Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nangoi Priscilla Francis
Abstrak :
Di Indonesia, Jakarta khususnya, kita kenal dengan keberadaan kelompok individu yang memiliki nama popular waria atau wanita-pria. Waria adalah individu yang memiliki jenis kelamin pria namun mengidentifikasikan dirinya serta berpenampilan selayaknya seorang wanita. Waria dapat disebut atau digolongkan ke dalam istilah transeksual, karena selain memiliki identifikasi sebagai seorang wanita, is juga mengubah penampilannya seperti seorang wanita, baik dari pakaian hingga bentuk tubuh. Hal ini dilakukannya dengan melakukan operasi ataupun melakukan suntikan hormon pada bagian-bagian tubuh tertentu sehingga semakin mirip dengan wanita. Operasi yang pada umumnya dilakukan oleh para waria adalah suntik payudara atau memasang silikon, operasi wajah (tulang pipi, dagu, hidung, dli.), dan juga pada bagian-bagian tubuh lainnya kecuali pada alat kelamin. Keputusan seseorang untuk menentukan ia menjadi seorang waria ataukah tidak, terkait dengan istilah gender identity atau identitas jender. Identitas jender adalah proses dimana seseorang melakukan klasifikasi terhadap dirinya, apakah ia seorang wanita ataukah pria. Selama seorang anak menjalani proses pembentukan identitas jender, yang paling memiliki peran sebagai pembimbing anak adalah keluarga, terutama orang tua. Ketika anak dalam masa pengenalan jenis kelamin serta perannya, tugas utama dari prang tua adalah memperkenalkan hal-hal yang menunjang pembentukan identitas jender sesuai dengan jenis kelamin anak, seperti misalnya mainan, pakaian, gaga rambut, warna, dan lain sebagainya. Selain pengenalan terhadap obyek, hal lain yang juga sangat penting adalah pengenalan terhadap peran dan perilaku yang sesuai dengan jenis kelaminnya. Ayah dan ibu sebagai orang tua dalam keluarga memiliki peran penting dalam perkembangan anak. Peran tersebut antara lain adalah untuk merawat anak, menjadi teman/companion bagi anak, mengajarkan anak mengenai nilai-nilai ataupun norma-norma terutama yang berkaitan dengan jender, menjadi tokoh model bagi anak, dan juga sebagai pencari nafkah untuk pemenuhan tuntutan ekonomi keluarga. Selain itu menurut Lamb (1997), hubungan ayah dan ibu sebagai pasangan suami istri dan orang tua juga mempengaruhi perkembangan kepribadian anak. Terpenuhi atau tidaknya peran tersebut dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian anak, terutama identitas jender. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitati f, dengan teknik pengambilan data dengan wawancara dan observasi. Subyek penelitian ini ada 3 orang, yang pengambilan subyek dengan menggunakan teknik purposive sampling. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa instrument penelitian yaitu alat perekam, pedoman wawancara, lembar informed conscent, dan lembar Identitas diri. Dari data yang didapat serta berdasarkan hasil analisis dapat terlihat bahwa terdapat kontribusi yang tidak sedikit dari peran orang tua terhadap pembentukan identitas jender anak. Pada setiap peran orang tua terdapat salah satu orang tua yang menonjol dalam memenuhi peran mereka. Salah seorang yang menonjol ini kemudian menjadi patokan anak dalam memandang orang tuanya. Pada responden penelitian sangat terlihat bahwa pemenuhan peran yang paling dinilai positif adalah ibu, dimana ibu sebagai orang yang dekat dengan anak, merawat anak, menerima anak, serta menjadi idola serta rontoh dari anak. Padahal mungkin ibu sebenarnya tidak memenuhi perannya dengan baik, namun karena dianggap menguntungkan anak sehingga dinilai positif oleh anak. Seperti misalnya ibu yang menerima keadaan anak apa adanya, atau juga ibu yang menjadi pembela anak. Pada ayah, terlihat bahwa dalam memenuhi perannya ayah lebih cenderung ditakuti karena ayah lebih banyak melakukan kontrol dengan hukuman fisik yang menyebabkan anak takut dan menghindar dari ayah, atau bahkan melawan ayah. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa masing-masing peran orang tua sangat mempengaruhi pembentukan identitas jender anak, seperti pegajaran, pengawasan, kontrol, perhatian, role model, dan Iainnya.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T17423
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Routledge, 2023
306.768 TRA
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Tulisan ini menganalisis bagaimana gay dan transgender dalam dua dunia yang berbeda, secara sosial dan politik, yaitu Indonesia dan Eropa Barat, aktif berparitsipasi dalam pembentukan subjektivitasnya. Subjektivitas gender dalam kajian ini terkait dan tak dapat dipisahkan dari seksualitas, agam, hubungan romatis mereka dengan laki-laki dari Eropa Barat dan tali ikatan persaudaraan mereka dengan keluarga mereka di Indonesia. Mereka berjuang menegosiasikan norma dan nilai masyaralat yang diproyeksikan oleh masyarakat terhadap mereka. Kajian ini menyimpulkan bahwa sunjektivitas gender dan seksual sesorang yang minoritas ditentukan oleh struktur yang dominan di dalam masyarakat.
362 JP 20:4 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Inne Yellisni
Abstrak :
ABSTRAK
Salah satu fenomena yang sering ditemukan dalam masyarakat adalah fenomena waria atau lebih sering dikenal dengan sebutan transgender. Transgender merupakan keadaan dimana seseorang mengasosiasikan dirinya dengan jenis kelamin yang berbeda, namun tidak memiliki ketertarikan untuk melakukan perubahan fisik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengalaman perubahan identitas diri pada waria. Desain penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Pengumpulan data dilakukan pada 8 partisipan yang belum merubah bentuk fisiknya dengan wawancara mendalam. Hasil penelitian didapatkan 7 tema terkait pengalaman perubahan identitas diri yaitu peran pola asuh permisif dalam perubahan perilaku, peran lingkungan dalam mendukung perubahan perilaku, krisis identitas, penolakan keluarga terhadap perubahan perilaku, dampak perubahan perilaku sosial, penerimaan keluarga, nyaman menjadi perempuan. Sehingga diharapkan kepada perawat puskesmas untuk meningkatkan kunjungan rumah untuk mengoptimalkan penyimpangan identitas pada tahap-tahap perkembangan anak.
ABSTRACT
One of phenomenon in the community which always find is Transgender. It is a condition that man associate his self with opposite sex, but he do not interest to make changes in phisically performance. The purpose of this study was to determine the experience of self-identity change in transsexuals. This study used were qualitative methods with phenomenological approach. Data collection was performed on the 8 participants who do not change the physical form with indepth interviews. The results showed 7 theme related experience identity change such as permissive parenting role in behavior change; the role of the environment in supporting behavior change; crisis of identity; family resistance to behavioral change, the impact of changes in social behavior, family acceptance, comfortable being women. This study recommends community mental health nursing to increase home visit to optimize identity aberrations at different stages of childhood development.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
T42055
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Woolf, Virginia
London : Woolf at the Hogarth Press, 1928
823.912 WOO o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Eksistensi transgender Male to Female (MTF) atau yang secara umum sering kita dengar dengan istilah Waria lebih populer dibandingkan dengan transgender Female to Male (FTM). Eksistensi FTM atau seseorang yang terlahir secara biologis perempuan tetapi mendefinisikan dirinya sebagai laki-laki belum diangkat dan terdokumentasikan secara baik, sehingga eksistensi FTM sulit dikenali dalam diskursus publik. Pemilihan Jakarta sebagai area penelitian karena merupakan kota urban yang mempresentasikan Indonesia. Responden yang diinterview berjumlah 22 orang, dan di dalam perjalanan penelitian, 5 FTM dari luar Jakarta. Studi FTM ini menemukan bahwa seseorang tidak secara otomatis akan mendefinisikan gendernya sesuai dengan seks/jenis kelamin biologinya. Mereka membentuk identitas dirinya sendiri secara subjektif melalui proses pendefinisian diri. Dalam perjalanan menuju "diri", FTM mengalami banyak kekerasan baik dari negara, masyarakat, tempat kerja dan keluarga.
362 JP 20:4 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Stebby Julionatan
Abstrak :
Hukum Kasih dalah ajaran utama Kekristenan. Dengan Hukum Kasih maka umat Kristiani diajar untuk bersikap inklusi dan memperjuangkan hak-hak orang-orang yang tertindas. Sayangnya, ketika Hukum Kasih diperhadapkan pada pemenuhan hak spiritualitas transpuan, maka “hukum” tersebut kehilangan sisi inklusinya. Wacana tentang heteronormatif dalam Kekristenan menjadi kontra narasi atas nilai inklusi Hukum Kasih. Bahkan, dalam konteks ini, Kekristenan justru menjadi hambatan terbesar terhadap penerimaan pada ketubuhan dan seksualitas kelompok transpuan. Namun, benarkah heteronormatif telah final dalam wacana Kristen? Bagaimana para pendeta menjembatani kontradiksi yang ada dalam amanat pelayanan spiritualitas jemaat, termasuk transpuan? Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pandangan dan pemahaman 6 (enam) pendeta sekutu Protestan mengenai Hukum Kasih guna membangun landasan pemaknaan atau peta tafsir alternatif yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan spritiualitas kelompok transpuan. Menggunakan pendekatan fenomenologi dengan perspektif feminis yang berpihak kepada kelompok transpuan, penelitian ini mewawancarai 2 (dua) pendeta perempuan cis-gender heteroseksual, 3 (tiga) pendeta laki-laki cis-gender heteroseksual dan seorang pendeta laki-laki non-heteroseksual yang memiliki keberpihakan terhadap kelompok minoritas seksual. Studi ini mengungkap tiga hal, yaitu upaya membangun kesadaran dan keberpihakan terhadap kelompok minoritas seksual, agensi pendeta sekutu dan makna pemberkatan perkawinan transpuan bagi pendeta sekutu. Upaya yang telah dilakukan dari studi ini menunjukkan: Pertama, sekadar pemaknaan akan “kasih” yang inklusi, ternyata tidak cukup dalam membangun kesadaran kritis dan keberpihakan, para pendeta sekutu membangunnya melalui refleksi kesadaran akan privilese, makna panggilan dan pengutusan gerejawi, adanya perjumpaan dengan kelompok minoritas seksual dan menyadari bahwa kelompok minoritas kebutuhan spiritualitas. Kedua, dalam upaya membangun agensi, para pendeta sekutu menggunakan identitas kependetaan mereka (paspor) sebagai strategi untuk membangun tafsir baru, mengubah wacana inklusi menjadi DNA gereja dan melakukan gerakan inklusif SOGIESC. Ketiga, dalam memaknai pemberkatan perkawinan transpuan, para pendeta masih dihadapkan pada ragam tafsir yang menjadi tantangan dalam pemenuhan kebutuhan spiritualitas kelompok tranpuan. Pada akhirnya, penguatan wacana teologi feminis dan SOGIESC pada para pendeta dan pengambil kebijakan di gereja menjadi suatu yang niscaya untuk pengejawantahan nilai Hukum Kasih yang sebenarnya. ......The Law of Love is the main teaching of Christianity. With the Law of Love, Christians are taught to be inclusive and fight for the rights of oppressed people. Unfortunately, when the Law of Love is confronted with fulfilling the spiritual rights of transgender women, the "law" loses its inclusion. Discourse about heteronormative in Christianity becomes a counter narrative on the inclusion value of the Law of Love. In fact, in this context, Christianity is actually the biggest obstacle to acceptance of the body and sexuality of transgender groups. However, is it true that heteronormative is final in Christian discourse? How do pastors bridge the contradictions that exist in the mandate of the church's spiritual ministry, including transwomen? This study aims to explore the views and understanding of 6 (six) allied Protestant pastors regarding the Law of Love in order to build a basis for interpretation or an alternative interpretation map that facilitates the fulfillment of the spiritual needs of the transgender group. Using a phenomenological approach with a feminist perspective that favors transgender groups, this study interviewed 2 (two) heterosexual cis-gender female priests, 3 (three) heterosexual cis-gender male priests and one non-heterosexual male priest who has a bias against sexual minorities. This study reveals three things, namely efforts to build awareness and alignment with sexual minority groups, the agency of allied priests and the meaning of the blessing of transgender marriages for allied priests. The efforts that have been made from this study show: First, the mere meaning of "love" which is inclusive, turns out to be insufficient in building critical awareness and partiality, the allied pastors build it through reflection on awareness of privilege, the meaning of ecclesiastical vocation and mission, the existence of encounters with groups sexual minorities and realize that minority groups need spirituality. Second, in an effort to build agency, allied pastors use their clerical identity (passport) as a strategy to build new interpretations, change the discourse of inclusion into the DNA of the church and carry out the SOGIESC inclusive movement. Third, in interpreting the blessing of transgender marriages, priests are still faced with various interpretations which are a challenge in meeting the spiritual needs of transgender groups. In the end, the strengthening of feminist theological discourse and SOGIESC among pastors and policy makers in the church is necessary for the realization of the true value of the Law of Love.
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hanif Sulthoni
Abstrak :
Meskipun hukum positif di Indonesia hingga saat ini masih belum mengatur secara jelas dan pasti mengenai penggantian jenis kelamin, namun terdapat beberapa pengaturan yang pada dasarnya menyinggung mengenai hal ini secara implisit. Adapun UU Adminduk telah mengkategorikan penggantian jenis kelamin sebagai suatu bentuk peristiwa penting lainnya, sehingga seorang transeksual yang telah melakukan prosedur penggantian jenis kelamin dapat mencatatkan identitas barunya tersebut dengan syarat telah mendapatkan Penetapan Pengadilan. Ditemukan permasalahan lain dimana ketiadaan hukum yang mengatur mengenai hal ini membuat hakim harus melakukan penggalian terhadap sumber hukum tidak tertulis serta nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Selain itu, hakim juga diharuskan untuk melakukan penemuan hukum guna mengisi kekosongan hukum yang ada. Atas hal tersebut, maka penelitian ini akan melakukan analisis terhadap pertimbangan hakim dalam menetapkan suatu permohonan penggantian jenis kelamin serta mengidentifikasi metode penemuan hukum apa yang digunakan. Adapun penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang bersifat deskriptif analitis, dimana permasalahan yang ada akan dilakukan analisis secara kualitatif dengan acuan literatur dan ketentuan yang berlaku. Hasil dari penelitian ini sendiri adalah hakim dalam menetapkan suatu permohonan penggantian jenis kelamin tidak hanya mempertimbangkannya melalui aspek hukum saja, melainkan juga melihat pada aspek medis, sosial, dan agama. Untuk aspek hukum sendiri, hakim mendasarkan pertimbangannya pada UUD 1945, UU HAM, UU Adminduk, UU Kekuasaan Kehakiman, serta Perpres No. 25 Tahun 2008. Sedangkan untuk aspek medis, hakim menggunakan 5 (lima) aspek dalam menentukan jenis kelamin seseorang, antara lain aspek kromosom, aspek kelamin primer, aspek kelamin sekunder, aspek hormonal, dan aspek psikologis. Dan untuk metode penemuan hukum yang digunakan sendiri adalah metode konstruksi hukum dengan jenis Rechtsvervijnings, dimana hakim akan mengkonstruksikan ketentuan atau syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang dalam rangka mengubah jenis kelaminnya. ......Even though positive law in Indonesia has yet to regulate sex reassignment, there are several regulations which basically allude to this matter implicitly. The Demography Administration Law categorizes sex reassignment as another form of important event, so that a transsexual who has undergone a sex reassignment procedure can register their new identity on condition that they have received a court decision. Another problem was found where the absence of laws governing this matter made judges have to dig into unwritten sources of law and the values that live in society. In addition, judges are also required to make legal discoveries to fill the existing legal void. For this reason, this study will analyze the judge's considerations in determining a request for sex reassignment and identify which legal discovery method to use. As for this research, it is a descriptive analytical literature research, in which the existing problems will be analyzed qualitatively with reference to the literature and applicable provisions. The results of this study are that judges in determining an application for sex reassignment do not only consider it through legal aspects, but also look at medical, social and religious aspects. For the legal aspect itself, judges based their considerations on the 1945 Constitution, the Human Rights Law, the Demography Administration Law, the Judicial Powers Law, and Presidential Regulation No. 25 of 2008. As for the medical aspect, judges use 5 (five) aspects in determining a person's sex, including chromosomal aspects, primary sex aspects, secondary sex aspects, hormonal aspects, and psychological aspects. And for the legal discovery method that is being used by the judge is the legal construction method with the Rechtsvervijnings type, where the judge will construct the conditions that must be fulfilled by someone in order to change their sex.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilbram Rahmansyah Bayusasi
Abstrak :
Penelitian ini membahas tantangan komunitas transpuan memperoleh pengakuan identitas hukum di Indonesia. Pasal 56 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Pasal 58 Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil belum sempurna menangani permasalahan tersebut. Tidak sempurnanya kedua pengaturan hukum tersebut karena pengajuan permohonan pengubahan identitas hukum kepada pengadilan negeri dapat ditolak. Dengan begitu, transpuan di Indonesia tidak mendapatkan salah satu hak dasarnya, yakni identitas hukum. Melalui metode sosio-legal, penelitian ini menganalisis kekurangan kedua pengaturan hukum yang ada dan mewawancarai transpuan di Jakarta Selatan tentang identitas hukum mereka. Hasil ditemukan bahwa para transpuan ini belum melakukan pengubahan identitas hukum karena terintimidasi dengan hukum yang ada. Hal tersebut mengakibatkan keseharian mereka terdapak, termasuk dalam aspek sosial, ekonomi, dan keamanan pribadi. Berdasarkan temuan ini, peneliti memberikan beberapa saran ke depan. Pertama, dicanangkan self-ID law yang memungkinkan transpuan untuk secara langsung mengajukan perubahan identitas tanpa hambatan pengadilan yang berlebihan. Kedua, perlunya kompensasi bagi mereka yang pernah ditolak, serta edukasi intensif bagi petugas pemerintah untuk menghindari diskriminasi. Ketiga, pentingnya dukungan sosial dan hukum yang lebih luas, termasuk layanan kesehatan yang sensitif terhadap transisi gender. Keempat, edukasi masyarakat luas untuk mengurangi stigma terhadap identitas gender yang beragam. Dengan menerapkan saran-saran ini, diharapkan bahwa transpuan di Indonesia dapat mengakses hak mereka untuk identitas hukum dengan lebih mudah dan adil, menjadikan perubahan identitas sebagai bagian normal dari proses transisi mereka. ......This study discusses the challenges faced by trans women in obtaining legal recognition of their identity in Indonesia. Article 56 of Law Number 23 of 2006 on Population Administration and Article 58 of Presidential Regulation Number 96 of 2018 on Population Registration Requirements have not adequately addressed these issues. The imperfections in these legal provisions arise from the potential rejection of applications for legal identity change by district courts. Consequently, trans women in Indonesia are denied a fundamental right, namely legal identity. Using socio-legal methods, this research analyzes the shortcomings of existing legal frameworks and interviews trans women in South Jakarta about their legal identities. The findings reveal that these women have refrained from pursuing legal identity changes due to intimidation by existing laws, impacting their daily lives including social, economic, and personal security aspects. Based on these findings, the researcher proposes several recommendations. First, the implementation of a self-ID law that allows trans women to directly request identity changes without excessive judicial barriers. Second, the need for compensation for those previously denied, along with intensive education for government officials to prevent discrimination. Third, the importance of broader social and legal support, including healthcare services sensitive to gender transitions. Fourth, public education to reduce stigma against diverse gender identities. Implementing these recommendations is expected to facilitate easier and fairer access to legal identity rights for trans women in Indonesia, making identity changes a normal part of their transition process.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Virta Gayatri
Abstrak :
Waria merupakan salah satu kelompok masyarakat yang mempunyai resiko tinggi tertular IMS di mana profesi waria merupakan salah satu faktor yang mendorong timbulnya gka IMS. Anal merupakan media bagi waria dalam memberikan pelayanan seksual kepada pemakai waria. Keberhasilan penanggulangan IMS tidak banya bergantung pada mutu pelayanan yang diterima tetapi juga bergantung Kepada perilaku perilaku pencegahan dan pencarian pengobatan. Oleh karena itu, kegiatan pencegahan dan penanggulangan IMS lebih dititikberatkan pada penemuan penderita secara dini dan-segera diobati. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran perilaku waria dalam pencarian pengobatan yang biasa mejeng atau melakukan transaksi seksual di Gelanggang Olahiaga Remaja Kota Bekasi. Penelitian didesain sebagai penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan grounded research theory.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T20968
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>