Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 35 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raja Sawery Gading Dzetaj Notonegoro
Abstrak :
ABSTRAK Sejak 31 Desember 2015, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) telah secara formal didirikan. Melalui MEA, negara anggota ASEAN berkomitmen untuk menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi yang berlandaskan aturan hukum. Sebagai integrasi ekonomi regional, MEA didirikan dengan dukungan dari berbagai instrumen hukum yang telah disepakati oleh para negara anggota, khususnya ATIGA, AFAS dan ACIA. Mengingat keanggotaan negara anggota ASEAN dalam WTO, mereka juga memiliki komitmen pada sistem perdagangan multilateral WTO untuk memastikan relevansi dan kompatibilitas instrumen-instrumen hukum tersebut dengan aturan dalam WTO. Satu-satunya instrumen hukum pendukung MEA yang telah dinotifikasi kepada WTO adalah ATIGA, berdasarkan Enabling Clause. Penelitian ini meragukan relevansi dari notifikasi ATIGA berdasarkan Enabling Clause sekarang ini, karena terdapat beberapa negara anggota ASEAN yang tidak lagi dapat dikategorikan sebagai negara berkembang. Berdasarkan analisis kompatibilitas, aturan dalam ATIGA dan AFAS cukup sesuai dengan aturan dalam Pasal XXIV GATT 1994 dan Pasal V GATS. Untuk itu penelitian ini mendesak ASEAN untuk menggunakan kewenangannya untuk mengajukan notifikasi kepada WTO atas ATIGA berdasarkan Pasal XXIV GATT 1994, dan atas AFAS berdasarkan Pasal V GATS. Diharapkan dengan diajukannya notifikasi tersebut, negara anggota ASEAN dapat mengambil manfaat dari MEA tanpa mengesampingkan komitmennya pada WTO, dan MEA dapat terealisasikan sebagai pelengkap dalam pencapaian tujuan sistem perdagangan multilateral WTO. Selain itu penelitian ini merekomendasikan ASEAN untuk menjadikan pendekatan yang berlandaskan aturan hukum sebagai karakteristik utama ASEAN dalam merealisasikan MEA. Bila ASEAN terus bergantung pada keinginan politik dari setiap negara anggota atau organ institusional, maka ASEAN akan kehilangan kredibilitasnya sebagai organisasi yang berlandaskan aturan hukum.
ABSTRACT Since 31 December 2015, the ASEAN Economic Community (AEC) has been formally established. Through AEC, the ASEAN member states (AMS) are committed to turn ASEAN into a rules-based single market and production base. As a regional economic integration, AEC is based on legal instruments agreed by the AMS, especially ATIGA, AFAS and ACIA. Considering the position of the AMS as members of the WTO, they are also committed to the multilateral trading system of the WTO to ensure the relevance and compatibility of those legal instruments with the WTO rules. The only legal instrument related to the AEC that has been notified to the WTO is ATIGA, based on the Enabling Clause. The research argues that the relevance of the notification for ATIGA based on the Enabling Clause is questionable, due to the fact that some ASEAN member states no longer fall within the category of developing countries. Based on a compatibility analysis, the provisions in the ATIGA and AFAS are quite compatible with the Article XXIV of the GATT 1994 and Article V of the GATS. With that being said, this research urges ASEAN to utilise its authority to submit notifications to the WTO for ATIGA based on Article XXIV of the GATT 1994, and for AFAS based on Article V of the GATS. The research believes that the submission of the notifications will allow the AMS to gain benefits from the AEC without undermining their commitment to the WTO, and that the AEC will be realised as a complement in achieving the objectives of the multilateral trading system of the WTO. Moreover, ASEAN is recommended to consider the rules-based approach as a primary feature of engagement within ASEAN. If ASEAN keeps relying on the political will of its member states or institutional organs, ASEAN will lose the credibility as a rules-based organisation.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45196
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oscar Harris
Abstrak :
Dengan berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir tahun 2015 maka pasar barang dan jasa di kawasan Asia Tenggara akan terintegrasi menjadi satu membentuk suatu pasar regional yang menghilangkan hambatan arus barang dan jasa secara administrasi dan hukum. Akan tetapi hingga berlakunya MEA belum ada suatu instrumen ataupun otoritas yang mengatur dan menegakkan Hukum Persaingan Usaha di kawasan ASEAN. Skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yang bersifat eksplanatoris deskriptif. Skripsi ini membahas mengenai perbandingan otoritas pengawas persaingan usaha di Indonesia, Singapura, dan Malaysia untuk mengetahui langkah apa yang harus ditempuh dalam menghadapi MEA. Hasil dari penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan yang mencolok dari otoritas pengawas persaingan usaha di ketiga negara karena masing-masing negara saling melengkapi dalam bidang Hukum Persaingan Usaha. Dalam menghadapi MEA negara-negara di ASEAN perlu melakukan harmonisasi Hukum Persaingan Usaha serta membentuk suatu otoritas yang bertugas menegakkan Hukum Persaingan Usaha di kawasan ASEAN.
By the enactment of the ASEAN Economic Community (AEC) in the end of 2015, the market for goods and services in the Southeast Asia region will be integrated together to form a regional market that eliminates barriers to the flow of goods and services in administration or law. But until the entactment of the MEA there is no instrument or authority to regulate and enforce the Competition Law in the ASEAN region. This thesis using normative juridical research method, which is explanatory descriptive. This thesis analyizes the comparison of competition law supervisory authorities in Indonesia, Singapore, and Malaysia to determine what steps should be taken in facing the MEA. The results from this study is that there is no significant difference from the regulatory authorities of competition in the three countries because each country complement each other in the field of Competition Law. In facing MEA, ASEAN countries need to harmonize Competition Law and establish an authority that is in charge of enforcing the Competition Law in the ASEAN region.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S62480
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oscar Harris
Abstrak :
Dengan berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir tahun 2015 maka pasar barang dan jasa di kawasan Asia Tenggara akan terintegrasi menjadi satu membentuk suatu pasar regional yang menghilangkan hambatan arus barang dan jasa secara administrasi dan hukum. Akan tetapi hingga berlakunya MEA belum ada suatu instrumen ataupun otoritas yang mengatur dan menegakkan Hukum Persaingan Usaha di kawasan ASEAN. Skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yang bersifat eksplanatoris deskriptif. Skripsi ini membahas mengenai perbandingan otoritas pengawas persaingan usaha di Indonesia, Singapura, dan Malaysia untuk mengetahui langkah apa yang harus ditempuh dalam menghadapi MEA. Hasil dari penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan yang mencolok dari otoritas pengawas persaingan usaha di ketiga negara karena masing-masing negara saling melengkapi dalam bidang Hukum Persaingan Usaha. Dalam menghadapi MEA negara-negara di ASEAN perlu melakukan harmonisasi Hukum Persaingan Usaha serta membentuk suatu otoritas yang bertugas menegakkan Hukum Persaingan Usaha di kawasan ASEAN. ...... By the enactment of the ASEAN Economic Community (AEC) in the end of 2015, the market for goods and services in the Southeast Asia region will be integrated together to form a regional market that eliminates barriers to the flow of goods and services in administration or law. But until the entactment of the MEA there is no instrument or authority to regulate and enforce the Competition Law in the ASEAN region. This thesis using normative juridical research method, which is explanatory descriptive. This thesis analyizes the comparison of competition law supervisory authorities in Indonesia, Singapore, and Malaysia to determine what steps should be taken in facing the MEA. The results from this study is that there is no significant difference from the regulatory authorities of competition in the three countries because each country complement each other in the field of Competition Law. In facing MEA, ASEAN countries need to harmonize Competition Law and establish an authority that is in charge of enforcing the Competition Law in the ASEAN region.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Shafira Salim
Abstrak :
Regional Comprehensive Economic Partnership (“RCEP”) baru-baru ini telah mulai berlaku pada Januari 2022 setelah melewati masa perundingan selama 9 tahun, dengan ditanda-tanganinya perjanjian tersebut oleh lima belas dari keenam belas negara awal yang terlibat dalam penyusunannya. Lingkup geografis, perwakilan jumlah GDP serta populasi yang besar menegakkan status RCEP sebagai salah satu blok ekonomi terbesar di luar World Trade Organization (“WTO”). Salah satu inisiatif yang diprakarsai oleh RCEP adalah peraturan mengenai Rules of Origin (“ROOs”), sebuah fitur pokok dari Free Trade Agrement (“FTAs”) yang menjabarkan kriteria barang-barang yang memenuhi syarat untuk mendapatkan yang ditawarkan oleh RCEP. RCEP menawarkan ROO-nya sebagai alternatif yang lebih fleksibel dan selaras dari sekian jumlah ROO yang sudah berlaku di kawasan ASEAN dan berbagai FTA di bawah naungannya. Tesis ini bertujuan untuk membahas hal tersebut menggunakan metode yuridis-normatif dengan pendekatan komparatif. Tesis ini akan membandingkan ROO RCEP dengan ROO milik FTA kunci lain, yakni ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (“AJCEP”), dan dampak hukumnya pada Usaha Kecil dan Menengah (“UKM”) Indonesia. Dari pendekatan tersebut, tesis ini menemukan bahwa ROO RCEP dibandingkan dengan AJCEP menawarkan lebih banyak fleksibilitas dari segi metode perhitungan alternatif, aturan akumulasi, toleransi de minimis, serta bukti asal barang. Selain itu, tesis ini juga menemukan bahwa UKM Indonesia dapat menuai keuntungan dari persyaratan bukti asal barang RCEP yang telah disederhanakan. ......The Regional Comprehensive Economic Partnership ("RCEP") entered into force on January 2022 after multiple negotiations spanning over nine years, with fifteen out of the original sixteen negotiating countries signing its ratification. The agreement's enormous geographical scope and substantial representation of GDP and population have cemented its status as one of the largest trade blocs outside the World Trade Organization ("WTO"). Among many of the initiatives heralded by the RCEP is the agreement's provisions on Rules of Origin ("ROOs"), a staple feature in Free Trade Agreements ("FTAs") which detail the criteria of goods eligible to receive the benefits offered by the agreement. The RCEP proposes its ROOs to be a more flexible and harmonized alternative to existing ROOs within the ASEAN region and the many FTAs it has entered into. This thesis intends to examine using the juridical-normative research method with a comparative approach. This thesis shall compare the RCEP's ROOs with that of another essential FTA, namely the ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership ("AJCEP"), and evaluate the legal effects of the RCEP's ROOs on Indonesian SMEs. Through the aforementioned approach, this thesis finds that the RCEP's ROOs, compared to the AJCEP, offer more flexibility due to the RCEP's alternate origin calculation methods, cumulation rules, de minimis derogations, and proofs of origin. Additionally, this thesis finds that Indonesian SMEs may benefit from the RCEP's streamlined proof of origin requirements.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Anabella
Abstrak :
Kendati bertujuan untuk mencapai kemakmuran dan pemerataan ekonomi antar negara anggota sebagai bagian dari usaha integrasi ekonomi ASEAN, data menunjukan bahwa ASEAN-Plus justru meningkatkan kesenjangan antar anggota. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi apakah usaha ASEAN-Plus merupakan langkah yang tepat untuk mencapi tujuan akhir dari integrasi ekonomi ASEAN. Penelitian mencakup 5 perjanjian dalam ASEAN-Plus yakni ACFTA, AKFTA, AJCEP, AANZFTA dan RCEP dengan periode 2000 – 2019. Seluruh data diolah dengan menggunakan metode data panel dimana untuk memilih antara Fixed Effect dan Random Effect dilakukan Hausman Test. Hasil menunjukan bahwa pembentukan ASEAN-Plus meningkatkan kemakmuran namun tidak terdapat pengaruh konvergensi. Tidak terlihatnya pengaruh konvergensi dapat terjadi berkaitan dengan limitasi penelitian yang tidak melakukan pengujian dalam jangka waktu panjang seperti pengujian dengan menggunakan metode Panel Cointegration dan juga analisis yang dilaksanakan pada tingkat negara dan bukan dalam tingkat produk. ......Although ASEAN-Plus aim to achieve economic prosperity and equality among its members as part of ASEAN economic integration effort, data shows that there is rising gap after the formation of ASEAN-Plus. This study aims to determine whether the ASEAN-Plus effort is the right one to achieve the goal of ASEAN economic integration. The study covers 5 agreements in ASEAN-Plus namely ACFTA, AKFTA, AJCEP, AANZFTA and RCEP with the period 2000 – 2019. All data is processed using the panel data method where to choose between Fixed Effect and Random Effect the Hausman Test is carried out. The results show that the formation of ASEAN-Plus increases prosperity but there is no convergence effect. The invisibility of the convergence effect may occur due to the limitation of research, that does not conduct testing in the long term, such as testing using the Panel Cointegration method as well as its analysis that is conducted at country-level and not on product-level.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, Kementerian Luar Negeri, 2010
382.911 IND c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: The ASEAN Secretariat, 2016
337.1 ASS p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Dengan berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 tuntunan terhadap arsiparis pun ikut mengikat. Arsiparis Indonesia harus mampu bersaing dengan sumber daya kearsipan dari sesama negara ASEAN agar dapat menjadi tuan rumah di negara sendiri. salah satu cara pembuktian bahwa arsiparis mempunyai kompetensi dalam bidang kearsipan adalah dengan sertifikasi arsiparis.
020 KHA 9:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Tulisan ini mengkaji masalah kesiapan sumber daya manusia Indonesia dalam menghadapi ASEAN Economic Community 2015.Metode kajiannya menganalisis dan membandingkan beberapaindikator ekonomi makro dengan negara ASEAN lainnya, terutamafokus pada tenaga kerja yang berimplikasi pengakuan kualifikasi danketerampilan, serta mobilitas tenaga kerja terampil di wilayah ASEAN.Hasilnya menunjukkan bahwa Indonesia berpotensi menjadi pemasokterbesar tenaga kerja di ASEAN. Tingkat pendapatan berada di posisi pendapatan menengah meskipun masih rendah(lower middle incomecountry). Posisi IPM sedikit lebih baik dibandingkan dengan Vietnam,Cambodia, Laos, dan Myanmar
JDSP 2:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bonny Pradana
Abstrak :
Dengan diberlakukannya ASEAN Economic Community (AEC) pada tanggal 31 Desember 2015 membuat perdagangan internasional antar negara ASEAN menjadi tidak ada hambatan. Untuk dapat meningkatkan pangsa pasar ekspor dan mempertahankan pasar dalam negeri khususnya pada sektor industri elektronika agar industri elektronika lokal dapat tumbuh maka diperlukan kebijakan industri untuk menjaga iklim usaha nasional. Oleh karena itu diperlukan peta daya saing masing-masing negara ASEAN. Dalam penelitian ini akan digunakan empat metode pengukuran daya saing industri yaitu Trade Specialization Index (TSI), Acceleration Ratio (AR), Market Share (MS), dan Revealed Comparative Advantage (RCA). Penelitian ini menghasilkan peta daya saing industri produk elektronika dan posisi industri elektronika indonesia dengan negara-negara ASEAN lainnya. ......With the implementation of the ASEAN Economic Community (AEC) on December 31, 2015 make international trade among ASEAN countries will be no tariff barriers. To be able to increase exports and maintain market share in the domestic market, especially in the sectors of the electronics industry that the local electronics industry can grow, industrial policy is needed to keep the national business climate. Therefore we need a map of the competitiveness of each ASEAN country. In this study will be used four methods of measuring the competitiveness of the industry, namely Trade Specialization Index (TSI), Acceleration Ratio (AR), Market Share (MS), and the Revealed Comparative Advantage (RCA). This research produced a map of the competitiveness products of industrial electronics and Indonesian electronics industry position with other ASEAN countries.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
T44599
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>