Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mira Kurniasari
Abstrak :
Perubahan kondisi lingkungan bersifat dinamis termasuk perubahan kuantitas dan kualitas lingkungan. Perubahan lingkungan terjadi akibat aktivitas alam maupun aktivitas manusia. Tidak sedikit aktivitas manusia yang menyebabkan pencemaran lingkungan dan kerusakan lingkungan. Alam memiliki kemampuan untuk memulihkan perubahan lingkungan yang terjadi, namun perubahan yang sangat besar memungkinkan alam kesulitan untuk melakukan pemulihan. DAS Citarum adalah sumber air baku utama bagi masyarakat Jawa Barat maupun DKI Jakarta. Kualitas DAS Citarum akan menentukan kualitas sumber air baku tersebut. Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis pola perubahan kualitas air Citarum yang difokuskan pada parameter BOD5, COD, dan DO serta analisis alokasi industri sebagai suatu altematif antisipasi perubahan kualitas air sungai. Hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Perubahan kualitas air Citarum homogen menurut waktu pengukuran sepanjang tahun 1994 hingga tahun 2000. 2. Ada kecenderungan perubahan kualitas air Citarum menurut waktu sepanjang tahun 1994 hingga tahun 2000. 3. Perubahan kualitas air Citarum homogen menurut lokasi Citarum dari hulu hingga hilir sungai. 4. Ada kecenderungan perubahan kualitas air Citarum menurut lokasi Citarum dari hulu hingga hilir sungai. 5. Ada pengaruh keberadaan waduk kaskade Citarum terhadap perubahan kualitas air Citarum. 6. Ada pengaruh alokasi industri terhadap perubahan kualitas air Citarum. Pengujian hipotesis tersebut dilakukan dengan menggunakan uji Friedman untuk mengetahui homogenitas perubahan kualitas air menurut perubahan waktu maupun lokasi. Uji Z untuk mengetahui kecenderungan perubahan kualitas air terhadap perubahan waktu maupun lokasi, perhitungan sen slope untuk mengetahui tingkat kecenderungan perubahan kualitas air, serta simulasi model terhadap variasi debit sungai, debit limbah, BOD5 limbah dan jarak dengan menggunakan program dari Perum Jasa Tirta II yaitu First Basic Streeter-Phelps Model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1. Perubahan kualitas air Citarum tidak homogen menurut waktu pengukuran sepanjang tahun 1994 hingga tahun 2000. 2. Pada Citarum Hulu, kecenderungan perubahan BOD5 dan COD menurun dan perubahan DO menaik. Hal ini dimungkinkan kondisi lingkungan yang masih terpelihara dengan baik. Pada Citarum Hilir, kecenderungan perubahan BOD5 dan COD menaik dan perubahan DO menurun. Hal ini disebabkan adanya peningkatan kegiatan tambak ikan di kawasan waduk, kegiatan industri maupun peningkatan jumlah penduduk. 3. Pada Citarum Hulu, tingkat perubahan COD cenderung lebih besar dari pada BOD5. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan peraturan pengendalian limbah industri cukup efektif menurunkan kadar COD. Pada Citarum Hilir terutama di lokasi bendung Curug, tingkat perubahan COD jauh lebih besar dengan tingkat perubahan BOD5. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kandungan organik yang tidak dapat terurai secara biologis tinggi yang diperkirakan bersumber dari kegiatan industri. 4. Perubahan kualitas air Citarum tidak homogen menurut lokasi Citarum mulai dari hulu hingga hilir sungai. 5. Sebelum waduk kaskade Citarum, kadar BODE dan COD menunjukkan kecenderungan menaik sehubungan peningkatan kegiatan industri. Sepanjang waduk kaskade Citarum, kadar BOD5 dan COD menunjukkan kecenderungan menurun sehubungan dengan proses sedimentasi dan aerasi pada waduk. Setelah waduk kaskade Citarum, kadar BOD5 dan COD menunjukkan kecenderungan menaik sehubungan peningkatan kegiatan industri. 6. Sebelum waduk kaskade Citarum, tingkat peningkatan COD hampir dua kali dari tingkat peningkatan BOD5. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan organik yang sulit terurai yang umumnya bersumber dari kegiatan industri cukup tinggi. Sepanjang waduk kaskade Citarum, tingkat penurunan COD hampir dua kali dari tingkat penurunan BOD5. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan organik yang sulit terurai menurun cukup efektif dengan adanya proses sedimentasi dan aerasi pada waduk. Setelah waduk kaskade Citarum, tingkat peningkatan COD hampir 4 kali dari tingkat peningkatan BOD5. Hal ini menunjukkan peningkatan kegiatan industri sangat tinggi dibandingkan dengan lokasi sebelum waduk kaskade Citarum. 7. Adanya perbedaan yang nyata terhadap kadar BOD5 dan DO pada variasi jarak industri. Kesimpulan hasil penOlitian ini menunjukkan bahwa: 1. Pola perubahan kualitas air Citarum tidak homogen menurut waktu sepanjang tahun 1994-2000. 2. Kecenderungan perubahan kualitas air Citarum menurut waktu tergantung pada pola pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang berpotensi mempengaruhi kualitas air. 3. Pola perubahan kualitas air Citarum tidak homogen menurut lokasi Citarum dari hulu hingga hilir sungai. 4. Kecenderungan perubahan kualitas air Citarum menurut lokasi tergantung pada kondisi lingkungan dan kegiatan yang berpotensi mencemari lingkungan. 5. Keberadaan waduk kaskade Citarum mempengaruhi perubahan kualitas air Citarum dengan adanya peningkatan kualitas air Citarum setelah waduk kaskade Citarum. 6. Alokasi kegiatan industri mempengaruhi perubahan kualitas air Citarum. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan kadar BOD5 dan DO pada variasi jarak industri. ......The Identification and Analysis on The Pattern of Water Quality Fluctuation at CitarumThe changes of environmental condition are dynamic, so are the changes of environmental quantity and quality. Environmental changes are resulted from natural as well as human activities. Many of human activities have caused pollution and environmental damages. Nature has self-recovering ability from any damages. However, nature will have difficulties in recovering from tremendous changes. Citarum catchments area is the main drinking water source for West Java and Jakarta communities. The quality of Citarum catchments area determines the quality of the drinking water source. This research aims to analyze the pattern of water quality fluctuation at Citarum focusing on the BOD5 and DO parameter while also analysing industrial allocation as an alternative to anticipate the changing of river water quality. Hypotheses used in this research were as follows: 1. There was homogeneity in the changes of water quality at Citarum according to time during the year of 1994 to 2000. 2. Water quality at Citarum had a tendency to change according to time during the year of 1994 to 2000. 3. There was homogeneity in the changes of water quality at Citarum according to location along the upper to the lower stream. 4. Water quality at Citarum had a tendency to change according to location along the upper to the lower stream. 5. The existence of Citarum cascade dam affected the water quality fluctuation at Citarum. 6. Industrial allocation influenced the water quality fluctuation at Citarum. Those hypotheses were tested using Friedman test to examine the homogeneity in the pattern of water quality fluctuation with the changes of time and location, Z test to examine the trend of water quality fluctuation with the changes of time and location, sen slope calculation to examine the degree of trend of water quality fluctuation; and model simulation with the variation of river flow rate, wastewater flowrate, BCDs level of the wastewater and distance using First Basic Streeter-Phelps Model, a program owned by Perum Jasa Tirta The research found that: 1. Water quality fluctuation at Citarum was not homogeneous according to time during the year of 1994 to 2000, 2. At the upper stream of Citarum, there was a trend of decreasing BOD5 and COD level and increasing DO level. This possibly because the environmental condition was still well maintained. At the lower stream of Citarum, there was a trend of increasing BOD5 and COD level and decreasing DO level. An increasing fish farming activity at the dam area, increasing industrial activity as well as population growth possibly caused this condition. 3. At the upper stream, the degree of change in COD more than BOD5. It meant that the application of industrial wastewater regulation is effective to decrease COD. At lower Citarum, particularly at Curug dam, the degree of change in COD level change was far more significant than the degree of BOD5 change. It showed the increase of organic content that was not biodegradable possibly came from industrial activities. 4. Water quality fluctuation at Citarum was not homogenous with the changes of location along upper to lower stream. 5. Before Citarum cascade dam, BOD5 and COD tended to increase with the increasing industrial activities. Along Citarum cascade dam, BOD5 and COD level tended to decrease because of sedimentation and aeration process in the dam. After Citarum cascade dam, BOD5 and COD tended to increase with the increasing of industrial activities. 6. Before Citarum cascade dam, the increase of COD level was almost twice the increase of BOD5 level. This showed the relatively high content of organic matter came from industrial activities that were difficult to degrade. Along Citarum cascade dam, COD level decreased with a rate almost twice as BOD5 level. This showed that organic matter that was difficult to degrade decreased quite effectively with sedimentation and aeration process in the dam. After Citarum cascade dam, the rate of COD level increase was almost four times the increase of BOD5 level. This showed that the increase of industrial activities was very high compare to the location before Citarum cascade dam. 7. There are significant difference of BOD5 and DO at variation of distance among industries. The research concluded that: 1. The pattern of water quality fluctuation at Citarum did not show any homogeneity according to time during the year 1994 to 2000. 2. The trend of water quality fluctuation at Citarum according to time depended on the rate of population and economy growth. 3. The pattern of water quality changes did not show any homogeneity according to location from upper to lower stream. 4. The trend of water quality fluctuation according to location depended on the existing environmental condition and on the activities having a potency to pollute the environment. 5. The existence of Citarum cascade dam affected water quality fluctuation at Citarum as shown by the increase of river water quality after passing the Citarum cascade dam. 6. The allocation of industrial activities influenced water quality fluctuation at Citarum. This was shown by the fluctuation of BOD5 and DO level with the variation of distances from industry.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T 3692
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi Widayanto
Abstrak :
Air bersih merupakan salah satu kebutuhan hidup yang paling penting. Bagi masyarakat Surabaya dan sekitarnya ketersediaan air bersih ini masih merupakan masalah. Hal ini karena terjadi ketimpangan antara kebutuhan dan penawaran air bersih. PDAM sebagai pemasok utama air bersih bagi masyarakat Surabaya dan sekitarnya masih menghadapi kendala dengan biaya pengolahan air baku yang semakin mahal. Hal ini karena air baku yang sebagian besar diperoleh dari Kali Brantas kondisinya semakin hari semakin memburuk kualitasnya. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas air Kali Brantas, seperti melalui PROKASIH untuk meningkatkan kualitas air sungai hingga mencapai golongan mutu air tertentu yang sesuai dengan peruntukan sungai tersebut. Namun demikian kebijakan tersebut belum menunjukkan hasil seperti yang diinginkan. Berbagai program implementasi PROKASIH lebih menunjukkan keberhasilan dalam jangka pendek, sedang dalam jangka panjang kurang berhasil. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya pemahaman mengenai seberapa besar manfaat atau nilai air Kali Brantas bagi masyarakat maupun pemerintah. Untuk mengetahui nilai air Kali Brantas digunakan metode Contingent Valuation. Metode ini adalah metode survei secara langsung bertanya kepada masyarakat tentang kemauan bayar (WTP) untuk peningkatan kualitas air Kali Brantas, setelah terlebih dahulu memberikan penjelasan mengenai karakteristik Kali Brantas. Metode Contingent Valuation adalah metode yang tepat untuk mengetahui nilai air sungai, karena air sungai merupakan produk yang tidak dijual di pasar (non market good). Metode Contingent Valuation mampu mengukur nilai dari suatu barang yang tidak ada di pasar. Dalam metode Contingent Valuation, untuk dapat mengetahui maksimum kemauan bayar, cukup dengan memberikan informasi yang jelas mengenai barang tersebut kepada penerima manfaat. Dalam hal ini WTP akan berarti nilai kemauan untuk membayar masyarakat untuk mendapatkan kenaikan kualitas air sungai. Selanjutnya, informasi demografi masyarakat dikembangkan untuk mengetahui latar belakang penilaian masyarakat terhadap air sungai bersih. Survei ini berhasil mendapatkan 1.114 responden rumah tangga dengan karakteristik sebagian besar tingkat pendidikan SD; pendapatan rumah tangga kurang dari Rp. 300.000,- per bulan; jumlah anggota rumah tangga rata-rata 4 orang; Jenis pekerjaan pedagang dan wiraswasta. Dari survei ini dapat diestimasi nilai ekonomi Kali Brantas adalah sebesar Rp. 3,179 milyar per tahun untuk masyarakat di sekitar Kali Brantas. Berbagai kebijakan meningkatkan kualitas Kali Brantas dapat dilakukan dengan memanfaatkan temuan penilaian Kali Brantas. Kebijakan secara langsung dapat dilakukan dengan merealisasikan nilai kemauan bayar masyarakat dalam bentuk iuran/pungutan, misalnya untuk membangun instalasi pengolah limbah rumah tangga secara kolektif di suatu komunitas permukiman di sekitar Kali Brantas. Sedangkan kebijakan tidak langsung dilakukan dengan mempengaruhi variabel yang berhubungan dengan tingginya WTP masyarakat terhadap Kali Brantas. Dari model regresi logistik diketahui bahwa tingginya WTP dipengaruhi tingkat pendidikan dan pendapatan rumah tangga. Penilaian ekonomi Kali Brantas dapat juga digunakan untuk melihat efektifitas dari program peningkatan kualitas Kali Brantas selama ini, menentukan biaya kerugian akibat menurunnya kualitas Kali Brantas, serta dapat pula digunakan sebagai masukan bagi penetapan tarif retribusi iuran atas penggunaan dan pencemaran air Kali Brantas.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T10058
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daru Setyo Rini
Abstrak :
Kali Surabaya adalah sumber air baku PDAM Surabaya yang mengalir sepanjang 41 km melewati wilayah Mojokerto, Gresik, Sidoarjo, dan Surabaya. Kegiatan manusia di sekitar sungai dan konversi lahan sempadan sungai telah memberikan dampak buruk pada ekosistem sungai. Pemanfaatan lahan sempadan Kali Surabaya telah mengkonversi sebagian besar wilayah sempadan menjadi kawasan terbangun dan menghilangkan fungsinya sebagai penyangga ekosistem Kali Surabaya. Konversi tanah sempadan ini disebabkan oleh lemahnya pengawasan pemerintah (Gubemur, DPU Pengairan Propinsi Jawa Timur, dan Perum Jasa Tirta) pada penggunaan daerah sempadan Kali Surabaya. Lemahnya pemantauan dan pengawasan pada pembuangan limbah menyebabkan industri terus membuang limbahnya yang tidak diolah ke Kali Surabaya. Selama ini tidak ada tindak lanjut pada hasil pemantauan rutin, sehingga industri yang limbahnya terpantau jauh melampaui ambang batas, tetap melanggar baku mutu limbah cair pada pemantauan bulan berikutnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan kualitas air dan keanekaragaman makroinvertebrata bentos Kali Surabaya di sekitar sempadan bagian hulu dengan kegiatan utama pertanian, bagian tengah dengan kegiatan utama industri dan bagian hilir dengan kegiatan utama permukiman. Penelitian ini juga mengkaji pelaksanaan kebijakan pengelolaan bahan sempadan dan pengendalian pencemaran air Kali Surabaya oleh Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Timur. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dan pengambilan sampel dilakukan pada dua waktu pemantauan yaitu 25 Mei 2002 yang mewakili akhir musim hujan dan 21 Agustus 2002 yang mewakili akhir musim kemarau. Sampel air dan makroinvertebrata diambil dari 7 stasiun pengambilan sampel yaitu Sumberame dan Sumengko (Kali Surabaya bagian hulu), Driyorejo, Kali Tengah dan Karang Pilang (Kali Surabaya bagian tengah), serta Pereng dan Jambangan (Kali Surabaya bagian hilir). Nilai Indeks Canberra yang mengindikasikan tingkat kesamaan kualitas air memperlihatkan adanya 3 kelompok kualitas air. Pada 25 Mei 2002 kelompok kualitas air terburuk ditemukan di Kali Tengah dan Jambangan, kualitas air menengah ditemukan di Karang Pilang dan Pereng dan kualitas air yang masih baik ditemukan di Sumberame, Sumengko, dan Driyorejo. Pada 21 Agustus 2002 kelompok kualitas air terburuk ditemukan di Kali Tengah, kualitas air menengah ditemukan di Karang Pilang dan Jambangan, sedangkan kualitas air yang masih baik ditemukan di Sumberame, Sumengko, Driyorejo, dan Pereng. Analisis statistika dengan uji Mann-Whitney dengan a 0,05 memberikan kesimpulan bahwa jumlah bahan pencemar organik (nilai BOD dan COD) pada Kali Surabaya bagian hulu berbeda nyata dengan jumlah bahan organik pada Kali Surabaya bagian tengah dan permukiman, sedangkan jumlah bahan pencemar organik pada Kali Surabaya bagian tengah tidak berbeda nyata dengan jumlah bahan organik pads Kali Surabaya bagian hilir. Meskipun pengukuran fisika kimia memperlihatkan kualitas air pada Kali Surabaya bagian hulu masih baik, nilai indeks diversitas makroinvertebrata menandakan kualitas air Kali Surabaya bagian hulu telah mengalami tingkat pencemaran ringan. Hal ini berarti bahwa makroinvertebrata memberikan respon yang lebih peka dibandingkan pengukuran parameter fisika kimia, sehingga dapat dijadikan indikator untuk menilai kualitas air. Pada pemantauan 25 Mei 2002, indeks diversitas makroinvertebrata terendah dijumpai di Jambangan, sedangkan pada pemantauan 21 Agustus 2002, indeks diversitas terendah dijumpai di Kali Tengah. Analisis statistik dengan uji korelasi Spearman Rank memberikan kesimpulan bahwa indeks diversitas memiliki korelasi negatif yang cukup kuat dengan BOD (nilai koefisien korelasi -0,653) dan korelasi negatif lemah dengan COD (nilai koefisien korelasi -0,339). Komunitas makroinvertebrata pada Kali Surabaya bagian hulu dicirikan oleh tingginya persentase species tidak toleran pada pencemaran organik dari jenis larva serangga, keong (gastropoda) prosobranchia, kerang dan udang air tawar. Pada Kali Surabaya bagian tengah terjadi penurunan persentase species tidak toleran dan kenaikan persentase species toleran yaitu cacing Tubifex lubifex, Lumbriculus variegalus dan Chironomus sp. Pada Kali Surabaya bagian hilir persentase species toleran sangat tinggi dan hampir tidak dijumpai jenis makroinvertebrata tidak toleran. Species toleran yang banyak dijumpai adalah cacing Tubifex lubifex. Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air dan pemantauan makroinvertebrata bentos dapat disimpulkan bahwa tingkat pencemaran air Kali Surabaya berkisar antara tercemar ringan hingga tercemar berat dengan pencemaran terberat dijumpai di Kali Tengah (Kali Surabaya bagian tengah). Kegiatan industri di sempadan sungai dan pembuangan limbah industri ke Kali Surabaya perlu mendapat prioritas dalam pengendalian dan pengawasan pencemaran air di Kali Surabaya, terutama di Kali Tengah yang memberikan beban pencemaran terberat. Untuk memulihkan ekosistem Kali Surabaya dari kerusakan, pemerintah harus memperketat pengawasan pada industri khususnya di Kali Tengah dan mewajibkan semua industri untuk mengolah limbahnya hingga memenuhi baku mutu limbah cair. Disamping itu perlu dilakukan penertiban bangunan liar di sempadan sungai yang melanggar ketentuan dan mengembalikan peruntukannya sebagai kawasan lindung. Upaya penertiban harus dilakukan secara manusiawi dan didahului dengan sosialisasi kepada semua masyarakat pengguna lahan sempadan yang akan ditertibkan. Pemerintah perlu memikirkan solusi untuk menyediakan lahan pengganti bagi permukiman penduduk sempadan sungai atau membangun sistem pengolahan limbah terpadu untuk mengolah limbah industri dan domestik sebelum dibuang ke Kali Surabaya. Pembersihan bangunan liar di sempadan harus disertai dengan rehabilitasi tanah sempadan untuk dilanjutkan dengan kegiatan reboisasi dan membuat hutan kota yang dapat dijadikan wahana ekowisata dan sarana pendidikan lingkungan bagi masyarakat untuk meningkatkan kepedulian masyarakat agar ikut partisipasi aktif dalam melestarikan fungsi Kali Surabaya sebagai sumber air baku untuk air minum warga Surabaya.
The Impact of Human Activity at Riparian Area on Water Quality and Benthic Macro-invertebrate Diversity of Surabaya RiverSurabaya River is a source of raw water supply for local potable water company (PDAM) in Surabaya. It flows along 41 km from Mojokerto passes through Gresik, Sidoarjo and Surabaya to the Strait of Madura. The utilization of riparian land of Surabaya River seems to be uncontrolled, most part of the riparian land has been converted into a developed area and its function as a buffer of Surabaya River ecosystem have been gradually destroyed. The increase in riparian land conversion was largely caused by lack of control from the provincial government (East Java Governor, Provincial Office of Public Work Department for Water and Irrigation, and Perum Jasa Tirta I). The present study aims to assess water quality and diversity of benthic macro-invertebrate community of Surabaya River near the riparian area that is being used as agricultural, industrial and residential land. The present study also aims to assess the effectiveness of local government policy on the riparian land management and water quality control. The study was an analytical descriptive research. Water and substrate samples were collected from Surabaya River on 25th May 2002 represented the end of rainy season and 215 August 2002 represented the end of dry season. Water samples and macro-invertebrates were collected from seven sampling stations along Surabaya River i.e. Sumberame and Sumengko (up-stream section of Surabaya River), Driyorejo, Kali Tengah, and Karang Pilang (middle section), Pereng and Jambangan (down-stream section). The management of Surabaya River is conducted separately by governments of 4 municipalities along the river. There is lack of coordination and there is no integrated planning in the Surabaya River management. The local government control to the utilization of riparian zone and water pollution control in Surabaya River is still ineffective. Therefore, the improper uses of riparian land were still increasing and the water quality was declining. This condition threatens the sustainability of river function as source of raw water for drinking water company. The houses built on the riparian land were also not safe for the inhabitants, since the land is labil and some houses on the riparian land have collapsed lately. The monitoring program seems to be only formality without any evaluation and follow-up action to the wastewater and water quality monitoring results. The industrial wastewaters that exceed the wastewater standard will still exceed the standard on the next monitoring results. There is no sufficient control to the wastewater disposal into Surabaya River. The water assessment results showed that on 25th May 2002, the worst water quality of Surabaya River were found in Kali Tengah (middle section of Surabaya River) and Jambangan (down-stream of Surabaya River). On that day, presumably there were no waste disposal activity in Kali Tengah, hence the water quality in Kali Tengah was quite good and almost the same with water quality in Jambangan. On 2151 August 2002, it was presumed that there were waste disposal activities in Kali Tengah so that the water quality in Kali Tengah was the worst as compared to other stations in Surabaya River. The worst water quality was indicated by high values of BOD, COD, TOC, TSS and DHL in Kali Tengah on 21" August 2002. The water quality of up-stream section of Surabaya River complied with the water quality standard of Class 1 according to PP No.81/2001 (can be used as raw water for drinking water), while the water quality at middle and down-stream section of Surabaya River exceeded that water quality standard. The Mann-Whitney Test result with a 0,05 showed that the organic content (measured as BOD and COD) at up-stream section of Surabaya River was significantly different from those at the middle and down-stream section of Surabaya River. In contrast, the organic content at middle section of Surabaya River was not different significantly from that at and down-stream section. Although the measurement of physical and chemical parameters of water sampled showed that the water quality at up-stream section of Surabaya River was still in good condition and complied the water quality standard of class 1, the biodiversity index of benthic macro-invertebrate community indicated the occurrence of mild water pollution. The result suggests that benthic community monitoring is more sensitive than the physical and chemical measurement. It can be used as bio-indicator of water quality in the habitat. On 25th May 2002, the lowest diversity index was found at Jambangan while on 21s` August 2002 the lowest diversity index was found at Kali Tengah. The correlation coefficient index of Spearman rank showed a significant relation of diversity index to BOD and COD concentration. The diversity index has a moderately strong negative correlation with BOD content (coefficient correlation - 0,653) and it has a weak negative correlation with COD content (coefficient correlation - 0,339). Macro-invertebrate community at up-stream section of Surabaya River was characterized by the high percentage of sensitive species such as insect larva, prosobranchia gastropod, mussels and decapods. At middle section of Surabaya River, the percentage of sensitive species decreased and the percentage of tolerant species, such as Tubifex tub fex, Lumbriculus variegatus and Chironamus sp. increased. At down-stream section of Surabaya River, the tolerant species were predominant so high and only few sensitive species were found in this area. The most abundant tolerant species was Tubifex lubifex. In order to restore the ecosystem of Surabaya River, the government should increase the wastewater disposal control and command all industries to treat their wastewater. The illegal uses of the riparian zone should be terminated and the illegal buildings should be cleared from that protected area. The riparian land then should be rehabilitated and replanted with local vegetation species and a plan to convert the zone into a city riparian forest as a public park should be initiated. The city riparian forest should be supported by Surabaya River information centre as a facility to environmental education program. This centre will act as training facility to increase the understanding and awareness of the people in conserving the Surabaya River Ecosystem as a whole unit that interfered by their activity so that the river function as a source of raw water for drinking water will keep in sustainability.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 11063
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natsar Desi
Abstrak :
Menurunnya ketersediaan air permukaan salah satu disebabkan menurunnya mutu daerah tangkapan air (Catchment area) akibat pembukaan hutan untuk perkebunan dan pemukiman. Hutan yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air setiap tahun mengalami kerusakan mencapai 1,5 juta ha per tahun, yang berakibat terjadi kehilangan air akibat run off yang tinggi maupun evaporasi. Terjadi kesidakseimbangan jumlah air pada musim kemarau dan hujan, Permintaan air bersih pada tahun 2015 untuk kebutuhan domestik diperkirakan mencapai 81 juta m3, dan jika dilihat dari tahun 2000 terjadi peningkatan tahunan sebesar 6,7%. Angka itu belum termasuk kebutuhan air bersih dan sektor pertanian yang mencapai 98% konsumsi air Indonesia dan meningkat 6,67% per tahun sampai 2015 (KLH, 2004). Tanggal 26 Maret 2004, telah terjadi bencana berupa runtuhnya dinding Kaldera Gunung Bawakaraeng yang merupakan hulu Sungai Jeneberang di Sulawesi Selatan. Dinding kaldera yang runtuh diidentifikasi sebagai tebing yang sermasuk Gunung Sarongan (elevasi 2.514 m dpl). Volume massa yang runtuh diperkirakah atitara 2{70 -- 300 juta m3, sepanjang daerah aliran Sungai Jeneberang. Sungai Jeneberang merupakan salah satu sungai besar dan penting di Sulawesi Selatan mengingas alurnya yang melalui Kabupaten Gowa, Kabupaten Takalar dan Kota Makassar. Sumber air baku PDAM Kota Makassar menggunakan air permukaan yaitu : (a) Sungai Maros dari Kabupaten Maros dengan kapasitas 1300 lld pada kondisi normal, (b) Sungai Jeneberang dari Kabupaten Gowa dengan kapasitas 3500 lld dan yang terpakai 1500 11d (Musagani, 2005).Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey dengan mengunakan teknik pengumpulan data berupa observasi laboratorium dan dokumentasi. Observasi laboratorium digunakan untuk memperoleh data tentang kualitas air pada Sungai Jeneberang sesuai dengan parameter yang diamati. Metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh berbagai macam data sekunder dalam menunjang data primer. Melalui metode dokumentasi dilakukan pencatatan informasi dari berbagai sumber tentang kualitas air Sungai Jeneberang. Pemilihan sampel dengan metode persimbangan (Purposive) untuk menentukan waktu dan ternpat pcngambilan sampel dilakukan secara Acak (random). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pemanfaatan lahan yang memberikan kontribusi besar pada besarnya laju erosi tanah dan menurunkan kualisas air baku Sungai Jeneberang adalah ladang/tegalan sebesar 479,81 ton/km2/tahun. Parameter kualitas air baku yang diteliti dan melampaui baku (PP No. 82 Tahun 2001) akibas longsor adalah TSS maksimal sebesar 26560 mgll, BOD maksimal sebesar 4,17 mg/l dan COD maksimal sebesar 11,38 mgll, sedangkan parameter kualitas air minum yang melampaui baku mutu (SK. MENKES No. 907 Tahun 2002) adalah kekeruhan maksimal sebesar 6,3 mg/I clan pH maksimal sebesar 8,66. Pemanfaatan lahan dan longsor pada hulu DAS Jeneberang, berimplikasi pada jenis bangunan pengolahan air minum yaitu jika pH basa maka terjadi kerak pada jenis bangunan pengolahan air, perlakuan proses pengolahan pada tingkat kekeruhan di atas 6000 NTU beralih dari kapur dan tawas ke PAC (Poll aluminium clorite) dan Polymer. Biaya pemakaian bahan kimia PAC (Poll aluminium clorite) dan polymer meningkat rata-rata tiap tahun sebesar Rp 0,25/liter. Untuk mengatasi permasalahan kualitas air baku yang disebabkan pemanfaatan lahan dan Iongsor, disarankan membuat perasuran mengenai perunsukan kawasan hulu Sungai Jeneberang sebagai kawasan penyangga, memperbanyak cekdam agar material longsoran Gunung Bawakaraeng yang setiap turun hujan akan Iangsung jatuh ke Sungai dapat diperlambat. Disarankan meningkatkan kapasitas instalasi pengolahan air minum dan memproduksi air minum pada tingkat kekeruhan yang rendah, kemudian menyimpan air minum dalam jumlah besar untuk didistribusikan ke pelanggan. Dan perlu kajian lebih lanjut tentang perubahan teknologi pengolahan air minum PDAM Kota Makassar yang masih menggunakan sistem konvensional ke sistem pengolahan air minum yang lebih moderen. Perlu penelitian lebih terpadu dengan melihat berbagai aspek kepentingan Iingkungan hidup, sosial dan ekonomi dari hulu sampai hilir dalam pengelolaan DAS Jeneberang.
Indonesia's currents and future needs for water are increasing despite relatively steady supplies spread across the country. To ensure sustainable development in Indonesia, the basic principle regarding water resources would be so sufficiently satisfy the needs for water of all people of Indonesia and all the development sectors, taking into account the aspects of water resource carrying capacity and conservation. Declining supplies of surface water is partly a result of shrinking water catchments areas as forests are opened up for settlements. Every year, 1.5 million hectares of forests that function as water catchment areas are cleared, and the resulting water loss due to high run-off and evaporation leads to imbalance water supplies during dry and rainy seasons. The estimated domestic demand for clean water in 2015 is 81 million cubic meters with an annual increase of 6.7% compared with the 2000 statistics. This does not include the clean water demand of the agriculture sector which makes up 98% of Indonesia's water consumption which is increasing annually by 6.67% up to 2015 (Ministry of Environmental Affairs, 2004). On March 26, 2004, a disaster occurred: the collapse of the crater of Mount Bawakaraeng where Jeneberang River in South Sulawesi has its upper reaches. The collapsed section was identified as the crater rim which was part of Mount Sarongan (elevation: 2,514 m above sea level). The estimated volume of the mass covering the Jeneberang watershed area was 200-300 million cubic meters. The river Jeneberang is one of the largest and most important rivers in South Sulawesi because it flows across the regencies of Gowa and Takalar and the city of Makassar.Data show that following the disaster, Makassar's regional water company is facing a very serious problem, threatening the supply of water particularly to Makassar. The water company uses surface water from: (a) Maros river flowing from Maros regency with a capacity of 1,300 liter per second on normal condition, and (b) Jeneberang river flowing from Gowa regency with a capacity of 3,500 liters per second, of which only 1,500 liters arc used (Musagani, 2005). The research on the Impact of Watershed Quality on Drinking Water was conducted using the descriptive-analytical method. Purposive method was used for sample selection, while random method was used for times and places of sample collection. Results showed that the declining water quality of Jeneberang river resulted from the large 479,81 ton/km2/ year. Studied parameters of undistilled water quality and of above-standard water quality due to collapsed crater rim (Government Regulation No. 82 of 2001) were maximum TTS of 26560 mgll, maximum GODS of 4.17 mgll and maximum COD of 11.38 me; while parameters of the quality of water which was exceeding the prescribed standard (Decision of the Minister of Health No. 907 of 2002) were maximum turbidity of 6.3 mgtl and maximum pH of 8.66. Land use and landslides occurred at she watershed areas upstream of Jeneberang affected the water processing facility, i.e. non-neutral pH would result in corroded components and produce slags/crusts. For turbidity of more than 6000 NTU, PAC (poll aluminum chlorite) and Polymer should be used instead of limessone and alum in she water processing. The cost for using PAC and polymer is increasing annually by Rp 0.25 per liter. In order so deal with the problem of degrading quality of undistilled and clean water due so improper land use and occurring landslides, the government should make a policy on the use/allotment of Jeneberang river areas and also find a solution to stop materials on Mount Bawakaraeng from falling down to Jeneberang. Another alternative to deal with the problem of drinking water processing is to increase the capacity of the water processing plant to enable it to produce water with turbidity of less than 6000 NTU and to store a large amounts of water to be dissributed to customers. Further studies are required on the replacement of the undistilled water processing system at Makassar Water Company. More integrated researches would also be necessary to identify various environmental, social and economic aspects of the management of upstream to downstream watershed areas of Jeneberang.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T16833
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tisna Achmadun
Abstrak :
Air merupakan salah satu sumber kehidupan yang sangat penting bagi manusia. Untuk memenuhi kebutuhan akan air, sebagian besar masyarakat mengunakan air yang ada pada lapisan jenuh air pada tanah yaitu air tanah. Kebersihan air tanah ini dari unsur-unsur yang merugikan mutlak diperlukan. Dalam aliran air tanah pada suatu lapisan tanah jenuh air tedadi proses pembersihan secara alarm air tanah dari unsurunsur yang merugikan manusia. Kebersihan air tanah pads suatu daerah kadang dapat memenuhi syarat yang ditetapkan, kadang tidak. Untuk mengetahui proses pembersihan unsur-unsur yang merugikan dalam aliran air tanah, dibuatlah suatu bentuk pemodelan yang bertujuan mensimulasikan, menirukan dan mencontohkan kejadian di alam tersebut, salah satunya adalah model fisik. Laboratorium Hidrolika Fakultas Teknik Universitas Indonesia sedang mengembangkan suatu model fisik sistem media berpori yang dibuat untuk mensimulasikan proses pembersihan unsur-unsur yang merugikan dalam air tanah, dalam hal ini penuru an konsentrasi mangan dalam air tanah. Alat tersebut telah dibuat sedemikian rupa. Untuk mengetahui sejauh mana kelayakan alat model fisik tersebut, maka perlu dilakukan pengkajian keanda[annya baik secara hidrolis maupun secara fisik. Pengkajian keandalan model fisik ini aakukan dalam beberapa kali pengujian simulasi air yang mengandu.ng mangan. Hasil pengkajian keandalan model fisik ini nantinya akan digunakan untuk memberikan penilaian terhadap alat model fisik tersebut apakakh model fisik tersebut layak dan dapat digunakan sebagai alas untuk validasi terhadap model matematik aliran air tanah yang ada.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
S35649
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Ilham Cahyadi
Abstrak :
Budidaya ikan merupakan salah satu industri pokok yang dalam pembudidayaan nya memerlukan berbagai parameter terhadap lingkungan hidupnya. Parameter fisik, kimia, dan biologis sangat diperlakukan agar budidaya ikan tersebut menghasilkan ikan yang berkualitas. Ikan memerlukan habitat yang sesuai agar dapat hidup sehat dan tumbuh secara optimal. Ikan memiliki persyaratan tertentu sehingga dalam suatu usaha budidaya ikan kualitas air harus selalu diawasi. Untuk itu, pengelolaan dan pengawasan kualitas air dilakukan untuk menjamin kualitas air tetap terjaga dengan baik. Water quality monitoring system berbasis LoRa akan membantu pembudidaya ikan karena sistem ini memonitor ikan secara terus menerus dan real-time. Parameter yang sangat penting pada air untuk budidaya ikan adalah kekeruhan air dan pH. sensor yang berada pada sisi end-device akan mendeteksi parameter kualitas air yaitu kekeruhan dan pH. Data akan dikirimkan menuju gateway kemudian diteruskan menuju Thingspeak yang akan ditampilkan pada dashboard. Parameter pengujian yang dilakukan pada penelitian ini adalah kinerja sistem dalam membaca dan mengirimkan data menuju Thingspeak. Kemudian, pengujian Quality of Service (QoS) juga dilakukan dengan melihat nilai packet loss, PDR, RSSI, dan SNR. Pengujian ini akan dilakukan dengan kondisi LOS (Line of Sight) dengan jarak 100 m, 250 m dan 500 m dan NLOS (Non-Line of Sight) yang memiliki 4 variasi jarak yaitu: 100 m, 250 m, 500 m. Berdasarkan perancangan desain, sistem ini akan membaca dan mengirimkan data menuju Thingspeak dengan baik serta memiliki QoS yang baik. Sehingga, sistem ini dapat digunakan oleh pembudidaya ikan untuk mengawasi kualitas air agar ikan berkembang secara optimal. Nilai PER (packet error rate) yang diperoleh sebesar 10 % dan keakuratan sensor pH sebesar 3,62%. Nilai PDR yang diperoleh pada kondisi LOS dengan jarak 100 m, 250 m, dan 500 m memiliki interval 82,5 % hingga 95 %. Sedangkan untuk nilai PDR pada kondisi NLOS dengan pengujian jarak 100 m, 250 m, dan 500 m memiliki interval dari 72.,5% hingga 90%. Sehingga dapat disimpulkan sistem dapat diimplementasikan dengan baik pada kolam untuk budidaya ikan sebagai monitoring kualitas air agar ikan tetap berkembang dengan baik. ......Fish farming is one of the main industries which in its cultivation requires various parameters to the environment. Physical, chemical, and biological parameters are highly treated so that the fish farming produces quality fish. Fish need a suitable habitat in order to live healthy and grow optimally. Fish have certain requirements so that in a fish farming business, water quality must always be monitored. For this reason, water quality management and supervision is carried out to ensure that water quality is maintained properly. The LoRa-based water quality monitoring system will help fish farmers because this system monitors fish continuously and in real-time. Parameters that are very important in water for fish farming are water turbidity and pH. The sensor on the end-device will detect water quality parameters, namely turbidity and pH. The data will be sent to the gateway and then forwarded to Thingspeak which will be displayed on the dashboard. The parameters of the test carried out in this research is the system performance in reading and sending data to Thingspeak. Then, Quality of Service (QoS) testing is also carried out by looking at the packet loss, PDR, RSSI, and SNR values. This test will be carried out under LOS (Line of Sight) with 100 m, 250 m, and 500 m distance and NLOS (Non-Line of Sight) conditions which have 4 variations of distance, namely: 100 m, 250 m, 500 m. Based on the design, this system will read and send data to Thingspeak properly and has good QoS. Thus, this system can be used by fish farmers to monitor water quality so that fish develop optimally. The PER (packet error rate) value obtained is 10% and the accuracy of the pH sensor is 3.62%. The PDR values obtained under LOS conditions with a distance of 100 m, 250 m, and 500 m have an interval of 82.5% to 95%. Meanwhile, the PDR value under NLOS conditions with distance testing of 100 m, 250 m, and 500 m has an interval of 72.5% to 90%. So it can be said that the system can be implemented properly in ponds for fish cultivation as a monitoring for water quality so that fish continue to develop properly.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Wanti Utami
Abstrak :
ABSTRAK Penelitian ini merupakan bagian dari pengembangan metode baru dalam penentuan nilai COD berbasis fotoelektrokatalisis sebagai alternatif untuk menggantikan metode penentuan nilai COD konvensional kurang ramah lingkungan. Metode ini memanfaatkan foto anoda titanium dioksida sebagai pembangkit oksidator. Dalam proses fotoelektrokatalisis, terjadi reaksi oksidasi senyawa organik pada permukaan TiO2 yang diamati dengan munculnya arus cahaya selama proses pengukuran yang berkorelasi dengan banyaknya jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat organik dalam air. Arus cahaya tersebut dapat digunakan untuk menentukan nilai COD dalam sampel. Dalam penelitian ini diuji COD berbasis fotoelektrokatalisis terhadap sampel tiruan berupa surfaktan dan sampel lingkungan. Surfaktan yang digunakan adalah LAS, SDS, Triton X-100. Dalam proses penentuan tersebut diterapkan metode standar adisi menggunakan surfaktan-surfaktan tersebut agar pengaruh matrik sampel dapat dikurangi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sensor COD ini memberikan respon linieritas yang berbeda terhadap tiap jenis surfaktan, untuk Triton X-100 linieritas berada pada konsentrasi < 0,5 Meq, SDS pada konsentrasi < 2,0 Meq dan LAS pada konsentrasi < 2,5 Meq. Hasil uji terhadap sampel lingkungan dengan metode fotoelektrokatalisis, memberikan persen kesalahan relatif sebesar 47,09 % untuk pengujian dengan satu senyawa standar dan 8,64 % untuk pengujian dengan standar campuran bila dibandingkan dengan nilai COD yang ditentukan secara konvensional.
abstract
This research is a part of the development of new method in the determination of COD values based on photoelectrocatalysis that can be used as an alternative method to replace the conventional method which is not environmental friendly. The PECOD (Photoelectrochemical Chemical Oxygen Demand) was employing titanium dioxide photo anode, as an oxidant generator, replacing potassium dichromate in conventional method. In this process, organic compound oxidation reaction occurs at the TiO2 surface that can be monitored as emergence photocurrent during the process. The photocurrents have a correlation with the number of required amount of oxygen to oxydized organic compounds in the water. Thus, the COD value can be easily derived from the observed photocurrent. In this research, the mentioned PECOD was examined to determine COD value of the synthetic sample such as surfactants and environmental sample as well. The surfactants are LAS, SDS, and Triton X-100. The standar addition was employed, in order to reduce the matrix effect of the sampel. The results showed that this sensor has different linearity for each surfactants, the linearity of Triton X-100 is in range < 0,5 Meq, SDS is < 2,0 Meq dan LAS is < 2,5 Meq. In addition, the COD values that were determined by proposed PECOD method gave 47,0 % error for one standard analyte and 8,64 % for compound standard analyte.
2012
S43303
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Buku yang berjudul "Examination of water for pollution control : a reference book" ini merupakan sebuah buku referensi mengenai pemeriksaan air dan pengendalian polusi.
Oxford: Pergamon Press, 1982
R 628.168 EXA II
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>