Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fabiola D. Kurnia
"By deconstructing a text as proposed by Derrida, the text can reveals its meanings. To do this, re-reading a text is neded. For this purpose, the study attempts to understand the meanings behind Rendra's Surat Cinta and Surat kepada Bunda by discussing the use of metaphors. Both poems are read, re-read and discussed to get their meanings. It is argued that the re-readings show opposite meanings as understood in the first readings. Power, sex, and love are among the issues explored in the two poems. Furthermore, the metaphors reflect what sort of person the "I" is. "
University of Indonesia, Faculty of Humanities, 2002
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Ismi Monalita
"ABSTRAK
Budaya merantau dalam kesusastraan Indonesia merupakan salah satu tema yang muncul sejak tahun 1920-an. Hamka pada tahun 1939 menulis Merantau ke Deli yang menentang pandangan adat Minangkabau yang menganggap seorang laki-laki tidak ada harganya jika menikah dengan perempuan yang bukan berasal dari Minangkabau. Pada tahun 2013, muncul kumpulan cerpen Yang Menunggu dengan Payung, di antaranya berbicara tentang merantau. Dalam konteks masyarakat Minangkabau, selain merantau dianggap sebagai adat, merantau juga menimbulkan persoalan-persoalan. Penelitian ini membahas budaya merantau pada masyarakat Minangkabau yang terdapat di dalam cerpen ldquo;Tabung Cahaya rdquo;, ldquo;Bida dari Bukit Barisan rdquo;, dan ldquo;Bini Perantau rdquo; karya Zelfeni Wimra. Jadi, kajian dari ketiga cerpen tersebut diperoleh simpulan bahwa merantau tidak selalu menjadi jalan keluar yang tepat ketika sebuah keluarga menghadapi masalah ekonomi. Ternyata merantau tidak selalu didorong oleh motif ekonomi. Adapun motif lain yaitu karena kekecewaan atas perubahan desanya dan motif tekanan sosial.Budaya merantau dalam kesusastraan Indonesia merupakan salah satu tema yang muncul sejak tahun 1920-an. Hamka pada tahun 1939 menulis Merantau ke Deli yang menentang pandangan adat Minangkabau yang menganggap seorang laki-laki tidak ada harganya jika menikah dengan perempuan yang bukan berasal dari Minangkabau. Pada tahun 2013, muncul kumpulan cerpen Yang Menunggu dengan Payung, di antaranya berbicara tentang merantau. Dalam konteks masyarakat Minangkabau, selain merantau dianggap sebagai adat, merantau juga menimbulkan persoalan-persoalan. Penelitian ini membahas budaya merantau pada masyarakat Minangkabau yang terdapat di dalam cerpen ldquo;Tabung Cahaya rdquo;, ldquo;Bida dari Bukit Barisan rdquo;, dan ldquo;Bini Perantau rdquo; karya Zelfeni Wimra. Jadi, kajian dari ketiga cerpen tersebut diperoleh simpulan bahwa merantau tidak selalu menjadi jalan keluar yang tepat ketika sebuah keluarga menghadapi masalah ekonomi. Ternyata merantau tidak selalu didorong oleh motif ekonomi. Adapun motif lain yaitu karena kekecewaan atas perubahan desanya dan motif tekanan sosial.

ABSTRACT
The culture of wandering in Indonesian literature is one of the themes that emerged during the 1920s. Hamka in the 1939 wrote Merantau ke Deli against the Minangkabau tradition view that regarded a man as worthless if married to a woman who was not from Minangkabau. In 2013, there appears a collection of short stories that Yang Menunggu dengan Payung among them talking about wandering. In the context of Minangkabau society, in addition, to wander considered customary, wander also cause problems. This research discusses the culture of wandering in Minangkabau society contained in short stories of ldquo Tabung Cahaya rdquo , ldquo Bida dari Bukit Barisan rdquo , and ldquo Bini Perantau rdquo by Zelfeni Wimra. So, the study of these three short stories obtained the conclusion that wanderers are not always the right way out when a family faces an economic problem. Apparently, wanderers are not always driven by economic motives. The other motives are due to disappointment over the change of village and the motive of economic pressure."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Tawalinuddin Haris
"Bima is a region that has been attracting researchers? attention, which should not
be surprising because it has always been a multicultural region. Its history reveals that Bima
was one of the sailing routes, especially of the Malay Muslim traders, sailing from the direction
of East Java. Bima then became a center of the Islamic rule in the eastern Nusantara. This
paper discusses a brief history of how Bima became a center of Islamic rule that was strongly
influenced by the Malays."
University of Indonesia, Faculty of Humanities, 2006
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library