Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Depok: Filsafat UI Press, 2007
305.4 Wom
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Adelia Rahmawati
Abstrak :
Saat pertama kali disahkan sebagai sebuah Resolusi Dewan Keamanan PBB pada tahun 2000, Agenda Perempuan dalam Perdamaian dan Keamanan merupakan sebuah terobosan yang diharapkan mampu mengubah pemahaman mengenai keamanan internasional secara masif sehingga mampu memperbaiki taraf hidup perempuan dalam konflik dan perang. Meskipun begitu, setelah 22 tahun berlalu, terlihat bahwa pada nyatanya agenda ini masih belum bisa membawa perubahan yang signifikan. Berangkat dari premis tersebut, maka tulisan ini berkomitmen untuk meninjau bagaimana Agenda Perempuan dalam Perdamaian dan Keamanan ini sebenarnya dimaknai dan diimplementasikan semenjak dua dekade terakhir. Menggunakan 121 literatur serta metode taksonomi, tinjauan ini mengidentifikasi tiga kategori bahasan utama dalam kajian mengenai Agenda Perempuan dalam Perdamaian dan Keamanan, yaitu: 1) konseptualisasi agenda; 2) implementasi agenda; serta 3) evaluasi agenda. Ditemukan bahwa terlepas dari kandungan serta visi yang dianggap revolusioner, masih banyak permasalahan yang belum dibahas dengan baik oleh agenda ini. Selain itu, pemaknaan sekaligus pengimplementasian dari agenda ini juga dapat dikatakan eksklusif, terbatas pada kelompok-kelompok atau entitas-entitas tertentu saja. Dengan begitu, masih banyak evaluasi yang perlu dilakukan terhadap pemaknaan sekaligus pengimplementasian agenda tersebut, baik secara normatif maupun pragmatis. ......When first adopted as a UN Security Council Resolution in 2000, the Women in Peace and Security (WPS) Agenda was a breakthrough that was expected to massively change the understanding of international security as well as to improve the standard of living of women in conflict and war. Even so, after 22 years, it appears that in fact this agenda has not been able to bring about significant changes. Departing from this premise, this paper is committed to reviewing how the WPS Agenda has been interpreted and implemented since the last two decades. Using 121 literature and taxonomic methods, this review identifies three main discussion categories in the study of the WPS Agenda, namely: 1) conceptualization of the agenda; 2) agenda implementation; and 3) agenda evaluation. It was found that apart from the revolutionary content and vision, there are still many issues that have not been properly addressed by this agenda. In addition, the interpretation and implementation of this agenda can also be said to be exclusive, limited to certain groups or entities. In this way, there are still many evaluations that need to be carried out regarding the interpretation as well as the implementation of this agenda, both normatively and pragmatically.
2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Stefani Selina Prameswari
Abstrak :
Agenda Women, Peace and Security (WPS) merupakan nilai global tentang perempuan dalam perang yang disebarkan oleh Dewan Keamanan PBB melalui Resolusi UNSC 1325 pada tahun 2000. Agenda ini kemudian menjadi kerangka revolusioner pertama yang berusaha memecahkan masalah tentang dampak spesifik gender dalam perang dan konflik terhadap perempuan dan anak perempuan. Berbagai negara kemudian berbondong-bondong untuk mengadopsi resolusi ini menjadi sebuah National Action Plan (NAP) atau Rencana Aksi Nasional (RAN) sebagai bentuk dari implementasi agenda WPS. Usaha-usaha sudah dilakukan pada tingkat multi sektor, namun pada realitanya, masih sulit untuk dicapai. Salah satu kasus menarik terjadi di Irak, sebagai negara pertama yang mempunyai RAN 1325 di kawasan Arab dan Afrika Utara sejak tahun 2014, dimana implementasi agenda WPS terlihat masih mengalami penyimpangan. Padahal, Irak telah menjadi garda terdepan situasi perang dan konflik hingga kini, namun nasib perempuannya masih dipertanyakan kembali. Dengan demikian, penulis memiliki pertanyaan penelitian yaitu bagaimana implementasi agenda WPS di Irak melalui RAN untuk Resolusi UNSC 1325 pada periode tahun 2014-2018? Melalui kerangka berpikir keamanan feminis, penulis berusaha untuk melihat proses implementasi tersebut serta dampaknya terhadap perempuan di wilayah perang dan konflik di Irak. ......With the adoption of UN Security Council Resolution 1325 in 2000, the UN Security Council promoted the worldwide value of women in conflict known as the Women, Peace, and Security (WPS) agenda. This resolution is the first revolutionary framework that seeks to address the problem of gender-specific impacts in war and conflict. Then, as part of the WPS agenda, numerous nations sought to adopt this into a National Action Plan (NAP) or Rencana Aksi Nasional (RAN). Multi-sectoral initiatives have been made, but in practice, still challenging to accomplish. One intriguing instance occurred in Iraq, the first country to have RAN 1325 in the Arab and North African area since 2014, where the WPS agenda seems to still be being implemented inconsistently. The fate of women is still being debated, even though Iraq has historically been at the forefront of war and conflict circumstances. As a result, the author's research topic is how, between 2014 and 2018, the WPS agenda in Iraq is being implemented through the NAP for UN Security Council Resolution 1325. The author attempts to understand the implementation process, the perspectives of women in the war and conflict region in Iraq through the lens of a feminist security.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dam Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inara Pangastuti
Abstrak :
Indonesia merupakan negara yang cukup lambat dalam merespons seruan PBB untuk meningkatkan keterlibatan perempuan dalam seluruh proses perdamaian, termasuk dalam operasi pemeliharaan perdamaian. Indonesia membutuhkan waktu tujuh tahun untuk merespons seruan tersebut dengan melakukan pengiriman penjaga perdamaian perempuan. Hambatan-hambatan yang dihadapi di tingkat nasional juga membuat pengiriman personel perempuan tersebut hanya dapat dilakukan dalam jumlah yang relatif minim. Kendati demikian, pengiriman penjaga perdamaian perempuan Indonesia mengalami lonjakan peningkatan pada tahun 2015-2021. Lonjakan pengiriman yang terjadi pada tahun 2019 bahkan berhasil membuat Indonesia menduduki peringkat delapan besar negara pengirim penjaga perdamaian perempuan terbanyak di dunia. Menanggapi fenomena tersebut, penelitian ini mempertanyakan mengapa Indonesia meningkatkan pengiriman penjaga perdamaian perempuannya pada tahun 2015-2021. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penelitian ini menggunakan kerangka analisis kebijakan luar negeri yang turut berusaha mengidentifikasi hubungan antara konsepsi peran nasional dengan kebijakan peningkatan yang diambil. Penelitian ini menemukan bahwa kebijakan peningkatan pengiriman penjaga perdamaian perempuan tersebut merupakan wujud performa peran dari konsepsi peran nasional yang ditampilkan secara dominan oleh Indonesia, yakni konsepsi peran penjaga perdamaian. Kendati demikian, penelitian ini juga menemukan sejumlah konteks lain yang turut berkontribusi dalam mewujudkan peningkatan ini, yaitu komitmen peningkatan pengiriman penjaga perdamaian perempuan yang disampaikan dalam kampanye dan keanggotaan Indonesia di DK PBB, adanya kepentingan birokratik dan dukungan dari aktor-aktor perumus kebijakan pengiriman pasukan Indonesia, dan kehadiran Menteri Luar Negeri yang mampu memberikan dukungan politik yang dibutuhkan untuk merealisasikan kebijakan ini. ......Indonesia has demonstrated a relatively reluctant response to UN calls in increasing the involvement of women in peacekeeping operations. It took seven years for the country to finally send a number of female peacekeepers as a response to the call. Obstacles found at the nation’s deployment mechanism also prevent the country from sending a great number of female peacekeepers. However, a relatively huge increase in the deployment of Indonesian female peacekeepers was apparent in the year 2015 to 2021. The rising number of female peacekeepers deployed in 2019 has even managed to turn Indonesia as the world’s eight largest female troops/police contributing countries (T/PCCs). Therefore, this study inquires why Indonesia has increased the deployment of its female peacekeepers in 2015 to 2021. To answer this question, this study employs an analytical framework of Foreign Policy Analysis (FPA) which also seeks to trace the relationship between national role conception and the adopted foreign policy. This study finds that the policy of increasing Indonesian female peacekeepers deployment is a form of role performance enacted to Indonesia’s dominant role conception as a defender of peace. However, this research also finds a number of other relevant contexts that have contributed to realizing this policy, namely the commitment to increase Indonesian female peacekeepers deployment as a campaign material and contribution during Indonesia’s non-permanent membership in the UN Security Council, the existence of bureaucratic interests and support from Indonesian troops deployment policy makers, and the presence of a Minister of Foreign Affairs who is able to provide the necessary political support to realize this policy.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
New York : Routledge, 2015
341.584 GEN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Galuh Wandita
Jakarta: Asia Justice and Rights , 2014
323.4 SUR
Buku Teks  Universitas Indonesia Library