Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Oppenheim, S. Chesterfield
Boston: Little, Brown & Co., 1971
346.07 OPP l III
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Merujuk pada ketentuan Pasal 1 Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Resi Gudang menyebutka Resi Gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang........
REHUKUM
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Generally trading dispute resolution between WTO's member settled by mediation of dispute settlement body (DSB). Can thus body solved objectively the dispute between developing country and developed country? can thr DSB' s decision fairly implemented? What's next step if the DSB's decision has not been realised by defeated country till deadline what's next step ? how is the procedure if retaliation as the last effort to be chosen and permitted by the DSB?....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Wibowo
Abstrak :
Kehadiran pedagang kakilima sebagai bagian dari sektor informal tampaknya masih tetap harus diperhitungkan dalam konteks permasalahan tenaga kerja. Masalahnya dapat menjadi positif apabila kehadiran mereka dipandang sebagai wadah limpahan tenaga kerja dan menjadi negatif apabila kehadirannya dipandang sebagai sesuatu yang dapat menimbulkan kemacetan lalulintas, gangguan kesehatan, gangguan ketentraman dan ketertiban dan sebagainya, sehingga pemerintah daerah sering membuat beraneka kebijakan yang berbeda. Di satu pihak pemerintah daerah sering melakukan kebijakan akomodasi dan promosi, di pihak lain mengeluarkan kebijakan yang membatasi kegiatan pedagang kakilima. Tesis ini berusaha mengkaji beberapa isu penting berkaitan dengan kebijakan pembinaan pedagang kakilima di Kota Jakarta. Fokus utama penelitian ini adalah tentang elemen-elemen kebijakan, sosialisasi dan kemungkinan penyimpangannya dalam penanganan pedagang kakilima. Untuk melihat proses perumusan dan implementasi kebijakan-kebijakan tersebut. dipergunakan metode yang didasarkan pada kerangka berpikir dari Bromley. Metode ini pada dasarnya untuk mengukur dan melihat kebijakan dari sisi policy level, organizational level dan operational level. Pengumpulan data dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan mengkombinasikan antara metode kualitatif dan kuantitatif Untuk mengetahui kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah, peneliti menggunakan metode kualitatif melalui studi kepustakaan dan wawancara mendalam, sedangkan untuk mengetahui pola-pola interaksi yang ada pada pedagang kakilima digunakan metode kuantitatif dengan menyebarkan kuesioner kepada 416 responden pedagang kakilima di wilayah Pasar Minggu Kotamadya Jakarta Selatan dan Pasar Senen Kotamadya Jakarta Pusat. Teknik analisis data kuantitatif menggunakan Chi Square dengan uji signifikansi 95 %, sedangkan pengujian pola-pola interaksi (data kualitatif) adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara tingkat pendidikan, sikap pedagang kakilima dan pandangan pemerintah dengan efektifitas pelaksanaan kebijakan pembinaan pedagang kakilima. Hasil pengujian statistik dengan menggunakan alat bantu SPSS Release 6,0 menunjukkan ternyata memang terdapat hubungan antara variabel-variabel tersebut dan melalui pengujian signifikansi dapat dikatakan hubungan tersebut berlaku juga di tingkat populasi. Sebenarnya cukup banyak kebijakan yang dibuat oleh pemerintah namun dalam penelitian ini yang dianggap penting adalah kebijakan mengenai permodalan, kemitraan usaha, manajemen usaha, retribusi dan perizinan. Pada policy level kebijakan pemerintah di bidang usaha kaki lima adalah pasal 27 ayat 2 dan pasal 33 UUD 1945 yang diimplementasikan dengan ketetapan MPR No. 4 tahun 1978 tentang GBHN di tingkat organisasi (Organizational Level) kebijakan yang dikeluarkan melalui Undang-undang dan peraturan pemerintah, sedangkan pada operasional level Pemerintah DKI Jakarta lebih banyak mengeluarkan kebijkan yang sifatnya teknis dan belum mengeluarkan kebijakan secara khusus yang mengatur pembinaan dan pengembangan pedagang kakilima. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara variabel pendidikan dengan variabel efektivitas pelaksanaan kebijakan pembinaan sektor informal / PK 5 berupa kesediaan beralih profesi dengan nilai Chi Square sebesar 13,781 yang berarti Ho ditolak dan pada tingkat populasi hubungan variabel ini juga berlaku, pada hubungan antara variabel pendidikan dengan variabel pengetahuan terhadap Perda DKI Jakarta Nomor 5 tahun 1978 dan Perda Nomor 11 Tahun 1988 diperoleh nilai sebesar 10,541 yang berarti Ho ditolak (terdapat hubungan yang signifikan). Di samping itu juga terlihat adanya hubungan antara variabel sikap responden dengan variabel kesediaan beralih profesi dengan nilai Chi Square sebesar 44,130 yang berarti Ho ditolak dan pada tingkat populasi hubungan ini juga berlaku, sedangkan antara variabel sikap responden dengan variabel pengetahuan terhadap Perda DKI Jakarta No. 5 Tahun 1978 dan Perda Nomor 11 Tahun 1988 diperoleh Chi Square sebesar 6,957 yang berarti Ho diterima (tidak terdapat hubungan yang signifikan).
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T8046
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Heince Tombak
Abstrak :
Industri ritel atau yang disebut juga bisnis eceran merupakan bisnis yang tidak lesu ditengah-tengah krisis yang sedang melanda bangsa ini. Padahal di sisi lain, terlihat macetnya kinerja sebagian besar industri-industri yang sebelum krisis menjadi penggerak perekonomian negara, Hal ini diakibatkan karena industri ritel bersentuhan langsung dengan kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari dimana proses perputaran barang dan uang di dalamnya sangat cepat. Laju pertumbuhan industri ritel pada saat ini sangat pesat. Hal ini dapat dilihat dari tumbuhnya pusat-pusat Perbelanjaan Modern baru baik oleh investor asing maupun lokal. Begitu juga ekspansi yang dilakukan oleh pengusaha lama didalam memperluas jaringan usaha mereka dengan menambah gerai-gerai baru. Laju pertumbuhan yang pesat bahkan pasar modern bukan tidak memiliki dampak negartif, hal ini terlihat dari: keterdesakan pasar tradisional dan usaha kecil dan juga persaingan yang tidak sehat sesama peritel modern. Untuk itu penulis mencoba menganalisis didalam tesis ini seluruh kebijakan yang telah dikeluarkan Pemerintah di Industri ritel yang bertujuan untuk: 1) Memberikan gambaran tentang industri ritel di DKI Jakarta mengenai jumlah perusahaan berdasarkan skala usaha, sebaran geografis usaha, 2) Mengevaluasi kebijakan industri ritel di DKI Jakarta dengan peraturan yang di keluarkan oleh BKPM, Depperindag, Pemda DKI Jakarta, 3) Memberikan gambaran peta persaingan industri ritel di DKI Jakarta, 4) Memberikan sumbangan untuk penyempurnaan kebijakan persaingan industri ritel di Indonesia. Dalam menganalisis permasalahan yang ada penulis menggunakan metode analisis: 1) Analisis deskriptif dengan menggunakan dasar-dasar hukum kompetisi dihubungkan dengan teori organisasi industri khususnya dalam bidang kebijakan persaingan, 2) Melakukan Depth Interview terhadap institusi pemerintah yaitu Depperindag, Pamda DKI Jakarta, Pelaku usaha ritel yang diwakili Aprindo (Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia) dan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) mengenai permasalahan yang ada di industri ritel dan solusi yang diberikan. Dan hasil analisis yang dilakukan, di peroleh hasil sebagai berikut: 1. Kebijakan Entry barrier (melarang peritel asing memasuki industri ritel Indonesia) yang di tetapkan pemerintah terakhir melalui Keputusan Presiden (Keppres) RI No. 51 tahun 1995, terbukti tidak efektif menggusur keberadaan peritel asing di Indonesia Hal tersebut terlihat dari keberadaan peritel asing setelah kebijakan entry barrier dikeluarkan pemerintah. Tidak efektifnya kebijakan tersebut diakibatkan tidak komprehensifnya aturan yang ada, sehingga peritel asing memanfaatkan jalur kerjasama yaitu system waralaba dalam mempertahankan eksisitensi usahanya dan hal tersebut juga dimanfaatkan peritel asing baru yang ingin masuk ke Indonesia. 2. Konsep aturan mengenai lokasi yang sangat tidak jelas seperti aturan yang tertuang di dalam SK Gubernur DKI Jakarta No 50 tahun 1999, merupakan akar permasalahan terbesar dalam menimbulkan kekacauan di industri ritel dan berdampak pada terjepitnya keberadaan pasar tradisional atas keberadaan pasar modern Hal tersebut terlihat dari pertumbuhan pasar modern yang pesat yang ditunjukkan dari jumlah pesat perbelanjaan modern dari tahun 1993 sampai tahun 2000, masing-masing kenaikan 100 % pada daerah Jakarta Pusat, 223% pada daerah Jakarta Utara, 100% pada daerah Jakarta Barat, 183 % pada daerah Jakarta Selatan dan 125 % pada daerah Jakarta Timur. Pada peritel modern sangat terlihat laju pertumbuhan yang pesat dimana ditunjukkan dari peningkatan jumlah gerai tiga peritel pagan atas yaitu Matahari, Hero dan Ramayana dari tahun 1997-2000 masih mendominasi yaitu 28 gerai, 31 gerai dan 46 gerai. Hal itu juga diperkuat dari total penjualan mereka tahun 2001 masing-masing sebesar Rp 3,532 trilyun, Rp 1,4 trilyun dan Rp 1,622 trilyun. Pada pasar tradisional terjadi penurunan dari tahun 1993 sampai tahun 2000, yaitu sebesar 11,6 % pada daerah Jakarta Pusat, 4 % pada daerah Jakarta Utara, 3,5 % pada daerah Jakarta Barat, 6,6 % pada daerah Jakarta Selatan dan 13,2 % pada daerah Jakarta Timur, 3. Tidak jelasnya pengembangan kedepan dari system perkulakan dan juga didukung oleh kebijakan-kebijakan pemerintah lainnya yang tidak tepat, menyebabkan pengusaha yang terjun dalam system perkulakan tidak mengindahkan aturan bagi perkulakan yang di tetapkan seperti pada SK Gubernur NO. 50 tahun 1999. Sistem penjualan langsung ke konsumen dan juga dalam bentuk satuan, merupakan desakan atas kehadiran peritel asing seperti Carrefour yang berlokasi di jantung kota. Begitu juga diversifikasi usaha dengan menekuni usaha minimarket, merupakan strategi menjaga eksistensi usahanya dan peritel lainnya yang sudah terlebih dahulu ada. Hal itu juga disebabkan akibat tidak adanya aturan yang mengatur hal tesebut yang di tetapkan oleh pemerintah. 4. Baik pengusaha maupun Pemerintah DKl Jakarta melihat panjangnya proses dalam memperoleh ijin usaha pasar modern sangat tidak efisien. Panjangnya "birokrasi" tersebut, akan berpotensi inembuat pendatang baru (new entry) untuk berpikir panjang untuk masuk, karena biaya awal (Sunk cost) yang dikeluarkan sangat mahal dan ditambah dengan proses waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh ijin sangat lama. Bagi pemain lama (Incumbent), akan berpikir ulang untuk ekspansi dengan membuka gerai baru. 5. Aturan jam buka dan tutup yang ditetapkan pemerintah bagi pasar modern tidak masalah bila adanya aturan yang komprehensif dalam industri ritel. Adanya perkulakan yang membuka lebih awal dari waktu yang ditetapkan, diakibatkan oleh aturan yang ada khususnya dalam lokasi memicu persaingan yang tidak sehat seperti hal tersebut. Pengurangan jam buka bagi pasar modern akan sangat berdampak besar baik bagi peritel sendiri dan juga akan mcnyehabkan terjadinya rasionalisasi karyawan yang sangat besar. Begitu juga dengan penurun penerimaan pemerintah dari sektor pajak dan juga hilangnya pendapatan pedagang kecil di sekitar pasar modern.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12103
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soerahardjo
Abstrak :
Latar Belakang


Daerah Kabupaten Sangir Talaud, yang penduduknya mengalami kesukaran di dalam kehidupannya sehari-hari bilamana bulan-bulan gelombang laut besar. Hasil bahan pangan yang mereka usahakan sendiri di daerah tersebut, tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Di pulau-pulau kecil di daerah tersebut, banyak terdapat pohon-pohon kelapa sebagai tanaman utama.Disebabkan jumlab persediaan beras yang didatangkan di Kepulauan Sangir Talaud tidak teratur dan kurang mencukupi untuk konsumsi penduduknya,maka di dalam keadaan kekurangan bahan makanan. hasil kelapa tersebut tidak diolah menjadi kopra tetapi dijadikan makanan penduduk di daerah itu tanpa diolah lagi. Dengan pertimbangan, bahwa jika dijadikan kopra maka hasilnya tidak dapat diperdagangkan dengan cepat di daerah lain di Indonesia, misalnya Manado, atau kota-kota besar lainnya. Tidak adanya pemasaran mu-pun sarana penyimpanan kopra yang dihasilkan oleh daerah Sangir talaud, menyebabkan kopra menjadi rusak dan akibatnya akan lebih merugikan lagi.

Di kepulauan Sangir Talaud hampir tidak tersedia lagi tanah yang dapat ditanami jagung, ubi-ubian dan lain sebagainya disebabkan luas tanah terbatas. Sebagian penduduknya memilih pergi ke Pulau Mindanao bagian Selatan dan berani menanggung risiko di tempat baru itu, dengan beberapa di antaranya "memiliki" tanah-tanah untuk berkebun, bekerja menjadi buruh-buruh di kebun-kebun milik orangorang Filipina atau sebagai buruh yang bekerja di gudang-gudang perusahaan hasil bumi dan lain sebagainya daripada mereka menjadi penganggur di daerabnya.

Beberapa orang di antaranya ada yang mencoba berusaha di bidang perdagangan, dengan membawa kopra, kopi, tikar dan lain-lain hasil wilayah Indonesia, untuk dilual di wilayah Filipina sedangkan kembalinya ke Indonesia, mereka membawa barang-barang hasil industri Filipina yang dapat memenuhi kebutuhan penduduk di Indonesia, misalnya minuman ringan (soft drink), susu kaleng, korek api, bahan-bahan bangunan dan lain sebagainya.

Dengan demikian terjadilah kunjungan penduduk daerah perbatasan di Indonesia ke wilayah Filipina. Yang dimaksud dengan daerah perbatasan adalah wilayah kecamatan yang terletak di dalam wilayah Kabupaten Sangir Talaud.
1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R.M. Firdaus
Abstrak :
Adanya potensi yang sangat besar mendorong para pelaku usaha di bidang pasar retail hypemarket bersaing untuk mencari keuntungan dengan menguasai pasar seluasluasnya dan mendapatkan pelanggan sebanyak-banyaknya melalui berbagai cara. Mengingat para pelaku usaha di bidang retail hypemarket ini bersaing secara langsung di wilayah-wilayah tersebut, maka dalam prakteknya terdapat permasalahan-permasalahan yang timbul, salah satunya adalah laporan pada tanggal 20 Oktober 2004 yang masuk ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), adapun laporan tersebut berisi mengenai adanya dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dilakukan oleh PT. Carrefour Indonesia (Carrefour).
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16596
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yeni Salma Barlinti
Abstrak :
World Trade Organization merupakan organisasi perdagangan internasional yang mengatur perdagangan internasional yang berdasarkan pada sistem liberalisme untuk mewujudkan perdagangan bebas. Organisasi yang terbentuk pada tahun 1994 ini adalah organisasi penerus General Agreement on Tariffs and Trade yang sebelumnya menjadi organisasi interim. Islam sebagai agama yang memiliki ajaran yang sempurna tidak luput dari ketentuan perdagangan. Prinsip-prinsip hukum perdagangan dalam hukum Islam meliputi prinsip Ilahiah, keadilan, kejujuran, kebebasan yang terbatas, antharadin, persamaan, dan halal dan bermanfaat. Prinsip-prinsip hukum perdagangan dalam ketentuan WTO terdiri dari most-favoured nation treatment, national treatment, reciprocity, freer trade, fair competition, special and differential treatment, dan transperancy. Dengan meninjau prinsip-prinsip hukum perdagangan dalam ketentuan WTO dari perspektif hukum Islam, terdapat prinsip-prinsip hukum yang sesuai dan bertentangan, serta terdapat pula prinsip-prinsip hukum yang tidak diatur di dalam ketentuan WTO. Prinsip-prinsip hukum perdagangan dalam ketentuan WTO yang sesuai dengan ketentuan syari'ah adalah national treatment, freer tradef fair competition, special and differential treatment, dan transperancy. Prinsip-prinsip tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, kebebasan, dan kejujuran dalam ketentuan syari'ah. Prinsip-prinsip hukum perdagangan dalam ketentuan WTO yang bertentangan dengan ketentuan syari'ah adalah most-favoured nation treatment, reciprocity, dan freer trade. Prinsip-prinsip tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan, antharadin, dan kebebasan yang terbatas, prinsip-prinsip hukum perdagangan yang tidak diatur dalam ketentuan WTO adalah prinsip ilahiah, halal dan bermanfaat, dan antharadin.
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T36439
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rio Gusti Nugraha
Abstrak :
ABSTRAK
Berdasarkan permasalahan yang terjadi Pemerintah melalui Menteri Keuangan telah menetapkan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) atas impor produk Polyester Staple Fiber sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.011/2010 tentang Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping Terhadap Impor Polyester Staple Fiber dari Negara India, Republik Rakyat Tiongkok, dan Taiwan dan berlaku sampai dengan tanggal 22 November 2015. Kemudian dengan diberlakukan perpanjangan BMAD, banyak para industri khususnya industri hilir menyatakan penolakan karena akan merugikan industri benang atau spinners dan hilir tekstil dalam negeri.

Penelitian tesis penulis merupakan penelitian normative yang bersifat kualitatif dengan menggunakan teori Keadilan (justice), penulis melakukan pembahasan terhadap pokok-pokok permasalahan guna menghasilkan suatu kesimpulan dan saran-saran atas hasil penelitian.
ABSTRACT
Based on the problems that occurred the Government through the Ministry of Finance has set the imposition of Anti Dumping Import Duty (BMAD) on imports of Polyester Staple Fiber according Minister of Finance Regulation No. 196 / PMK.011 / 2010 concerning Imposition of Anti-Dumping Duty on the Import of Polyester Staple Fiber from India , Republic of China, and Taiwan and valid until November 22, 2015. Then with the imposition of the extension of BMAD, many industries, especially downstream industries declared rejection because it would harm the industry of yarn or spinners and downstream of domestic textiles.

The author's thesis research is a qualitative normative research using the theory of Justice, the authors do the study of the main issues to obtain a conclusion and suggestions on the results of research.
2017
T47792
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Randita Dwianggri Poetri
Abstrak :
Standar Nasional Indonesia (SNI) menjadi salah satu sarana untuk melindungi hak-hak konsumen yang dijamin dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK). Dalam upaya penegakan perlindungan konsumen, pemerintah merupakan pihak yang memiliki peranan penting. Peran pemerintah Indonesia terkait dengan produk besi baja, salah satunya dengan cara mengendalikan impor besi baja. Pemerintah memfokuskan pada pengawasan terhadap besi baja beredar non SNI yang sering ditemui di pasaran. Pemeriksaan impor besi baja semula dilakukan di border, namun sekarang pemeriksaannya bergeser ke post border. Peraturan tersebut membuat baja impor masuk dengan mudah, namun yang menjadi kelemahannya adalah besar potensi adanya besi baja yang di impor tidak sesuai dengan SNI yang berlaku. Dalam pengawasan yang dilakukan, pada tahun 2018 ditemukan banyak besi baja beredar yang tidak sesuai dengan SNI. Pemerintah melakukan pengawasan baik sebelum produk dipasarkan, maupun setelah produk beredar di pasar, termasuk untuk produk-produk impor. Penelitian ini membahas mengenai keterkaitan SNI dengan perlindungan konsumen dalam UUPK dan pengawasan peredaran besi baja wajib SNI hasil impor post border dan produksi dalam negeri. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis empiris. Kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian ini adalah keterkaitan SNI dengan perlindungan konsumen adalah bahwa SNI menjadi salah satu sarana untuk melindungi hak-hak konsumen, SNI menjamin konsumen untuk mendapatkan barang-barang yang layak dan berkualitas di pasaran sesuai dengan standarnya, sebagaimana hak konsumen dalam UUPK yaitu hak atas keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa, SNI akan berperan dalam perlindungan konsumen apabila pengawasan dilakukan dengan benar. Dalam melakukan pengawasan yang bertanggungjawab adalah pemerintah atau instansi yang terkait, dan salah satu upaya pemerintah dalam penerapan SNI besi baja adalah melalui pengawasan besi baja beredar dari hasil impor maupun hasil produksi dalam negeri.
The National Standardization (SNI) is an instrument to protect consumer rights as guaranteed in The Law of the Republic of Indonesia concerning Consumer Protection. In its enforcement, the government has an important role such as controlling iron and steel import. Government focuses on supervision to iron and steel without SNI requirement which often circulated in the market. Imported iron and steel used to be inspected in the border area but recently changed to post border inspection. This new regulation eases the entry of iron and steel to Indonesia however, one of its shortcomings is increasing risk of circulation of non-SNI iron and steel. Inspection in the year of 2018 found many poor iron and steel quality under the safety standards circulated in the market. The government undertakes supervision both before and after product circulation in the market, including import products. This research discussed the relation and relevance of SNI and consumer protection in Consumer Protection Law and circulation supervision of iron and steel requiring SNI license from post border import and domestic production. This is a normative and empirical legal research. In the end, there is a linkage between SNI and consumer protection, particularly that SNI is a concrete form of consumer protection by guaranteeing consumer right to obtain high-quality goods in the market on the basis of prevailing standards. Considering the right to security and safety in using goods/services as one of consumer rights in Consumer Protection Law, SNI will play the role if it well supervised. Supervision over SNI shall be undertaken by the government or relevant institution, and implementation of SNI on iron and steel shall be done by supervising its circulation, for both imported products and domestic products.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52545
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>