Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 30 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Insan Kharis
"Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi yang cukup sering terjadi, terutama pada pasien-pasien anak dan geriatri, wanita, serta pasien-pasien rawat inap di rumah sakit. Walaupun ISK seringkali dapat diterapi dengan antibiotik, diketahui terdapat masalah resistensi kuman ISK yang cukup tinggi terhadap antibiotik ampisilin, kotrimoksazol, dan kloramfenikol di Indonesia serta di negara-negara berkembang lainnya. Dalam penelitian ini, dilakukan uji disc-diffusion untuk mengidentifikasi efek antibakterial ekstrak etanol 70% daun Delonix regia terhadap pertumbuhan dua spesies bakteri Gram-negatif yang paling sering menyebabkan ISK, Escherichia coli dan Proteus mirabilis. Daun Delonix regia yang telah dikeringkan diekstrak dengan pelarut etanol 70%. Kemudian, ekstrak diencerkan empat kali dalam brain-heart infusion, menghasilkan ekstrak cair dengan kandungan 64 mg/mL, 32 mg/mL, 16 mg/mL, dan 8 mg/mL dan diteteskan ke atas disc kosong. Selanjutnya, zona hambat yang terbentuk pada biakan-biakan Escherichia coli dan Proteus mirabilis dihitung dengan jangka sorong. Dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali. Tidak terbentuk zona hambat di sekitar disc yang mengandung ekstrak daun Delonix regia. Dua faktor utama yang kemungkinan mempengaruhi hasil penelitian adalah jenis pelarut dan konsentrasi ekstrak yang digunakan. Selain itu, target molekular zat aktif yang diekspresikan oleh kedua spesies bakteri coba serta jenis produk Delonix regia yang digunakan mungkin turut berpengaruh pada hasil penelitian.

Urinary tract infections (UTIs) are common infections among children, geriatrics, women of all ages, and hospital inpatients. While UTIs can be successfully treated with antibiotics, it is currently known that there are high levels of antibiotic resistance to ampicillin, co-trimoxazole, and chloramphenicol among UTI pathogens in Indonesia and other developing countries. In this study, antimicrobial susceptibility testing using disc-diffusion method was performed to identify the antibacterial activity of 70% ethanolic extract of Delonix regia leaf against two common UTI pathogens, Escherichia coli and Proteus mirabilis. Dry Delonix regia leaves were extracted in 70% ethanolic solvent. It was then diluted four times in brain-heart infusion, giving four solutions with extract concentrations of 64 mg/mL, 32 mg/mL, 16 mg/mL, and 8 mg/mL. Afterward, the zones of inhibition formed on agar plates with Escherichia coli and Proteus mirabilis colonies were measured using vernier scale. This method was repeated three times. No evident zone of inhibition was formed around discs containing Delonix regia extract of all concentrations. Two main factors probably affecting the results of this study are extract solvent and concentrations used. Other factors, such as molecular targets expressed by both species of bacteria and products of Delonix regia likely play minor roles."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Indra Sanjaya
"Sepsis adalah gejala klinis akibat infeksi disertai respon sistemik yang dapat berupa hipotermia, hipertermia, takikardia, hiperventilasi atau letargi. Sepsis neonatorum adalah sepsis yang teijadi pads neonates, dan pada biakan darah didapatkan basil positif. Pada sepsis neonatorum sering disertai infeksi saluran kemih (ISK). ISK ini dapat menyebabkan kerusakan ginjal dan memperberat sepsis. Untuk menegakkan diagnosis ISK sebagai standar adalah hitting koloni kuman pada biakan urin. Pewarnaan Gram urin merupakan pemeriksaan yang cepat, dapat rnengetahui morfologi dan jumlah kuman dalam hari pertama, serta dapat mendeteksi adanya ISK. Dengan melihat basil pewarnaan Gram urin maka pemberian terapi antibiotika secara empiris dapat lebih terarah. Tujuan penelitian ini ialah mendapatkam metode yang cepat dan mudah untuk mendeteksi ISK pada sepsis neonatorum. Penelitian ini juga bertujuan mendapatkan data proporsi ISK, pola kuman penyebab ISK dan antibiogramnya pada sepsis neonatorum.
Subjek penelitian adalah 100 bayi secara klinis menderita sepsis neonatorum yang dirawat di bangsal Perinatologi dan NICU Bagian IKA RSCM. Bahan berupa darah vena dan urin kateterisasi, diperiksa di Bagian Patologi Klinik RSCM. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pewamaan Gram urin langsung dan urin sitospin, biakan min, dan biakan darah. Dinilai tingkat sensitivitas dan spesifisitas pewarnaan Gram urin terhadap biakan urin.
Pada penelitian ini didapatkan proporsi ISK pada sepsis neonatorum sebesar 8%. Pola kuman penyebab ISK terbanyak pada sepsis neonatorum adalah Pseudomonas sp dan Staphylococcus epidermidis. Tes sensitivitas antibiotika Pseudomonas sp resisten terhadap antibiotika yang diujikan. Staphylococcus epidermidis sensitif terhadap antibiotik Ampicillinsulbactam, Vancomycin, Meropenem, Imipenem, dan Oxacillin. Pada penelitian ini didapatkan tingkat sensitivitas pewarnaan Gram urin langsung 75% dan spesifisitas 100%, sedangkan pewarnaan Gram urin sitospin didapatkan sensitivitas 100% dan spesifisitas 98,9%. Pada kurva receiver operator curve (ROC) didapatkan sensitivitas dan spesitifitas terbaik pewamaan Gram urin sitospin untuk diagnosis ISK bila cut off point > 3 kuman per lapangan pandang imersi (pembesarkan 1000x). Pewarnaan Gram urin sitospin merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk mendiagnosis ISK pada sepsis neonatorum secara rutin."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58460
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maruto Harjanggi
"Pengantar: Batu saluran kencing adalah salah satu penyebab yang paling sering dari nyeri kolik yang muncul pada layanan kesehatan primer. Penanganan dari kasus batu saluran kemih dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu operatif dan juga konservatif. Cystone adalah salah satu terapi tambahan yang dapat ditambahkan pada regimen penanganan konservatif untuk ukuran batu dan memudahkan pengeluaran batu saluran kemih. Penelitian ini bertujuan untuk melihat keamanan dan efektivitas dari pemberian Cystone ini pasca tindakan ESWL. Metodologi : Penelitian ini dilakukan antara bulan Mei 2014-November 2015, jumlah sampel yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah 81 sampel, 42 berada pada grup cystone dan 39 dalam grup placebo. Setelah dilakukan ESWL, satu grup diberikan tablet cystone 2 x 2 setiap hari selama 4 minggu, grup lain diberikan placebo. Penanganan lanjutan seperti KUB radiografi, CT urografi dan juga pemeriksaan USG dilakukan setelah mengkonsumsi obat-obatan ini.Hasil: Dari 84 sampel yang berpartisipasi dalam penelitian ini, karkteristik demografik dan baseline antara grup tatalaksana dan grup placebo mirip satu sama lain. Tidak ada perbedaan statistic yang signifikan antara besar batu sebelum dan sesudah konsumsi cystone baik pada grup cystone ataupun placebo. Satu kejadian efek samping yang serius dilaporkan pada grup cystone, tidak ada kejadian efek samping yang berat terlihat pada grup placebo. Diskusi: Penelitian sebelumnya memperlihatkan bahwa cystone ini secara signifikan dapat memperkecil besar batu ginjal dan mengubah komposisi batu ginjal. Hasil yang berbeda ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan besar batu ginjal baik pada riset ini maupun literature-literatur sebelumnya. Berdasarkan penelitian ini, kami tidak merekomendasikan penggunaan cystone sebagai terapi adjunctive- management conservative dari batu ginjal ini.

Introduction: Urinary stone is one of the most common cause of colicky pain in primary care. Management of urinary stone is divided into operative management and conservative management. Cystone is one of the traditional adjunctive therapy that may added to conservative management regiment to reduce kidney stone size and speed-up the stone passing. This study aims to see the efficacy and safety of Cystone after Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy. Methods : This clinical trial was conducted from May 2014-November 2015, the total sample for this research are 81 samples, 42 in cystone group and 39 in placebo group. After undergoing ESWL procedure, one group were given 2 x 2 cystone tables daily for 4 weeks, and the other were given placebo. Further examination such as KUB radiography, CT urography, USG examination were conducted after consumption of the drugs. Results : Among 84 subjects that participated in this research, demographic charcteristics and baseline disease were comparable. No statistically significant changes on the stone size in both cystone and placebo group. One serious adverse event appeared in cystone group compared to none in the placebo group. Discussion: Previous research showed that cystone made significant changes on the renal stone size and composition. This differing results may be caused by different stone sizes in both this research and previous literature. Based on this research’s result we do not recommend using cystone as an adjunctive conservative management of renal stone"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kunin, Calvin M.
Philadelphia: Lea & Febiger 1974 , 1974
616.6 KUN d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ikhlas Arief Bramono
"

Batu saluran kemih (BSK) didefinisikan sebagai pembentukan batu pada ginjal, ureter, atau kandung kemih. Beberapa penelitan menunjukkan bahwa ketidaknormalan parameter metabolik merupakan hal yang umum pada pasien BSK. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara indeks massa tubuh (IMT), asam urat serum, glukosa serum, dan tekanan darah dengan opasitas batu pada pasien BSK. Penelitian ini dilakukan secara retrospektif dengan melihat data rekam medis dari pasien BSK yang menjalani prosedur ESWL pada Januari 2008 – Desember 2013 di Departemen Urologi RS Cipto Mangunkusumo. Data yang yang diambil adalah indeks masa tubuh (IMT), kadar asam urat serum, glukosa serum, tekanan darah, dan opasitas BSK. Hubungan antara IMT, kadar asam urat serum, glukosa serum, dan tekanan darah, dengan opasitas batu dianalisis menggunakan uji chi-square. Terdapat 2.889 pasien yang menjalani prosedur ESWL pada Januari 2008 – Desember 2013. Analisis dilakukan terhadap 242 pasien yang memiliki rekam medis lengkap. Rerata usia adalah 48,02±12,78 tahun.  Rasio laki-laki terhadap perempuan adalah 2,27:1. Rerata IMT adalah 29,91±3,78 kg/m2. IMT berisiko didapatkan pada 66,52% pasien.  Proporsi batu radioopak adalah 77,69% (188 pasien). Dua puluh dua pasien (9,1%) memiliki tekanan darah normal. Pasien dengan kadar serum asam urat tinggi sebanyak 34,30% (83 pasien). Secara statistik didapatkan hubungan yang bermakna antara kadar serum glukosa sewaktu dengan opasitas batu (p < 0,05). Terdapat hubungan yang bermakna antara kadar serum glukosa sewaktu dengan opasitas batu pada pasien BSK. Pasien hiperglikemia cenderung memiliki batu radiolusen. Sementara pasien normoglikemia cenderung memiliki batu radioopak.


Urolithiasis refers to formation of stone in the kidney, ureter, or bladder. Several studies showed metabolic abnormalities were common in urolithiasis patients. The aim of this study was to describe the association between body-mass-index (BMI), serum uric acid, serum glucose, and blood pressure toward stone opacity in urinary tract stone patients. This study was done retrospectively by reviewing registry data of urinary tract stone patients that had undergone ESWL on January 2008 – December 2013 in Department of Urology Cipto Mangunkusumo Hospital. Data concerning body mass index, serum uric acid, serum glucose, blood pressure, and urinary tract stone opacity were recorded. Associations between body mass index, serum uric acid, serum glucose and blood pressure with urinary tract stone opacity were using chi-square test. There were 2,889 patients who underwent ESWL on January 2008 – December 2013. We analyzed 242 subjects with complete data. Mean age was 48.02 (± 12.78 years). Male-to-female ratio was 2.27:1. Mean BMI was 29.91 (± 3.78) kg/m2. High risk BMIs were found in 161 patients (66.52%). The proportion of radioopaque stone was 77.69% (188 patients). Twenty two patients (9.1%) had normal blood pressure. Patients with high serum uric acid were 34.30 % (83 patients). We found a significant association between random serum glucose level and stone opacity (p < 0.05). There is significant association between random serum glucose level and stone opacity in urolithiasis patients. Hyperglycemia patients tend to have radiolucent stone, whereas normoglycemia patients tend to have radioopaque stone.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Rosida
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T57276
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eny Dewi Pamungkas
"Penelitian ini membahas faktor-faktor yang berhubungan dengan gejala ISK pada anak sekolah di SDN Pondok Cina 1 Depok. Penelitian deskriptif korelatif ini bertujuan untuk teridentifikasinya faktor-faktor yang berhubungan dengan gejala ISK pada anak sekolah. Sampel pada penelitian ini adalah 85 siswa SDN Pondok Cina 1. Faktor-faktor yang diteliti meliputi jenis kelamin, status sirkumsisi pada anak laki-laki, kebiasaan kebersihan diri, kebersihan toilet sekolah,dan kebiasaan menahan BAK. Hasil penelitian ini menunjukan tidak ada hubungan antara jenis kelamin, status sirkumsisi pada anak laki-laki, kebersihan toilet sekolah, dan kebiasaan menahan BAK dengan gejala ISK (p value > 0.1). Saran bagi penelitian selanjutnya adalah mencari faktor lain yang berhubungan dengan anak yang mengalami ISK.

This study aimed to discuss about related factors of UTI symptom among children of primary schools in SDN pondok cina 1 Depok. Correlative descriptive study used to identify the related factors of UTI symptom among children of primary schools. The examined factors included gender, circumcision status in boys, hygiene behavior, toilets hygiene, and stasis urine behavior with UTI symptom. The research result showed no relationship between gender, circumcision status in boys, toilets hygiene, and stasis urine behavior with UTI symptom (p value > 0.1). The recommendation for the next research is look for other factors related with children who have UTI."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
S42033
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Barry Arief Praba
"Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan kelainan yang sering ditemukan, diderita oleh laki-laki dan perempuan, dan memiliki manifestasi klinis yang berbeda-beda. ISK seringkali menimbulkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Agen-agen antimikroba yang memiliki kadar yang tinggi dalam jaringan dan urin, yang dapat dikonsumsi per oral, dan tidak nefrotoksik telah mengurangi secara signifikan perlunya hospitalisasi dalam penatalaksanaan infeksi. Instilasi aminoglikosida intravesika telah digunakan secara empiris sebagai terapi profilaksis untuk mengobati bakteriuria pada pasien dengan cedera medula spinalis yang menjalani kateterisasi intermiten secara bersih.
Sebuah studi klinis prospektif yang dilakukan di bangsal urologi RS Dr. Sardjito Yogyakarta, kami mempelajari pasien yang terpasang kateter uretra menetap. Pasien dibagi kedalam 2 kelompok. Pada kelompok pertama (28 pasien) dilakukan sekali pemberian instilasi Netilmicin 25 mg intravesika, pada kelompok kedua (28 pasien) tidak diberikan instilasi Netilmicin. Dilakukan urinalisis sesaat sebelum pemasangan kateter uretra dan 4 hari pasca pemasangan kateter. Dilakukan pemeriksaan urinalisis sebelum dan sesudah instilasi netilmisin. Data dan hasil dianalisis secara statistik deskriptif. Digunakan uji Chi square untuk membandingkan kedua kelompok. Penelitian ini menggunakan perangkat lunak SPSS 17.
Dilakukan analisis pada urinalisis kedua kelompok yang diambil 4 hari pasca instilasi netilmisin 25 mg. Pasien-pasien yang diteliti, median usia adalah 59 tahun (min 29; maks 81 tahun). Pada kelompok pertama, 22 pasien (78,5 %) tetap tidak terdapat ISK, 6 pasien (21,5 %) menderita ISK. Pada kelompok kedua kami dapatkan 4 pasien (14,3) tetap tanpa ISK, 24 pasien (85,7 %) menderita ISK. Perbedaan pada kedua kelompok berbeda secara statistik (p=0,0001). Instilasi netilmisin intravesika efektif untuk manajemen infeksi saluran kemih pada pasien-pasien dengan kateter menetap.

Urinary tract infections (UTIs) are common, affect men and women of all ages, and vary dramatically in their presentation and sequelae. They are a common cause of morbidity and can lead to significant mortality. New antimicrobial agents that achieve high urinary and tissue levels, that can be administered orally, and that are not nephrotoxic have significantly reduced the need for hospitalization for severe infection. Shorter-course therapy and prophylactic antimicrobial agents have reduced the morbidity and cost associated with recurrent cystitis in women. Intravesical instillation of aminoglycoside has been used empirically as prophylaxis and to treat bacilluria in spinal-cord-injured patients undergoing clean intermittent catheterization.
In a prospective clinical trial performed in the urologic ward of Dr. Sardjito Hospital, yogyakarta, Indonesia, we studied 56 patients who has indwelling urethral catheter more than 4 days. Patients were divided into two groups. In group 1 (28 patients) one-time intravesical instillation of Netilmicin 25 mg was administred, and in group 2 (28 patients) none were given any treatment. Urinalysis was evaluated before and after instillation of Netilmicin. Statistical data and results were studied using descriptive statistics as median (minimum and maximum). To compare the response to treatment, Chi-Square test was used in two groups. Consequently, the data were analyzed using the SPSS 17 software.
Urinalysis were evaluated in two groups 4 days after intravesical instillation of 50 mg netilmicin. The patients we studied, the median age 59 years old (min. 29; max. 81). In the first group we found 22 (78,5 %) patients still without UTI, 6 (21,5 %) patients with UTI, in the second group we found 4 (14,3 %) still without UTI, 24 (85,7 %) patients with UTI. The difference was statistically significant (p=0.0001). Intravesical instillation of netilmicin on patients with indwelliing urethral catheter were effective on preventing catheter-related UTI.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58563
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Billy, Matthew
"Infeksi Saluran Kemih (ISK) disebabkan oleh mikroorganisme dengan atau tanpa gejala berupa sakit saat berkemih, urgensi, dan peningkatan frekuensi berkemih. Pada ISK tanpa gejala, diagnosis ditegakkan melalui kultur urin dengan jumlah koloni mikroorganisme 105 colony forming unit (cfu)/mL. ISK terutama disebabkan oleh bakteri, sehingga terapi awal yang diberikan secara empirik untuk ISK adalah antibiotik. Ampisilin dulu pernah digunakan sebagai terapi empirik untuk ISK, tetapi tidak lagi digunakan karena angka resistensinya yang tinggi. Secara teoritis, resistensi tersebut dibawa oleh plasmid dan akan hilang dalam populasi bakteri apabila tidak pernah digunakan. Penelitian ini bertujuan melihat apakah ampisilin berpotensi menjadi sensitif kembali dengan pola resistensi yang relatif sama dibandingkan dengan siprofloksasin sebagai pembanding untuk menghambat pertumbuhan bakteri penyebab ISK secara in vitro. Studi ini menggunakan metode potong lintang dengan pengambilan sampel urin di puskesmas-puskesmas di Jakarta yang diuji pola resistensi terhadap kedua antibiotik. Hasil penelitian menunjukkan angka resistensi bakteri penyebab ISK terhadap antibiotik ampisilin dan siprofloksasin secara berurutan adalah 89,5% dan 10,5% dan perbedaan tersebut tersebut bermakna melalui uji Chi-square dengan nilai p < 0,001. Dengan tingginya angka resistensi bakteri penyebab ISK terhadap ampisilin, maka ampisilin belum dapat digunakan kembali sebagai terapi ISK terutama untuk penyebab ISK oleh bakteri Gram negatif. Untuk bakteri Gram positif, ampisilin masih mungkin untuk dipakai kembali sebagai pengobatan ISK, tetapi masih perlu diteliti lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar.

Urinary tract infection (UTI) is caused by microorganism with or without clinical symptoms such as dysuria, urgency, and increase frequency of urination. For asymptomatic UTI, diagnosis was supported by urine culture marked by more than 105 colony forming unit (cfu)/mL. UTI is mainly caused by bacteria; therefore, initial empirical therapy of UTI is using antibiotic. Once, ampcillin has been used as empirical therapy for UTI; however, it is no longer used as empirical therapy because of its high number of resistance. Theoretically, the resistance is carried by plasmid which will be lost in bacteria population if it has never been used. The objective of this study is to find whether ampicillin has potency to be sensitive again with the same resistance pattern as ciprofloxacin as reference for inhibiting growth of bacteria causing UTI. Method of this study is cross-sectional study with urine samples collection at Puskesmas in Jakarta which were tested its resistance pattern to both of antibiotics. Result of this study showed that resistance number of bacteria causing UTI to ampicillin and ciprofloxacin and are 89,5% and 10,5% respectively and this difference is significant based on Chi-square test with a p value of < 0,001. Ampicillin’s resistance is high so that ampicillin still can not be used again as therapy of UTI particularly against Gram negative bacteria. For Gram-positive bacteria, ampicillin is still likely to be reused as a treatment for UTI, but still need to be investigated further with a larger number of samples."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar Hardjadinata
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>