Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ivan Damara
"ABSTRACT
Background. Indonesia has the second highest tuberculosis (TB) prevalance in the world. In this TB endemic country, immunocompromised patients, in particular SLE patients are at increased risk of gaining infection. Therefore, it is crucial to identify the risk factors of TB in SLE patients to help clinicians and patients to prevent occurence of TB. Methods. We conduct a case control study of 24 SLE patients with active TB infection and compare it with 24 age and sex matched SLE controls. Data were collected from Cipto Mangukusumo National Hospital from 2012-2016. SLE diagnosis is based on ACR 2012 criteria and all site of TB were included. Patients with comorbidites (diabetes, HIV, CKD) are excluded. Results. Cumulative steroid dose of 2,115±1,368 mg for the last three months significantly correlate with the occurence of TB (p<0.048). Lupus nephritis and administration of pulse steroid in three months elevate the risk of TB (OR=13, OR=9). High level of ESR (81±39 mm/h) compared to control (42+26 mm/h) is associated with the developement of TB. The proportion of extrapulmonary tuberculosis is 33%. Conclusion. Increasing the awareness and cautiousness of SLE patients with these risk factors, especially in TB endemic countries are important to prevent TB.

ABSTRACT
Latar Belakang. Indonesia merupakan negara dengan prevalensi tuberkulosis tertinggi kedua di dunia. Dalam negara endemik tuberkulosis ini, pasien dengan imunokompromi secara kususnya pasien SLE mempunyai resiko lebih tinggi untuk terkena infeksi TB. Maka itu, adalah penting untuk mengidentifikasi faktor resiko TB pada pasien SLE untuk membantu klinisi dan pasien guna mencegah Tuberkulosis. Metode. Kami melakukan sebuah studi kasus-kontrol dengan 24 pasien SLE yang mempunyai infeksi TB aktif dan membandingkannya dengan 24 kontrol matching umur dan usia. Data didapatkan dari rumah sakit nasional Cipto Mangukusumo dari 2012-2016. Diagnosis SLE berdasarkan kriteria ACR tahun 2012 dan semua situs infeksi TB diinklusikan. Pasien dengan komorbiditas (diabetes, HIV, CKD) dieksklusi. Hasil. Dosis kumulatif kortikosteroid 2,115±1,368 mg selama tiga bulan terakhir berkorelasi secara signifikan dengan kejadian infeksi TB (p<0.048). Keberadaan lupus nefritis dan administrasi pulse kortikosteroid dalam kurun waktu tiga bulan meningkatkan risiko infeksi TB (OR=14, OR=9). Tingginya kadar LED (81±39 mm/h) dibandingkan dengan kontrol (42+26 mm/h) juga berkontribusi secara positif dalam kejadian infeksi TB. Proposi TB ekstrapulmoner adalah 33%. Kesimpulan. Penting untuk meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan terutama pada daerah endemik TB, terhadap pasien SLE dagan faktor risiko diatas upaya mecegah terjadinya TB. "
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aruan, Reagan Paulus Rintar
"Latar Belakang: Pasien TB-HIV yang mengalami lost to follow-up dapat menjadi sumber penularan, resistensi obat, meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas. Dibutuhkan data tentang proporsi lost to follow-up pasien TB-HIV, serta faktor-faktor yang memengaruhi.
Tujuan : Mengetahui profil lost to follow-up pasien TB-HIV dan faktor-faktor yang memengaruhi.
Metode: Desain penelitian menggunakan kohort retrospektif terhadap pasien TB-HIV rawat jalan di RSCM tahun 2015-2017. Analisis univariat untuk mendapatkan data profil pasien TB-HIV. Analisis bivariat dan multivariat untuk mengetahui besar pengaruh faktor-faktorr terkait lost to follow-up pasien TB-HIV. Analisis multivariat untuk mendapatkan Odds Ratio (OR) dari setiap faktor.
Hasil: Hasil analisis univariat menunjukkan proporsi lost to follow-up pasien TB-HIV sebesar 39% dengan karakteristik sebagai berikut, laki-laki (74,4%), usia ≥30 tahun (76,9%), jumlah penghasilan dibawah upah minimum regional Jakarta (87,2%), status fungsional ambulatory-bedridden (51,3%), frekuensi ganti transportasi 2 kali (51,3%), lama menunggu pengobatan ≥ 2jam (87,2%), jumlah obat <12 (56,4%), tempat tinggal di Jakarta (92,3%), mengalami efek samping obat (56,4%) dan status imunodefisiensi berat (84,6%). Lost to follow-up TB-HIV paling banyak terjadi pada bulan ke-2 pengobatan TB. Hasil analisis multivariat menunjukkan jumlah penghasilan dibawah upah minimum regional Jakarta (OR 6,58; IK 95%(2,27-19,08); nilai p=0,001) paling berpengaruh terhadap lost to follow-up pasien TB-HIV.
Kesimpulan : Proporsi lost to follow-up pasien TB-HIV sebesar 39%. Lost to follow-up TB-HIV paling banyak terjadi pada bulan ke-2 pengobatan TB. Jumlah penghasilan dibawah upah minimum regional Jakarta menjadi faktor paling memengaruhi lost to follow-up pasien TB-HIV

Background. TB-HIV patients whose lost to follow-up can be followed up for transmission, drug resistance, patients and mortality. We required data for proportion of lost to follow up TB-HIV, factors associated within.
Aim.To find out the profile of lost to follow-up in TB-HIV patients and influencing factors.
Methods. The study design used a retrospective cohort of outpatient TB-HIV patients at the RSCM in 2015-2017. Univariate analysis to obtain profile data for TB-HIV patients. Bivariate and multivariate analysis to determine the effect of factors related to lost to follow-up of TB-HIV patients. Multivariate analysis to get Odds Ratio (OR) from each factor.
Results. The results of univariate analysis were the proportion of lost to follow-up TB-HIV patients by 39%. The basic characteristics of each patient lost to follow-up TB-HIV were: Men (74.4%), age ≥30 years (76.9%), total income under the regional minimum wage of Jakarta (87.2%), functional status of ambulatory bedridden (51.3%), frequency of change transportation twice (51.3%), long waiting for treatment ≥2 hours (87.2%), number of drugs <12 (56.4%), place of residence in Jakarta (92.3%), experiencing drug side effects (56 , 4%), severe immune status (84.6%). Most lost during the second month of TB treatment. The results of multivariate analysis of income under the minimum regional of Jakarta (OR 6.58; IK 95%(2.27-19.08)) most influence the lost to follow-up of TB-HIV patients.
Conclusion. The proportion of lost to follow-up for TB-HIV patients was 39%. Most were lost on the second month of TB treatment. Total income of under the minimum regional of Jakarta was the most influential factor in lost to follow-up of TB-HIV patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikhwanuliman Putera
"Laju kekambuhan tuberkulosis (TB) di Nusa Tenggara Timur hanya mencapai 71,3% di era Directly Observed Treatment Short-course (DOTS). Pasien pasca TB memiliki risiko kembali terinfeksi TB hingga empat kali lipat di daerah endemik. Sementara itu, kontak serumah pasien juga merupakan kelompok dengan kelompok risiko tinggi sakit TB. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi gambaran klinis dan radiologi serta mencari faktor yang berhubungan pada pasien pasca TB dan kontak serumah.
Penelitian ini meggunakan desain potong lintang pada pasien pasca TB dan kontak serumah pasien. Pasien diambil berdasarkan catatan Puskesmas tahun 2003-2010 di NTT yang telah dinyatakan sembuh atau selesai pengobatan. Sebanyak 63 pasien pasca TB dan 45 kontak serumah mengikuti penelitian ini. Gejala klinis yang dominan terdapat pada pasien pasca TB yakni batuk produktif kronik (69,8%) sementara pada kontak serumah yakni penurunan berat badan (26,7%) dan sesak napas (24,4%). Sebanyak 54% pasien pasca TB dan 35,6% kontak serumah memiliki lesi aktif radiologi. Gejala batuk berdahak kronik berhubungan bermakna dengan adanya lesi aktif (p=0,001). Pasien pasca TB dalam rentang waktu tiga tahun setelah pengobatan TB secara statistik berhubungan bermakna terhadap kejadian lesi aktif radiologi (p=0,012). Pada penelitian ini juga didapatkan 11 dari 35 subjek (31,4%) memiliki sputum BTA positif, dimana sembilan diantaranya merupakan pasien pasca TB.

Cure rate TB in East Nusa Tenggara was around 71.3% in the era of DOTS. Post tuberculosis patients had four times increased risk of TB reinfection, especially in high endemic area. Meanwhile, household contacts were prone to TB disease as they had high exposure to TB. This study aimed to evaluate the clinical symptoms and radiologic findings and factors associated with them among post TB patients and household contacts.
This was cross sectional study involving post TB patients and household contacts. Patients were recruited based on Primary Heath Center (Puskesmas) registry from 2003-2010 in three districts in East Nusa Tenggara. Sixty-three patients and 45 household contacts were recruited in this study. The most dominant clinical symptom among post TB patients was chronic productive cough (69.8%) whereas among household contacts were weight loss (26.7%) and dyspnea (24.4%). Fifty-four persen post TB patients and 35.6% household contacts had active lesions based on radiological reading. Chronic productive cough was associated with active lesion (p=0.001). Post TB patients in three years period after completion of TB therapy was associated with active lesion (p=0.012). In this study, we examined sputum smear with 11 from 35 subjects (31.4%) had positive sputum smear, with nine of them were post TB patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelya Afryandes
"ABSTRAK
Angka Keberhasilan Pengobatan (AKP) Tuberkulosis (TB) Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2015 adalah 77,5%. AKP Kota Payakumbuh adalah 68,8%. Luaran angka kesembuhan dan pengobatan lengkap mempengaruhi nilai AKP TB. Luaran kesembuhan dan pengobatan lengkap dipengaruhi oleh kepatuhan pasien dalam pengobatan TB. Konseling apoteker dan media leaflet adalah cara untuk meningkatkan luaran pengobatan TB. Studi ini bertujuan untuk melihat dampak konseling apoteker dan media leaflet terhadap luaran pengobatan pada pasien TB di Puskesmas Kota Payakumbuh. Penelitian ini dilakukan secara prospektif pada bulan Februari sampai dengan bulan Agustus 2018. Sampel dibagi menjadi kelompok intervensi dan kelompok non intervensi. Kelompok intervensi merupakan kelompok yang diberikan konseling apoteker dan media leaflet. Kelompok non intervensi merupakan kelompok yang tidak diberi konseling dan media leaflet. Luaran pengobatan pasien kelompok intervensi dan non intervensi dinilai pada bulan ke-2 atau bulan ke-6 pengobatan. Kelompok intervensi berjumlah 34 pasien. Pasien laki-laki lebih banyak daripada pasien perempuan yaitu sebesar 76,5%. Kelompok non intervensi berjumlah 40 pasien, 60% dari total pasien adalah pasien laki-laki. Seluruh pasien pada kelompok intervensi menunjukkan luaran perbaikan pada pengobatan sedangkan pada kelompok non intervensi terdapat 27,5% pasien yang tidak mengalami perbaikan. Hasil penelitian ini menunjukkan pasien yang mendapatkan konseling apoteker dan media leaflet memiliki peluang 1,4 kali lipat lebih besar untuk luaran perbaikan pada pengobatan TB dibandingkan dengan pasien yang tidak mendapatkan konseling apoteker dan media leaflet. Konseling apoteker dan media leaflet memberikan pengaruh yang bermakna terhadap luaran perbaikan pada pengobatan pasien TB di Puskesmas Kota Payakumbuh.

ABSTRACT
The Treatment Success Rate (TSR) of Tuberculosis (TB) in West Sumatera Province in 2015 was 77.5%. TSR of Payakumbuh City is 68.8%. Outcomes of complete cure and complete treatment affect the value of TSR of TB. Pharmacist counseling and leaflet are ways to increase outcomes of TB treatment. This study aims to look the impact of pharmacist counseling and leaflet on treatment outcomes in TB patients in Community Health Center (CHC) in Payakumbuh. This study was conducted prospectively from February to August 2018. The samples were divided into intervention and nonintervention group. The intervention group was a group given pharmacist counseling and leaflet. The non-intervention group was a group that was not given counseling and leaflet media. Treatment outcomes of the intervention group and non-intervention patients were assessed at the 2nd or 6th month of treatment. The intervention group numbered 34 patients. Male patients were more likely than female patients at 76.5%. The nonintervention group numbered 40 patients, 60% of the total patients were male. All patients in the intervention group showed an improvement in treatment while in the nonintervention group there were 27.5% of patients who did not show improvement.The results of this study showed patients who received pharmacist counseling and leaflet had a 1.4-fold greater chance of improving outcomes for TB treatment compared to patients who did not get pharmacist counseling and leaflet. Pharmacist counseling and leaflet media have a significant influence on the outcome of improvements in the treatment of TB patients in CHC in Payakumbuh.
"
2018
T52365
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muslim, translator
"ABSTRAK
Tuberkulosis (TB) paru masih terus menjadi masalah kesehatan di dunia terutama di negara berkembang. Streptomisin adalah suatu antibiotik golongan aminoglikosida yang harus diberikan secara parenteral pada pasien TB paru kategori dua dan bekerja mencegah pertumbuhan organisme ekstraselular. Kekurangan dari streptomisin adalah efek samping toksik pada saraf kranial kedelapan yang dapat menyebabkan disfungsi vestibular dan/atau hilangnya pendengaran. Ototoksik sudah lama dikenal sebagai efek samping pengobatan kedokteran dan dengan bertambahnya obat-obatan yang lebih poten, daftar obat-obatan ototoksik makin bertambah. Tuli akibat ototoksik yang menetap dapat terjadi berhari-hari, berminggu-minggu atau berbulan-bulan setelah selesai pengobatan. Penggunaan obat ini masih menjadi dilema, karena efek samping streptomisin dapat menyebabkan tuli sensorineural, sedangkan obat ini perlu diberikan pada penderita TB paru kategori dua dalam jangka waktu tertentu. Pada penelitian ini, yang melibatkan 46 sampel, pasien TB paru setelah terapi Streptomisin sulfat yang mengalami penurunan pendengaran >15 dB pada frekuensi 8000 Hz sebanyak 12 sampel (26,1%) dan secara statistik bermakna.

ABSTRACT
Pulmonary tuberculosis is still a health problem in the world, especially in developing countries. Streptomycin is an aminoglycoside class of antibiotics that must be given parenterally in patients with category two of pulmonary tuberculosis and working to prevent the growth of extracellular organisms. Disadvantages of streptomycin is toxic side effects on the eighth cranial nerve that can cause vestibular dysfunction and / or loss of hearing. Ototoxic has long been known as a side effect of treatment with increasing medical and drugs more potent, ototoxic drugs list growing. Deafness due to ototoxic persistent can occur days, weeks or months after completion of treatment. The use of these drugs is still a dilemma, because the side effects of streptomycin can cause sensorineural hearing loss, whereas these drugs should be given to category two of pulmonary tuberculosis patients within a certain period. In this study, involving 46 samples, pulmonary tuberculosis patients after therapy Streptomycin sulfate experiencing hearing loss > 15 dB at a frequency of 8000 Hz as many as 12 samples (26.1%) and statistically significant.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahira Syafana Kuswanto
"Sebagai penyakit menular paling mematikan di Indonesia, faktanya angka kematiannya karena TB semakin meningkat karena tingkat kepatuhan pasien yang masih tinggi perlu ditingkatkan. Penelitian ini ingin mengetahui apakah status sosial ekonomi memiliki pengaruh terhadap kepatuhan dan bagaimana model keyakinan kesehatan sebagai Variabel moderator memiliki pengaruh dalam meningkatkan hubungan pada pasien TB. Dengan jumlah peserta MDR sebanyak 30 pasien TB dari RSUP Persahabatan sebagai pusat pelayanan respirasi dan rujukan nasional, peneliti
menggunakan analisis regresi dengan menggunakan Korelasi Pearson dan PROSES Makro menurut model Andrew Hayes 1. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada temuan bervariasi, dimana SES tidak berpengaruh signifikan terhadap MA (t =
0,098; p> 0,05), interaksi kerentanan dengan SES (t = -0,5707; p> 0,05), keparahan dengan SES (t = -.8018; p> 0.05), dan hambatan dengan SES (t = -1.2823; p> 0.05) tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kepatuhan pengobatan. Sedangkan interaksi menguntungkan dengan SES (t = -2,5661; p <0,05) dan self-efficacy dengan SES (t = -2,8028; p <0,05) memiliki hubungan negatif yang signifikan terhadap kepatuhan pengobatan.

As the deadliest infectious disease in Indonesia, the fact is that the death rate due to TB is increasing because the level of patient compliance is still high. This study wanted to find out whether socioeconomic status had an influence on adherence and how the health belief model as a moderating variable had an effect on improving the relationship between TB patients. With the number of MDR participants as many as 30 TB patients from Friendship Hospital as a national center for respiration and referral services, researchers using regression analysis using Pearson Correlation and PROCESS Macro according to Andrew Hayes' model 1. The results of the analysis show that there are variable findings, where SES does not have a significant effect on MA (t = 0.098; p> 0.05), the susceptibility interaction with SES (t = -0.5707; p> 0.05), the severity of with SES (t = -.8018; p> 0.05), and resistance with SES (t = -1.2823; p> 0.05) did not have a significant relationship with treatment adherence. Meanwhile, the beneficial interaction with SES (t = -2.5661; p <0.05) and self-efficacy with SES (t = -2.8028; p <0.05) had a significant negative relationship with treatment adherence."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Yuliana
"Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang saat ini terjadi hampir di seluruh tempat di dunia. Indonesia menjadi salah satu dari 5 negara dengan angka kejadian tuberkulosis baru terbesar di dunia. Orang dengan tuberkulosis aktif akan menjalani pengobatan anti tuberkulosis atau OAT tanpa putus dalam jangka waktu tertentu. Sayangnya obat anti tuberkulosis ini termasuk dalam golongan obat hepatotoksik yang memiliki efek samping berat. Drug rash with eosinophilia and systemic symptoms syndrome (sindrom DRESS) merupakan salah satu tipe erupsi obat yang langka dengan angka mortalitas yang tinggi. Hal ini karena terjadi kegagalan fungsi organ dalam dan kerusakan integritas kulit masif. Studi kasus ini ditujukan untuk menganalisis asuhan keperawatan pada pasien tuberkulosis dengan komplikasi erupsi obat tipe sindrom DRESS. Serta efektivitas intervensi perawatan kulit menggunakan virgin coconut oil untuk mengatasi masalah kerusakan integritas kulit. Hasil yang ditemukan yaitu terjadi perbaikan integritas kulit yang signifikan dan diperlukan kepatuhan pasien dalam melakukan perawatan kulit menggunakan virgin coconut oil.

Tuberculosis is a public health problem that currently occurs in almost all places in the world. Indonesia is one of 5 countries with the largest incidence of new tuberculosis in the world. People with active tuberculosis will undergo endless anti-tuberculosis treatment for a certain period of time. Unfortunately these anti-tuberculosis drugs are included in the group of hepatotoxic drugs that have severe side effects. Drug rash with eosinophilia and systemic symptoms syndrome (DRESS syndrome) is a rare type of drug eruption with a high mortality rate. This is due to the failure of internal organ function and damage to skin integrity. The case study was aimed at analyzing nursing care in tuberculosis patients with complications of the treatment of the DRESS syndrome type.And the effectiveness of skin care interventions using virgin coconut oil to address the problem of damage to skin integrity.The results found are significant skin integrity improvement and patient adherence required for skin care using virgin coconut oil."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Maemunah
"

Kerusakan integritas kulit merupakan keadaan dimana kulit individu mengalami perubahan di epidermis dan atau dermis yang merugikan. Pada pasien hidronefrosis dan tuberculosis paru kerusakan integritas kulit terjadi  akibat peningkatan ureum daran, pemasangan pigtail nerostomi dan reaksi alergi obat atau yang biasa disebut dengan erupsi kulit. Salah satu intervensi untuk mengatasi masalah integritas kulit ialah dengan perawatan kulit yang merupakan keterampilan dasar seorang perawat. Perawatan kulit dilakukan guna meningkatkan kelembaban kulit dan dapat menggunakan berbagai macam produk dengan kandungan emolient. Vaselin album merupakan salah satu produk emolient yang bermanfaat dalam melindungi dan menjaga kelembaban kulit. Tujuannya yaitu menganalisis penerapan intervensi perawatan kulit dengan menggunakan vaselin album pada pasien yang mengalami gangguan integritas kulit. Metodenya dengan menerapkan perawatan kulit setiap pagi dan sore setelah pasien mandi dan dilakukan setiap hari selama 4 hari. Hasil evaluasi hari keempat kulit menjadi lembab, tidak kering dan tidak bersisik. Hasil dari keefektifan perawatankulit inidapat dijadikan sumberi nformasi perawat dalam melakukan tindakan keperawatan mandiri untuk mengatasi masalah gangguan integritas kulit


Impaired skin integrity is defined as a condition which individual skin is prone to harmful changes within epidermis or dermis. Altered skin integrity in hydronephrosis and pulmonary tuberculosis patients is resulted from high concentration of blood urea, nefrostomy pigtail and drugs allergic reaction or skin eruption. Skin care is one of nursing interventions that can be done to resolve impaired skin integrity. Daily skin care routine will increase skin moisture. Emollient content can be used for patient daily skin care. Vaseline album is one of the emollient products that is beneficial in protecting and maintaining skin moisture. This paper was made to analyze the application of skin care interventions by using vaseline albums in impaired skin integrity patients. Vaseline was applied every morning and evening for 4 days after patients had bath. After four days of implementation, patients skin had become moister, not dry and not scaly. The results of the effectiveness of skin care can be used as a source of information for nurses in carrying out independent nursing actions to overcome the problem of impaired skin integrity"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sihotang, Risma Isudawati
"Penyakit Tuberkulosis Paru atau sering disebut dengan penyakit TB Paru merupakan salah satu penyakit yang menjadi perhatian global. Indonesia menempati peringkat keempat di antara negara-negara TB tertinggi di dunia. Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun 2017 (data per 17 Mei 2018). Penyakit TB paru ditularkan melalui airborne yaitu percikan droplet yang mengandung kuman mycobacterium tuberculosis. Masalah keperawatan yang umumnya sering terjadi pada pasien TB paru adalah penumpukan sputum sehingga menimbulkan sesak dan apabila tidak segera diatasi maka akan menimbulkan masalah yang lebih besar lagi. Untuk mengurangi penumpukan sputum di jalan nafas dilakukan pemberian terapi Teknik Active Cycle Breathing (ACBT). Terapi ACBT adalah siklus gabungan dari 3 latihan teknik pernapasan, yaitu latihan kontrol pernafasan, pernapasan dalam dan huffing/ ekspirasi paksa yang dapat membantu memobilisasi sputum dengan mudah dan tidak membutuhkan biaya serta dapat dilakukan oleh pasien secara mandiri. Hasil dari Aplikasi ACBT ini diketahui dapat mengurangi sesak napas, menstabilkan irama pernapasan, memberikan relaksasi, mengeluarkan dahak dan pelepasan dahak, sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi yang tidak diinginkan di pasien TB paru. ACBT diharapkan dapat menjadi salah satu pemecahan masalah keperawatan khususnya untuk masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas.

Pulmonary Tuberculosis or often referred to as Pulmonary Tuberculosis, is a disease that is one of a global concern. Indonesia ranks fourth among the highest TB countries in the world. The number of new TB cases in Indonesia was 420,994 cases in 2017 (data as of May 17, 2018). Pulmonary TB disease is transmitted through airborne droplets sprinkling which is containing mycobacterium tuberculosis. Nursing problems that generally occur frequently in pulmonary TB patients are sputum retention, causing of shortness and if not resolved immediately, it will cause even greater problems. To reduce the sputum retention in the airway, Active Cycle Breathing (ACBT) therapy is a Recommended intervention. ACBT therapy is a combined cycle of 3 breathing technique exercises, namely breathing control exercises, deep breathing and forced huffing / expiration that can help mobilize sputum easily and does not require money and can be done independently by the patient. The results of this ACBT application are known to reduce shortness of breath, stabilize breathing rhythm, provide relaxation, expel phlegm and release phlegm, so as to prevent unwanted complications in pulmonary TB patients. ACBT is expected to be one of the solutions to nursing problems, especially for nursing problems with the ineffectiveness of airway clerannce matter."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library