Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Imelda Heriningrum
Abstrak :
ABSTRAK
Anak bagi sebagian besar masyarakat Indonesia masih dianggap sangat berarti, sedikit sekali jumlah pasangan yang benar-benar tidak ingin memiliki anak. Oleh sebab itu infer- tility dapat menjadi sumber stres bagi individu, karena ilmu kedokteran masa kini baru berhasil menolong sekitar 50 % pasangan infertile untuk memperoleh anak yang diinginkan (Kompas, Juni 1995).

Infertility merupakan salah satu masalah yang kompleks bagi pasangan suami-isteri, karena infertility tidak hanya terkait dengan masalah biologis (kemampuan reproduksi, men- gandung dan melahirkan anak) tapi juga terkait dengan masalah lainnya yaitu masalah psikologis (identitas diri dan self esteem), interpersonal (hubungan dengan teman, keluarga, dan masyarakat), dan sosial-budaya (status atau posisi dalam masyarakat, norma masyarakat) (Woollet, 1992). Infertility ini sering juga disebut a complex life crisis, psychologi- cally threathening and emotionally stressful (Menning, 1975).

Rosenfeld dan Mitchel (1979) menyatakan bahwa situasi krisis akibat infertility menimbulkan stres yang sangat besar bagi individu maupun pasangannya. Namun terlebih lagi pada wanita karena sebagian besar pemeriksaan dan pengobatan membutuhkan partisipasi wanita, disamping itu masyarakat menekankan motherhood sebagai peran utama wanita, sehingga wanita infertile lebih distress akibat tidak berhasil memi- liki anak (Freeman, 1995).

Dalam masyarakat yang pronatalis, wanita yang tidak memiliki anak karena pilihan sendiri atau bukan, seringkali juga dianggap memiliki masalah psikologis, seksual dan kese- hatan mental (Callan, 1935). Mereka juga dianggap deviant, selfish dan irresponsibel (Vevers, 1973).

Begitu banyak masalah yang terkait dengan infertility, oleh sebab itu dalam skripsi ini, penulis melakukan studi kasus, agar mendapatkan gambaran yang utuh dan mendalam tentang bagaimana stres yang dialami oleh wanita infertile yang sedang berupaya untuk mendapatkan anak. Dengan studi kasus ini diharapkan dapat terlihat dinamika terjadinya stres pada wanita infertile, dan dapat terlihat keunikan dari pengalaman masing-masing individu dalam menghadapi situasi infertility.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa mereka memang mengalami stres, karena anak penting sekali bagi mereka yaitu untuk memberikan kebahagiaan, terhindar dari kesepian, dan memberikan berbagai manfaat emosional lainnya. Anak juga penting sebagai generasi penerus, pengikat hubungan dengan pasangan serta sebagai jaminan hidup di hari tua. Kebutuhan akan anak ini merupakan sumber stres internal bagi mereka.

Disamping itu norma masyarakat yang menekankan bahwa anak itu penting sangat berpengaruh pada para responden. Mereka menilai bahwa hidup mereka belum lengkap tanpa anak, sehingga hal ini merupakan sumber stres eksternal bagi mere- ka. Dalam berbagai kegiatan sehari-hari, yang menjadi pokok pembicaraan adalah tentang anak. Keluarga juga banyak yang menuntut mereka untuk memberikan keturunan. Pemeriksaan dan pengobatan juga dapat menjadi salah satu sumber stres karena menimbulkan berbagai beban baik fisik, ekonomi maupun emo- sional.

Namun meskipun orang-orang dilingkungan, pemeriksaan dan pengobatan merupakan sumber stres bagi beberapa respon- den, bagi responden lain tidak dinilainya sebagai sumber stres. Pemeriksaan dan pengobatan yang menimbulkan berbagai beban dinilai merupakan hal yang wajar, karena keinginan mereka yang besar akan anak, keluarga juga tidak selamanya merupakan sumber stres, karena banyak juga responden yang mendapatkan bantuan dan dukungan dari keluarganya dalam mengatasi stres. Dari hasil penelitian ini maka dapat terli- hat bahwa penilaian kognitif sangat berperan, meskipun menghadapi situasi yang sama, tidak semua individu mengalami stres yang sama, karena belum tentu mereka menilai situasi tersebut sebagai suatu ancaman atau tuntutan.

Disamping stres terjadi karena penilaian mereka terha- dap situasi yang mereka hadapi, stres juga tergantung dari sumber daya yang mereka miliki. Jadi meskipun mereka menilai situasi yang mereka hadapi merupakan ancaman atau tuntutan, namun bila mereka memiliki sumber daya yang cukup, maka stres yang mereka alami juga tidak terlalu berat, berbeda dengan subyek yang memiliki sumber daya yang kurang.

Reaksi subyek terhadap stres yang disebabkan infertili- ty, pada umumnya adalah reaksi emosional yaitu timbulnya berbagai perasaan sedih, cemas, marah, mudah tersinggung dan berbagai reaksi emosional lainnya. Pada beberapa subyek juga menyebabkan pola makan dan pola tidur mereka terganggu, serta ada juga yang mengalami masalah dalam hubungan interpersonal.

Untuk mengatasi stres, mereka melakukan problem focused coping yaitu dengan berusaha kedokteran atau melakukan pengoba- tan lainnya, dan juga melakukan emotion focused coping yaitu untuk mengatur respon emosi mereka dalam menghadapi masalah, seperti dengan cara sembahyang atau dengan lebih mendekatkan diri ke Tuhan.

Dari hasil penelitian ini tampaknya individu perlu dibekali pengetahuan yang cukup tentang kondisi mereka, serta mempersiapkan mereka untuk menghadapi kemungkinan tidak bisa memiliki anak, karena kemungkinan keberhasilan pemeriksaan dan pengobatan masih rendah.
1995
S2365
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library