Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raissa
"Latar belakang: Alopesia androgenetik (AAG) merupakan jenis kebotakan rambut paling umum pada laki-laki yang menyebabkan gangguan estetik sehingga memengaruhi kualitas hidup dan dapat berkaitan dengan kondisi sistemik. Tata laksana yang ada seringkali belum memuaskan. Vitamin D sebagai salah satu mikronutrien yang telah dikenal memiliki banyak manfaat juga diduga berperan dalam kejadian kelainan rambut termasuk AAG.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara kadar 25(OH)D serum dan status kecukupan vitamin D dengan derajat keparahan AAG pada laki-laki.
Metode: Penelitian ini merupakan suatu studi observasional analitik dengan desain potong lintang. Subjek penelitian dipilih menggunakan metode consecutive sampling berdasarkan kriteria penelitian. Diagnosis AAG ditegakkan secara klinis berdasarkan klasifikasi Hamilton-Norwood lalu dibagi menjadi derajat ringan dan sedang-berat. Dilakukan pula fotografi 7 posisi kepala serta pemeriksaan trikoskopi dan Trichoscan®. Pemeriksaan kadar 25(OH)D serum diambil dari darah vena sebanyak 3 mL dan menggunakan metode chemiluminescent microparticle immunoassay (CMIA). Klasifikasi status kecukupan vitamin D ditetapkan menjadi defisiensi dan nondefisiensi berdasarkan Endocrine Society Guideline. Nilai p<0,05 dianggap bermakna secara statistik.
Hasil: Di antara 74 SP dengan rerata usia 37,4(8,89) tahun yang berpartisipasi dalam penelitian, sebanyak 29 orang (39,2%) mengalami AAG ringan dan 45 orang (60,8%) mengalami AAG sedang hingga berat. Rerata kadar 25(OH)D serum untuk seluruh SP adalah 18,9(5,89) ng/mL yang termasuk ke dalam kategori defisiensi vitamin D. Rerata kadar 25(OH)D serum pada SP dengan AAG ringan adalah 21,8(6,39) ng/mL dan pada AAG sedang hingga berat sebesar 17,1(4,79) ng/mL. Terdapat hubungan bermakna secara statistik antara kadar 25(OH)D serum dan status kecukupan vitamin D dengan derajat keparahan AAG (p=0,01; p<0,001). Sebagai data tambahan, ditemukan pula hubungan bermakna secara statistik antara diameter rambut (p=0,036) dengan derajat keparahan AAG.
Kesimpulan: Terdapat hubungan bermakna antara status kecukupan vitamin D dengan kadar 25(OH)D serum dengan derajat keparahan AAG pada laki-laki.

Background: Androgenetic alopecia (AGA) is the most common type of hair loss in men which causes aesthetic disturbances that affect quality of life and can be associated with systemic conditions. Existing management is often not satisfactory. Vitamin D, as a micronutrient that is known to have many benefits, is also thought to play a role in the incidence of hair disorders including AGA.
Objective: This study aims to analyze the association between serum 25(OH)D levels and vitamin D sufficiency status with the severity of AGA in men.
Method: This research is an observational analytic study with a cross-sectional design. The study subjects were selected using consecutive sampling. The diagnosis of AGA was established clinically according to the Hamilton-Norwood classification and then categorized into mild and moderate-severe degrees. Photographs of the head in seven positions were taken, and trichoscopy and Trichoscan® examinations were performed. Serum 25(OH)D levels were measured from 3 mL of venous blood using the chemiluminescent microparticle immunoassay (CMIA) method. Vitamin D status was classified as deficient or non-deficient according to the Endocrine Society Guideline. Statistical significance were set at p<0.05.
Results: Among the 74 subjects with a mean age of 37.4 (8.89) years, 29 (39.2%) had mild AGA and 45 (60.8%) had moderate to severe AGA. The mean serum 25(OH)D level for all participants was 18.9 (5.89) ng/mL, indicating vitamin D deficiency. For those with mild AGA, the mean serum 25(OH)D level was 21.8 (6.39) ng/mL, while for those with moderate to severe AGA, it was 17.1 (4.79) ng/mL. There was a statistically significant association between serum 25(OH)D levels and vitamin D status with AGA severity (p=0.01; p<0.001). Additionally, a significant association was found between hair diameter and AGA severity (p=0.036).
Conclusion: This study found significant association between vitamin D status and serum 25(OH)D levels with AGA severity in men
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tjokorda Agung Yavatrisna Vidyaputra
"Lumbar Degenerative Disc Disease (LDDD) adalah salah satu penyebab utama nyeri punggung bawah pada populasi dewasa. Vitamin D, reseptor vitamin D (VDR), dan aggrecan serum memiliki peran dalam patogenesis degenerasi diskus. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi hubungan antara kadar serum vitamin D, reseptor vitamin D, dan aggrecan dengan derajat keparahan LDDD pada populasi dewasa. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan 85 subjek usia dewasa yang didiagnosis LDDD. Kadar serum vitamin D, VDR, dan aggrecan diukur menggunakan metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Derajat keparahan LDDD ditentukan berdasarkan Klasifikasi Pfirrmann melalui pencitraan MRI. Data dianalisis menggunakan uji statistik Chi-square, ROC, dan korelasi Pearson atau Spearman. Terdapat hubungan signifikan antara kadar vitamin D dengan derajat keparahan LDDD (p=0,01), dengan subjek yang memiliki kadar vitamin D insufisiensi lebih cenderung mengalami LDDD sedang. Sebaliknya, kadar aggrecan menunjukkan hubungan negatif yang signifikan dengan derajat LDDD (p<0,001), di mana kadar aggrecan yang lebih rendah berkorelasi dengan keparahan LDDD yang lebih tinggi. Tidak ditemukan hubungan signifikan antara kadar VDR dan keparahan LDDD (p=0,492). Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan signifikan antara kadar vitamin D dan aggrecan serum dengan derajat keparahan LDDD pada populasi dewasa. Kadar aggrecan yang rendah dan insufisiensi vitamin D berhubungan dengan LDDD yang lebih berat, sedangkan VDR tidak menunjukkan hubungan yang signifikan.

Lumbar Degenerative Disc Disease (LDDD) is a leading cause of low back pain (LBP) in the adult population. Serum vitamin D, vitamin D receptor (VDR), and aggrecan are believed to play roles in the pathogenesis of disc degeneration. This study aims to evaluate the relationship between serum levels of vitamin D, VDR, and aggrecan with the severity of LDDD in adults. A cross-sectional study was conducted with 85 adult subjects diagnosed with LDDD. Serum levels of vitamin D, VDR, and aggrecan were measured using enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). The severity of LDDD was graded using the Pfirrmann classification via MRI imaging. Statistical analyses were performed using Chi-square tests, ROC analysis, and Pearson or Spearman correlation. A significant association was found between vitamin D levels and the severity of LDDD (p=0.01), with subjects having insufficient vitamin D levels more likely to experience moderate LDDD. In contrast, aggrecan levels showed a significant negative association with LDDD severity (p<0.001), where lower aggrecan levels correlated with higher LDDD severity. No significant relationship was observed between VDR levels and LDDD severity (p=0.492). This study demonstrates a significant relationship between serum vitamin D and aggrecan levels with the severity of LDDD in adults. Low aggrecan levels and vitamin D insufficiency are associated with more severe LDDD, while VDR levels showed no significant association."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Widyaning Putri Mei Rohmasari
"Latar belakang
Pajanan timbal dapat menjadi stress oksidatif yang memicu peningkatan kadar Troponin T. Di sisi lain, vitamin D mungkin berperan sebagai antioksidan dan cardioprotector dalam menghambat gangguan kardiovaskular. Namun pajanan timbal juga mempengaruhi konversi 25(OH)D sehingga menyebabkan defisiensi vitamin D. Penelitian analisis pendahuluan ini bertujuan untuk menilai korelasi kadar timbal darah (KTD) dan kadar 25(OH)D terhadap kadar hs-Troponin T pada pekerja yang terpajan timbal.
Metode
Penelitian ini menggunakan desain potong lintang yang meneliti 90 pekerja laki-laki terpajan timbal di lingkungan kerja maupun rumah. Sampel darah vena dikumpulkan dari semua subyek penelitian untuk mengukur KTD dengan metode ICP-MS, sedangkan kadar 25(OH)D dan kadar hs-Troponin T menggunakan metode ECLIA di laboratorium. Data hasil penelitian dianalisis dengan uji Spearman untuk menilai korelasi KTD dengan kadar 25(OH)D, KTD dengan hs-Troponin T, dan kadar 25(OH)D dengan kadar hs-Troponin T.
Hasil
Nilai median(min-maks) KTD subyek adalah 7,11(1,17-58,83) µ g/dL, kadar 25(OH)D 22(8- 52) ng/mL, dan kadar hs-Troponin T 4,12(1,5-71,32) pg/mL. Kami menemukan korelasi yang signifikan antara KTD dengan 25(OH)D (r = 0.21, p = 0.046). Tidak terdapat korelasi antara KTD dengan hs-Troponin T (r = 0.07, p = 0,468) dan 25(OH)D dengan hs-Troponin T (r=0.11, p=0,290).
Diskusi
Kemungkinan terjadi pajanan timbal kronik pada subyek, sehingga KTD terkesan rendah. Pajanan timbal kronik dapat menurunkan kadar vitamin D, namun vitamin D melindungi kardiovaskular dari inflamasi akibat pajanan timbal.
Kesimpulan
KTD berkorelasi dengan kadar 25(OH)D, namun tidak berkorelasi dengan hs-Troponin T. Perlu investigasi lebih lanjut untuk menilai hubungan KTD dengan biomarker kardiovaskular pada kelompok pekerja yang terpajan timbal lainnya.

Background
Lead exposure can cause oxidative stress which triggers an increase in Troponin T levels. On the other hand, vitamin D may play a role as an antioxidant and cardio-protector in preventing cardiovascular disorders. However, lead exposure also affects the conversion of 25(OH)D to vitamin D which causes vitamin D deficiency. This preliminary analysis study aims to assess the correlation between blood lead levels (BLL) and 25(OH)D levels on hs-Troponin T levels among lead exposed workers.
Method
This cross-sectional study examined 90 male workers who were exposed to lead in their occupation and environment. Venous blood samples were collected from all research subjects to measure adverse events using the ICP-MS method, while 25(OH)D levels and hs-Troponin T levels used the ECLIA method in the laboratory. The data were analyzed by Spearman test to find out the correlation between BLL and 25(OH)D levels, BLL with hs-Troponin T, and 25(OH)D levels and hs-Troponin T levels.
Results
The median(min-max) of subject’s BLL was 7,11(1,17-58,83) µ g/dL, while 25(OH)D levels 22(8-52) ng/mL and hs-Troponin T levels 4,12(1,5-71,32) pg/mL. We found a significant correlation between BLL and 25(OH)D (r=0.21, p=0.046). There was no correlation neither between BLL and hs-Troponin T (r=0.07, p=0.468) nor 25(OH)D and hs-Troponin T (r=0.11, p=0.290).
Discussion
The subjects might be exposed to lead chronically, so the BLL seem low. Chronic lead exposure among the subjects decreased 25(OH)D levels, but still protected the cardiac inflammation by lead exposure.
Conclusion
BLL correlates with 25(OH)D levels, but does not correlate with hs-Troponin T. Further investigation is needed to assess the relationship of BLL with cardiovascular biomarkers in other groups of lead exposed workers.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library