Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 48 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ida Fitriati Basjuni
"Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan secara menyeluruh dalam bentuk kegiatan pokok yang salah satu diantaranya adalah perawatan kesehatan masyarakat dengan program prioritasnya penemuan penderita barn BTA (+).
Kabupaten Musi Banyuasin merupakan salah satu kabupaten di propinsi Sumatera Selatan dengan jumlah penduduk pada tahun 1999 sebanyak 1.210.000 jiwa, memiliki 40 puskesmas, semua puskesmas telah mengikuti program P2TB dan memiliki pelaksana program tuberkulosis. Namun demikian bila dilihat dari hasil cakupan penemuan penderita baru BTA (+) masih sangat rendah bila dibandingkan dengan kabupaten lain yang ada di propinsi Sumatera Selatan, sedangkan cakupan penemuan penderita baru BTA (+) merupakan pengukuran terbaik untuk penilaian kinerja.
Tujuan dari penelitian ini adalah diperolehnya informasi tentang kinerja dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja pelaksana program tuberculosis puskesmas. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan studi "Cross Sectional". Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pelaksana program tuberkulosis puskesmas yang ada di kabupaten Musi Banyuasin. Sampling dalam penelitian ini tidak dilakukan, karena seluruh populasi dimanfaatkan untuk analisis (total populasi).
Pengumpulan data dengan wawancara melalui kuesioner untuk variabel independen dan untuk variabel dependen berupa data primer dari laporan bulanan puskesmas. Yang termasuk variabel dependen adalah kinerja pelaksana program tuberkulosis puskesmas, dan yang termasuk variabel independen adalah pendidikan, pelatihan, lama kerja, pengetahuan yang tergabung dalam faktor internal individu. Sedangkan yang termasuk faktor eksternal individu adalah variabel beban kerja, supervisi, kepemimpinan, imbalan, sarana, dan mitra kerja. Pengolahan data dengan menggunakan program Epi Info V.6.0 dan SPSS for Window V.9.0.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja pelaksana program tuberkulosis yang baik sebesar 37.5%. Sedangkan faktor-faktor yang berhubungan secara bermakna dengan kinerja pelaksana program tuberkulosis adalah lama kerja, pengetahuan, beban kerja dan supervisi. Dan variabel yang paling dominan yang mempengaruhi adalah variabel beban kerja setelah dikontrol oleh variabel lama kerja serta sarana.
Perlu bagi Dinas Kesehatan kabupaten Musi Banyuasin untuk memperhatikan peningkatan kinerja pelaksana program tuberkulosisis. dengan pengangkatan,relokasi tenaga kesehatan serta mengoptimalkan sarana yang ada.

Community health center (Puskesmas) is an organizational unit withinDistrict to develop community health, to establish community participation on health activities; and provide basic health services including public health nursing to the people.
Musi Banyuasin District is one of districts within South Sumatera with total population of I210.000 in 1999. There are 40 puskesmas that provide tuberculosis program. All puskesmas have special staff dealing was tuberculosis program However, the performance of the tuberculosis program, any puskesmas measured by the number of new cases of tuberculosis BTA (+) per month, very low in compared the performance of Districts in South Sumatera.
This study aims to examine factors related to the performance of tuberculosis program. Using survey research design. Population of this study is all tuberculosis program staff at Musi Banyuasin District, which also the sample of the study (total population).
Data were collected using structured interview and from monthly report of the tuberculosis performance. Independent variables are level of education, training experience, work experience measured by length of work, and knowledge about tuberculosis. These are called internal factors. While external factors are work load, leadership index, incentives supervision, resources and facilities, and partnership. Data were analyzed using Epi Info version 6.0 and SPSS version 9.0.
This study depicted that high performance of tuberculosis program is occurred only at 37.5% of puskesmas.The significant factors related to the performance are work experience, knowledge, supervision and work load, The dominant variables are resources, facilities, experience and work load. It is recommended that it is necessary to Musi Banyuasin Health District to improve their staff performance by recruiting, relocating known resources, and enhancing resources and facilities."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T1015
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Lia Kusumawati
"ABSTRAK
Salah satu penyebab kegagalan pengendalian tuberkulosis di Indonesia, adalah karena lemahnya diagnosis untuk deteksi dini kasus infeksi disamping kegagalan terapi kasus tuberkulosis yang resisten terhadap beberapa obat anti tuberkulosis dan hambatan dalam melakukan kontrol tuberkulosis secara global. Dengan ditemukannya teknik molekuler "spoligotyping" (spacer olygonucleotide typing) yang dilakukan berdasarkan analisis keragaman jumlah dan letak daerah diantara lokus direct repeat (DR) DNA M, tuberculosis dan hibridisasi menggunakan pelacak spacer oligonucleotide yang terletak diantara daerah DR ini akan dapat memperlihatkan perbedaan antar galur. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan deleksi cepat sekaligus dapat membedakan galur M. tuberculosis langsung dari spesimen klinik tanpa melakukan kultur kuman.
Sebanyak 30 sampel yang terdiri dari 29 sampel klinik bakteri Al tuberculosis yang dikumpulkan dari 28 penderita tuberkulosis dan I sampel kuman standard Al BGC dilakukan pemeriksaan mikroskopik BTA, kultur pada media Lowenstein Jensen, uji bioldmia, uji resistensi serta ekstraksi DNA. DNA hasil ekstraksi kemudian diamplifikasi dengan menggunakan oligonukleotida DRa dan DRb 5'biotinylated sebagai primer untuk amplifikasi lokus direct repeat (DR) DNA M tuberculosis. DNA hasil amplifikasi dihibridisasi dengan pelacak (probe) yang terdiri dari I set oligonukleotida (43 jenis spacer oligonucleotides). Deteksi DNA hasil hibridisasi dilakukan dengan alat deteksi substrat kemiluminesen ECL (Amersham) dan dipaparkan pada film sinar-X ( Hyperfilm ECL; Amersham).
Dari hasil penelitian terlihat bahwa ekstraksi DNA M. tuberculosis dengan menggunakan metode Boom maupun Fenol-Kloroform dapat menghasilkan DNA dengan tingkat kemurnian atau nilai rasio absorbansi (a. 2601280) berkisar 1,4-1,9. Keberhasilan isolasi DNA ini telah dibuktikan dengan adanya pita DNA dalam gel agarosa dari hasil amplifikasi PCR dengan ukuran 541 bp, yang sesuai dengan fragmen DNA Al tuberculosis yang disintesis dengan menggunakan primer Pt8 dan Pt9. Hibridisasi telah dilakukan untuk menentukan galur pada 9 dari 30 sampel yang berhasil dikumpulkan dan di dapatkan 8 pola pita hibridisasi unik yang menunjukkan adanya 8 galur yang berbeda. Pada 2 sampel sputum yang dikumpulkan dalam 2 waktu pengambilan yang berbeda dari seorang penderita tuberculosis, memberikan pola pita hibridisasi yang sama. 4 galur MDR-TB (Multi Drug Resistance - Tuberculosis) dalam sampel penelitian ini mempunyai pola kekerabatan yang lebih dekat dibandingkan dengan 3 galur lainnya yang sensitif terhadap semua jenis Obat Anti Tuberculosis. Dari ke 9 sampel yang diidentifikasi dengan teknik spoligotyping, dapat menunjukkan perbedaan antar galur dan diperoleh 8 pola pita hibridisasi DNA Al. tuberculosis yang dapat digunakan sebagai penanda epidemiologi untuk bakteri penyebab penyakit tuberkulosis di Indonesia.
Teknik spoligotyping dapat menjadi alternatif disamping isolasi M. tuberculosis untuk mendeteksi adanya bakteri M. tuberculosis sekaligus dapat membedakan galur kuman pada penderita tuberkulosis, sehingga dapat digunakan untuk memantau penyebaran kuman penyakit tuberkulosis yang sangat penting untuk dikembangkan lebih lanjut."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Tan, Thiam Hok
"ABSTRAK
Menundjukkan adanja kuman-kuman tuberkulosis pada seseorang jang tersangka menderita penjakit tuberkulosis adalah sangat penting untuk para dokter. Tidak hanja untuk menundjang diagnosis klinik, akan tetapi djuga untuk menentukan basil pcngobatan jang telah ditjapai. Atjapkali para dokter mendjumpai penderita-penderita jang belum pasti menderita tuberkulosis. Dalam hal-hal sematjatn itu perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik. Tjara-tjara jang lazim dipakai jalah pembiakan dan pertjobaan binatang disamping pemeriksaan mikroskopik untuk menetapkan adanja Mycobacterium tuberculosis. Djika kita mempeladjari kepustakaan tentang tjara-tjara penjelidikan tersebut, maka kita dapat kesan betapa banjaknja waktu jang diperlukan untuk pemeriksaan-pemeriksaan itu dan bahwa tidak ada persamaan dalam tjara bekerdja dipelbagai laboratorium.
Oleh karcna itu, Prof. K.A. Jensen (1954), ketua ?Committee of Laboratory Methods of the International Union against Tuberculosis", telah mengusulkan agar tjara pemeriksaan laboratorium mengenai Mycobacterium tuberculosis, dapat dilakukan dengan tjara jang sama untuk semua laboratorium, hingga dengan demikian hasil-hasilnja dapat diperbandingkan satu sama lain.
Tudjuan tesis ini, jang didasarkan pada penjelidikan sendiri, jalah menjelidiki faktor-faktor jang dapat mcmpengaruhi pemeriksaan bakteriologik tentang Mycobacterium tuberculosis didalam dahak, agar dengan demikian dapat menghasilkan suatu dasar tjara bekerdja jang kelak dapat dipakai di Indonesia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1957
D394
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhammad Kautsar
"Latar belakang: Tuberkulosis (TB) adalah penyakti menular yang disebabkan oleh organisme Mycobacterium Tuberkulosis (MTB). Tuberkulosis menempati peringkat pertama penyebab kematian yang disebabkan oleh infeksi tunggal. Penegakan diagnosis TB sulit pada anak karena tidak ada gejala yang spesifik dan khas terhadap TB, disertai dengan sulitnya mengambil sampel untuk pemeriksaan baku emas dan sifat paucibacillary dari organisme MTB. World Health Organization (WHO) tahun 2022 dan Kementrian Kesehatan RI pada tahun 2023 mengeluarkan pedoman untuk membantu tenaga medis menegakkan diagnosis TB pada anak. Sampai saat ini belum ada penelitian yang menilai akurasi keduanya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang menilai akurasi diagnosis kedua alur tersebut.
Tujuan: Mengetahui sensitivitas, spesifisitas dan akurasi alur diagnosis TB berdasarkan WHO 2022 dan Kemenkes 2023 terhadap baku emas GenXpert.
Metode: Penelitian merupakan uji diagnostik dengan data sekunder yang melibatkan anak berusia 0-18 tahun dengan tersangka TB yang berobat ke RSCM pada 1 Januari 2023-1 Januari 2024. Gambaran klinis, hasil pemeriksaan penunjang dan diagnosis akhir dicatat. Uji diagnostik dilakukan dengan membandingkan hasil akhir diagnosis berdasarkan alur WHO 2022 dan Kemenkes 2023 dengan baku emas pemeriksaan GenXpert. Hasil pemeriksaan dianalisis statistik dengan SPSS 25.
Hasil: Penelitian melibatkan 290 pasien dengan tersangka TB. Dari 132 pasien (45,5%) yang mendapatkan pengobatan TB, hanya 46 pasien (15,9%) yang memiliki hasil GenXpert positif. Didapatkan sensitivitas alur WHO 2022 dan Kemenkes 2023 dibandingkan dengan GenXpert masing-masing adalah 76,09% dan 58,7%. Sedangkan spesifistasnya sebesar 69,93% dan 77,05%. Alur Kemenkes 2023 memiliki PPV, PLR, NLR, dan akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan WHO 2022.
Kesimpulan: Alur diagnosis TB berdasarkan Kemenkes 2023 memiliki spesifisitas dan akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan WHO 2022 dalam menegakkan diagnosis TB pada anak. Alur diagnosis TB berdasarkan Kemenkes 2023 dapat digunakan sebagai pilihan alur untuk menegakkan TB pada anak.

Background: Tuberculosis (TB) is an infectious disease caused by the Mycobacterium Tuberculosis (MTB) organism. TB ranks first among the causes of death due to a single infection. Diagnosing TB in children is challenging because there are no specific and distinctive symptoms of TB, along with the difficulty in obtaining samples for gold standard tests and the paucibacillary nature of the MTB organism. The World Health Organization (WHO) in 2022 and the Indonesian Ministry of Health (Kemenkes) in 2023 issued guidelines to assist healthcare professionals in diagnosing TB in children. To date, there has been no research assessing the accuracy of both guidelines. Therefore, research is needed to assess the accuracy of diagnosis in both pathways.
Objective: To determine the sensitivity, specificity, and accuracy of TB diagnosis pathways based on WHO 2022 and Kemenkes 2023 guidelines compared to the gold standard GenXpert test.
Methods: The study is a diagnostic test involving secondary data of children aged 0-18 years suspected of TB and treated at RSCM from January 2023 to December 2023. Clinical descriptions, results of supporting examinations, and final diagnoses were recorded. The diagnostic test was conducted by comparing the final diagnosis results based on the WHO 2022 and Kemenkes 2023 pathways with the gold standard GenXpert test. The examination results were statistically analyzed using SPSS 25.
Results: The study involved 290 patients suspected of TB. Out of 132 patients (45.5%) who received TB treatment, only 46 patients (15.9%) had positive GenXpert results. The sensitivity of the WHO 2022 and Kemenkes 2023 guidelines compared to GenXpert was 76.09% and 58.7%, respectively. Meanwhile, the specificity was 69.93% and 77.05%, respectively. The Kemenkes 2023 pathway had higher PPV, PLR, NLR, and accuracy compared to WHO 2022.
Conclusion: The TB diagnosis guideline based on Kemenkes 2023 has better specificity and accuracy compared to WHO 2022 in diagnosing TB in children. The TB diagnosis guideline based on Kemenkes 2023 can be used as an option for diagnosing TB in children.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Armando Rahadian
"Pendahuluan: Tuberkulosis (TB) adalah masalah kesehatan global dan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di banyak negara berkembang. Indonesia menempati peringkat ke – 2 pasien TB terbanyak di dunia dengan jumlah 969.000 kasus per tahun dan cakupan diagnosis terkonfirmasi pemeriksaan bakteriologis hanya 55% dari seluruh kasus TB ternotifikasi. Penegakan diagnosis TB dengan metode kultur bakteri membutuhkan waktu lama sehingga diperlukan metode baru yang dapat mempersingkat waktu identifikasi TB yaitu dengan tes cepat molekuler.
Metode: Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi akurasi diagnostik tes cepat molekuler Prufen Gb101 dalam identifikasi M. tuberculosis pada pasien terduga TB paru menggunakan spesimen sputum dengan kultur Mycobacteria Growth Indicator Tube (MGIT) sebagai baku emas.
Hasil: M. tuberculosis terdeteksi pada 46 dari 81 subjek penelitian berdasarkan pemeriksaan Prufen Gb101 dengan sensitivitas 100% (95% CI, 99,0 – 100), spesifisitas 76,09% (95% CI, 61,2 – 87,4), PPV 76.09% (95% CI, 65,5% – 84,2) dan NPV 100% (95% CI , 90,0 – 100). Sensitivitas yang tinggi menunjukkan tes ini dapat mengidentifikasi dengan baik infeksi TB pada pasien terduga TB paru.
Kesimpulan: Prufen Gb101 dapat memberikan tambahan penilaian dalam menegakkan diagnosis pada pasien dan memenuhi kriteria WHO sebagai uji penapis pada diagnosis TB paru.

Introduction: Tuberculosis (TB) is a global health problem and a major cause of morbidity and mortality in many developing countries. Indonesia has the second highest number of TB patients in the world with 969,000 cases per year and the coverage of confirmed diagnosis by bacteriological examination is only 55% of all notified TB cases. Confirmation of TB diagnosis by bacterial culture method takes a long time, so a new method that can shorten TB identification time is needed, namely molecular rapid tests.
Methods: This study aimed to evaluate the diagnostic accuracy of the Prufen Gb101 molecular rapid test in identification of M. tuberculosis in patients with suspected pulmonary TB using sputum specimens with Mycobacteria Growth Indicator Tube (MGIT) culture as the gold standard.
Results: M. tuberculosis was detected in 46 of 81 study subjects based on the Prufen Gb101 assay with a sensitivity of 100% (95% CI, 99.0 - 100), specificity of 76.09% (95% CI, 61.2 - 87.4), PPV of 76.09% (95% CI, 65.5% - 84.2) and NPV of 100% (95% CI, 90.0 - 100). The high sensitivity indicates that the test can correctly identify TB infection in patients with suspected pulmonary TB.
Conclusion: Prufen Gb101 can provide additional assessment in establishing a diagnosis in patients and meets WHO criteria as a screening test in the diagnosis of pulmonary TB.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ryan Fadillah
"Latar belakang: Tuberkulosis (TB) dapat menimbulkan komplikasi yang disebabkan oleh infeksi Aspergillus spp, yaitu Aspergillosis Paru Kronik (APK) pada kavitasi di paru. Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA) otomatis dan Uji Imunokromatografi (ICT) adalah dua dari metode-metode yang menunjang diagnosis klinis APK. Kedua metode tersebut mendeteksi antibodi Aspergillus spp. Keduanya memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masing, namun belum ada studi yang membandingkan hasil dari performa diagnosis APK kedua uji tersebut pada pasien akhir pengobatan TB.
Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan desain potong lintang. Pemeriksaan ELISA otomatis subjek memiliki ambang > 11,5 sebagai hasil positif. Pemeriksaan ICT subjek memiliki hasil positif jika terlihat garis pada masing-masing kolom T dan C, sedangkan hasil positif hanya terlihat satu garis pada kolom C.
Hasil: Jumlah subjek keseluruhan adalah 62 subjek dan diperoleh 20 (32,3%) subjek terdiagnosis APK. Hasil positif pemeriksaan ELISA otomatis adalah 27 (43,5%) subjek, sedangkan pemeriksaan ICT adalah 2 (3,2%) subjek. Sensitivitas dan spesifisitas ELISA otomatis masing-masing adalah 75% dan 71,43%, sedangkan ICT adalah 10% dan 100%.
Simpulan: ELISA otomatis memiliki performa diagnosis yang lebih baik dibandingkan ICT untuk diagnosis APK, namun ELISA otomatis masih belum tersedia secara adekuat di wilayah Indonesia sehingga penggunaan ICT tetap digunakan sebagai pemeriksaan APK.

Introduction: Tuberculosis (TB) can cause complications caused by Aspergillus spp infection, namely Chronic Pulmonary Aspergillosis (CPA) in cavitation of the lungs. Automated Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA) and Immunochromatography Test (ICT) are two of the methods that support the clinical diagnosis of CPA. Both methods detect Aspergillus spp. antibodies. Both have their advantages and disadvantages, but there is no study that compares the results of the diagnostic performance of the CPA of the two tests in patients at the end of TB treatment.
Methods: This research was analytic descriptive with a cross-sectional design. Automated ELISA examination of subjects had a threshold > 11.5 as a positive result. ICT examination of subjects had positive results if there was a line in each T and C columns, while positive results only showed one line in C column.
Results: The total number of subjects were 62 subjects and 20 (32.3%) subjects diagnosed with CPA. Subjects showed positive results of automated ELISA examination were 27 (43.5%) subjects, while ICT examinations were 2 (3.2%) subjects. The sensitivity and specificity of the automated ELISA were 75% and 71.43%, respectively, while the ICT was 10% and 100%.
Conclusion: Automated ELISA has better diagnostic performance than ICT for CPA diagnosis, but automated ELISA was not adequately available in the Indonesian region so ICT was still used as CPA examination.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Wicaksono
"Background: genitourinary tuberculosis (GUTB) refers to a Mycobacterium tuberculosis infection of the urinary tract with clinical manifestation masquerading as various urological diagnostic entities. With an incidence rate of 192-232 per 100,000 individuals, current diagnoses have fallen short in comparison to the total incidence. Combined with an atypical and non-specific manifestation, a high false negative rate of acid-fast bacilli (AFB) staining, and long AFB culture duration has made diagnosis difficult. We aim to gather current available evidence regarding the diagnostic performance of polymerase chain reaction (PCR) in the diagnosis of GUTB. Methods: a literature search was conducted in four different, well-known databases using a predetermined PICO, keywords, and Boolean operators. All included articles will be subjected to rigorous appraisal according the University of Oxford's Centre for Evidence-Based Medicine (CEBM) Diagnostic Variability Criteria. Review and meta-analysis will be subjected to the QFAITH appraisal checklist to assess its quality. Results: out of a total of 243 initial search results, 11 relevant studies were determined after title and abstract screening. Additionally, nine articles were excluded based on the predetermined criteria. Two fully appraised articles were included in the study: one systematic review article, revealing a heterogenous (I2 = unstated; p = unstated) result of sensitivity mean above 85% and specificity above 75%; and one cross-sectional diagnostic study that reported the use of two different PCR primers: IS6110-PCR and 16SrRNA-PCR primer with a sensitivity of 95.99% and 87.05% and specificity of 98.11% and 98.9%, respectively. Conclusion: current limited evidence showed that PCR could not be solely used for the diagnosis of GUTB, but its use is recommended to guide patient treatment and monitoring."
Jakarta: Faculty of Medicine University of Indonesia, 2021
610 UI-IJIM 53:1 (2021)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Andriani
"ABSTRAK
Latar belakang : Tuberkulosis TB merupakan masalah kesehatan dunia dan di Indonesia. Data Global Tuberculosis Report 2015 menyatakan hanya 3 juta 58 dari 5,2 juta kasus TB paru di dunia pada tahun 2014 dikonfirmasi secara bakteriologis menggunakan pemeriksaan apusan dahak basil tahan asam BTA , biakan Mycobacterium tuberculosis M. tb atau Xpert MTB/RIF. Kasus TB dengan hasil apusan dahak BTA negatif dilaporkan sebanyak 36 dari total kasus TB di dunia dan sebanyak 104.866 kasus 32 dari total kasus TB di Indonesia. Pemeriksaan Xpert MTB/RIF adalah pemeriksaan molekuler yang mendeteksi M. tb dalam dua jam. Belum banyak data mengenai peran pemeriksaan Xpert MTB/RIF dibandingkan dengan pemeriksaan biakan M.tb sebagai pemeriksaan baku emas di negara-negara berkembang, khususnya di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akurasi pemeriksaan Xpert MTB/RIF dalam mendeteksi M.tb dibandingkan dengan biakan M.tb sebagai baku emas pada pasien TB paru klinis kasus baru.Metode : Penelitian ini menggunakan desain uji diagnostik dan sampel dikumpulkan secara consecutive sampling terhadap 71 pasien TB paru klinis kasus baru dengan hasil apusan dahak BTA 3 kali negatif di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Jakarta mulai bulan Januari hingga Agustus 2016. Dilakukan pemeriksaan dahak Xpert MTB/RIF, dahak biakan M.tb dengan media Lowenstein-Jensen dan pengambilan data gambaran foto toraks dalam 1 bulan terakhir.Hasil : Terdapat 71 sampel penelitian yaitu pasien TB paru klinis kasus baru dengan hasil apusan dahak BTA negatif di RSUP Persahabatan Jakarta dari bulan Januari ndash; Agustus 2016. Karakteristik pasien terbanyak adalah laki-laki 62 , usia 40-59 tahun 47,9 , IMT 18,5-24,99 60,6 , tidak pernah merokok 49,3 , IB ringan 69 , tidak terdapat kontak TB 80,3 , penyakit komorbid tumor paru 12,7 , keluhan batuk ge;2 minggu 74,6 dan gambaran foto toraks curiga TB berupa lesi luas 76,1 . Berdasarkan total 71 pasien, hasil pemeriksaan dahak Xpert MTB/RIF hanya positif M. tb terdeteksi pada 10 pasien dengan sebanyak 5 pasien dari jumlah tersebut memiliki hasil pemeriksaan dahak biakan M.tb positif. Sebaliknya, ditemukan hasil pemeriksaan dahak biakan M.tb positif dan hasil pemeriksaan dahak Xpert MTB/RIF negatif M. tb tidak terdeteksi pada 1 pasien.Kesimpulan : Pemeriksaan dahak Xpert MTB/RIF dibandingkan dengan dahak biakan M.tb dengan media Lowenstein-Jensen sebagai baku emas memiliki sensitivitas 83,33 , spesifisitas 92,3 , nilai duga positif 50 , nilai duga negatif 98,36 , rasio kemungkinan positif 10,81 dan rasio kemungkinan negatif 0,18 pada pasien TB paru klinis kasus baru.

ABSTRACT
Background Tuberculosis TB is one of the health problems in the world and in Indonesia. Global Tuberculosis Report 2015 states that only 3 million 58 of the estimated 5.2 million pulmonary TB in 2014 were bacteriologically confirmed using acid fast bacilli AFB assay, Mycobacterium tuberculosis M. tb culture or Xpert MTB RIF. Smear negative TB cases are reported as many as 36 of all TB cases in the world and 104.866 cases 32 of all TB cases in Indonesia. Xpert MTB RIF assay is a rapid molecular test which can detect M. tb within two hours. There has been lack of datas about the role of Xpert MTB RIF assay compared to M. tb culture as gold standard in developing countries, especially Indonesia. This study aims to evaluate the accuracy of Xpert MTB RIF assay for M. tb detection compared to M.tb culture as gold standard in clinically diagnosed tuberculosis new case patients.Methods This study used diagnostic test design study and all samples collected using consecutive sampling of the 71 clinically diagnosed tuberculosis new case patients with three times AFB negative sputum results in Persahabatan Hospital, Jakarta from Januari to August 2016. Xpert MTB RIF assay, M. tb culture with Lowenstein Jensen medium and chest radiograph in last 1 month were done.Results There are 71 samples which are clinically diagnosed tuberculosis new case patients with acid fast bacilli negative in Persahabatan Hospital, Jakarta from Januari ndash August 2016. Patient characteristics with the highest result are male 62 , 40 59 year old 47.9 , BMI 18,5 24,99 60.6 , non smoker 49.3 , IB mild 69 , no TB contacts 80.3 , lung tumors as comorbid disease 12.7 , symptom cough ge 2 weeks 74.6 and chest radiograph with far advanced lesion 76.1 . Based on total 71 patients, Xpert MTB RIF is only positive M. tb detected in 10 patients with 5 of them have positive M. tb culture. On the other hand, there is 1 patient with positive M. tb culture and negative Xpert MTB RIF M. tb not detected . Conclusion The Xpert MTB RIF compared to M.tb culture with Lowenstein Jensen medium as gold standard has sensitivity 83.33 , specificity 92.3 , positive predictive value 50 , negative predictive value 98.36 , positive likehood ratio 10.81 and negative likehood ratio 0.18 in clinically diagnosed tuberculosis new case patients. "
2016
T55698
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hadisono
"ABSTRAK
Latar Belakang : Kasus tuberkulosis di Indonesia menempati urutan kedua dunia setelah India dalam WHO Global Report 2015, meningkat dari laporan sebelumnya yaitu peringkat kedua. Terdapat peningkatan temuan kasus di propinsi Riau dari tahun ke tahun.Tujuan: Untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku providers/dokter umum praktik swasta di kota Pekanbaru dalam diagnosis dan tatalaksana TB berdasarkan International Standards for Tuberculosis Care ISTC .Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang dengan instrumens kuisioner. Dari total 209 data respondens yang kami peroleh dari dinas kesehatan, sebanyak 180 bersedia mengikuti wawancara terpimpin.Hasil: Sebesar 91,67 tidak pernah mengikuti pelatihan ISTC. Pengetahuan respondens yang baik hanya sebesar 43,89 . Perilaku providers yang baik di kota Pekanbaru sebesar 50 . Jenis kelamin, tempat praktik, lama praktik dan pelatihan tidak berhubungan dengan tingkat pengetahuan dan perilaku. Usia yang lebih muda memiliki tingkat pengetahuan yang lebih baik, namun tidak bermakna secara statistikKesimpulan: Pengetahuan providers/dokter umum praktik swasta di kota Pekanbaru belum memadai untuk tatalaksana TBKata kunci: Tuberkulosis, International Standards for Tuberculosis Care ISTC
ABSTRACT Introduction Tuberculosis in Indonesia rank second in worldwide after India based on WHO Global Report 2015, increasing from the previous report than ranked the fourth. There is an increased case finding in Riau province by years.Objectives To assess knowledge, attitude and practice of private general practitioners about diagnosis and management of TB patient base on International Standards for Tuberculosis Care ISTC .Methods This study using cross sectional method with questionnaire as instrument. Of the 209 respondents of data we obtained from government health department, as many as 180 respondent were willing to follow the guided interviews.Results About 91,67 private general practitioners in Pekanbaru city never attended ISTC training. Only 43,89 providers have satisfactory of knowledge and half most of them 50 has good practice. There is no relationship between sex, duration and location of practice, the number of ISTC training with the level of knowledge and practice. The younger subjek has a good knowledge, attitude and practice but not statistically significant.Conclusion Knowledge of private general practitioners in Pekanbaru city is inadequate."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>