Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dias Khadijah Kinanthi
"Tesis ini menjabarkan mengenai jejaring advokasi transnasional yang membentuk forum masyarakat sipil dan berfokus pada proses pembentukannya, serta strategi-strategi yang dijalankan untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM. Pada saat ini, penyelesaian permasalahan HAM tidak hanya dapat dilakukan oleh negara, melainkan juga oleh masyarakat sipil yang semakin memiliki ruang untuk berekspansi secara ide dalam era globalisasi. Menurut Keck dan Sikkink dalam konsep Transnational Advocacy Network (TAN), masyarakat sipil suatu negara yang mengalami hambatan dalam saluran aspirasinya dengan pemerintah dapat beraliansi dengan kekuatan dari luar untuk menekan pemerintah negara yang bersangkutan. Hambatan seperti ini terjadi dalam penyelesaian sembilan kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Indonesia, termasuk peristiwa pembantaian terhadap masyarakat yang diduga terlibat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1965. Hambatan yang terjadi antara pemerintah dan masyarakat Indonesia dalam kasus ini dikarenakan oleh adanya perbedaan pandangan mengenai mekanisme penyelesaian. Hal ini mendorong Komnas HAM sebagai norm entrepreneur untuk melakukan penyelidikan. Hasil penelitian, bahwa negara bertanggung jawab atas kejahatan kemanusiaan yang terjadi di tahun tersebut menjadi pemahaman bersama dan kesamaan nilai yang melandasi terbentuknya jejaring. Dengan dipromotori oleh para pegiat HAM, akademisi, serta NGO HAM, dibentuklah jejaring masyarakat sipil IPT 1965 yang mengadakan forum masyarakat sipil dengan bentuk pengadilan rakyat yang dihadiri oleh masyarakat dari berbagai negara. Strategi yang dilakukan oleh jejaring ini ditujukan lebih untuk meningkakan kesadaran publik terhadap kasus pelanggaran HAM tahun 1965, ketimbang untuk melakukan lobbying kepada pemerintah. Meskipun telah mengoptimalkan keempat taktik dalam TAN, keberhasilan jejaring ini masih mencapai tahap awal. Hal ini bukan disebabkan oleh kurangnya solidaritas jejaring, melainkan tingginya kompleksitas kasus yang diusung.

This thesis explores the transnational advocacy network, which formed a civil society forum and focuses on the formation process, as well as the strategies undertaken to solve human rights violation cases. Nowadays, the human rights issues can not only be solved by the state government, but also by the civil society, which has more space to expand ideas in this globalization era. According to Keck and Sikkink in the concept of Transnational Advocacy Network (TAN), the civil society in a certain country that has blockage to express their aspirations to the government can ally with external power to give pressure to their government. Such obstacle has been happening in the effort to solve nine identified severe human rights violations happened in Indonesia, including the massacre against people who were allegedly involved in the Communist Party of Indonesia (PKI) in 1965. The obstacle that arose in this case between Indonesian government and civil society was caused by the difference in perspectives to see the right mechanisms to resolve the case. This encouraged the National Human Rights Commission of Indonesia (Komnas HAM) as a norm entrepreneur to conduct investigation. The investigation result that the government is responsible for the crimes against humanity happened in that year has become a shared understanding and value that underlie the formation of network. Civil society network was then formed with the human rights activists, academicians and NGOs as the norm promotors. The network, which is entitled as IPT 1965 created a civil society forum in the form of people’s tribunal that was attended by people from different countries. The strategies undertaken by the network are prior to raise public awareness to this case, rather than to lobby the government. Even though this network has optimalized the typology of tactics in TAN, it has just reached the first level of its threshold point. This is not caused by its loose solidarity, but the high complexity of case this network carries."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raaf Bezkarannu Munggaran Daeng Raja
"Penggemar K-Pop di berbagai negara umumnya melakukan kegiatan yang berkaitan dengan minat mereka terutama di ranah K-Pop itu sendiri. Namun demikian dalam beberapa waktu terakhir, terdapat perubahan perilaku fans K-Pop yang berubah menjadi suatu “kelompok aktivis internasional” yang berupaya untuk mengkritisi isu yang merugikan masyarakat baik di tingkat lokal maupun internasional seperti dengan mendukung gerakan Black Lives Matter. Dalam isu tersebut, kelompok penggemar grup boyband Bangtan Seonyeondan (BTS) atau yang dikenal dengan fandom BTS ARMY menggelar kampanye #MatchAMillion berupa penggalangan dana untuk mendukung gerakan Black Lives Matter. Tulisan ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan kerangka analisis transnational collective action. Berdasarkan hasil analisis tersebut, kampanye #MatchAMillion oleh fandom BTS ARMY dilatarbelakangi oleh faktor environmental change berupa perkembangan teknologi komunikasi, cognitive change berupa oleh keberhasilan kampanye sebelumnya dan upaya menjalin hubungan dengan kelompok aktivis Black Lives Matter, dan relation change berupa perilaku aparat kepolisian Amerika Serikat sebagai penyebab aktivisme tersebut.

.K-Pop fans in various countries generally carried out activities related to their interests, especially in the realm of K-Pop. However recently, there has been a change in the behavior of K-Pop fans which has turned into an “international activist group” that criticize detrimental issues to society both at the local and international levels by supporting the Black Lives Matter movement. In this issue, the fan group of the Bangtan Seonyeondan (BTS) boyband group, known as the BTS ARMY fandom, held a #MatchAMillion campaign in the form of raising funds to support the Black Lives Matter movement. This paper uses qualitative research methods and transnational collective action as analytical framework. The results of this analysis shows that the #MatchAMillion campaign by BTS ARMY fandom was motivated by environmental change which is the communication technology developments, cognitive changes which is the success on previous campaigns and efforts to establish relationships with the Black Lives Matter activist group, and relations changes which is the behavior of the United States police officers as the cause the activism."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library