Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kristin Maekaratri
Abstrak :
ABSTRAK Tujuan : Mengetahui perubahan kadar vitamin A plasma dan hubungannya dengan keadaan klinis penderita stroke iskemik Metodologi : Penelitian dengan desain potong lintang dilakukan pada 26 pasien stroke iskemik dengan onset kurang dari 48 jam. Pengambilan subyek penelitian dilakukan dengan cara consecutive sampling. Pemeriksaan kadar vitamin A dengan metode high performance liquid chromatography (HPLC), dilakukan pada saat pasien masuk, hari kedua, ketiga dan kelima perawatan. Data yang dikumpulkan meliputi : karakteristik demografi, faktor-faktor risiko, asupan nutrisi dengan metode recall 1 x 24 jam, food frequency questionnaire (FFQ) semik antitatif dan selama dirawat dg food record, indeks massa tubuh (IMT) serta penilaian klinis dengan National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS). Hasil : Jumlah subyek penelitian 26 orang (20 laki-laki dan 6 perempuan) dengan rerata usia 60.58 + 9.36 tahun. Faktor risiko terbanyak adalah hipertensi yaitu 80.1%. Berdasarkan WIT, 53.9% subyek masuk dalam kategori berat badan lebih. Tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara asupan vitamin A, lemak dan vitamin E dengan kadar vitamin A plasma Rerata kadar vitamin A plasma masuk dalam kategori nominal dan menunjukkan peningkatan yang bermakna pada hari kelima perawatan (p: 0,035). Perjalanan klinis penyakit berdasarkan NIHSS menunjukkan perbaikan yang bermakna (p: 0,045 - 0,005). Terdapat korelasi negatif dan bermakna antara peningkatan kadar vitamin A plasma dengan penilaian NIHSS pada hari kelima perawatan (r:0,391, p: 0,049). Kesimpulan : Terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar vitamin A plasma pada hari pertama dengan hari kelima perawatan. Terdapat perbedaan yang bermakna pada penilaian NIHSS selama lima hari perawatan. Terdapat korelasi negatif bermakna antara kadar vitamin A plasma dengan penilaian NIHSS pada hari kelima perawatan. Kata kunci : Vitamin A, stroke iskemik
ABSTRACT Levels Of Vitamin A In Ischemic Stroke Patients Objective : The purpose of this study was to investigate the time course of plasma vitamin A changes and its relation with clinical state in ischemic stroke patients. Metodology : A cross sectional study was carried out among 26 patients with ischemic stroke of recent onset (< 48 hours). Consecutive sampling method was used to obtain the subject. Plasma vitamin A level was measured using high performance liquid chromatography (HPLC) on admission, and days 2, 3, and 5. Data collected were demographic characteristics, risk factors of stroke, nutrient intake using 24 hours recall, semi quantitative food frequency questionnaire (FFQ) and food record method when hospitalized, body mass index (BMI), and clinical condition using National Institutes Health Stroke Scale (NIHSS). Result, : The subjects consist of 26 patients (20 males and 6 females) with a mean of age 60.58 + 9.36 years. Hypertension was the most modifiable risk factors (80.1%) that found. Based on SMI, 53.9% subjects had overweight. There were no relationship between nutrient intake (vitamin A, fat and vitamin E) and plasma vitamin A level. Plasma vitamin A level was still in the normal range and gradually increased in the following days, it showed a significant increase on day 5 since admission (p: 0.035). The score of NIHSS was significantly decreased along hospitalized (p: 0.045 - 0.005)_ A significant negative correlation between plasma vitamin A levels and NIHSS score on day 5 was found (r: -0.391, p: 0.049). Conclusion : There was significant difference in plasma vitamin A level between day 5 and at admission. Scores of NIHSS were significantly different in the following days. A significant negative correlation between plasma vitamin A levels and scores of NIHSS on day 5 was found.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13659
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Departemen Kesehatan, 1993
613.286 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Kesehatan , 2000
613.286 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Andrijono
Abstrak :
Tujuan penelitian ini adalah melakukan usaha untuk menurunkan kejadian keganasan pasca molahidatidosa, hal ini disebabkan adanya risiko keganasan pasca molahidatidosa pada pasien molahidatidosa berkisar 23%: Pasien molahidatidosa umumnya wanita usia muda ( kurang lebih 20 tahun) dan belum mempunyai anak. Usaha menurunkan kejadian keganasan ini akan kami lakukan dengan pemberian retinol palmitat. Sampai saat ini belum ditemukan suatu cara untuk menurunkan kejadian keganasan tersebut, sehingga pasien pasca molahidatidosa tidak mendapatkan pengobatan hanya dilakukan pengamatan saja. Bila dalam pengamatan ditemukan perubahan menjadi keganasan, pasien akan diberikan terapi dengan sitostatika. Pengobatan dengan sitostatika merupakan pengobatan yang mahal dengan kegagalan pengobatan berkisar 20.30%. Kegagalan ini umumnya disebabkan karena penyebaran keganasan keorgan tubuh yang jauh. Penelitian yang akan dilakukan adalah uji klinik, satu kelompok mendapat plasebo sedangkan kelompok lainnya mendapat retinol palmitat. Beberapa faktor yang kemungkinan berpengaruh terhadap kejadian keganasan seperti status imunologi, kadar vitamin A, ploiditas sel dan genetika sel akan diperiksa sebagai faktor pengganggu. Pengamatann terjadinya keganasan dengan menggunakan tumor marker HCG.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Bayi dengan berat badan lahir rendah dan retardasi perkembangan intrauterin masih merupakan masalah,khususnya di Indonesia karena menunjukkan angka kejadian yang tinggi dan perlu diturunkn
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Program jangka panjang dengan "Pendekatan berbasis pangan" untuk penanggulangan kekurangan vitamin A (KVA) semakin penting peranannya.
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Sulchan
Abstrak :
Program jangka panjang, dengan "pendekatan berbasis pangan" untuk penanggangan kekurangan vitamin A (KVA) semakin penting peranannya. Telah dilakukan penelitian dalam rangka sistim pemantauan Vitamin A di Jawa Tengah yanig menghubungkan asupan vitamin A dengan kadar serum retinal pada ibu-ibu laktasi dengan Batita (anak bawah tiga tahun) selama krisis. Median asupan vitamin A 319 RE/d buta senja : 0,34%. Kadar serum retinal (rerata 1,23 jMnol/L} berhubungan dengan asupan vitamin A model multiple logistic regresi untuk memprediksikan peluang terjadinya pengaruh berbagai faktor determinant menunjukkan : Asupan vitamin A dari pangan nabati (OR/95% Cl] per quartile, 1 : LOO, 2': 1,63 fO.99-2.80/, 3rd: 1.99 11,58-2,991, dan 4'1': 2.62 [1,68-4,04], dari pangan hewani (V dan T1: 1,00. 3 : 137 [0,89-2,09] dan 4'h: 2,86 [1,59-3,98 j). Kebun gizi (tidak 1.00, ya 1.88 f1,08-2,68J ) dan pendidikan ibu ( sekolah lanjutan: 1,46 /1,00-2.16J ). Kontribusi asupanan vitamin A sumber nabati 16 kali lebih besar dibanding sumber hewani, sama pentingnya dalam mempengaruhi status vitamin A. Kebun gizi dan tingkat pendidikan ibu merefleksikan konsumsi pangan sumber nabati dan hewani dalam jangka panjang. (MedJ Inidones 2006; 15:259-66)
For the Longer term food-based approaches for controlling vitamin A deficiency and its consequences, become increasingly important. A nutrition survailance system in Central-Java, Indonesia assessed vitamin A intake and serum retinal concentration of lactating women with a child <36 mo old during crisis. Median vitamin A intake was 319 RE/d and night blindness 0,34%. Serum retina! concentration (mean : 1,23 jMnol/L] was related to vitamin A intake in a dose-concentration manner. The multiple logistic regression model for predicting the chance far a scrum retinal concentration > observed median of the population (27,27 funol/L) intended determinant factors, vitamin A intake from plant foods (OR/95% Cl) per quarttie, 1" : 1.00, 2"d: 1.63 [0.99-2,80], 3nl: 1.99 [1.58-2,99], and /'': 2,62 [1,68-4,04], from, animal foods (T and 2'"': 1,00. 3"': 1,37 [0,89-2,09] and 4th: 2,86 [1,59-3,98]). Home gardening (no 1,00, yes 1.88 f 1,08-2.68}) and woman's education level (< primary school : 1,00 >secondary school: 1,46 [1,00-2,16]). Tints, although contributing 16 times more to total vitamin A intake plant foods were as important for vitamin A status as animal foods. Home gardening and woman's education level seem to reflect longer-term consumption of plant and animal foods respectively. (Med J Indones 2006; J 5:259-66)
[place of publication not identified]: Medical Journal of Indonesia, 2006
MJIN-15-4-OctDec2006-259
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Moechherdiyantiningsih
Abstrak :
Berdasarkan indikator klinis, kekurangan vitamin A di Indonesia sudah bukan masalah kesehatan masyarakat lagi karena prevalensi xeroftalmia telah berhasil diturunkan hingga 0,34%. Namun penurunan prevalensi xeroftalmia tersebut tidak dibarengi dengan penurunan angka KVA marginal pada kelompok rawan, termasuk pada kelompok bayi. Hal ini perlu mendapat perhatian mengingat dampak yang diakibatkan menyangkut kelulushidupan anak. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap status vitamin A. Pada kelompok bayi menyusu, status gizi anak dipengaruhi oleh status gizi ibunya. Penelitian ini merupakan studi dasar dari penelitian intervensi, yang bersifat cross-sectional yang dilakukan di dua desa Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor tahun 1997. Penulisan yang menggunakan data sekunder ini bertujuan mendapatkan informasi mengenai gambaran status vitamin A ibu dan status vitamin A bayi serta informasi mengenai hubungan antara status vitamin A ibu menyusui maupun faktor lain terhadap status vitamin A bayi. Sampel penelitian adalah bayi menyusu usia 2-10 bulan tanpa disertai penyakit kronis dan tidak mengalami kelainan bawaan maupun KEP berat serta bukan bayi kembar. Besar sampel 183 anak. Untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen digunakan uji Chi-kuadrat dan prevalence odds ratio (POR) dengan selang kepercayaan 95%. Sedangkan regresi logistik ganda digunakan untuk melihat hubungan variabel independen utama terhadap variabel dependen setelah variabel independen lain yang berpengaruh dikontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 18,7% ibu menyusui menderita KVA dan pada bayi sebesar 54,1%. Secara bivariat, terdapat dua variabel independen yang menunjukkan hubungan yang signifikan dengan variabel dependen yaitu variabel status vitamin A ibu (POR=2,85; 95% CI:1,25-6,53) dan status infeksi bayi (POR=3,90; 95% CI:I,25-12,1S). Besarnya prevalence odds ratio dari empat variabel independen lainnya adalah POR=0,56; 95% CI: 031-1,01 untuk variabel pemberian ASI dan POR=1,29; 95%Cl: 0,63-2,64 untuk variabel pemberian MP-ASI, sedangkan untuk variabel umur bayi dan status gizi bayi (BBIU) besarnya POR masing-masing POR=2,07; 95% CI: 0,96-4,46 dan POR=2,37; 95% CI: 0,61-9,25. Stratifikasi menurut umur menunjukkan adanya interaksi antara pemberian MP-ASI dengan umur, sedangkan pemberian ASI tidak menunjukkan interaksi dengan umur. Analisis regresi logistik ganda menunjukkan besarnya POR yang menggambarkan hubungan status vitamin A ibu dengan status vitamin A bayi setelah pengontrolan variabel lain yang signifikan, adalah POR=3,18; 95% CI: 1,36-7,44. Dari penelitian ini dapat diambil simpulan bahwa KVA marginal pada bayi menyusu usia 2-10 bulan di daerah penelitian, merupakan masalah kesehatan masyarakat tingkat berat. Status vitamin A ibu mempunyai hubungan yang kuat dengan status vitamin A bayi setelah variabel independen lain yang berpengaruh yakni status infeksi bayi dan frekuensi pemberian ASI, dikontrol. Disarankan, pelaksanaan program pemberian kapsul vitamin A bagi bayi hendaknya mempertimbangkan kapan puncak kejadian penyakit infeksi yang berhubungan dengan KVA terjadi. Disarankan pula, sebagai upaya pencegahan KVA pada bayi dan ibunya, perlu peningkatan konsumsi bahan makanan setempat yang kaya vitamin A bagi ibu, yang lebih mudah dilakukan dibandingkan pada bayi.
Relationships between Maternal Vitamin A Status and Other Factors with Infant Vitamin A Status in Bogor 1997Based on clinical indicators, vitamin A deficiency in Indonesia is no longer considered a public health problem because the prevalence of xerophthalmia has been decreased to 0,34%. But this decrease has not been followed by a decrease of marginal deviancy of vitamin A in vulnerable groups, especially infants. This is important considering the impact on child survival. There are many factors related to vitamin A status. Also, the nutritional status of the breastfed infant has a strong relationship with the maternal nutrition status. This is the cross-sectional baseline study of an intervention study that was conducted at two villages of Cibungbulang District of Bogor Regency in 1997. The aim of this secondary data study was to get information about maternal vitamin A status and the vitamin A status of the breastfed infant, and to look at the relationships between maternal vitamin A status and other factors, with infant vitamin A status. The study sample included 183 breastfed infants 2-10 months without chronic disease, congenital disease, severe PEM nor twins. The Chi-square and the Prevalence Odds Ratio (POR) at the 95% confidence interval were used to measure the association between independent variables with dependent variable. Multiple logistic regressions were used to measure the association between the independent variable and the dependent variable by controlling for other significant independent variables. Results of this study showed that 18,7% of mothers and 54,1% of their breastfed infants were at risk of vitamin A deficiency. By bivariate analysis, there are two significant independent variables related to the dependent variable, namely maternal vitamin A status (POR 2,85; 95% CI:1,25-6,53) and infant infection status (POR- 3,90; 95%CI:1,25-12,18). The prevalence odds ratio of the other independent variables are POR 0,55; 95% CI: 0,30-1,02 for breastfeeding and POR=1,29; 95% CI; 0,63-2,64 for supplementary feeding, POR=2,07; 95% CI 0,96-4,46 and POR=2,37; 95% Cl: 0,61-9,25 for infant age and nutrition status (weight for age) respectively. Stratification by age showed an interaction between supplementary feeding with age, but no interaction between age and breastfeeding. Multiple logistic regression analysis showed that the POR adjusted for maternal vitamin A status was 3,18 with 95% CI: 1,36-7,44. Conclusions of this study are: i. Marginal vitamin A deficiency in infants 2-10 months is still a public health problem in the research area; ii. Maternal vitamin A status is strongly related with infant vitamin A status after controlling for other significant variables e.g. infant infection status and breast feeding frequency. It is suggested to consider the peak season of infection in infants, as there is a relationship with vitamin A deficiency when implementing programs of the vitamin A capsule distribution for infants. It is also suggested, in order to prevent vitamin A deficiency in infants and their mothers, it is easier to increase consumption of vitamin A rich local food by mothers than by the infants.
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T 4638
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yayok Witarto
Abstrak :
Tujuan : Mengetahui korelasi antara kadar vitamin C plasma dengan kadar MDA plasma berdasarkan gradasi merokok Tempat : PT. NATIONAL GOBEL - Cimanggis - Jawa Barat. Metodologi : Studi korelasi, pada 108 orang laki-laki berusia 20 - 55 tahun, perokok dan bukan perokok, yang terpilih secara simple random sampling. Data yang dikumpulkan meliputi data umnm, kebiasaan mcrokok, konsumsi suplemen vitamin C, asupan makanan serta kadar vitamin C plasma dan MDA plasma. Hasil : Kebiasaan merokok terdapat pada 45.4% subyek penelitian. Berdasarkan Indeks Brinkman, 37,1% termasuk perokok ringan, 8,3% perokok sedang dan tidak didapatkan perokok berat. Nilai median kadar vitamin C plasma 0.51( ,04 - 1.36 ) mg/dl dan nilai median kadar MDA plasma 0,63 ( 0,22 - 4,74 ) nmol/ml. Didapatkan hubungan bermakna antara asupan energi, protein, serat, merokok dan konsumsi suplemen vitamin C dengan kadar vitamin C plasma serta hubungan bermakna antara konsumsi suplemen vitamin C dengan kadar MDA plasma. Didapatkan korelasi negatif antara kadar vitamin C plasma dengan kadar MDA plasma pada bukan perokok, perokok ringan dan perokok sedang namun korelasi tersebut tidak bermakna ( r-0,014; p=0,916; r--0,170; p=0,295; 1=a-0,317; Korelasi negatif, kuat dan bermakna antara kadar vitamin C plasma dengan kadar MDA plasma didapatkan pada perokok yang mengkonsumsi suplemen vitamin C (r=-0,943; p = 0,005 ). Kesimpulan : Didapatkan korelasi negatif antara kadar vitamin C plasma dengan kadar MDA plasma berdasarkan gradasi merokok, namun korelasi tersebut tidak bermakna. Walaupun tidak bermakna, ada kecenderungan korelasi semakin menguat sesuai peningkatan gradasi merokok. Korelasi negatif, kuat dan bermakna antara kadar vitamin C plasma dengan kadar MDA plasma didapatkan pada perokok yang mengkonsumsi suplemen vitamin C. ......Objective: To identify the correlation between plasma level of vitamin C and plasma level of MDA based on smoking gradation. Place : PT. National Gabel - Cimanggis - Bogor. Methods : The simple random sampling was used for correlation study of 108 subjects, smokers and non smokers, age between 20 - 55 years. Data collections including: general data, smoking habit, consumption of vitamin C supplement, food intake and plasma level of vitamin C and MDA. Result : The smokers found a total of 45.4% of the subjects. Using Brinkman's index, the gradation of light smokers were 37.1%, moderate smokers were 82% and there was no heavy smoker. Median value of vitamin C level in plasma was 0.51(0.04 - 1.36) mg/dl and for MDA level in plasma was 0.63 (0.22 -- 4,74) nmol/ml. Significant relationship was found between energy intake, protein, fiber, smoking habit and consumption of vitamin C supplement with plasma level of vitamin C. Significant relationship was found between consumption of vitamin C supplement with plasma level of MDA. Negative correlation was found between plasma level of vitamin C with plasma level of MDA of non smokers, light smokers and moderate smokers but not significant ( r -0.014, p=0.15; r=-0.170, p:'J.295; r=-0.317,p=0406). Smokers who consumed vitamin C supplement was found a negative, strong and significant correlation between plasma level of vitamin C and plasma level of' MDA( r = - 0.943, p = 0.005 ). Conclusion : Negative correlation was found between plasma level of vitamin C and plasma level of MDA based on smoking gradation, but not significant. Although not significant, there was a tendency of stronger correlation if smoking gradation increase. Smokers who consumed vitamin C supplement was found a negative, strong and significant correlation between plasma level of vitamin C and plasma level of MDA.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T 11353
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Surjadjaja
Abstrak :
Tujuan: Mengetahui pengaruh suplementasi vitamin B12 400 µg/hari selama enam minggu terhadap kadar vitamin B12 dan homosistein serum pada adventis vegan dewasa. Tempat: Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh, Jakarta Barat. Metadologi: Penelitian pro dan pasca perlakuan pada 27 orang subjek, berusia 20-60 tahun. Setiap subjek mengkonsumsi suplemen vitamin B12 400 µg/hari dosis tunggal selama 42 hari. Data yang dikumpulkan meliputi data demografi, antropometri pra dan pasca perlakuan, asupan nutrisi (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) dengan metode recall 1 x 24 jam dua kali seminggu pra, pertengahan dan pasca perlakuan. Data asupan vitamin B6, B12 dan asam folat dengan FFQ semi kuantitatif serta data laboratorium meliputi kadar vitamin B12, asam folat, dan homosistein serum pra dan pasta perlakuan. Hasil: Data demografi menunjukkan sebagian besar (81,5%) subjek berpendidikan tinggi dan semua subjek berpenghasilan di atas garis kemiskinan. Data antropometri pada pra dan pasca perlakuan menunjukkan seluruh subjek mempunyai IMT dalam batas normal. Asupan nutrisi selama perlakuan yang meliputi asupan energi, karbohidrat, lemak dan protein tidak mengalami perubahan. Bila dibandingkan dengan AKG tahun 1988 asupan energi, sebagian besar subjek termasuk cukup, asupan karbohidrat, dan protein termasuk kurang; asupan lemak termasuk lebih, Asupan vitamin B6 pada akhir perlakuan tidak menunjukkan penurunan secara signifikan (p=0,6874), sebaliknya dengan asupan vitamin B12 yang menunjukkan peningkatan signifikan (p = 0,021) dan asam folat yang menunjukkan penurunan signifikan (p = 0,0001). Hasil pemeriksaan laboratoriurn pada akhir perlakuan menunjukkan peningkatan signifikan pada kadar vitamin B12 (p = 0,0000) sebesar 202,6%, dari median 127 (58,0-193,0) pg/mL menjadi 376 (183,0-1168,0) pg/mL dan penurunan kadar homosistein yang signifikan (p = 0,0000) sebesar 39% dari median 14,50 (11,1-34,2) } µmol/L menjadi 9,50 (5,6-24,8) µmol/L. Kadar asam folat tidak mengalami penurunan bermakna (p = 0,2960). Kesimpulan: Suplementasi vitamin B12 sebanyak 400 µg/hari selama 42 hari pada vegan terbukti meningkatkan kadar vitamin B12 dan menununkan kadar homosistein. ...... The Effect Of Vitamin B12 Supplementation On Homocysteine Level Of Adult VegansObjective: To investigate the effect of 400 µg /day vitamin B12 supplementation for 42 days on serum vitamin B12, and homocysteine levels of 27 adult vegan subjects. Location: Seventh Day Adventists Church, West Jakarta. Method: A pre and post test design study was carried out on 27 subjects, aged 20-60 years, who fulfilled the criteria of the selection. Subjects were given 400 µg/day vitamin B12 single dose supplementation for 42 consecutive days. Data collected were demographic, anthropometric, nutritional, and laboratory. The data of energy, carbohydrate, protein, and fat intake were collected using 1 x 24 recall method twice a week at the beginning, within, and the end of the study; whilst vitamin B6, B12 and folk acid intake were obtained with FF0 semi-quantitative method at the beginning and the end of the study. Laboratory data were collected before and after study including serum vitamin B12, folk acid and homocysteine Results: Demographic data showed that most of the subjects had high formal education level (81.5%) and all subjects had income above the poverty line. Anthropometric data showed that BMI at the beginning and in the end of the study were in normal range. Dietary intake estimation including energy, carbohydrate, protein, and fat, were not significantly changed. Compared to Indonesian RDA 1998, intake of energy was considered adequate, carbohydrate and protein were low, and fat was high. Vitamin B6 intake did not decrease significantly (p = 0.6874) However vitamin B12 intake increased (p = 0.021) and folic acid intake decreased significantly (p = 0.0001). Median value of serum vitamin B12 after supplementation increased significantly (p = 0,0000) by 202.6% from 127 (58.0-193.0) pg/mL to 376 (183.0-1168.0) pg/mL. There was no significant difference in the serum level of folic acid (p = 0.2960). Median value of homocysteine after supplementation decreased significantly (p = 0.0000) by 39% from 14.50 (3.8-34.2) man, to 9.50 (5.6-24.8) µmol/L. Conclusion: Supplementation of single dose 400 µg vitamin B12 for 42 consecutive days on adult vegan subjects was proven to elevate the level of serum vitamin B12 and decrease the level of homocysteine.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T13675
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>