Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Teguh Basuki Heru Yuwono
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang penerapan doktrin permulaan pelaksanaan terhadap beberapa perkara makar untuk mengetahui bagaimana corak permulaan pelaksanaannya sehingga sudah dianggap merupakan perbuatan makar, yang selanjutnya atas kecenderungan tersebut peneliti juga akan melakukan penelitian terhadap penegak hukum untuk mengetahui pemahaman penegak hukum atas permulaan pelaksanaan sehingga diharapkan terdapat korelasi antara keduanya. Penelitian ini beranjak dari tidak diaturnya secara jelas batas-batas suatu permulaan pelaksanaan perbuatan makar sehingga rentan bertentangan dengan asas legalitas, mengingat pasal-pasal makar juga tidak memberikan rumusan yang jelas mengenai perbuatan-perbuatan yang bagaimana yang dilarang untuk dilakukan. Dari penelitian yang sifatnya yuridis normatif yang dilengkapi dengan wawancara, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conseptual approach) serta dianalisa secara deskriptif analisis, diperoleh kesimpulan bahwa dengan menggunakan pendekatan doktrin-doktrin permulaan pelaksanaan, kecenderungan permulaan pelaksanaan dalam penanganan perkara makar adalah bercorak subyektif, yakni memandang bahwa sudah ada permulaan pelaksanaan melakukan makar ketika sudah ada niat untuk itu yang telah diwujudkan dalam perbuatan. Dari hasil wawancara terhadap penegak hukum ternyata diperoleh kesimpulan bahwa kecenderungan penegak hukum dalam memahami permulaan pelaksanaan adalah memang bercorak subyektif. Secara keseluruhan dapat dipahami bahwa kecenderungan permulaan permulaan pelaksanaan dalam perkara makar adalah bercorak subyektif karena sikap penegak hukum dalam memahami permulaan pelaksanaan dalam perbuatan makar juga subyektif ......This thesis discusses the application of fhe doctrine of commencement of the implementation on several treason cases to identify what patterns of commencement of the implementation considered as treason. Then, based on those tendencies, a research regarding how good law enforcers understood the commencement of the implementation was done. Therefore, it is expected that there is a correlation between them. This research started from the fact that there is no clear regulation about the lines of commencement of the implementation on treason cases so that it is likely to be against the principle of legality because treason articles do not clearly define the formula about what kinds of actions that are prohibited to commit A conclusion obtained from a juridical normative research supported with interviews using statue approach and conceptual approach which then descriptively analyzed showed that by using the doctrine of commencement of the implementation approach, the tendency of commencement of the implementation in handling treason cases was subjective. It means that there is a commencement of the implementation to commit treason when someone has an intention to commit an offense and the person performs any act that constitutes a substantial step toward the commission of that offense. The result of the interviews on the law enforcer showed that the law enforcer had a tendency to be subjective in understanding the commencement of the implementation. In a whole, it is understandable that the tendency of the commencement of the implementation in a treason case is subjective because the attitude of law enforcer in understanding commencement of the implementation on a treason case is also subjective.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T42730
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2004
S22195
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panangian Gultom, Xaverius Rio
Abstrak :
Delik makar, sebagai salah satu bentuk kejahatan terhadap kepentingan hukum negara, telah mewarnai Indonesia sejak awal kemerdekaan. Aceh, Maluku, dan Papua adalah ketiga wilayah yang sering menjadi pusat perhatian, mengingat ketiga daerah ini telah berupaya memisahkan diri dari Republik Indonesia sejak dahulu kala. Salah satu bentuk dari ekspresi atas upaya separatis ini adalah pengibaran bendera, baik oleh simpatisan atau mereka yang mengungkapkan dukungan. Namun demikian, para penegak hukum mengelompokkan aksi pengibaran bendera ini sebagai salah satu pelanggaran atas pasal makar, meskipun tidak tampak suatu perbuatan yang mengarahkan pada terpisahnya suatu wilayah tertentu dari Indonesia. Maka dari itu, skripsi ini akan membahas mengenai korelasi antara perbuatan pengibaran bendera tersebut dengan pemidanaan atas makar, terutama terhadap pasal 106 KUHP. Metode penelitian yang dipergunakan pada penelitian ini adalah yuridis normatif, berbentuk penelitian eksplanatoris dengan data primer berupa beberapa putusan pasal 106 KUHP dari daerah pengadilan Maluku dan Papua. Berdasarkan atas data yang diteliti, ditemukan bahwa perbuatan pengibaran bendera tidak secara serta-merta memunyai keterkaitan dengan upaya untuk melakukan apa yang dilarang di dalam pasal 106 KUHP. Diperlukan adanya perbuatan lain untuk mendefinisikan pengibaran bendera sebagai bagian dari upaya melakukan makar, sehingga kehati-hatian dan deskripsi menyeluruh diperlukan Majelis hakim dalam membuat putusan atas perbuatan tersebut.ason,
as one forms of the criminal act to the Government, has involvements to Indonesia’s politics since the starting era of independency. Aceh, Maluku, and Papua were the most frequently watched regions, as those three had tried countlessly to segregate themselves from Indonesia in the past. One form of expression to their means is by flag-hoisting, whether done by the sympathizers or those who showed support. However, the law enforcers classified the flag-hoisting as a figure of violation of the treason article, although it did not appear to be the act that led to a dissociation of a certain area from Indonesia. Therefore, this thesis will discuss the correlation between the act with the treason itself, especially against articles 106 of the criminal code. The research method used in this study is juridical normative, in an explanatory form, using several judicial decisions of articles 106 of the criminal code from Maluku and Papua court areas. Based on the data that were examined, it was found that the act of hoisting the flag did not immediately have a connection with articles 106 of the Criminal Code. Thorough analysis is required by the panel of judges in making decisions of these actions.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Prakoso
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986
345.5 DJO t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Pratiwi
Abstrak :
Alasan pemberlakuan status darurat militer di Aceh berdasarkan Keppres No. 28 Tahun 2003 adalah tidak terhentinya niat dan tindakan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk memisahkan diri dari wilayah NKRI, serta semakin meningkatnya tindakan kekerasan bersenjata yang kian mengarah pada tindakan terorisme. Secara historis, tumbuhnya separatisme dan kekerasan bersenjata terdiri dari 2 (dua) sebab yang berbeda mengingat tatanan konflik yang berbeda pula. Konflik antar elit politik serta konflik antara pemilik modal dan rakyat. Dalam praktik, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengelaborasi hal tersebut dengan melakukan penuntutan berdasarkan tindak pidana makar dan terorisme. Tindak pidana makar merupakan tindak pidana yang bertujuan politik. Di sisi lain, Perpu No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme mengecualikan tindak pidana terorisme dari tindak pidana dengan tujuan politik karena adanya hambatan ekstradisi.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S22112
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mandagi, Sofia B.
Abstrak :
Hari Harganas yang dirayakan Lapangan Merdeka Ambon dan di hadiri Presiden diwarnai dengan aksi tarian cakalele (tanpa jadwal) oleh sekelompok orang yang diakhiri dengan pembentangan bendera tak sebagaimana mestinya karena terjatuh, yang dilansir Pemerintah itu adalah bendera RMS. Makar(aanslag) berarti serangan, yang lebih jelasnya dalam pasal 87 KUHP disebutkan bahwa makar (aanslag) suatu perbuatan dianggap ada apabila kehendak si pelaku sudah tampak berupa permulaan pelaksanaan dalam arti yang dimaksud dalam pasal 53 KUHP. Pasal 53 KUHP ini mengenai percobaan melakukan kejahatan yang dapat dihukum. Dan membatasi penindakan pidana pada suatu perbuatan pelaksanaan. Namun untuk tindak pidana makar tidak berlaku apa yang termuat dalam pasal 53 KUHP. Dalam makar yang dilindungi adalah keamanan Negara yang meliputi (1) Keamanan Kepala Negara, (2) Keamanan Wilayah Negara, (3) Keamanan Bentuk Pemerintahan Negara. Tindak Pidana Makar di dalam KUHP yaitu pasal 104, 106, 107, 108, 110. Terdapat kontroversi antara Tindak Pidana Makar dengan Kebebasan berekspresi setiap orang yang dijamin oleh setiap Negara melalui undang-undang. Di Indonesia kebebasan berekspresi diatur dalam pasal 28, 28E ayat (3) UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Mengeluarkan Pendapat di Muka Umum, sedangkan berdasarkan instrument internasional diatur di dalam International Convention on Civil and Political Rights (ICCPR) yang memiliki kekuatan mengikat kepada Negara anggota PBB pada tahun 1976. Di satu sisi pemerintah ingin menjaga keutuhan Negara dari serangan-serangan yang hanya menyebabkan terganggunya keutuhan/kedaulatan wilayah Negara baik sebagian atau seluruhnya, tetapi di pihak lain kebebasan berekspresi setiap warga Negara merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan karena dijamin oleh undang-undang untuk dapat menyalurkan aspirasi, pesan, protes kepada Pemerintah. Untuk itu dalam memutuskan suatu perkara pidana khususnya tindak pidana makar, hakim harus lebih hati-hati agar pelanggaran hak asasi manusia dalam hal ini kemerdekaan berekspresi setiap warga Negara tidak terganggu dan dihalangi, tetapi memiliki tanggung jawab dan batasan yang hanya diatur oleh undang-undang, karena sifatnya yang derogable.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S22429
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Binsar Daniel
Abstrak :
ABSTRAK Skripsi ini membahas mengenai bagaimana perkembangan makar yang terjadi sebelum dan ketika era disruptif berlangsung. Era disruptif berkaitan dengan abad ke- 21 (dua puluh satu) dimana pengaruh dan perkembangan teknologi menjadi aspek utama. Perkembangan makar ditinjau dari 2 (dua) aspek yaitu hubungan makar dan cybercrime serta hubungan makar dan beberapa tindak pidana di era disruptif. Makar pada dasarnya merupakan tindak pidana penyerangan secara fisik namun dengan berkembangnya teknologi maka berkaitan dengan cybercrime yang menjadi media dalam melakukan tindak pidana makar. Makar dan beberapa tindak pidana yang berkaitan dengan era disruptif menunjukkan bahwa terdapat hubungan berupa perbarengan tindak pidana dalam bentuk concursus idealis (eendaadse samenloop).
ABSTRACT This undergraduate thesis discusses how makar transforms before and in disruptive era. Disruptive era relates to the 21st (twenty first) era where the technology is its priority aspect. The transformation can be seen from 2 (two) aspects, the relation between makar and cybercrime with the relation between makar and several criminal acts in disruptive era. The concept of makar is the physically attack act then related with technology as the media in committing that act. Then the relation between makar and several criminal acts in disruptive era shows that there is joinder of offenses in form of concursus idealis (eendaadse samenloop).
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elton, Geoffrey Rudolph
London: Cambridge University Press, 1972
364.131 ELT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Mappetahang Fatwa, 1939-
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000
321.4 Fat d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library