Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sekar Dewi Dinawati
Abstrak :
Cedera Kranioserebral merupakan penyebab kematian paling sering pada orang dewasa. Perkembangan teknologi yang pesat, terutama di bidang industri dan transportasi mengakibatkan meningkatnya kasus-kasus Cedera Kranioserebral yang menyebabkan meningkatnya angka kematian dan kecacatan menetap. Dampaknya adalah timbulnya berbagai masalah sosial dan ekonomi di dalam masyarakat. Di negara industri seperti misalnya Inggris, temyata ada sebanyak 1800 pasien per 100.000 penduduk yang masuk ke ruang gawat darurat dengan Cedera Kranioserebral I. Angka rerata Cedera Kranioserebral pads semua kelompok umur mencapai 200 per 100.000 penduduk1-3 dengan puncaknya terjadi pada umur dekade ke-2 dan ke-3. Cedera Kranioserebral pads pria terjadi dua kali Iebih banyak dari wanita. Pada orang dewasa penyebab Cedera Kranioserebral adalah kecelakaan lalu lintas. Di Indonesia, data epidemiologis secara nasional sampai saat ini belum ada angka rerata Cedera Kranioserebral. Di ruang rawat inap Bagian Neurologi Kelas III ( IRNA B) RSCM Jakarta, pads 2004 terdapat Cedera Kranioserebral Ringan (CKR) sebanyak 473 orang, Cedera Kranioserebral Sedang (CKS) sebanyak 147 orang dan Cedera Kranioserebral Berat (CKB) sebanyak 54 orang. Pada 2005, tercatat sebanyak 738 orang dengan Cedera Kranioserebral, terdiri dari Cedera Kranioserebral Ringan (CKR) sebanyak 313 orang, Cedera Kranioserebral Sedang (CKS) sebanyak 130 orang dan Cedera Kranioserebral Berat (CKB) sebanyak 20 orang. Pada 2006 sampai dengan bulan April didapat 201 orang terdiri dari Cedera Kranioserebral Ringan (CKR) sebanyak 100 orang. Cedera Kranioserebral Sedang (CKS) sebanyak 83 orang dan Cedera Kranioserebral Berat (CKB) sebanyak 8 orang. Kasus Cedera Kranioserebral ini terbanyak pads usia 15 -45 tahun dan pria pads usia produktif lebih banyak dari wanita. Sudah disepakati bahwa pembagian Cedera Kranioserebral berdasarkan beratnya kerusakan otak terdiri dari 3 kategori, yaitu Cedera Kranioserebral Ringan (CKR), Cedera Kranioserebral Sedang (CKS), Cedera Kranioserebral Berat (CKB). Kategorisasi tersebut dibuat berdasarkan Skala Koma Glasgow (SKG) yang pemeriksaan dan penilaiannya dilakukan oleh tenaga medis sewaktu pertama kali mengobservasi penderita. Patofisiologi Cedera Kranioserebral, khususnya yang berat, adalah terjadinya kerusakan otak primer dan sekunder. Pada Cedera Kranioserebral ini dapat terjadi kerusakan atau pun gangguan fungsi dari susunan saraf. Pada penelitian ini dibahas tentang kerusakan atau pun gangguan susunan saraf, yang mengganggu kualitas suara. Cedera Kranioserebral dengan perdarahan substansi otak yang disertai terputusnya kontinuitas otak disebut kontusio serebris. Defisit neurologis yang terjadi pada kontusio serebri di antaranya dapat berupa kerusakan atau gangguan saraf kranial IX, X, XII dan serebelum yang mengakibatkan perubahan kualitas suara. Berbagai cara pemeriksaan dapat dilakukan untuk menilai disfonia, yaitu pemeriksaan laringoskopi, stroboskopi, elektromiografi, pemeriksaan parameter aerodinamik dan pemeriksaan analisis suara, baik secara perseptual (subyektif) maupun secara obyektif, Salah satu cara pemeriksaan ialah dengan mempergunakan Multi-Dimensional Voice Program (MDVP).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18165
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heditya D. I.
Abstrak :
Rencana penelitian mengenai gambaran analisis suara pada kelompok pascastroke iskemik ini diajukan dengan mempertimbangkan hal-hal yang telah disebutkan di atas. Di Indonesia sendiri saat ini belum ada penelitian yang secara khusus menganalisis gambaran analisis suara pada pasca-stroke iskemik dengan menggunakan alat analisis suara MDVP. Masalah penelitian 1. Apakah terdapat perbedaan gambaran kualitas suara berupa peningkatan rerata nilai parameter akustik pada kelompok pasta-stroke iskemik yang berusia antara 45-70 tahun dibandingkan dengan kelompok kontrol? 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi gambaran analisis suara pada pasien pascastroke iskemik? Tujuan penelitian Umum : Mengetahui adanya peningkatan parameter akustik berdasarkan pemeriksaan analisis suara, sehingga diharapkan dapat mencegah adanya gangguan suara yang lebih progresif. Khusus : 1. Mengetahui perbedaan rerata nilai parameter akustik pada kelompok pascastroke iskemik yang berusia antara 45-70 tahun dibandingkan kelompok control. 2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi gambaran kualitas suara pada penderita pasca-stroke iskemik seperti usia, jenis kelamin, kebiasaan merokok, kebiasaan penggunaan suara dalam bekerja, derajat deficit neurologik.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vira Pasisha
Abstrak :
Background: The over use of voice during the day teaching is one of the occupational health hazards. Voice Disorders is a major danger for the work that rely on sound. Primary school teachers more likely to experience voice disorders. Objectives: To analyze risk factors associated with voice disorders in teachers who teach in primary school in Depok. Methods: The study design was cross sectional study with 106 subjects teachers who teach in primary school in Depok. Statistical tests used chi square test and multiple logistic regression test with the model predictions. Results: It was found a significant association between the intensity of the teacher's voice (p = 0.048), noise class (p = 0.023), gender (p = 0.000), with a voice disorder. Relatively mild impact of psychosocial disorders with the Voice Handicap Index score of 20-40 (p = 0.037). Conclusion: Female teachers has 6.8 times opportunity to experience voice disorders compared with male teachers. Teachers with a sound intensity of ≥ 70 dB has 2.8 times chance to experience voice disorders compared with respondents with a sound intensity of <70 dB. Teachers with classroom noise ≥ 63 dB has 3.2 times opportunity to experience voice disorders compared with respondents with class noise <63 dB.
Latar belakang: Penggunaan suara yang berlebihan selama hari mengajar merupakan salah satu bahaya kesehatan kerja. Gangguan bersuara merupakan bahaya utama bagi pekerjaan yang mengandalkan suara. Guru Sekolah Dasar lebih berisiko mengalami gangguan bersuara. Tujuan: Menganalisis faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan gangguan bersuara pada guru yang mengajar di Sekolah Dasar Negeri di Kota Depok. Metode: Desain penelitian ini adalah studi cross sectional dengan subjek penelitian 106 guru yang mengajar di Sekolah Dasar Negeri di kota Depok. Uji statistik yang digunakan uji chi square dan uji regresi logistik ganda dengan model prediksi. Hasil: Didapatkan hubungan yang bermakna antara intensitas suara guru (p=0,048), kebisingan kelas (p=0,023), jenis kelamin (p=0,000), dengan gangguan bersuara. Dampak gangguan psikososial tergolong ringan dengan skor Voice Handicap Index sebesar 20-40 (p=0,037). Kesimpulan: Guru yang berjenis kelamin wanita mempunyai peluang 6,8 kali untuk mengalami gangguan bersuara dibanding dengan responden yang berjenis kelamin laki-laki. Guru dengan intensitas suara ≥ 70 dB mempunyai peluang 2,8 kali untuk mengalami gangguan bersuara dibanding dengan responden dengan intensitas suara < 70 dB. Guru dengan kebisingan kelas ≥ 63 dB mempunyai peluang 3,2 kali untuk mengalami gangguan bersuara dibanding dengan responden dengan kebisingan kelas <63 dB.
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T30665
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kusuma Wijaya
Abstrak :
Later Belakang : Dalam menjalankan aktivitas belajar mengajar, sebagian besar komunikasi yang dilakukan seorang guru adalah dalam bentuk komunikasi verbal. Penggunaan suara harus cukup lantang dan stabil sehingga pelajaran yang disampaikan dapat diterima dengan baik. Proses pengeluaran suara merupakan salah satu faktor risiko terjadinya gangguan suara selain faktor - faktor risiko lainnya. Metode : Peneiitian dengan metode potong lintang untuk mendapatkan hubungan kegiatan belajar mengajar dan gangguan suara serta faktor - faktor lain. Gangguan suara ditentukan bila tenjadi peningkatan dua atau lebih parameter akustik pada hasil pemeriksaan analisis suara. Pengumpulan data dilakukan melalui pengisian kuesioner, pemeriksaan fisik, pengukuran lingkungan kerja dan analisis suara dengan menggunakan alat MDI/P produksi Kay Elemetric corp. Hasil Penelitian : Guru yang mengajar disekolah dengan akreditasi "A" sebanyak 51,5%, yang mempunyai masa kerja lebih dari 5 tahun sebanyak 80,'7% dan mengajar lebih dari 16 jam dalam seminggu sebanyak 54,4%. Prevalensi gangguan suara pada guru sekolah dasar sebesar 29,2%. Terdapat tiga faktor determinan terjadinya gangguan suara yaitu, status akreditasi sekolah (p = 0,021 , CI = 1,133 - 4,624 , OR = 2,28) , masa kerja (p = 0,04, CI = 1,004 - 8,073, OR = 2,84) serta lama keija perminggu (p = 0,040, CI = 1,020 - 4,209, OR = 2,072). Tidak didapati perbedaan yang bermakna untuk faktor risiko yang lainnya terhadap terjadinya gangguan suara. Kesimpulan : Tempat mengajar, lama kerja perminggu serta mesa kerja sebagai guru berhubungan dengan terjadinya gangguan suara pada guru sekolah dasar. ......Background: While carrying out the teaching and leaming activities, most communication was done by verbal communication. Use of sound should be loud enough and stable so that lessons can be delivered well-received. Vocal loading is one of the risk factor for voice disorders. Methods : This cross sectional method to obtain the relationship of teaching and learning activities and voice disorders. Voice disorders is determined if there was an increase of two or more parameters on the results of acoustic voice analysis. Data collected through questionnaires, physical examination, working environment measurement and analysis of voice using MDVP Kay Elemetric corp. Results : Teachers who teach in schools with the accreditation of the "A" as much as 5l.5%, which has the working lives of more than 5 years were 80.7% and teach more than 16 hours a week as much as 54.4%. Prevalence of voice disorders in primary school teachers by 29.2%. There are three factors as the determinant of the occurrence of voice disorders, school accreditation status (p = 0.02l, Cl = 1.133 to 4.624, OR = 2.28), length of employment (p = 0.04, CI = 1.004 to 8.073, OR = 2.84 ) and the length of work per week (p = 0.040, CI = 1.020 to 4.209, OR = 2.072). No significant difference was found for other risk factors on the occurrence of voice disorders. Conclusion : The place of teaching, working period per week and years of service as a teacher associated with the occurrence of voice disorders in primary school teachers.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
T32330
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
The research was concerned with creating a device for vocal signal monitoring based on microcontroller application. The device was implemented to monitor the vocal signal in order to prevent a negative impact so called voice disorder. The availability of a device for vocal signal monitoring can be a benefit to the concerned users. The principal work was creating a suitable logger system, including software and hardware parts. The hardware part consists of logger system, conditioning circuitry, and power circuitry. The data obtained from the microcontroller was analyzed off-line using MATLAB. The device was organized to work in both normal and calibration modes. The analysis consisted of Sound Pressure Level (SPL) calibration and fundamental frequency (f0) estimation which are the most important parameters used in voice monitoring systems. According to the experiment, the calibration constant K was 1.76 Pa/V (0.12% standard deviation) and error average of the ECM was -1.8 dB (4.6 dB standard deviation) compared to the reference microphone.Collaboration works between engineers and physicians are advisable for a correct use of the estimated parameters.
005 JEI 3:1 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Trifani Putri
Abstrak :
Gangguan suara adalah istilah umum yang mencakup segala perubahan suara sesorang baik cakupan nada, intensitas, waktu fonasi dal lain-lain yang disebabkan kelainan laring. Adanya gangguan suara atau disfonia akan mengganggu suatu proses komunikasi yang akan berdampak negatif terhadap kehidupan sosial seperti depresi, terganggu dalam aktifitas dan pekerjaannya, serta akan mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kualitas hidup adalah dengan menggunakan kuesioner adaptasi terjemahan versi Bahasa Inggris agar dapat diaplikasikan sesuai budaya dan bahasa di negara tersebut. Kuesioner Voice Handicap Index (VHI) berdasarkan Agency of Healthcare Research and Quality pada tahun 2012 merupakan instrumen diagnostik yang valid dan reliabel dalam menilai handicap yang disebabkan oleh gangguan suara. Peneliti bertujuan untuk mendapatkan instrumen VHI adaptasi bahasa Indonesia yang sudah divalidasi dan reliabilitas yang teruji menggunakan desain potong lintang, dilakukan di poliklinik THT FKUI-RSCM Dr. Cipto Mangunkusumo pada bulan Desember 2017 sampai dengan April 2018 terhadap pasien gangguan suara usia dewasa. Dari penelitian ini didapatkan instrumen VHI bahasa Indonesia yang telah teruji valid dan reliabel sebagai instrumen penilaian kualitas hidup pasien gangguan suara. ......Voice Disorders is a general term that includes any change of a persons voice including range of tone, intensity, and other phonation time caused by laryngeal abnormalities. The presence of noise or dysfonia will interfere with a communication process that will have a negative impact on social life such as depression, disrupted in activities and work, and will affect the quality of life. One tool that can be used to evaluate the quality of life is to use an translation adaptation questionnaire of the English version to be applied to the culture and language of the country. The Voice Handicap Index (VHI) Questionnaire based on the Agency of Healthcare Research and Quality in 2012 is a valid and reliable diagnostic instrument in assessing handicap caused by voice disorders. This study aimed to receive Indonesian adaptation of VHI that also tested in validity and reliability to measue the quality of life in patients with dysphonia. Cross-sectional design is entirely used in this study, conducted at ENT Department out-patient clinic, Cipto Mangunkusumo hospital between December 2017 and April 2018 towards adult patients with dysphonia. The Indonesian version of VHI has been proven valid and reliable as an instrument to asses quality of life in dysphonia patients.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58615
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library