Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 59 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lamech A.P., compiler
Abstrak :
ABSTRAK Kemajemukan hukum atau pluralisme hukum merupakan salab satu tema penting dalam nuansa kajian antropologi hukum (Rouland, 1992:2-4). Pluralisme hukum seperti dijelaskan oleh Hooker (1975:2-4) berkembang antara lain melalui pemerintahan kolonial dan berdirinya negara-negara baru. Di Indonesia misalnya, proses terjadinya pluralisme hukum berawal dari penerapan hukum oleh penjajah terutama pada masa kolonial Belanda ketika penduduk Indonesia (jajahan) digolongkan menjadi tiga golongan dimana masing-masing tunduk pada hukum yang berlainan, yaitu golongan Eropa, Timur Asing, dan golongan Bumiputera (lihat: Arief, 1986:10-14; Ter Haar, 1980:21-25). Semenjak Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tahun 1945, sistem hukum nasional diwarnai oleh koeksistensi hukum formal dari negara dan hukum adat dari kelompok-kelompok etnis di Indonesia. Dalam hal ini, corak pluralisme hukum di Indoensia diwarnai oleh hukum formal yang sebagian merupakan peninggalan hukum kolonial dan produk hukum baru pemerintah Indonesia di satu pihak dan di lain pihak adalah hukum adat dari masing-masing kelompok etnis yang diakui keberadaannya oleh negara. Eksistensi dan penerapan hukum yang berbeda-beda dalam kenyataan hidup bermasyarakat menimbulkan pandangan yang berbeda mengenai hukum mana yang menjadi pilihan utama untuk diterapkan. Salah satu aliran pendapat menyatakan bahwa bagaimanapun juga, dalam situasi pluralisme hukum, pada akhirnya yang menentukan adalah hukum dari negara. Pendapat yang dikenal dengan sebutan legal centralism ini ditentang oleh Griffiths (1986:4) yang menyatakan bahwa pada kenyataannya hukum negara itu tidak sepenuhnya berlaku. Dalam masyarakat dapat dikenai lebih dari satu tatanan hukum. Di Indonesia kritik dari Griffiths ini didukung oleh kenyataan bahwa terdapat kasus-kasus dimana hukum nasional belum menjangkau semua lapisan masyarakat. Alfian (1981:148), misalnya, menunjukkan peranan yang kurang berarti dari hukum nasional dalam kehidupan sehari-hari anggota masyarakat Aceh. Tingkah laku mereka banyak dipengaruhi oleh norma-norma atau nilai-nilai agama dan adat daripada peraturan-peraturan hukum yang seyogyanya harus berlaku. Pada sisi lainnya, terutama dalam kaitannya dengan proses penyelesaian sengketa, terdapat juga situasi dimana lembaga hukum formal untuk menyelesaikan konflik atau sengketa tidak mudah dijangkau oleh masyarakat pedesaan yang jauh terpencil. Contoh dari situasi seperti ini dijumpai pada orang Tabbeyan, sebuah desa di Kabupaten Jayapura (Irian Jaya), dimana terjadi konflik baik antar warga masyarakat itu sendiri maupun antara warga desa itu dengan pemegang hak pengusahaan hutan (HPH) yang konsesi hutan di daerah tersebut, namun tidak mudah memperoleh akses untuk menggunakan lembaga peradilan formal untuk menyelesaikannya (Tjitradjaja, 1993). Keberadaan yang sesungguhnya dari sistem-sistem hukum dalam situasi pluralisme hukum dapat dilihat dalam pola pilihan yang dibuat terhadap sistem-sistem hukum tersebut dan hagaimana sistem-sistem hukum yang berbeda itu secara efektif dapat dipakai untuk menyelesaikan setiap masalah hukum yang timbul dalam masyarakat yang bersangkutan, terutama dalam penyelesaian sengketa yang timbul (Hooker, 1975). Secara teoritis semua sistem hukum mendapat peluang yang sama untuk dipilih sebagai sistem yang diandalkan dalam menghadapi setiap peristiwa hukum. Namun demikian pada kenyataannya pilihan-pilihan hukum mana yang dipakai bergantung pada strategi pembangunan hukum negara yang bersangkutan dan situasi-situasi nyata yang mengarahkan pilihan atas suatu sistem hukum. Dalam kaitan inilah proses penyelesaian sengketa pada suatu situasi pluralisme hukum dapat dipakai sehagai suatu pendekatan dalam menganalisa keberadaan dan keefektifan dari sistem hukum yang ada dalam memecahkan permasalahan hukum yang dihadapi oleh warga masyarakat.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Australia: The Law Reform Commission pf Western Australia, 1992
340 DIS
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Haryo Kusumastito
Abstrak :
Perjanjian utang-piutang atau loan agreement adalah suatu perjanjian perdata antara suatu subjek hukum dengan subjek hukum lain di mana satu pihak meminjam uang kepada pihak yang lain dan pihak yang lain akan mendapat timbal-balik berupa bunga atau hal lain yang telah diperjanjikan sebelumnya. Pengaturan terhadap perjanjian utang-piutang menurut hukum Indonesia terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, seperti lahirnya dan hapusnya. Para pihak dalam perjanjian utang-piutang dapat berbeda status personalnya, sehingga menimbulkan masalah HPI. Ketika terjadi wanprestasi, kemudian juga akan timbul permasalahan forum mana yang berwenang untuk mengadili dan hukum apa yang akan berlaku untuk mengadili perkara tersebut. Skripsi ini akan membahas mengenai perkara-perkara wanprestasi yang berasal dari perjanjian utang-piutang yang tidak berjalan sebagaimana seperti yang diperjanjikan antara para pihak yang berbeda status personalnya. Kemudian salah satu pihak menggugat pihak lainnya di Pengadilan Indonesia.
A Loan agreement is an agreement between two or more legally competent individuals or entities on borrowing a sum of money by one person, company, government, and other organization from another. The lender will get another sum of money or other certain profit paid as compensation for the loan. Loan agreement in Indonesia is regulated in Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Civil Code). It regulates how the agreement begins and when it completes. The parties of a loan agreement can come from different countries. This will create international private law issue. When a loan agreement is not enforced as it has been agreed, breach of contract occurs. Some questions will appear like which court has the competence to adjudicate the case and which law should govern the case. This thesis will explain about a breach of contract cases related to a loan agreement where the parties come from different countries, then one of the parties conducted a lawsuit againts the other in Indonesian court.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S23
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wanda Hamidah
Abstrak :
Analisis yang dilakukan dalam penulisan ini adalah sengketa tanah di Raya Belawan-Medan, Km 7,9 antara Drs.AFN melawan Depkominfo RI. Analisis ini mengkaji putusan No.239/PDT/G/1997IPN.Medan yang diputuskan oleh Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 18 Mei 1999 berkaitan dengan gugatan DRS.AFN mengenai permohonan pembatalan Sertifikat Hak Pakai No.l Tahun 1995 atas nama Depkominfo terhadap tanah yang menjadi objek sengketa. Untuk dapat menjelaskan aspek hukum yang digunakan oleh peneliti dalam mengkaji putusan tersebut, maka peneliti menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif. Sumber yang menjadi bahan penelitian adalah data sekunder berupa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan sengketa tanah tersebut. Analisis putusan tersebut memperlihatkan ada tiga permasalahan yang terungkap yakni pembatalan SK.Mendagri No.47/HM/DA/1988 tentang permohonan hak milik atas tanah yang menjadi obyek sengketa atas nama Drs.AFN, kemudian penerbitan Sertifikat Hak Pakai No.1 Tahun 1995 atas nama Depkominfo dan kewenangan kompetensi pengadilan negeri itu sendiri. Hasil analisis berkenaan dengan pembatalan SK. Mendagri oleh Kepala BPN memperlihatkan bahwa pengakuan hukum yang diberikan oleh Undang-undang Nasional ternyata tidak menjamin penghargaan seutuhnya terhadap hak kelompok masyarakat adat. Indikasi ini terlihat pada proses pembatalan SK.Mendagri oleh Kepala BPN tersebut yang tidak mengindahkan bukti kepemilikan Drs.AFN yakni Grant Sultan No.95 Tahun 1900 yang diakui keberadaannya berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-undang No.5 Tahun 1960 tentang ketentuan Pokok Agraria. Analisis terhadap permasalahan penerbitan Sertifikat Hak Pakai No.l Tahun 1995 ternyata juga menyalahi ketentuan Pasal 3 Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah serta Permendagri No.5 Tahun 1975 tentang ketentuan Pemberian Hak Atas Tanah. Kewenangan pengadilan negeri juga menjadi permasalahan yang muncul dalam analisis ini karena putusan yang dikeluarkan oleh hakim pengadilan negeri berkenaan dengan status hukum Sertifikat Hak Pakai No.l Tahun 1995 telah menyalahi kompetensinya.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16431
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jannus Rumbino
Abstrak :
Kasus-kasus sengketa tanah yang terjadi hampir merata di seluruh wilayah Indonesia. Gejala ini merupakan konsekuensi logis dari pesatnya peningkatan kebutuhan akan lahan dalam pembangunan. Irian Jaya ternyata tidak bebas pula dari kasus-kasus sengketa tanah dan justru menarik karena banyak terjadi di antara penduduk asli Irian Jaya sendiri. Contoh kasus sengketa tanah yang dibahas ini mengenai dua desa dari penduduk asli Irian Jaya yang hidup di pinggiran kota. Oleh karena itu tulisan ini membahas tentang proses penyelesaian sengketa tanah pada penduduk asli pinggiran kota di Irian Jaya dalam konteks kemajemukan hukum. Manfaat dari tulisan ini adalah mengungkapkan proses penyelesaian sengketa tanah yang tidak hanya dilakukan dengan cara-cara adat yang sudah lazim dikenal dalam masyarakat yang bersangkutan tetapi juga digunakan cara-cara yang datang dari luar masyarakatnya sebagai akibat dari pengaruh yang datang dari kota. Selain itu tulisan ini diharapkan dapat menambah informasi tentang pola penguasaan dan pemilikan tanah adat di Irian Jaya. Fokus tentang proses penyelesaian sengketa tersebut dianalisis dengan menggunakan konsep kemajemukan hukum yang kuat dan kemajemukan hukum yang lemah menurut Griffiths. Sasaran penelitian ini adalah penduduk desa Ayapo dan penduduk desa Yoka di Kecamatan Sentani Kabupaten Jayapura Propinsi Irian Jaya. Penduduk desa Ayapo dan penduduk desa Yoka termasuk penduduk pinggiran kota. Sebagai penduduk pinggiran kota, sudah tentu tidak terhindar dari pengaruh-pengaruh yang datang dari kota, yang membawa perubahan pula pada proses penyelesaian sengketa tanah. Penelitian yang sifatnya kualitatif ini dilakukan di desa-desa tersebut di atas dengan menggunakan metode perluasan kasus (the extended case method), artinya unsur-unsur lain di luar sengketa tanah dan proses penyelesaiannya seperti letak dan keadaan geografis, asal usul dan perkembangan penduduk, mata pencaharian, pemukiman, kepemimpinan, pola penguasaan tanah, dan dampak pengaruh luar terhadap penguasaan tanah menjadi perhatian pula dari penulis sebagai peneliti. Sedangkan teknik-teknik pengumpulan data ditekankan pengamatan terlibat, wawancara mendalam dengan beberapa informan kunci; dan wawancara sambil lalu dengan penduduk desa pada umumnya. Sengketa tanah dan proses penyelesaiannya merupakan inti dari tulisan ini. Berkaitan dengan itu dikemukakan alasan/dasar tuntutan dari pihak-pihak yang bersengketa mengenai tanah yang disengketakan sedangkan dalam proses penyelesaian sengketanya, pihak-pihak yang bersengketa menggunakan cara-cara adat yaitu negosiasi/musyawarah, mediasi, rasa kekeluargaan. Pihak-pihak yang bersengketa menggunakan pula prosedur peradilan formal untuk mengesahkan kesepakatan-kesepakatan yang telah diputuskan di lingkungan adat. Peradilan formal (Pengadilan Negeri Jayapura, dan Pengadilan Tinggi Irian Jaya) secara silih berganti telah memenangkan pihak-pihak yang bersengketa. Tetapi ketika sengketa tanah antara pihak yang bersengketa dinaikkan kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) di Jakarta, seluruh keputusan yang sebelumnya telah memenangkan pihak-pihak yang bersengketa dinyatakan batal dan tidak berlaku lagi. Mahkamah Agung Republik Indonesia menyatakan akan mengadili sendiri sengketa/perkara itu dan sebagai hasilnya dikeluarkanlah keputusan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia yang menyatakan bahwa tidak ada pihak yang menang dan kalah dalam sengketa tersebut. Pihak-pihak yang bersengketa lebih baik menyelesaikan saja sengketa itu dengan cara-cara adat yang dilandasi dengan rasa kekeluargaan. Pihak-pihak yang bersengketa dapat melaksanakan keputusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dan akhirnya berdamai juga pihak-pihak yang bersengketa. Kesimpulan yang dapat ditarik dari inti tulisan ini ialah dalam proses penyelesaian sengketa, pihak-pihak yang bersengketa dapat menyelesaikan sengketanya melalui cara-cara adat maupun cara-cara yang berlaku resmi di tingkat peradilan pemerintah. Klimaksnya pemerintah dalam hal ini Mahkamah Agung Republik Indonesia tidak memenangkan salah satu pihak yang bersengketa, hanya dianjurkan agar sengketa/perkara itu diselesaikan secara musyawarah dan mufakat saja secara adat. Buktinya sengketa itu diselesaikan juga secara adat dan akhirnya berdamai juga pihak-pihak yang bersengketa. Tindakan Mahkamah Agung Republik Indonesia tidak memutuskan salah satu pihak yang bersengketa sebagai pemenang dan mengembalikan sengketa/perkara itu untuk diselesaikan secara adat saja agar tidak merusak hubungan-hubungan sosial para pihak bersengketa yang telah lama terjalin secara turun temurun yang diistilahkan oleh Nader dan Todd sebagai hubungan multipleks.
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Happy Rayna Stephany
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang urgensi hak imunitas kepada kurator sebagai bentuk perlindungan hukum saat mengurus dan membereskan harta pailit. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode preskriptif yuridis analitis. Hasil penelitian adalah Undang-Undang Kepailitan tidak tegas dalam memberikan perlindungan hukum kepada kurator sehingga para kurator rentan menjadi target tuntutan hukum, baik secara pidana maupun perdata.Untuk itu, para praktisi menginginkan satu dasar hukum yang kuat, yaitu dicantumkannya satu klausul perlindungan hukum dalam UU Kepailitan layaknya UU Advokat. Dengan demikian, para kurator dapat bekerja dengan aman meskipun masih terbuka kesempatan kepada pihak lain yang berkepentinga nuntuk menuntut dan menggugat kurator.
ABSTRACT
The focus of this study urgency of giving immunity right to bankruptcy trustee as a legal protection when taking care of the bankruptcy estate. The purpose of this study is to know how important immunity right for bankruptcy trustee. As a result, Trustee need a legal protection because Bankruptcy Law in Indonesia does not provide legal protection to the trustee so they become a natural target for lawsuits. Therefore, trustees want an article about legal protection in Bankruptcy Law as a lawyer. The research is qualitative with a juridical prescriptive analytical. The data were collected by deep interview.
2015
T43092
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Silvi Habsari Duria Sumariyastuti
Abstrak :
Asas fiktif positif merupakan asas yang menerapkan pemberian otorisasi diam-diam dalam hal otoritas gagal merespons aplikasi dalam batas waktu yang diizinkan. Kehadiran asas ini diharapkan menjadi pendobrak atas birokrasi pengambilan keputusan/tindakan oleh badan/pejabat pemerintahan yang bertele-tele. Permasalahan yang diangkat dalam tesis ini antara lain: bagaimana pengaturan asas fiktif positif di Indonesia, jenis permohonan fiktif positif apa saja yang dimintakan ke  PTUN, dan bagaimana penerapan aturan tentang asas fiktif positif dalam putusan-putusan PTUN di Indonesia. Bentuk penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah penelitian hukum normatif atau kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa pengaturan mengenai asas fiktif positif di Indonesia tidak hanya terdapat dalam UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Selain itu jenis-jenis permohonan fiktif positif yang dimintakan dalam putusan penerimaan permohonan kepada PTUN sangatlah beragam. Mengenai penerapan aturan tentang asas fiktif positif dalam putusan-putusan PTUN dapat dilihat dalam pertimbangan putusannya yang menghasilkan putusan dikabulkan, tidak diterima/NO atau ditolak. Saran dari penelitian ini antara lain adalah perlu dilakukan perubahan aturan terhadap pasal 3 UU No.5 Tahun 1986 dan penambahan aturan berupa pembatasan penerapan asas fiktif positif pada bidang-bidang tertentu, perlu dibuatnya semacam Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam penerapan aturan mengenai asas fiktif positif, serta perlu dilakukannya upaya-upaya untuk meningkatan pemahaman masyarakat umum, para praktisi hukum serta hakim terkait penerapan aturan mengenai asas fiktif positif. ......The positive fictitious principle applies the granting of authorization when the authority fails to respond to the application within the permissible time limit. The presence of this principle is expected to be a battering ram on bureaucratic decision making/action by long-winded government agencies/officials. The problems raised in this thesis are: how is the regulation of positive fictitious principles in Indonesia, what kinds of positive fictitious application are requested in PTUN, and how the rule practice of positive fictional principles in PTUN decisions in Indonesia. The research form used in this paper is normative legal research or literature conducted by examining library materials or secondary data. From the research, it is known that the regulation of positive fictitious principles in Indonesia is not only contained in Law No. 30 of 2014 concerning Government Administration. In addition, the types of positive fictional applications requested in PTUN are very diverse. The practice of positive fictitious principles rules in PTUN  can be seen in its consideration that result in accepted, not accepted / NO or rejected decisions. Recommendation from this research include the necessary to make changes to the rules of article 3 of Law No.5 of 1986 and to add rules limiting the application of positive fictitious principles in certain fields, the necessary to make a Standard Operating Procedure (SOP) in using positive fictitious principles, and the necessary to improve the knowledge about the rule of positive fictitious principles to the general public, legal practitioners and judges.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52565
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ellyca
Abstrak :
Tanah terlantar merupakan suatu hal yang merugikan masyarakat umum karena tanah merupakan milik Bangsa Indonesia yang harus dimanfaatkan sebesar-besanrya untuk kesejahteraan umum sehingga apabila ditelantarkan maka berdampak menimbulkan kerugian terhadap masyarakat. Oleh karena itu mengenai tanah terlantar perlu dilakukan penertiban yang mana hal tersebut dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional selaku instansi ynag berwenang dalam menertibkan dan menetapkan tanah terlantar. Namun, dalam praktik melaksanakan kewenangannya dalam bentuk Surat Keputusan Penetapan Tanah Terlantar yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional justru berujung hingga Pengadilan karena pihak yang memiliki tanah merasa bahwa keputusan yang dibuat atas tanah milik mereka tidak selayaknya ditetapkan sebagai tanah terlantar yang mana dalam beberapa putusan pengadilan, Badan Pertanahan Nasional justru kalah dalam gugatan atas penetapan tanah terlantar sehingga surat keputusan yang telah diterbitkan dinyatakan dicabut. Atas dasar itu, maka terdapat faktor-faktor yang menyebabkan surat keputusan yang telah diterbitkan dicabut sehingga hal ini menimbulkan perkara hukum atas keputusan yang telah diterbitkan. Analisis mengenai penertiban tanah terlantar dalam penelitian ini akan dibatasi dengan 7 (tujuh) putusan pengadilan untuk melihat pola dari penertiban tanah terlantar. ......Abandoned land is something that is detrimental to the general public because land belongs to the Indonesian nation which must be utilized to the fullest extent possible for the general welfare so that if it is neglected it will have an impact on causing harm to the community. Therefore, regarding abandoned land, it is necessary to control it, which is carried out by the National Land Agency as the agency that has the authority to regulate and determine abandoned land. However, in practice exercising its authority in the form of a Decree on the Determination of Abandoned Land issued by the National Land Agency actually ends up in court because the parties who own the land feel that decisions made on their land should not be designated as abandoned land which in several court decisions, The National Land Agency actually lost the lawsuit over the designation of abandoned land so that the decree that had been issued was declared repealed. On that basis, there are factors that cause the decision letter that has been issued to be revoked so that this creates a lawsuit against the decision that has been issued. The analysis regarding the control of abandoned land in this study will be limited to 7 (seven) court decisions to see the pattern of controlling abandoned land.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yetti Wulandari
Abstrak :
Tesis ini membahas ketentuan tentang seorang Notaris apakah harus menolak atau tidak dalam membuat Akta Berita Acara RUPS sehubungan dengan study kasus ini yaitu dari adanya laporan/pengaduan yang diajukan oleh Pelapor terhadap Terlapor Notaris atas Kuasa Lisan yang tidak pernah dinyatakan oleh Pelapor namun dinyatakan oleh Terlapor dalam Akta Berita Acara RUPSLB sehingga dalam hal ini Terlapor Notaris dituntut dalam menjalankan tugas atau jabatannya untuk selalu menerapkan kode etik dan melaksanakan jabatannya sesuai dengan Undang-Undang Jabatan Notaris. Penelitian ini menggunakan Metode Kepustakaan dan mengumpulkan Data Sekunder serta hasil wawancara guna menunjang penulisan. Analisis kasus ini dilakukan terhadap Putusan Majelis Pengawas Pusat Notaris Nomor 04/B/Mj. PPN/V/2013, di mana pembuatan Akta Berita Acara RUPSLB tersebut dilakukan tanpa mematuhi ketentuan dalam Perseroan sehingga akta yang dibuat mengalami degradasi karena terdapat cacat pada akta tersebut dan menyebabkan akta tersebut menjadi non existant. ......This thesis discusses the provision of a Notary whether to reject or not to make the deed General Meeting of Shareholders in connection with this case study is from a report / complaint filed by the Rapporteur of the Notary Reported on verbal power that was never declared by the Rapporteur are considered by Reported in deed Minutes of RUPSLB so in this case the Notary Reported required in carrying out his duties or to always apply the code of conduct and carry out his post in accordance with the Law Notary. This study uses the method of literature and secondary data gathering and interviews to support the writing. The analysis of this case made against the decision of the Supervisory Council of Notaries Center No. 04 / B / Mj. PPN / V / 2013, in which the deed is done Minutes of the RUPSLB of the Company without complying with the provisions of that deed made degraded because there are defects in the deed and cause the certificate to be non existant.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Herlina
Abstrak :
Setiap pendirian perusahaan, modal sangatlah diperlukan. Modal tersebut terdiri dari modal dasar dan modal yang ditempatkan/disetor. Modal itu sendiri dapat diperoleh dari investor atau pemegang saham. Bagi perusahaan, penambahan modal untuk pengembangan usaha dapat melalui pinjaman bank ataupun mekanisme pasar modal. Dalam penulisan ini mengkhususkan Perusahaan Terbuka dimana perolehan modalnya melalui mekanisme Pasar Modal. Perusahaan Terbuka dalam pencarian modal dapat melakukan aksi korporasi berupa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) dan Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (Tanpa HMETD). Maka penulisan ini diperlukan untuk menganalisa aksi korporasi yang digunakan pemegang saham mayoritas yang bersifat positif atau negatif kepada pemegang saham minoritas sehingga timbulnya perlindungan hukum. Metode penelitian dalam penulisan ini yuridis normatif yaitu penelitian dengan cara menelusuri dan menganalisis bahan pustaka dan dokumen yang berhubungan dengan subtansi penelitian. Dapat diambil kesimpulan dari penulisan ini yaitu aksi korporasi didalam suatu perseroan bertujuan untuk kemajuan perusahaan. Mengenai tujuan aksi korporasi ini memiliki 2 (dua) kemungkinan yaitu dari segi positif dan negatif bagi para pemegang saham. Untuk itu peran serta Bapepam-LK dan SRO sebagai pengawas dan pelaksana pasar modal sangatlah diperlukan. Pelaksanaan aksi korporasi harus mempertimbangkan pemegang saham khususnya untuk melindungi kepentingan pemegang saham minoritas. Oleh sebab itu disarankan Bapepam-LK melakukan pengawasan ketat dan membuat peraturan yang lebih tegas sesuai dengan kondisi saat ini untuk pelaksanaan aksi korporas. ......Every establishment of companies, capital is needed. Capital consists of capital base and capital issued / paid up. Capital itself can be obtained from investors or shareholders. For companies, additional capital for business development may be through bank loans or capital market mechanisms. In writing this public company which specializes capital gains through capital market mechanisms. Company in search of capital can make a corporate action Rights Issue and Without Rights Issue. So the writing is necessary to analyze corporate actions that are used the majority shareholders who are positive or negative to the minority shareholders so that the emergence of legal protection. Research methods in this paper is normative juridical research by tracing and analyzing library materials and documents related to the substance of research. Conclusions can be drawn from this paper that corporate actions within a corporation aims to advance the company. Regarding the purpose of this corporate action has two (2) the possibility that in terms of positive and negative for shareholders. For that role and Bapepam-LK and the SRO as a supervision and enforcer of capital markets is necessary. Implementation of corporate action shareholders should consider in particular to protect the interests of minority shareholders. Therefore recommended Bapepam-LK to strict supervision and make the regulations more strictly in accordance with current conditions for implementation of the corporate action.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T29305
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>