Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dimas Nadrianto Suseko
Abstrak :
Parasit oportunistik Toxoplasma gondii telah menjadi perhatian para ilmuwan dewasa ini karena T. gondii menginfeksi hampir sepertiga dari penduduk dunia. Penyakit yang disebabkan oleh dampak klinis toksoplasmosis telah menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia. Di negara berkembang seperti Indonesia, diagnosis T. gondii yang relatif mahal menjadi masalah utama pencegahan toksoplasmosis. Subkloning gen T29 T. gondii ke dalam yeast shuttle vector pYES2/CT merupakan penelitian awal yang bertujuan untuk mengembangkan alat diagnostik T. gondii. Pada penelitian ini gen T29 telah dipindahkan dari plasmid pMAL-p2X melalui restriksi dengan enzim EcoR I dan ligasi ke dalam yeast shuttle vector pYES2/CT linier. Transformasi hasil ligasi ke dalam sel Escherichia coli DH5Į menghasilkan delapan belas koloni yang resisten terhadap ampisilin dan kemungkinan mengandung plasmid rekombinan. Dari verifikasi semua koloni dengan isolasi plasmid dan pemotongan plasmid dengan enzim EcoR I, diduga dua plasmid rekombinan mengandung gen T29.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
S32494
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noenoek Poerwaningsih
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Lisawati Susanto
Abstrak :
Toxoplasma gondii adalah protozoa intraselular yang dapat menyebabkan toksoplasmosis. Jenis pemeriksaan yang banyak dilakkukan untuk diagnosis toksoplasmosis pada saat ini adalah pemeriksaan serologi (enzyme-linked immunosorbent assay / ELISA) untuk medeteksi anti IgG dan Ig M terhadao T.gondii di dalam di dalam serum, namun pemeriksan serologi ini tidak adekuat. Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk mendiagnosis toksoplamosis akut, dan dalam hal ini PCR merupakan teknik yang terpilih. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrai minimal DNA T. gondii yang masih dapat terdeteksi oleh PCR dengan menggunakan targaet gen B1 dan gen P30 T. gondii. PCR terhdap target gen B1 dilakukan menurut metode Chang & Ho dan gen P30 menurut metode Weiss dkk dan aligo 2:5'TCTTTAAAAGCGTTCGTG GTC3' Primer gen P30 terdiri dari oligo 1 : 5'CACACGGTTGTATGTCGGTTTCGCT3' dan oligo 2 : 5'TCAAGGAGCTCAATG TTACAG CCT3'. Pada penelitian ini PCR dengan target gen P30 yang dilakukan menurut metode Weiss dkk memberikan pita yang spesifik dan tidak spesifik. Pada metode Chang & Ho penggunaan siklus sebanyak 30, 35, 40, 45 siklus tidak memberikan gambaran pita, sedangkan penggunaan 50 siklur baru memberikan hasil pita spesifik T.gondii pada elektroforesis. Dapat disimpulkan bahwa uji yang menggunakan target gen B1 lebih sensitif dibandingkan dengan gen P30.
Toxoplasmagondii is an intracellular protozoan which causes toxoplasmosis. A serological test (ELISA) for detecting the presence of IgG and IgM antibodies against T.gondii is usuall performed nowadays, however this serological test is not adequate. Therefore an accurate laboratory test is neede for diagnosing acute toxoplasmosis and in this case the polymerase chain reaction (PCR) is the method of choice. The aim of this study is to assess the minimal concentration of the DNA of T.gondii which still can be detected by the PCR using B1 and P30 gene as targets.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta
Abstrak :
Ruang lingkup dan Cara penelitian: Toxoplasma gondii adalah parasit yang menginfeksi burung dan mamalia termasuk manusia. Parasit ini dikembangkan untuk penelitian toksoplasmosis. Selama ini pengadaan takizoit di laboratorium FKUI dilakukan dengan cara inokulasi mencit setiap tiga hari. Penelitian ini ingin mengetahui metoda yang lebih praktis dan ekonomis untuk menyimpan takizoit T. gondii untuk menggantikan pengadaan takizoit cara lama. Telah diteliti dua jenis metoda penyimpanan takizoit dalam nitrogen cair, yaitu metoda Lin dan Booth. Sampel adalah takizoit T. gondii sebanyak 2,75x10 per tabung, terdiri dari 72 tabung. Terdapat perbedaan antara kedua metoda : Lin melakukan pencucian berulang dengan larutan NaCl 0,9%, media penyimpan hanya DMSO serta inkubasi sebelum masuk ke nitrogen cair adalah -20°C, -60°C, dilakukan pencairan langsung dalam water-bath. Booth melakukan pemanenan dengan larutan HESS, tanpa pemurnian, media penyimpanan: DMSO + BSA + DMEM, inkubasi: suhu kamar dan -70°C, serta mengalami 3 tahap mencairan dengan 3% FBS dalam DMEM. Parameter yang diamati: Jumlah takizoit mula-mula, persentase viabilitas dan virulensi parasit setelah 2, 4 dan 6 bulan penyimpanan. Hasil dan kesimpulan: Dengan metoda Lin diperoleh viabilitas : 61,38%, 39,50% dan 36,09% setelah 2, 4 dan fi bulan penyimpanan serta hilangnya virulensi. Pada metoda Booth viabilitas setelah 2, 4 dan 6 bulan penyimpanan: 68,49%, 61,68% dan 56,99% dan virulensi tetap baik. Hal ini karena metoda Booth memakai HBSS sebagai larutan pembilas, BSA dan DMEM sebagai medium, serta adanya pencairan kembali secara bertahap, sehingga membran tetap stabil dan terhindar dari "shock osmotik". Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan : nitrogen cair dapat digunakan untuk penyimpanan takizoit jangka panjang dan metoda Booth merupakan metoda penyimpanan yang cukup baik untuk masa penyimpanan 6 bulan.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emanuel E. Setyo
Abstrak :
Toksopiasmosis yang disebabkan Toxoplasma gondii, merupakan parasit unisel Intraselular. Pada manusia khususnya wanita hamil dapat menyebabkan keguguran atau cacat bawaan, sedangkan pada penderita dengan gangguan sistem imun dapat menyebab kan kematian. Diagnosis toksoplasmosis pemeriksaan laboratorium mutlak diperlukan, karena berdasarkan gejala klinis saja sukar untuk di tegakkan. Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan ialah pemeriksaan serologi dengan ELISA. Namun kit Toxonostika untuk pemeriksaan ELISA masih diimpor dari luar. Saat ini laboratorium Parasitologi FKUI telah berhasil membuat sendiri antigen untuk ELISA lokal, dan kemampuan deteksi IgG Toxoplasma sama dengan Toxonostika. Tetapi cara ELISA masih kurang akurat dan menggunakan crude antigen serta tidak dapat membedakan orang yang sakit dan tidak sakit. Selanjutnya untuk mengembangkan tes diagnosis toksoplasmosis yang lehih akurat, perlu dilakukan analisis atau karakterisasi antigen Toxoplasma gondii strain RH buatan sendiri dengan teknik Western blot, untuk mempelajari komponen antigen Toxoplasma yang bersifat imunogen, yang bereaksi dengan IgG dan IgM serum penderita toksoplasmosis berasal dari orang Indonesia. Hasil penelitian Western blot antigen Toxoplasma gondhi strain RH yang bereaksi terhadap IgG dan IgM penderita terinfeksi toksoplasmosis, menunjukkan 3 komponen antigen Toxoplasma utama yang bereaksi terhadap IgG Toxoplasma dan IgM Toxoplasma, masing-masing dengan BM 41 kDa., 26kDa. 6 kDa. Sedangkan IgG Toxoplasma sendiri mengenali atau bereaksi paling sedikit 19 komponen antigen Toxoplasma yang berbentuk pita (bands) dari berbagai BM, mulai dari yang tertinggi 90 Ma, sampai yang terendah 6 kDa. Relatif sama dengan penelitian Sharma (60). IgG Toxoplasma selain bereaksi terhadap 3 komponen antigen utama. Toxoplasma juga ditemukan sering bereaksi terhadap 4 komponen antigen Toxoplasma dengan BM masing-masing 90 kDa, 87 kDa, 82 kDa, 72 Ma. IgG Toxoplasma serum penderita bereaksi secara bervariasi terhadap komponen komponen antigen Toxoplasma diluar ke 7 komponen tersebut diatas (90 kDa, 87 kDa, 82 kDa, 72 kDa, 41 kDa, 26 kDa, 6 kDa), karena terdapat perbedaan pengenalan antibodi di antara serum penderita terhadap massa protein (BM) yang sama. Ditemukan adanya IgG Toxoplasma dengan titer tinggi ( 1:3200) pada orang yang diperiksa secara laboratorium tanpa gejala toksoplasmosis, menunjukan bahwa IgG Toxoplasma positif dapat dijumpai pada orang tergolong sehat tanpa gejala toksoplasmosis. Dalam pemeriksaan serologis kombinasi IgG Toxoplasma degan IgM Toxoplasma dalam satu serum dapat menimbulkan reaksi kompetitif inhibisi terhadap antigen Toxoplasma.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadar Sukri
Abstrak :
Ruang lingkup dan Cara penelitian : Toksoplasmosis adalah suatu penyakit pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii. Parasit ini merupakan parasit intraselular. Pada manusia pertama kali ditemukan oleh Janku (1923). Pada wanita hamil, infeksi akut primer dapat menyebabkan kelainan bawaan, kerusakan jaringan otak janin, kematian fetus dan abortus. Penentuan terjadinya infeksi akut sangat penting karena pengobatan yang dilakukan terutama pada ibu hamil, neonatus dengan toksoplasmosis kongenital dan pasien dengan imunosupresi sangat bermanfaat dan akan mengurangi akibat infeksi. Metoda standar penentuan infeksi akut biasanya dengan pemeriksaan antibodi spesifik IgG dan IgM. IgM merupakan petanda infeksi baru sedangkan IgG petanda infeksi Iampau. Tetapi deteksi ini tidak adekuat pada pasien yang imunosupresi karena respons imun terhambat. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan metoda diagnosis toksoplasmosis yang lebih sensitif dan dapat menentukan fase akut Deteksi antigen toksoplasma adalah suatu cara yang lebih sensitif dan dapat mendeteksi fase akut. Dua kelompok sampel, kelompok pertama mernpunyai IgM (+), IgG (+) dan kelompok kedua 1gM (-), IgG (+) masing-masing 30 sampel digunakan untuk deteksi antigen beredar, yang dapat digunakan sebagai penentu fase akut infeksi Toxoplasma. Hasil dan Kesimpulan : Dari 30 sampel yang mengandung IgM (+) dan IgG (+) ada 27 (90%) antigen positif sedangkan pada kelompok IgM (-) IgG (+) diperoleh hasil 28 (93 %) antigen negatif. Dengan Uji Chi square dan koreksi Yates hasil yang antigen positif dan yang antigen negatif berbeda sangat bermakna. (X hitung = 38.4427 X tabel 0.05 = 3.841 0.01 = 6.635) (P < 0.01). Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan antigen dapat digunakan sebagai penentu fase infeksi dan dapat dilakukan dengan cepat, sensitif dan dapat menentukan fase akut.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayda Rahmad
Abstrak :
Latar Belakang

Toxoplasma gondii merupakan protozoa intraseluler yang dapat menimbulkan infeksi pada berbagai spesies mamalia. Pada manusia, parasit ini dapat menyebabkan cacat bawaan pada bayi dengan angka kejadian antara 2-7 per seribu kelahiran hidup (1,2,3).

Infeksi janin secara transplasental dapat terjadi, apabila ibu hamil mengalami toksoplasmosis akut primer dan menurut laporan, besarnya peluang infeksi tersebut adalah±40% (4). Manifestasi klinis sangat bergantung kepada saat parasit tersebut masuk ke dalam tubuh janin. Dari kepustakaan diketahui, apabila toksoplasmosis pada janin terjadi pada kehamilan trimester I maka dampaknya lebih berat, antara lain terjadinya abortus atau lahir mati (5,6). Dampak infeksi yang terjadi pada trimester berikutnya adalah kelahiran dengan cacat bawaan, seperti hidrosefalus, mikrosefalus, hepatosplenomegali, retinokoroiditis, tuli, gangguan motorik dan gangguan tingkat kecerdasan. Sebagian bayi dilahirkan tanpa gejala, sebagian lainnya disertai gejala yang langsung terlihat setelah dilahirkan, sesudah bayi berusia beberapa hari, minggu, bulan atau tahun.

Di Indonesia, adanya toksoplasmosis bawaan dilaporkan sejak tahun 1976 (7,8,9). Laporan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gandahusada (10) pada tahun 1988 menunjukkan adanya toksoplasmosis kongenital sebesar 18,2% . Di antara wanita yang mengalami abortus spontan, ternyata 21,5% menunjukkan adanya IgG Toxoplasma. Sebesar 22,8% IgG Toxoplasma ditemukan di antara mereka dengan riwayat kelahiran mati (11).

Toksoplasmosis pada orang dewasa umumnya tidak disertai gejala tetapi kadang-kadang hanya dijumpai adanya limfadenopati. Riwayat limfa denopati, juga dijumpai pada wanita yang melahirkan bayi dengan toksoplasmosis bawaan, tetapi jumlahnya hanya 10 - 20%.

Mengingat toksoplasmosis pada orang dewasa tanpa gejala, sedangkan pada bayi bisa tanpa gejala atau dengan gejala yang beraneka ragam, maka untuk menegakkan diagnosis toksoplasmosis, pemeriksaan laboratorium mutlak diperlukan.

Deteksi toksoplasmosis akut, terutama pada wanita hamil dan bayi, hendaknya dilakukan sedini mungkin agar segera dapat diberikan pengobatan untuk mencegah terjadinya kelainan pada janin. Demikian pula pada bayi, agar komplikasi lebih lanjut dapat dihindari.
Jakarta: 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gustina Indriati
1999
T-pdf (Tesis sedang dalam proses digitalisasi)
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Srisasi Gandahusada
Abstrak :

"ULANGAN TOKSOPLASMOSIS DALAM MENINGKATKAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA"

Toksoplasmosis merupakan suatu topik yang pada masa kini sedang hangat dibicarakan, karena ternyata, bahwa penyakit ini mempunyai dampak yang luas dan menyeluruh. Pada ibu-ibu toksoplasmosis dapat menyebabkan gangguan kehamilan seperti abortus atau lahir mati. Pada bayi penyakit ini dapat menyebabkan gangguan mata dengan akibat kebutaan. Mungkin juga menyebabkan penyakit sistemik atau neurologik yang berat. Di luar negeri toksoplasmosis menyebabkan kematian pada kasus AIDS. Bila di kemudian hari jumlah kasus AIDS bertambah banyak di Indonesia, maka toksoplasmosis menjadi masalah pada golongan penderita ini.

Toksoplasmosis disebabkan oleh Toxoplasma gondii, suatu parasit kucing dan hewan sejenisnya (Felidae), yang ditemukan pada hewan dan manusia dan tersebar Was di seluruh dunia. Nama Toxoplasma berasal dari kata Yunani Toxon, yang artinya lengkung dan plasma yang artinya bentuk, karena bentuknya melengkung seperti bulan sabit. Walaupun parasit ini pertama kali telah ditemukan pada tahun 1908 oleh Nicolle dan Manceaux pada hewan mengerat Ctenadaclylus gundi (1), pada tahun 1923 cleft Janku (2) dilaporkan pada retina anak dengan hidrosefalus dan pada tahun 1937 oleh Wolf dan Cowen (3) dinyatakan sebagai penyebab infeksi kongenital pada anak, tetapi baru pada tahun 1970 daur hidup parasit ini menjadi jelas, ketika Hutchison (4) menemukan daur aseksual dan seksual Toxoplasma gondii pada usus kecil kucing. Perkembangbiakan parasit ini dalam sel epitel usus kecil kucing menghasilkan dikeluarkannya ookista dengan tinja kucing. Ookista mejadi matang dan infektif dalam 3 - 5 hari di tanah dan ookista matang yang mengandung 8 sporozoit ini dapat hidup sampai setahun di dalam tanah yang lembab dan panas, yang tidak kena sinar matahari langsung. Seekor kucing dapat mengeluarkan sampai 10 juta ookista sehari selama dua minggu.

Di dalam tanah terdapat cacing tanah yang gemar makan tinja dan terus-menerus bergerak sehingga ookista dalam tinja kucing tersebar di dalam tanah. Tikus juga gemar makan tinja, dan mudah sekali terinfeksi dengan ookista Toxoplasma gondii. Di dalam tubuh tikus ditemukan takizoit pada infeksi akut dan kista jaringan di otak dan otot-otot pada infeksi.

Jakarta: UI-Press, 1995
PGB 0110
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Lisawati Susanto
Abstrak :
ABSTRAK
Taxoplasma gondii adalah protozoa intraselular yang dapat menyebabkan toksoplasmosis. Jenis perneriksaan yang banyak dilakukan untuk diagnosis toksoplasmosis pada saat ini adalah pemeriksaan serologi (enzyme-linked immunosorbent assay/ELISA) untuk mendeteksi adanya zat anti IgG dan IgM terhadap T.gondii di dalam serum, namun pemeriksaan serologi ini tidak adekuat. Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk mendiagnosis toksoplasmosis akut, dan dalam hal ini PCR merupakan teknik yang terpilih.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi minimal DNA T.gondii yang masih dapat terdeteksi oleh PCR dengan menggunakan target gen Bl dan gels P30 T.gondii.

PCR terhadap target gen B1 dilakukan menurut metode Chang & Ho dan gen P30 menurut metode Weiss dkk. dan Chang & Ho. Primer gen BI terdiri dari oligo 1 : 5'GGAACTGCATCCGTTCATGAG3' dan oligo 2 : 5'TCTTTAAAGCGTTCGTG GTC3'. Primer gen P30 terdiri dari oligo 1 : 5'CACACGGTTGTATGTCGOT-I ICGCT3' dan oligo 2 : 5'TCAAGGAGCTCAATG TTACAG CCT3'.

Pada penelitian ini, PCR dengan target gen P30 yang dilakukan menurut metode Weiss dkk. memberikan pita yang tidak spesifik, karena itu dilakukan juga PCR dengan metode menurut Chang & Ho. Pada metode Chang & Ho penggunaan siklus sebanyak 30, 35, 40 dan 45 siklus tidak memberikan gambaran pita, sedangkan penggunaan 50 siklus baru memberikan hasil pita spesifik T.gandii pada elektroforesis. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa konsentrasi minimal DNA T.gondii yang masih terdeteksi dengan menggunakan target gen B1 pada sampel DNA murai T.gondii adalah sebesar 0,1 pg, pada sampel DNA murni T.gondii yang dicampur dengan DNA manusia sehat sebesar 1 pg, sedangkan pada darah manusia sehat yang dicampur dengan suspensi takizoit masih dapat terdeteksi sampai jumlah DNA dalam 1 takizoit. Dengan target gen P30 hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa konsentrasi minimal DNA T.gondii yang rnasih terdeteksi pada sampel DNA murni T.gondtl adalah 1 pg, pada sampel DNA murni T.gondii yang dicampur dengan DNA manusia sehat adalah 0,025 ng dart pada sarnpel darah manusia sehat yang dicampur dengan suspensi takizoit adalah DNA yang berasal dari minimal 20 takizoit.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa uji yang menggunakan target gin B1 lebih sensitif dibandingkan dengan gen P30.
ABSTRACT
Determination of Minimal Concentration of The DNA Toxoplasma gondii Which Still Can be Detected by The Polymerase Chain Reaction Using BI and P30 Genes.

Taxoplasma gondii is an intracellular protozoan which causes toxoplasmosis. Serological test (ELISA) for detecting the presence of IgG and IgM antibodies against T.gondii is usually performed nowadays, however this serological test is not adequate. Therefore an accurate laboratory test is needed for diagnosing acute toxoplasmosis, and in this case the polymerase chain reaction (PCR) is the method of choice.

The aim of this study is to assess the minimal concentration of the DNA of T.gondii which still can be detected by the PCR using B1 and P30 genes as targets.

The PCR against B1 gene as target was performed by using the method described by Chang & Ho, and described by Weiss et al and Chang & Ho against P30 gene as target. The B1 gene primers consisted of oligo 1 :5'GGAACFGCATCCGTTCATGAG3' and oligo 2 : 5'Te ITAAAGCGTTCGIGC3TC3', whereas the P30 gene primers consisted of oligo 1 5'CACACGGTTGTATGT'CGG ITI'CGCT3' and oligo 2 : 5'TCAAGG AGCTCAAT GTTACAGCCT3'.

It was shown that no specific bands were observed in the PCR with P30 gene as target (performed according to the method described by Weiss et al), therefore another PCR according to the method described by Chang & Ho was performed. In this method the electrophoresis did not show any band when 30, 35, 40 and 45 cycles of PCR were used however, by using 50 cycles a specific band was observed.

The results obtained showed that the minimal DNA concentrations which still could be detected using B1 gene as target were as the following : 0.0001 ng DNA in 50 1~1 PCR solution from samples of pure DNA, 0.001 ng DNA 1 50 1.11 PCR solution from samples of pure DNA mixed with normal human blood and the amount of DNA originated from at least 1 tachyzoite . Likewise, the minimal DNA concentrations which could still be detected using P30 as target gene were : 0.001 ng DNA in 50 tit PCR solution from samples ofpure DNA, 0.025 ng DNA in 501.11 PCR solution from samples of pure DNA mixed with normal human blood and the amount of DNA originated from at least 20 tachyzoites.

It was concluded that the assay using B1 gene as target was more sensitive than the one using P30 gene as target.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>