Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pargiono
Abstrak :
Program Imunisasi di Indonesia tahun 1997 mencakup 7 (tujuh) jenis antigen sesuai anjuran WHO. Pada tahun 1990 secara nasional Indonesia mencapai status Universal Child Immunization (UCI). Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) terbukti telah berhasil memantau cakupan sampai mencapai target Universal Child Immunization (UCI), Meskipun cakupan imunisasi di Kota Bekasi cukup tinggi, namun wabah campak masih tetap tinggi, sehingga perlu dilihat penyebabnya. Dari hasil penelitian diketahui salah satu penyebabnya adalah faktor kepatuhan petugas coldchain dan vaksin dalam menerapkan Standar Operasional Prosedur Imunisasi. Penelitian tentang kepatuhan petugas terhadap Standar Operasional Prosedur Imunisasi (SOPI) pada pengelola coldchain dan vaksin dilakukan dengan disain cross-Sectional dengan pendekatan kuantitatif. Banyaknya responder 62 orang dengan total populasi yang berasal dari 31 puskesmas yang tersebar di Kota Bekasi. Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui kepatuhan petugas dalam menerapkan SOPI yang dilihat dari faktor internal dan eksternal. Prosentase petugas yang patuh terhadap SOPI sebanyak 32 orang (52 %), sedangkan yang tidak patuh 30 orang (48 %). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat faktor eksternal hanya terdapat satu variabel (variabel imbalan) yang memiliki hubungan bermakna dengan kepatuhan, karena variabel imbalan p < 0,05. Selain itu faktor internal dan eksternal yang memiliki p < 0,25, menjadi kandidat dalam model. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 4 (empat) variabel dengan p < 0,25, yaitu dari faktor internal adalah pendidikan, pengetahuan, dan motivasi, sedangkan faktor eksternal adalah imbalan. Adapun anaiisa keeratan hubungan pada 4 (empat) variabel tersebut menyatakan bahwa, petugas dengan latar belakang pendidikan medis mempunyai peluang untuk patuh 2,18 kali dibanding non-medis. Sedangkan petugas dengan tingkat pengetahuan baik mempunyai peluang untuk patuh 2,33 kali dibanding petugas dengan tingkat pengetahuan buruk. Selain itu petugas yang memiliki motivasi baik tingkat kepatuhannya 5,26 kali dibanding petugas yang memiliki motivasi buruk. Begitu pula dengan variabel imbalan, terlihat bahwa petugas yang mendapat imbalan baik berpeluang untuk patuh sebesar 8,46 kali dibanding petugas yang mendapat imbalan buruk. Berdasarkan hal tersebut diatas, kesimpulan secara umum adalah tingkat kepatuhan petugas terhadap Standar Opersional Prosedur Imunisasi pada pengelola coldchain dan vaksin di Kota Bekasi tahun 2002 belum balk, dan disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Bekasi perlu menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan strategi intensifikasi peningkatan penerimaan keuangan, dan membuat kebijakan kesehatan tentang peningkatan kualitas sumber daya manusia terutama yang berhubungan dengan pengetahuan melalui peningkatan frekuensi dan kualitas pelatihan dan supervisi petugas coldchain dan vaksin. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan selaku pengelola program disarankan supaya meningkatkan alokasi biaya untuk pelatihan petugas imunisasi.
The Fact which is Have a Relation with Employee Obedience to the Operational Immunization Standard Procedure for Executor of Coldchain and Vaccine in Bekasi, West Java 2002Indonesia immunization program in 1997 has 7 (seven) contents of antigent that suitable with the WHO suggest. In 1990 by a national, Indonesia get the status Universal Child Immunization (UCI). Small fresh district has successful to water fish until it gets the Universal Child Immunization (UCI) target. Eventhough the immunization in Bekasi is high enough, but the measles epidemic still high, so that we have to find the cause. From the observation, we know that the one of the cause is an employee obedience factor of Coldchain and Vaccine in making decision of The Operational Immunization Standard Procedure. The observation about the employee obedience by the Operational Immunization Standard Procedure (SOPI :Standart Operasional Prosedure Imunisasi), for executor Coldchain and Vaccine is done by cross sectional design with Quantitative approximation. More respondence 62 persons with population who come from 31 public clinic in Bekasi. The purpose from this observation is for knowing the employee in running the SOPI which is get from the internal and external factor. Presentation of employee who's obey by SOPI is 32 persons (52%), and then who hasn't obey is 30 persons (48%). The observation shows that there hasn't got a good relation between the internal and external factor with obedience, because P>0.005, and the external there is only one variable (wages variable), which is has a good relation with obedience, because the wages variable is P<0.005. Beside of that, the internal and external which have P<0.25, can be a candidate in models. The observation shows us that there are 4 (four) variables with P<0.25 from internal factor, they are study, knowledge, and motivation, but the external factor is a wages. The analyze fixed relation at 4 (four) variables, tell us that the medical educational background has an opportunity for obey 2.18 times than non medical. And an employee with a good step education has an opportunity for obey 2.33 times than employee who has bad education. Beside of that, the employee who has a good motivation, the step obedience is 5.26 times than the employee who has bad motivation. The same with wages variable, show us that an employee who has good wages, has opportunity for obey 8,46 times than an employee who has bad wages. Base from that case, the regular summary is a step obedience for Operational Immunization Standard Procedure at the executor of Coldchain and Vaccine in Bekasi in 2002, hasn't good enough, and there is a suggestion for the healthy dines service to make a healthy policy about the important grade Quality of human resource, which have relation with knowledge by the grade of frequency and training quality and employee supervisor of Coldchain and Vaccine. Directorate General Communicable Disease Control and Environmental Health as a program executor is suggest for manage a cost to an employee training immunization.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T 11666
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cahaya Indriaty
Abstrak :
LATAR BELAKANG. Pemantauan pertumbuhan balita merupakan kegiatan penting dalam menunjang upaya perbaikan gizi, karena memiliki fungsi penapisan, deteksi gangguan pertumbuhan, penentuan intervensi, dan sebagai alat edukasi. Untuk dapat digunakan sebagai indikator kesejahteraan di masyarakat, maka harus dihasilkan'" informasi yang berkualitas baik, terutama yang berkaitan dengan hasil penimbangan balita. Selama ini masalah kualitas data penimbangan posyandu sering dipertanyakan karena data yang sangat terbatas. TUJUAN. Tujuan studi ini adalah untuk mempelajari kualitas data hasil penimbangan kader, mempelajari faktor-faktor, dan merumuskan saran-saran untuk peningkatan kualitas data. METODOLOGI. Studi dilakukan di 4 kabupaten yaitu Sukabumi dan Bogor di Jawa Barat, serta Demak dan Semarang di Jawa Tengah. Sebanyak 18 posyandu di masing-masing Kabupaten di pilih dengan cara Multistage sampling. Secara keseluruhan ada 72 posyandu sebagai lokasi studi. Di masing-masing posyandu dipilih satu orang kader yang bertugas menimbang sebagai sampel studi. Kualitas data hasil penimbangan dinilai dengan presisi dan akurasi kader dalam penimbangan. Setiap kader menimbang 10 anak sebanyak 2 kali, kemudian anak yang sama ditimbang oleh petugas peneliti sebanyak 2 kali. Penilaian presisi dan akurasi dilakukan dengan metode yang tercantum pada buku 'Measuring Changes of Nutritional Status (WHO, 1983). Variabel lain yang dikumpulkan meliputi data diri kader meliputi umur, pendidkan, pekerjaan dan data yang berkaitan dengan lama kerja, pelatihan, perekrutan, pembinaan, pengetahuan dan ketrampilan kader dalam menimbang. Analisa dilakukan secara deskriptif, dan analisa hubungan antara variabel bebas dengan tingkat presisi dan akurasi dilakukan dengan menggunakan uji Chi-Square. HASIL. Sebanyak 59,7 % kader memiliki tingkat presisi yang kurang baik dan hampir semua kader (97,2%) memiliki tingkat akurasi yang kurang baik. Dengan demikian kualitas data hasil penimbangan oleh kader masih sangat rendah. Dari 97,2% kader yang tidak akurat ternyata 82,5% tidak mendapat pembinaan yang baik. Faktor ketrampilan merupakan faktor penting pada kualitas data, sebagian besar kader kurang trampil, terutama dalam hal mengatur posisi bandul timbangan. Faktor ketrampilan kader ini lebih lanjut dipengaruhi oleh pengetahuan kader dan pembinaan yang kurang dalam materi cara menimbang balita. Faktor-faktor lain tidak mempunyai hubungan dengan tingkat presisi maupun tingkat akurasi. KESIMPULAN. Kualitas data hasil penimbangan oleh kader masih sangat rendah. Faktor pengetahuan dan ketrampilan kader terutama dalam mengatur posisi bandul timbangan merupakan variabel yang penting dalam kaitannya dengan kualitas data. SARAN. Untuk meningkatkan kualitas data perlu dilakukan pembinaan secara berkesinambungan disamping pelatihan-pelatihan resmi yang dibentuk. Dalam hal ini pembinaan yang berkaitan dengan cara penimbangan perlu mendapat perhatian serius, disamping pembenahan posyandu dalam aspek lainnya seperti pemberian penghargaan dan sanksi. Selain itu juga dilakukan penyebaran informasi cara menimbang yang benar melalui kegiatan pembinaan yang teratur agar dapat ditingkatkan kualitas data penimbangan, dan menimbulkan budaya malu apabila tidak melaksanakan tugas dengan tanggung jawab. Daftar bacaan: 43 (1930-2002)
The Relationship Between the Characteristics and the Precision and Accuracy of Posyandu Cadres in Weighing the Children, in the Districts of Sukabumi, Bogor, Demak and Semarang, in 2002BACKGROUND. One among others, growth monitoring is an important activity to support nutrition improvement program. Growth monitoring has several functions such as to identify the targets for intervention, to detect growth failure, to identify appropriate nutrition intervention, and as educational tool. A good quality growth monitoring data could be used as an indicator of social welfare, therefore, the reliability of weight data from monthly weighing activity at posyandu should be improved. Thus far, the quality of weight data is still questionable, but the effort to evaluate it is still rarely carried out. OBJECTIVES. The objectives of the study are to evaluate the quality of weight data measured by posyandu cadre, to determine factors that are related to quality of weight data, and to formulate recommendation for improving the quality of weight data. METHODS. The study was carried out in 4 districts, namely: Sukabumi and Bogor in West Java, Demak and Semarang in Central Java. Eighteen posyandus in each district were selected using multistage sampling. In a total 72 posyandus were covered as study locations. In each posyandu one cadre whose task is weighing was selected as a study sample. The quality of weight data was evaluated by looking at the precision and accuracy of cadre in weighing. Each cadre weighed 10 children twice. The same children also weighed by field staff twice. The evaluation of precision and accuracy is based an method provided in the guidance book for `Measuring Changes of Nutritional Status', WHO, 1983. Other variables were also collected such as age of cadre, educational level, occupation, duration of being cadre, frequency of training followed by cadre, recruitment, advisory, and the knowledge and the ability of cadre in weighing. Two types of data analysis were employed: descriptive analysis and association between dependent and independent variables using Chi-square test. RESULTS. The precision and accuracy of cadre in weighing is significantly low. As many as 59.7% cadres were found to be imprecise, and 97.2% were found to be inaccurate in weighing. Around 83% of cadres who were inaccurate in weighing did not receive better guidance from the advisor. The ability of cadre in weighing is found to be an important factor that influences the quality of weight data, particularly in positioning the scale balancer ("bandul timbangan"). The ability of cadre in weighing is influenced by the lack in cadre's knowledge in how to weigh the child and the lack in guidance from the advisor. The other factors do not have significant association with precision and accuracy of cadre in weighing. CONCLUSIONS. The quality of weight data measured by cadres is still very low. The knowledge and the ability of cadres in weighing, particularly in positioning scale balancer are the important factors that associated with the quality of weight data. RECCOMENDATIONS. To improve the quality of weight data measured by cadres requires a regular and continuous guidance besides providing the cadres with formal trainings. Other than efforts to improve posyandu activity such as providing rewards and sanctions, a guidance related to method of weighing needs a serious attention, In addition, information related to quality of weight data needs to be observed, evaluated, and improved by the advisor through a regular advisory visit.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T13009
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library