Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Ikhsan
"Latar belakang : Coronary Artery Disease (CAD) merupakan masalah yang masih menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia, dengan angka prevalensi yang semakin meningkat. Uji treadmill merupakan suatu modalitas diagnostik yang tersedia secara luas di Indonesia untuk menilai kemungkinan stenosis pembuluh darah koroner dan menjadi referensi perlu tidaknya corangiografi. Keterbatasan dalam ketepatan diagnostik uji treadmill, perlu ditingkatkan performanya, yang dimana dalam penelitian ini menggunakan Duke Treadmill Score (DTS) sebagai prediktor Coronary Artery Disease yang signifikan dengan corangiografi sebagai pemeriksaan baku emas.
Tujuan : Mengetahui nilai DTS dalam mendiagnosis CAD signifikan pada pasien dengan uji treadmill positif.
Metode : Penelitian potong lintang pada pasien dengan CAD stabil berusia 18-75 tahun yang menjalani uji treadmill dengan hasil positive ischemic response dan sudah dilakukan corangiografi di Poliklinik Pelayanan Jantung Terpadu RSCM dalam kurun waktu Januari 2011 hingga Desember 2013. DTS akan ditetapkan titik potongnya (cut-off point) dengan Receiver Operator Curve (ROC) kemudian ditentukan nilai sensitivitas dan spesifisitas. Setelah ditetapkan titik potong, dibuat tabel 2x2 yang nantinya didapatkan nilai duga positif dan negatif beserta rasio kemungkinan positif dan negatif dengan rentangan nilainya menurut batas 95 % interval kepercayaan (IK).
Hasil : Terdapat 103 subyek dalam penelitian ini, dengan 37,9 % diagnosis CAD signifikan dari corangiografi. Rerata usia subyek penelitian 54,71 tahun yang dimana sebagian besar adalah wanita (53,4 %) dengan rentang usia 26-75 tahun. Faktor risiko CAD yang paling banyak ditemukan adalah hipertensi (51,5%). Didapatkan rerata DTS -3.53, yang sebagian besar termasuk dalam kelompok intermediate risk (89,3 %). Dari ROC ditentukan titik potong -8,85. Didapatkan hasil sensitivitas DTS adalah 28 % (IK 95 %: 17 % sampai 44 %), spesifisitas 95 % (IK 95 %: 87 % sampai 98 %), nilai duga positif (NDP) 79 % (IK 95 %: 52 % sampai 92 %), nilai duga negatif (NDN) 69 % (IK 95 %: 58 % sampai 77 %), dan rasio kemungkinan positif (RKP) 6,02 beserta rasio kemungkinan negatif (RKN) 0,75.
Simpulan : DTS dapat memprediksi CAD yang signifikan pada titik potong -8,85 untuk pasien uji treadmill positif dengan nilai duga positif yang cukup baik.

Background: Coronary Artery Disease (CAD) is one of the disease entity that leading cause of morbidity and mortality in worldwide. Treadmill test is part of the diagnostic modality which readily available to assess possibility of narrowing coronary artery and guiding us whether we need for the further investigation. Despite of that, treadmill test has limitation in diagnostic accuracy. Duke Treadmill Score (DTS) was also tested as a diagnostic score, and shown to predict significant CAD better than the ST-segment response alone.
Objectives : To determine the potential of DTS as a predictor significant CAD in patients who showed positive ischemic response during treadmill test, comparing with coronary angiography as a gold standard.
Methods : This is a cross-sectional study performed in adult patients with stable CAD that underwent treadmill test and coronary angiography in outward patient clinic of the Integrated Cardiac Service in Cipto Mangunkusumo Hospital between January 2011 and December 2013.
Results : A total of 103 patients in this study, thirty nine patients (37,9 %) had significant CAD in coronary angiography. Briefly, mean age was 54,71 years and 55 patients (53,4 %) were females. The most common CAD risk factor was hypertension (51,5 %). A mean of DTS score was -3.53, which mostly categorized as intermediate risk (89,3 %). Based on DTS results, cut-off point was determined by using Receiver Operator Curve (ROC) method, in which value of -8,85 considering as a cut-off point. Sensitivity and specificity value of DTS were 28 % (CI 95 %: 17 % to 44 %), and 95 % (CI 95 %: 87 % to 98 %). Positive and negative predictive value were 79 % (CI 95 %: 52 % to 92 %) and 69 % (CI 95 %: 58 % to 77 %). Positive and negative likelihood ratio were 6.02 and 0.75.
Conclusion : DTS has a good performance in predicting significant CAD at cut-off point -8,85 in patients with positive treadmill test."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Liana Meilani
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Telah dilakukan penelitian eksperimental secara acak menyilang dengan kontrol terhadap 12 atlet sepakbola peserta pendidikan dan latihan sepakbola DKI Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan cara pemberian diet tinggi karbohidrat (KH) yang lebih tepat, dalam upaya meningkatkan ketahanan fisik atlet Indonesia yang mempunyai pola makan tinggi KH. Atlet dibagi 2 kelompok, masing-masing kelompok 6 orang. Tahap I kelompok I diberi diet pertandingan biasa (KH 57%, protein 13%, lemak 30 %) dan latihan berat selama 6 hari. Kelompok II, hari ke 1-3 diberi diet pertandingan biasa, hari ke 4-6 diberi diet tinggi KH (KH 80%, protein 11%, lemak 9%), latihan berat sekali ada hart ke 1 menurun bertahap pada hari-hari erikutn a. Kedua diet yang diberikan iso kalori. Setelah 6 hari masa 'wash out', dilakukan tahap ke II berupa penyilangan perlakuan.
Hasil dan Kesimpulan : Nilai rata-rata (X) lama waktu dan denyut jantung saat melakukan tes treadmill sebelum dan sesudah diberi diet pertandingan biasa adalah 1100 ± 203,60 detik dan 1130 ± 108,04 detik serta 179,17 ± 5,15 denyut/menit dan 177,50 ± 5,84 denyut/menit. Terdapat pemanjangan waktu 30 detik dan penurunan denyut jantung 1,67 denyut/menit. Sedangkan sebelum dan sesudah diberi diet modifikasi penimbunan KH adalah 1095 ± 206,46 detik dan 1115 ± 206,99 detik serta 178;50 ± 7,55 denyut/menit dan 177,08 ± 6,56 denyut/menit. Terdapat pemanjangan waktu 20 detik dan penurunan denyut jantung 1,42 denyut/menit. Hasil uji t tidak berpasangan terhadap kedua variabel baik sebelum dan sesudah diberi kedua macam diet, maupun terhadap pemanjangan waktu dan penurunan denyut jantung pada pemberian kedua macam diet tidak berbeda bermakna (p > 0,05). Selama penelitian tidak terdapat keluhan atau efek samping yang berarti. Kesimpulannya ialah pemberian diet modifikasi penimbunan KH tidak menunjukkan peningkatan ketahanan fisik atlet secara bermakna. Kemungkinan hal itu terjadi karena kebiasaan mengkonsumsi diet tinggi. KH dan latihan fisik berat sehingga sudah terjadi proses adaptasi dan pencapaian ketahanan fisik yang maksimal.
ABSTRACT
Scope and research method. An experimental, randomized controlled cross over design has been conducted using 12 soccer athletes participants in the DKI Jakarta soccer Educational and Training Programs. This research aims to obtain a more appropriate method of providing high carbohydrate diet to improve the endurance of Indonesian athletes having high carbohydrate consumption patterns. The athletes were divided into 2 groups,,6 athletes each. At the first with consists of 570 g carbohydrate, 13% protein, and 30% fat followed by a heavy exercise for 6 days. While group II were given ordinary competition diet on days 1 to 3; on the next three days, a high carbohydrate diet with a composition of 80% carbohydrate, 11% protein, and 9% fat followed by a very heavy exercise on day I decreasing radically on the remaining days. The two types of diet are iso calorie. After a period of wash out phase II began and crossed over treatment was performed.
Results and Conclusions : The mean duration and heart beat to performing a treadmill test before and after they were given ordinary competition diet was 1100 ± 203.60 seconds and 1130 ± 108.04 seconds, 179.17 ± 5.15 beats/minute and 177.50 + 5.84 beats/minute respectively. There was extension of 30 seconds and decrease in heart beat of 1.67 beats minute. For carbohydrate loading modification diet it was 1095 ± 206.46 seconds and 1115 ± 206.99 seconds, 178.50 ± 7.55 beats/minute and 177.08 + 6.56 beats/minute, respectively. There was extension of 20 seconds and decrease in heart beat of 1.42 beats/minute. The results of the unpaired student's t test of the two variables, both before and after provision of the two types of diet differed insignificantly (p > 0.05). During the research no significant complaints and side effects were found. The conclusion is the provision of carbohydrate loading modification diet did not show improvement the athlete's endurance. It may be caused b a habit of consuming already high carbohydrate diet and heavy training, resulting in an adaptation process and achievement of maximum endurance."
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patrick William Gading
"ABSTRAK
Kesesuaian Jarak Tempuh Uji Jalan Enam Menit Lintasan dengan Uji Jalan Enam Menit Jentera pada Dewasa Sehat IndonesiaAbstrakLatar Belakang. Penilaian kapasitas fungsi seseorang sangatlah penting untuk keperluan penentuan program latihan, evaluasi program latihan dan prognosis seseorang. Sebuah uji yang mudah, cepat, dan tidak membutuhkan perlengkapan yang rumit untuk menentukan kapasitas fungsi kebugaran kardiorespirasi terus dikembangkan, tetapi uji jalan enam menit yang menjadi standar saat ini pun terkadang sulit dilakukan karena keterbatasan fasilitas lintasan. Sehingga dibutuhkan adanya uji alternatif lainnya yang menggunakan fasilitas ruang yang lebih memadai dan mampu laksana dalam kondisi apa pun. Tujuan penelitian ini untuk menilai kesesuaian jarak Uji jalan 6 menit dengan jentera dibandingkan dengan jarak Uji jalan enam menit lintasan sebagai uji penilaian kebugaran kardiorespirasi.Metode. Disain observasional potong lintang. Penelitian ini dilakukan terhadap 46 usia dewasa muda sehat yang didapat secara konsekutif. Jarak tempuh dalam studi ini dilihat tingkat kesesuaiannya dengan menggunakan uji spearman dan uji Bland altmand.Hasil. Jarak tempuh uji jalan enam menit pada jentera memiliki mean 508.8 61, sedangkan lintasan 514.4 47. Berdasarkan Uji t berpasangan didapatkan rerata selisih antara kedua pemeriksaan adalah -5,6 IK 95 -23,6-12,31 dengan hasil nilai p 0,533. Dengan demikian tidak terdapat perbedaan signifikan antara pengukuran jarak tempuh menggunakan jentera dan lintasan. Hasil uji Spearman mendapatkan nilai p 0.002 dan kekuatan korelasi r=0,463.Simpulan. Didapatkan kesesuaian antara jarak tempuh Uji jalan enam menit jentera dengan Uji jalan enam menit lintasan dengan korelasi sedang.ABSTRACT Agreement between Hallway Six Minutes Walk Distance and Treadmill Six Minutes Walk Distance in Healthy Indonesian AdultsAbstractBackground. Assessment of the functional capacity is important to determine the exercise program, evaluation and prognosis of a person. A test that is easy, fast, and does not require complex equipment to determine the capacity of cardiorespiratory fitness function continues to be developed, but the standard six minute test is at times difficult to perform due to the limitation of space or track. So a need for an alternative test with less adequate space is required. The purpose of this study to assess the agreement of the treadmill six minute walk test compared to the hallway six minutes walk test as a cardiorespiratory fitness assessment test.Methods. A cross sectional observational design. This study was conducted on 46 healthy young adults. The agreement between the distances treadmill and hallway is measured using the Spearman and Bland Altmand test.Results. Treadmill six minutes walk distance has a mean of 508.8 61, while the hallway is 514.4 47. Paired t test found a mean difference between both tests 5.6 95 CI 23,6 12,31 with the result p value 0.533. Thus there is no significant difference between the measurement of the distance between treadmill and hallway. From the Spearman 39 s test we found p 0.002 with correlation strength r 0.463.Conclusions. There rsquo s agreement between treadmill six minute walk distance to hallway six minute walk distance with moderate correlation."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dessy Pratiwi
"Pengukuran VO2max secara langsung merupakan pengukuran terbaik kebugaran kardiorespiratori tetapi metode ini tidak efisien, perlu keakhlian dan ruang laboratorium khusus, serta melelahkan. Pengukuran VO2max submaksimal dinilai lebih mudah, sederhana, tidak melelahkan, dan tanpa risiko. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya pengukuran lain yang lebih sederhana namun akurat dalam mengukur VO2max dengan Bruce Treadmill Test sebagai acuan. Dilaksanakan pada bulan April 2019 dengan responden 32 mahasiswi tingkat 1 Program Studi S1 Gizi Universitas Indonesia, penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional. Variabel dependen yang diukur adalah VO2maxBruce, sementara variabel independen meliputi VO2maxQCST, VO2maxRFWTKline, dan VO2maxRFWTDolgener. Hasil penelitian menunjukkan bahwa VO2maxQCST, VO2maxRFWTDolgener, VO2maxRFWTKline berturut-turut memiliki nilai koefisien validitas (-0,15), (0,17) dan (0,19). VO2maxQCST yang tidak valid dapat disebabkan karena ketidaksesuaian tinggi balok kayu dengan panjang tungkai orang Indonesia. Hasil lain, VO2maxRFWTDolgener memiliki selisih rata-rata dengan VO2maxBruce lebih sedikit dibandingkan dengan VO2maxRFWTKline.

The direct measurement method of VO2max is the best one of cardiorespiratory fitness, but the method is inefficient, tiring subject, requires an expertise and a special laboratory space. Other method, a submaximal one, is considered easier, simpler, not tiring, and without risk. This study aims to prove the existence of other measurements that are simpler but still accurate in measuring VO2max with Bruce Treadmill Test as a reference. Conducted in April 2019 with respondents of 32 freshmen female students of the Undergraduate Program in Nutrition of Universitas Indonesia, this study used a cross sectional study design. The dependent variable measured was VO2maxBruce, while the independent variables included were VO2maxQCST, VO2maxRFWTKline, and VO2maxRFWTDolgener. The results showed that VO2maxQCST, VO2maxRFWTDolgener, and VO2maxRFWTKline respectively had validity coefficient values (-0.15), (0.17), and (0.19). Invalid VO2maxQCST can be due to incompatibility between height of wooden block and Indonesian limb length. Another result, VO2maxRFWTDolgener has smaller mean difference with VO2maxBruce compared to VO2maxRFWTKline."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elbert Libriandy
"ABSTRAK
Kurangnya aktivitas secara fisik merupakan salah satu masalah yang berpotensi menyebabkan berbagai penyakit. Berdasarkan data dari BPS, mengatakan bahwa hanya hanya 27% penduduk Indonesia yang rutin berolahraga dimulai dari umur 10 tahun ke atas. Olahraga cardio seperti treadmill exercise merupakan jenis olahraga yang umum dilakukan untuk menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh. Namun, olahraga cenderung memiliki gerakan yang repetitif dan monoton sehingga dapat menciptakan rasa bosan pada penggunanya. Teknologi virtual reality yang dipadukan dengan prinsip gamifikasi merupakan pendekatan yang berpotensi untuk mengubah sistem treadmill yang tradisional menjadi lebih menarik dan menyenangkan bagi penggunanya. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi pengaruh dari penggunaan teknologi VR terhadap tingkat stress load dari partisipan selama melakukan kegiatan treadmill exercise menggunakan electroencheplagoram dan tiga kusioner kognitif. Terdapat 24 responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini guna membandingkan program treadmill dengan VR dan penggunaan treadmill secara tradisional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada data EEG dan hasil rating kusioner untuk kedua variabel. Nilai rata-rata nilai asymmetry untuk RPR alpha sebesar 0.59% dan -0.03% untuk variabel VR dan NonVR. Hal tersebut mengindikasikan emosi positif pada responden yang melakukan kegiatan treadmill exercise dengan menggunakan VR. Secara keseluruhan, nilai rating kusioner menunjukkan bahwa responden mengalami kenaikan secara signifikan pada tingkat enjoyment, kepuasan dan motivasi pada variabel VR.

Lack of physical activity is a severe problem that can potentially cause various of diseases. According to Statistics Indonesia (BPS), only 27% of Indonesian citizens who regularly doing exercise once in a week, which indicates that most Indonesian lack of awareness for doing exercise to maintain healthy body. Cardiovascular exercise, for instance, treadmill exercise is the most common activities to improve body’s health and performance. However, monotone exercise tends to induce boredom which affects the emotional state of the person. Immersive Virtual Reality (VR) and Gamification offer a promising opportunity to improve traditional treadmill exercise to become more fun and enjoyable. This research aimed to evaluate the effect of immersive virtual reality on stress load or emotional state of person while doing treadmill exercise by using electroencephalogram (EEG) and questionnaires such as Positive and Negative Affect Schedule (PANAS-SF), Intrinsic Motivation Inventory (IMI) and User Satisfaction Evaluation Questionnaire (USEQ). This study involved 24 healthy participants (13 Males and 11 Females) to compare the immersive program with the traditional treadmill exercise. The statistic result showed that for both variable VR and Non-VR had significant different of EEG Data and questionnaires’ rating. The average asymmetry values of RPR Alpha were 0.59% and -0.03% for VR and Non-VR respectively, which indicated positive emotion in VR condition compared to the traditional one. The questionnaire result showed that participants had significant improvement of enjoyment, satisfaction and motivation in VR condition compared to the traditional one. They experienced higher positive emotion and less pressured while doing the exercise. These results are promising for a successful implementation of immersive VR application on treadmill exercise."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library