Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Susanti W. P.
"Pembiayaan bagi Usaha Kecil Menengah (UKM) masih memiliki keterbatasan akses dengan ketentuan adanya syarat fixed assets yang harus disertakan sebagai agunan dalam perhomonan kredit. Dengan lahirnya Undang-undang Nomor 9 Tentang Sistem Resi Gudang, pengusaha kecil yang bergerak di bidang pertanian yang menghasilkan barang-barang komoditi dapat memiliki akses untuk mendapatkan kredit dengan jaminan Resi Gudang atas barang-barang yang ada di Gudang.Skripsi ini meninjau bagaimana peranan kekuatan akta pengikatan Hak Jaminan Resi Gudang dan bagaimana penerapan Sistem Resi Gudang ini dalam praktek pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan terkait dengan fasilitas kredit, serta bagaimana kontrol bank terhadap resiko fluktuasi harga yang tercantum dalam Resi Gudang. Metode penelitan yang dilakukan penulis adalah dengan metode penelitian kepustakaan dengan alat pengumpulan data studi dokumen dan wawancara dengan narasumber. Berdasarkan analisa,pada prakteknya ternyata Sistem Resi Gudang telah lama diterapkan namun dalam konsep yang lebih sederhana dengan menggunakan pola tripartit yang dikenal dengan Collaterral Manager Agreement. Undang-undang Nomor 9 Tahun 2006 telah memberikan nilai kepastian yuridis dari penerapan Resi Gudang dalam praktek perbankan sehingga mampu memberikan rasa aman bagi bank dalam memberikan kredit dengan Hak Jaminan resi Gudang.Dalam Sistem Resi Gudang yang bersifat lebih kompleks dengan adanya kelembagaan yang telah ditentukan pengaturannya untuk menunjang system ini, diharapkan dapat membuat aspek yuridis dari Resi Gudang lebih terjamin, baik dari segi kekuatan akta pengikatan Hak Jaminan Resi Gudang maupun dalam penerapan sebagai agunan dalam kredit perbankan yang menerbitkan kewajiban bagi kreditur dan debitur, serta dalam hal melindungi resiko bank terhadap adanya perubahan harga barang sebagai objek dari Hak Jaminan Resi Gudang."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Rahma Karina
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S21426
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizal Mustaqiem M.
"Pada 14 Juli 2006 telah mengesahkan Undang-Undang Republik Indonesia No.9 Tahun 2006 Tentang Sistem Resi Gudang (UUSRG), disusul kemudian dengan peraturan pelaksanaannya, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2007. Sistem Resi Gudang adalah suatu sistem yang meliputi kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan, pengalihan, penjaminan dan penyelesaian transaksi Resi Gudang (Pasal 1 Angka (1) UUSRG), dengan demikian Sistem Resi Gudang merupakan salah satu instrumen penting dan efektif dalam sistem pembiayaan perdagangan karena dapat memfasilitasi pemberian kredit bagi dunia usaha dengan agunan berupa barang yang disimpan dalam gudang, juga bermanfaat untuk menstabilkan harga pasar. Resi Gudang sendiri dalam Pasal 1 Angka (2) UUSRG didefinisikan sebagai dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di Gudang yang diterbitkan oleh Pengelola Gudang. Secara internasional Resi Gudang dikenal dengan istilah Warehouse Receipt, dan pembiayaan perdagangan dengan dasar Warehouse Receipt (WR)disebut Warehouse Receipt Financing (WRF). Sebelum lahirnya UUSRG pelaku usaha di Indonesia terutama importir komoditas bekerjasama dengan eksportir di luar negeri dan lembaga keuangan baik perbankan maupun non-perbankan telah rutin melakukan transaksi bisnis dengan skema WRF dan sampai saat ini setelah beberapa tahun lahirnya UUSRG masih tetap dilakukan diluar kelembagaan sebagaimana UUSRG. Pada WRF diluar UUSRG, para pihak meliputi Kreditur, Debitur dan Pengelola Agunan (Collateral Manager) terikat kepada suatu Perjanjian Manajemen Agunan (Collateral Management Agreement)/ CMA. Berbeda dengan dengan Resi Gudang yang diterbitkan dalam kelembagaan dibawah UUSRG, WR yang lahir dari suatu CMA (CMA-WR) bukan merupakan suatu dokumen kepemilikan (document of title), tidak dapat diperjualbelikan (Non-Negotiable) dan tidak dapat dipindahtangankan (Non-Transferable). CMA-WR hanyalah suatu laporan ataupun bukti penerimaan dan keberadaan barang (komoditas) di suatu gudang. Pada WRF dengan CMA, bukan WR yang menjadi objek jaminan sebagaimana UUSRG tetapi adalah stok barang terkait. Dikarenakan objek jaminan dimaksud (stok barang) dianggap sama dengan objek Jaminan Fidusia, tidak jarang WRF tersebut selain diatur dengan CMA juga diletakan Jaminan Fidusia atas stok barangnya. Namun demikian, pada pada WRF dengan CMA, stok barang yang merupakan objek jaminan berada pada penguasaan Collateral Manager, untuk kepentingan dan bertindak atas nama Kreditur, bukan pada penguasaan Debitur sebagaimana karakteristik Jaminan Fidusia. Dengan begitu, bisa dikatakan bahwa dalam hal pengusaan objek jaminan, pada WRF dengan CMA lebih mirip dengan Gadai.

In July 2006, Law No.9 of 2006 on Warehouse Receipt System (UUSRG) was passed by the Indonesian Parliament which then followed almost a year after by it's implementation regulation, Goverment Regulation No. 36 of 2007. Article 1 (1) SRG describes that Warehouse Receipt System is a system involcing activities those related to issuance, transfer, collateral and transaction settlement of the Warehouse Receipt (WR). It is believed that Warehouse Receipt System (WRS) is one of the important and efective instrument in the trade finance. It may facilitate credit facilities for the corporation based on collaterlized stock of commodity in the storage, as well as giving benefit for the market price stability. WR according to Article 1 (2) SRG is defined as a document of title on commodity stock which is stored in the storage, issed by a Warehouse Manager. Worldwide it's known as Warehouse Receipt Financing (WRF). Prior to UUSRG, business practitions in Indonesia in collaboration with international commodities suppliers, bank and non-bank financial institution have started this kind of transaction and still continued after UUSRG but arranged by contracts outside UUSRG institution. In this WRF based on contracts, the parties including Creditor, Debtor and Warehouse Manager enter into a Collateral Management Agreement (CMA). WR issued by CMA (CMA-WR) is not a document of title, non negotiable and non transferable. CMA-WR is only a report or confirmation of receipt of goods (commodities) stored in the storage. CMA-WR is not the collateral in this agreement but the goods (stock) it self. There is an opinion that categorizes this kind of collateral as Jaminan Fidusia collateral (object). Goods belonging to the Debtor fiduciary transferred to the Creditor according to the mechanism under Law of Jaminan Fidusia. From the perspective of collateral custody where the goods is actually under custodial of Warehouse Manager, WRF based on CMA is more similar to a lien."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S24730
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library