Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 37 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riza Putera Syamsuddin
Depok: Universitas Indonesia. Sekolah Kajian Stratejik dan Global, 2019
T52148
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoshi Dessiani
Abstrak :

Besarnya perputaran finansial dalam tata kelola rumah susun komersial milik, tidak jarang menghadirkan hubungan asimetris antara pelaku pembangunan sebagai sektor swasta dan pemilik rumah susun sebagai warga negara. Kondisi ini ditandai oleh pelanggaran administrasi yang dilakukan oleh pelaku pembangunan. Sepanjang tahun 2018, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerima berbagai keluhan terkait dengan tata kelola rumah susun, termasuk konflik kepentingan dan persoalan transparansi dalam Perhimpunan Penghuni dan Pemilik Satuan Rumah Susun (PPPSRS). Sebagai respons atas agenda kebijakan yang telah didorong oleh beberapa kelompok kepentingan sejak tahun 2006, pemerintah berusaha untuk merumuskan kebijakan publik dalam upaya melindungi setiap pihak yang terlibat dalam tata kelola perumahan bertingkat tinggi, terutama bagi warga negara. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji implementasi Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 132 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Apartemen Milik (Pergub 132/2018) pada bidang tata kelola di Apartemen Taman Rasuna dan Apartemen Kalibata City, Jakarta Selatan.


The magnitude of profit turnover in commercial apartments management, frequently led to the asymmetrical relationship between real estate developer as private sector and apartments’ owner as citizen. This condition was marked by administrative violations which often carried out by real estate developers. Throughout 2018, the DKI Jakarta Provincial Government received various complaints related to the apartments’ management and operation, including conflict of interests and transparancy issues in the Apartments’ Owners and Residents Association (PPPSRS). Following certain policy agenda that had been pushed by several interest groups since 2006, the government attempted to formulate a particular public policy to protect each party involved in the vertical housing operation, especially citizen. Conducted with a qualitative research method, the objective of this study is to examine the implementation of the DKI Jakarta Provincial Governor Regulation Number 132 Year 2018 concerning in the Management of Owned Apartments (Pergub 132/2018) inApartemen Taman Rasuna and Apartemen Kalibata City, South Jakarta.

2019
T53569
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Engelbert, Richard
Abstrak :
ABSTRAK

Perpindahan dari satu titik ke titik lain biasa kita kenal dengan istilah mobilitas. Kegiatan berjalan kaki sebagai sarana mobilitas yang telah kita kenal sejak lama membutuhkan perhatian agar kelangsungannya dapat berjalan dengan baik. Mempercepat mobilitas berarti mempercepat pergerakan dengan cara mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk berpindah dari satu titik ke titik lainnya. Dalam konteks berjalan kaki, pengurangan waktu tempuh atau peningkatan mobilitas dapat dicapai dengan adanya permeabilitas suatu lingkungan terhadap aktor-aktor pergerakan yang adalah pejalan kaki itu sendiri. Permeabilitas lingkungan diciptakan dari faktor-faktor seperti konektivitas dan aksesibilitas. Dalam arsitektur, permeabilitas tercipta dari hal-hal fisik yang ada disuatu kawasan dan hal non fisik yaitu kenyamanan dari manusia itu sendiri. Skripsi ini akan mengulas tentang apa-apa saja yang seharusnya ada dalam suatu kawasan kota agar kota itu dapat bersifat permeabel bagi pejalan kaki khususnya di kawasan perkotaan dimana cenderung terjadi banyak aktivitas berjalan kaki. Lokasi penelitian berada di dua kawasan berbeda dengan harapan dapat terlihatnya perbedaan dalam hal permeabilitas pejalan kaki oleh perbedaan kondisi fisik yang terdapat di masing-masing kawasan.


ABSTRACT

We have known mobility as an activity that requires movement from one point to another. Activity of moving on foot as a primary mobility choice requires no less attention so that it may go well in practice. To increase mobility means to increase speed of human movement by reducing the time needed for movement from one point to another. In context of walking, reduction of such time or an increase of mobility can be reached by an existence of permeability in a neighborhood toward actors of movement whom we have known as the pedestrian. Permeability of a neighborhood is also formed by factors such as connectivity and accessibility. In architectural context, permeability is formed by physical things that are inside the neighborhood and also by non-physical factor which is the feeling of cozyness that a pedestrian can get from within the place itself. This undergraduate thesis is going to discuss about what should probably exist inside a neighborhood of a city so that the place can be permeable for pedestrian movement especially in a neighborhood where activity of movement/mobility is more likely to happen. Location of study is two different neighborhoods in hope that factors affecting pedestrian permeability will be more obvious by difference of physical condition within each respective neighborhood.

Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S59715
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yennel S. Suzia
Abstrak :
Sebagaimana diketahui bahwa untuk kesejahteraan dan martabat bangsa perlu pembangunan yang terus-menerus, tetapi hal ini dapat pula menyebabkan kerusakan alam yang akhirnya merugikan manusia pula. Oleh karena itu perlu adanya koreksian yang lebih holistik dan interaktif berupa pandangan kedepan yang jauh dari kepentingan sendiri, oleh karenanya kita perlu realistik dan punya kemampuan melihat kenyataan yang sebenarnya dalam kehidupan. Secara mikro, Gelora Senayan merupakan Kawasan Hijau paru-paru kota, daerah resapan air, tempat hidupnya satwa burung dan elemen lunak dari bangunan kota; sedangkan serara makro, Gelora Senayan merupakan Landmark kebanggaan bangsa dan pusat kegiatan olahraga skala Nasional dan Internasional; namun, Gelora Senayan dengan berbagai alasan berkembang tanpa terkendali. Konsep awal Gelora Senayan tahun 1958 selain berfungsi sebagai Landmark Kota Jakarta, Ruang Terbuka Hijau di daerah selatan dapat pula dimanfaatkan sebagai tempat upacara Negara, dan merupakan salah satu dari 4 (empat) simpul pengikat lingkar luar Kota Jakarta, yaitu Grogol, Tanjung Priok, Cawang dan Semanggi. Berdasarkan konsep di atas, Gelora Senayan dengan Focal View Stadion Utama dapat dilihat dengan indah dan baik sebagai obyek Monumental dari arah Jembatan Semanggi, Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Pintu Delapan dan Jalan Asia Afrika Untuk meliput dan menjaga keamanan segala kegiatan yang dilakukan di ,Gelora Senayan, dibangun dua bangunan penunjang penting yaitu Menara TVRI di seberang Jalan Pintu Delapan dan Komdak Metro Jaya di seberang sudut jalan Jenderal Gatot Subroto; sedang di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan Jenderal Gatot Subroto dipertahankan sebagai ruang terbuka hijau kecuali setiap simpul perempatan jalan sebagai pandan. Jelas sekali disini jika kita lihat konsep awal Gelora Senayan tahun 1958 dirancang dengan memikirkan kota Jakarta secara keseluruhan dengan memakai konsep jaring laba-laba. Seiring dengan perjalanan waktu keadaan pemaafaatan ruang yang ada sudah berubah dari rencana pemanfaatan ruang semula. Hal ini ada yang disebabkan kebutuhan Gelora Senayan itu sendiri untuk melengkapi fasilitas dan pembiayaannya atau kepentingan lain, dan Ruang Terbuka Hijau Lepas yang berada di samping Jembatan Semanggi tempat masyarakat dapat menikmati keindaran obyek Utama Gelora Senayan atau Upacara Kenegaraan itu, sudah berdiri Hotel Hilton lengkap dengan Apartemennya yang menjulang tinggi, sehingga Gelora Senayan yang awalnya didisain secara Kota Jakarta sudah kehilangan maknanya, dan dia sekarang tidak lagi bagian dari Jembatan Semanggi. Kehadiran Kodak Metro Jaya sebagai penunjang keamanan di Plaza yang menghadap Jembatan Semanggi jika berlangsung upacara tidak lagi berfungsi, karena sudah terhalang Apartemen tinggi. Demikian juga disepanjang Jalan Jenderal Sudirman, Jalur Hijau disepanjang jalan itu sudah berubah fungsi, dan di areal Gelora Senayan sudah berdiri Ratu Plaza serta Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Perubahan ini dikarenakan pada setiap jalur hijau tidak ada penangkal, sehingga demikian mudahnya orang umtuk menguasainya.. Kekhawatiran perkembangan Gelora Senayan tanpa kendali terus berlanjut. Maka pada tahun 1989 Gelora Senayan dibenahi sesuai RBWK Kecamatan Tanah Abang sampai dengan tahun 2005, dengan mempertimbangkan Jaya dukung lingkungan yang ada, di mana lahan terbangun tidak boleh lebih dari 20%. Walaupun keberadaan Gelora Senayan sebagai skala kota Jakarta dengan focal view Stadion Utama sudah kekurangan makna, tetapi setidak-tidaknya sebagai paru-paru kota dan pusat keolahragaan masih tetap jadi tumpuan. Pada redisain ini peruntukan setiap blok sudah jelas sehingga kemungkinan penguasaannya sudah sangat kecil, kecuali kalau dipaksakan. Studi ini bersifat diskriptif eksploratif yakni, merupakan pemaparan basil studi literatur, survey visual dan konsep pengembangan fungsi Gelora Senayan untuk mencapai standar Iternasional sesuai daya dukung lingkungannya dengan tetap mempertahankan ciri Gelora Senayan sebagai Landmark Kota dan Jalur Hijau paru-paru kota serta daerah resapan air. Dari hasil studi Redisain Gelora Senayan, keadaannya dianggap masih memenuhi syarat lingkungan, dengan kawasan terbangun kurang dari 20% dan Ruang Terbuka Hijau lebih dari 60%, tetapi tentu hal ini sudah merupakan peringatan karena keadaannya hanya sedikit di atas persyaratan minimum.
Redesigning Gelora Senayan Complex and Its Environmental CapacityFor the welfare and national pride of a nation, there is need for a never-ending development. However, this in turn may harm nature and eventually man as well Therefore, there is need for correction which is more holistic and interactive in the form of farsightedness, away from self-interest. This means that we have to be realistic and possess the ability to see the real life as it is. From the micro aspect, Gelora Senayan is a green belt, the lungs of the city, an area of water absorption, place here birds and soft elements of city buildings. Whereas, from the macro aspect, Gelora Senayan is a Landmark of pride of a Nation, the center of sports,activities on a National and International scale. However, Gelora Senayan with its various reasons developed uncontrolled. The initial concept of- Gelora Senayan in 1958 was in addition to its function as a Landmark of Jakarta, the Green Belt in the Southern area can also be utilized as State Ceremonial Functions site and it constitutes as one of the four tie knots of the outer road of Jakarta, namely Grogol, Tanjung Priok, Cawang and Semanggi. Based on such a concept, Gelora Senayan with Stadion Utama fain Stadium as Focal View, its appearance can be seen as beautiful and proper as a Monumental Object from the Semanggi/Clover leaf bridge, General Sudirman Road, Pintu Delapan Road and Asia Afrika Road To cover and guard security of all activities conducted in Gelora Senayan, two important supporting buildings were constructed, namely TVRI Tower across Pintu Delapan Road and Metro Jaya Regional Police Command Head-Quarters across the corner of General Gatot Subroto Road; whereas, alongside General Sudirman Road and General Gatot Subroto Road are kept as open green space except at each inter-section knot which is used as mile stone guidance. Thus, it is clear that if we see the initial concept of Gelora Senayan in 1958, the site was planned by taking into consideration Jakarta City in its totality by using the spin-web network concept In line with the pace of time, the situation of space utilization available has changed from the initial spatial planning. This is due to the need of Gelora Senayan itself in order to complete the facilities and funding or other interests. The open Green Space next to The Clover Leaf Bridge where people can enjoy the sight of a beautiful object The Main Stadium of Gelora Senayan or State Ceremonies, at present, there emerged the Tilton Hotel complete with its apartments. Thus, Gelora Senayan, which initially was designed as Jakarta City has lost its meanings and became not as a part of The Clover Leaf Bridge anymore. The presence of Metro Jaya Police Head-Quarters as security support at the Plaza facing The Clover Leaf Bridge should a ceremony take place, it does not function anymore as such because High Rise Apartments intervened, hence, hindered such a purpose. The same is true along General Sudirman Road, the green stretch of land along the road has changed function and in the Gelora Senayan area the Ratu Plaza and the Department of Education and Culture buildings has been erected. This change was brought about because on every green stretch of land there is no deterrent, so that it became easy to lay claim to that land. The anxiety of uncontrolled development of Gelora Senayan continue. Therefore, in 1989, Gelora Senayan underwent rectification in accordance with RBWK of Tomah Abang sub-district up to the year 2005. By considering the supporting capacity and the environment available as well as the observance that the constricted space must not exceed 20%. Although the existence of Gelora Senayan as Jakarta City scale with the focal view the Main Stadium has reduced significance, however, at least, as the lungs of the city and center for sports it will remain to be the savior. In this redesign, the allocation for each block is already clear, so that the possibility of being claimed is very much insignificant, unless it is forced to surrender. This study is descriptive in nature and constitutes an elaboration of literature study, visual survey of the formational development concept of Gelora Senayan to reach International Standard in accordance with the supporting capacity of its environment by maintaining and defending as ever the nature of Gelora Senayan as the City's Landmark and green belt, the lungs of the city as well as an area for water absorbtion. The results of Redesigning Gelora Senayan study disclosed that, its condition is still regarded as meeting the environmental criteria, with a constructed area which is less than 20% and an open green space of more than 80%. However, this fact should constitute a warning since the situation is only a little above the minimal requirements.
Depok: Program Pascasarjana. Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stevi Della Ardina Putik Permata
Abstrak :
Tesis ini membahas metode partisipasi yang digunakan Forum Anak Kelurahan Benda Baru (FAKBB) dalam tahapan pembangunan kota dan derajat partisipasi Forum Anak Kelurahan Benda Baru (FAKBB) dalam Musrenbang. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Dalam penelitian ini menghasilkan temuan bahwa partisipasi Forum Anak Kelurahan Benda Baru (FAKBB) di Kota Tangerang Selatan masih dalam tahap sosialisasi. Derajat partisipasi dalam Musrenbang saat ini masih dalam derajat Non Participation sedangkan, motode partisipasi yang digunakan masih belum maksimal sehingga perlu adanya pengunaan metode partisipasi Community Action Planning (CAP), teknik partisipasi Awareness Methods, Classic Brainstorming, Interactive Brainstroming, dan Digital Technology yang disesuaikan dengan karakteristik anak dalam tiap tahapan pembangunan kota.
This thesis discussed the use of participatory methods Forum Anak Kelurahan Benda Baru (FAKBB) in the stages of urban development and the ladder of participation Forum Anak Kelurahan Benda Baru (FAKBB) in Musrenbang. This research was a qualitative which used case study approach. This research found that participation Forum Anak Kelurahan Benda Baru (FAKBB) in South Tangerang City was still in the stage of socialization. The ladder of participation in Musrenbang was still in Non Participation ladder, whereas the participatory methods used was not optimal so it was necessary to use Community Action Planning (CAP ) participatory methods, Awareness Methods participation techniques, Classic brainstorming, brainstorming Interactive and Digital Technology which needed to be adapted to the child characteristics in every stages of urban development.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theodorus Cahyo Wicaksono
Abstrak :
Perencanaan Kota telah melihat pergeseran paradigmatik menuju desain yang lebih melekat secara lokal dan menekankan identitas. Dalam pergeseran tersebut, beberapa hal esensial yang mengandung jati diri perlu dijaga agar transformasi kota mengarah pada citra yang baik. Untuk memperkuat citra dan identitas kota, perencanaan membutuhkan memori perkotaan (urban memory). Memori perkotaan diperlukan agar kota berkembang dalam perencanaan yang tepat dengan tidak meninggalkan jati dirinya. Kota dengan ruang urban di dalamnya memiliki hubungan yang mendalam dengan orang-orang yang tinggal di dalamnya, serta dengan pengalaman dan kenangan yang sebenarnya. Dalam kaitannya dengan perencanaan kota, ruang membutuhkan memori dan pengalaman untuk berkembang menjadi suatu tempat. Dalam hal ini, Muntilan adalah kota kecil yang menghubungkan Yogyakarta dan Semarang, sebagai ibu kota provinsi. Kota ini menjadi istimewa karena Muntilan memiliki ingatan yang kuat tentang sejarah perkembangan kota tersebut. Muntilan melestarikan aspek lokalitas, seperti kondisi alamnya, warisan masyarakat Jawa asli, dan keragaman agama (dengan nilai dan dogmanya). Karena kekhususannya tersebut, tesis ini akan mengidentifikasi memori perkotaan di Muntilan dengan mengumpulkan peta kognitif yang dibuat oleh warga untuk merepresentasikan ingatan mereka tentang kota mereka, untuk dijadikan panduan dalam konseptual perancangan kota. Sebuah peta kognitif diusulkan sebagai metode alternatif perencanaan dengan partisipasi masyarakat lokal untuk menentukan memori esensial yang diungkapkan oleh masyarakat di kota. Berdasarkan analisis peta kognitif responden, penulis merekomendasikan konseptual perencanaan Kota Muntilan, terutama bagi mereka yang menganggap memori sebagai pembentuk identitas kota. ......Urban Planning has seen paradigmatic shifts towards more locally embedded design and emphasizes identity. In the shift, some essential things, which contain identity, should be maintained, so that the urban transformation leads to a good image. In order to strengthen the image and identity of the city, planning requires urban memories. Urban memories are necessary for the cities to develop in proper planning by not leaving their true identity. A city, with urban spaces in it, has an in-depth relationship with people who inhabit within, and also with the actual experiences and memories. In its relation to urban planning, space requires memory and experience to develop into a place. In this case, Muntilan is a small city connecting Yogyakarta and Semarang, as the capital of each province. This city becomes special since Muntilan has a strong memory regarding the historical development of the city. Muntilan preserves locality aspects, such as its natural condition, the heritages of native Javanese society, and the diversity of religions (with their values and dogmas). Due to its specialty, this thesis will identify urban memory in Muntilan by collecting of cognitive maps made by citizens to represent their memories about their city. A cognitive map is proposed as an alternative method of planning with local communities participatory to determine the essential memory expressed by people in the city. Based on the analysis of respondents' cognitive maps, author have recommended the conceptual urban design of Muntilan, especially for those who consider urban memory as forming Muntilan's identity.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anom Kurnia Nugraha
Abstrak :
Kota adalah sebuah wadah hidup manusia, yang memiliki identitas yang berbeda antara satu dengan lainnya. Identitas kota dibentuk oleh ruang yang ada di dalamnya. Setiap ruang akan memberikan identitasnya sehingga terbentuk satu kesatuan identitas kota. Ada ruang yang tidak dapat memberikan identitasnya kepada kota. Ruang ini disebut sebagai ruang negatif kota. Ada tidaknya elemen yang membentuk lingkungan fisik kota akan menentukan terbentuknya identitas ruang. Interaksi antar elemen pun sangat mempengaruhi terbentuknya identitas ruang oleh karena itu, terbenmknya ruang negatif tidak terlepas dari elemen yang membentuk lingkungan fisik kota dimana ruang tersebut berada.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
S47890
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wara Triwardhani
Abstrak :
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pembentukan identitas suatu komunitas melalui elemen-elemen permukiman. Dengan mengambil kasus permukiman komunitas keturunan Arab yang tinggal di Jakarta, dalam hal ini terletak di Kampung Pekojan. Penulisan ini ingin mengangkat proses adaptasi yang dilakukan komunitas tersebut dalam upayanya untuk tetap dapat bertahan hidup pada lingkungan yang berbeda dengan lingkungan asalnya. Sebagai bangsa pendatang, komunitas ini turut membawa nilai-nilai budaya dan tradisi mereka pada lingkungan yang mereka datangi. Proses adaptasi yang mereka lakukan akan mengikutsertakan nilai-nilai budaya dan tradisi tersebut dalam tempat mereka bermukim. Islam sebagai suatu kepercayaan sangat mempengaruhi setiap aspek kehidupan bangsa Arab. Sehingga dalam setiap elemen-elemen permukiman akan tergambarkan prinsip-prinsip Islam sebagai nilai budaya dan tradisi yang diterapkan. Penerjemahan nilai-nilai tersebut ke dalam wujud fisik bangunan akan membentuk sebuah karakter yang memperlihatkan identitas kebangsaan komunitas Arab, sehingga jelas terlihat perbedaannya dengan bangunan lain yang ada di permukiman ini. Prinsip ini terlihat baik dalam ruang pribadi (rumah) ataupun ruang umum (tempat ibadah, jalanan). Mesipun tidak dapat disangkal bahwa perubahan setting permukiman akan menggeser nilai-nilai tersebut. Meskipun terdapat perbedaan antara elemen-elemen permukiman yang ada di kawasan Arab dengan yang dibentuk oleh komunitas keturunan Arab di Kampung Pekojan, namun tetap terlihat prinsip Islam yang diterapkan. Pengaturan ruang-ruang disesuaikan dengan kondisi yang ada di lingkungan Kampung Pekojan. Proses adaptasi juga dilakukan terhadap nilai-nilai budaya yang terdapat dalam lingkungan ini, yang diwujudkan dalam wujud fisik bangunan ke dalam berbagai gaya seperti Eropa, Cina, dan Nusantara.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S48584
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cahya Yoga Sulistyo
Abstrak :
ABSTRAK
Fenomena pasar kaget sering kali muncul di dalam kota dengan mengisi ruang-ruang di tepian jalan atau di antara bangunan, yang merupakan bagian dari bentuk solid-void kota. Pasar kaget dapat diterima sebagai bagian dari kehidupan kota bukan hanya karena mampu menyediakan kebutuhan warga kota namun juga karena mampu menyesuaikan dengan solid-void kota yang sudah ada. Penyesuaian pasar kaget dapat dilakukan melalui penempatan display melalui linkage atau perekatan visual, struktural dan kolektif. Selain itu, perekatan pasar kaget ke dalam ruang solid-void kota memberikan makna serta keunikan pasar kaget sehingga membentuk place atau tempat yang menarik. Kualitas ruang pasar kaget dapat dilihat secara fisik dari sistem encoding-decoding. Encoding merupakan hubungan ruang pasar kaget dengan ruang kota yang sudah ada sedangkan decoding merupakan ruang pasar kaget yang dihasilkan yaitu melalui negosiasi ruang. Skripsi ini mencoba melihat pasar kaget dan hubungannya dengan bentuk solid-void kota serta bentukan tambahan seperti display pedagang pasar kaget serta perekatan dengan bentuk fisik kota. Sebagai hasil pengamatan adalah bagaimana bentuk solid-void kota memengaruhi terciptanya karakter dan variasi display pedagang yang menghasilkan kualitas ruang unik bagi pasar kaget.Kata kunci : solid dan void kota, linkage, tipe display, encoding-decoding
ABSTRACTThe phenomenon of pasar kaget or street bazar happens in the city as a result of using spaces along the streets and between buildings, which is also occupying solids and voids of the city. Nowadays, Pasar kaget can be easily accepted as a part of the city life not only because it provides the needs of city inhabitats but also the arrangement of pasar kaget can adapt to the existing solid void of the city. The adaptation of pasar kaget rsquo s displays is through visual, structural, and collective linkages. The result of these linkages of the displays to the city solid void creates a unique character of the street bazar. Physically, the quality of pasar kaget can be understood through encoding decoding system. Encoding is the relation between pasar kaget with the existing space of the city, including the solid void relation. Decoding is the place for pasar kaget created as the result of space negotiation in the city. This thesis analyzes the relationship between solid void of the city with pasar kaget and how the sellers put their displays and create a certain kind of linkage to the existing solid void. The findings of this thesis show how solid void of the city affects variations on the pasar kaget rsquo s displays and creates a unique character for pasar kaget. Keywords solid void city, linkage, display type, encoding decoding
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S63557
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>