout pada anggota Polri secara umum. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Incidental sampling. Teknik ini tergolong non probability sampling. Sampel berjumlah sebanyak 100 orang anggota Polri berpangkat bintara yang bertugas di Jakarta. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Instrumen penelitian yang digunakan adalah Maslach Burnout Inventory (MBI). Untuk pengolahan data dilakukan teknik penghitungan nilai rata-rata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gejala burnout memang dialami oleh anggota Polri di Jakarta. Gejala burnout yang dialami oleh anggota Polri di Jakarta secara umum dirasakan setidaknya satu kali dalam enam bulan.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S2926
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3085
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>