Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 84 dokumen yang sesuai dengan query
cover
London: Taylor and Francis, 2001
615.907 TAR I
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
London: Taylor and Francis, 2001
615.907 TAR II
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Sediment of 16 sites in the Kelabat bay were monitorid for metal contamination and toxicity in 2006. Two pattern of metal contaminants distribution in the sediment were observed....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Farhanah Syafhan
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
T39562
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rudy Hidayat
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian hidroksiklorokuin 400 mg selama 12 minggu terhadap kadar sVCAM-1 dan sE-Selectin sebagai petanda disfungsi endotel pada pasien artritis reumatoid. Penelitian ini juga melihat peran HOMA-IR, FFA dan ox-LDL terhadap perbaikan disfungsi endotel.Penelitian ini menggunakan dua disain yaitu uji klinis acak tersamar ganda dan kohort prospektif dilakukan pada pasien artritis reumatoid dengan terapi metotreksat di poliklinik Reumatologi RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada periode Februari 2016-Mei 2017. Pasien dengan terapi insulin, anti-hipertensi dan terapi lain yang mempengaruhi kadar sVCAM-1 dan sE-Selectin dieksklusi dari penelitian. Subjek yang eligibel dirandomisasi menjadi dua kelompok, kelompok yang mendapat hidroksiklorokuin HCQ 400 mg dan kelompok placebo, dan diikuti selama 12 minggu. Pemeriksaan sVCAM-1, sE-Selectin, HOMA-IR, FFA dan ox-LDL dilakukan pada awal penelitian dan pada minggu ke-12. Perbedaan persentase perubahan kadar sVCAM-1 dan sE-Selectin sebelum dan setelah perlakuan antara kedua kelompok dianalisis dengan uji-t dan uji Mann-Whitney. Persentase perubahan kadar sVCAM-1 dan sE-Selectin dikorelasikan dengan persentase perubahan HOMA-IR, FFA dan ox-LDL, dengan uji Spearman.Sebanyak 37 subjek diikutkan dalam penelitian, dan terdapat 3 subjek yang drop-out pada masing-masing kelompok, sehingga didapatkan 15 subjek pada kelompok HCQ dan 16 subjek pada kelompok placebo. Kadar sVCAM-1 serum minggu ke-12 pada kelompok HCQ menurun sebesar 17,1 median , sementara pada kelompok plasebo meningkat sebesar 9,7 , dan perbedaan tersebut bermakna secara statistik. Kadar E-Selectin pada kelompok terapi HCQ mengalami penurunan dalam persen yang lebih besar dibandingkan pada kelompok plasebo, tapi perbedaan tersebut tidak bermakna. Perubahan kadar sVCAM-1 dan sE-Selectin, juga dibuktikan tidak berkorelasi dengan perubahan HOMA-IR, FFA dan ox-LDL.Terapi hidroksiklorokuin pada pasien artritis reumatoid terbukti memperbaiki disfungsi endotel dengan menurunkan kadar sVCAM-1, namun tidak terbukti menurunkan sE-Selectin. Variable sVCAM-1 dan sE-Selectin tidak berkorelasi dengan HOMA-IR, FFA dan ox-LDL Kata kunci: artritis reumatoid, disfungsi endotel, hidroksiklorokuin, sE-Selectin, sVCAM-1.
ABSTRACT
This study aims to evaluate the effect of hydroxychloroquine on sVCAM 1 and sE Selectin levels decreasing as endothelial dysfunction marker in rheumatoid arthritis patients. This study also assessed the correlation between changes in sVCAM 1 and sE Selectin levels with other variables of changes in HOMA IR, FFA and ox LDL.Two kinds of methods i.e. double blind randomized controlled trial and prospective cohort, were conducted, on patients with rheumatoid arthritis with methotrexate treatment at Rheumatology Outpatient Clinic of Cipto Mangunkusumo Hospital Faculty of Medicine Universitas Indonesia, Jakarta, during February 2016 July 2017. Patients with insulin, anti hypertension and other treatment which could affect sVCAM 1 and sE Selectin level, were excluded. Eligible subjects were randomly assigned into two groups. Eighteen subjects were administered hydroxychloroquine 400 mg daily and 19 patients were given placebo for 12 weeks. sVCAM 1, sE Selectin, HOMA IR, FFA dan ox LDL were examined in the beginning and in the end week 12. Differences of serum sVCAM 1 and sE Selectin level in percentage, before and after experiment, were evaluated, by T test or alternatively by Mann Whitney test. Differences of serum sVCAM 1 and sE Selectin level in percentage, were correlated with difference of serum HOMA IR, FFA and ox LDL level, by Spearman test.There were 37 subjects enrolled in the study, and there were 3 drop out subjects in each group, finally there were 15 subjects in the HCQ group and 16 in the placebo group. Serum sVCAM 1 level decreased 17.1 median in HCQ treatment group, while in placebo group, it increased 9,7 median compared with pre treatment value. The difference in percentage rate change of sVCAM between two group was significant. On the other hand, the change of E Selectin serum level in HCQ group was found a higher percentage of decrease compared with placebo group, but the difference was not significant. Changes in sVCAM 1 and sE Selectin levels were also proven no correlation with HOMA IR, FFA and ox LDL changes.Treatment of HCQ in patients with rheumatoid arthritis appears beneficial to improve endothelial dysfunction by lowering serum sVCAM 1, but not proven to decrease sE Selectin. The sVCAM 1 and sE Selectin variables were not correlated with HOMA IR, FFA and ox LDL Keywords endothelial dysfunction, hydroxychloroquine, rheumatoid arthritis, sE Selectin, sVCAM 1.
2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jane Sarah Giat
Abstrak :
Penelitian mengenai uji toksisitas dan distribusi kandungan fikotoksin pada kerang hijau (Perna viridis) telah dilakukan di kawasan budidaya kerang hijau, Kamal Muara pada bulan Mei 2012. Penelitian bertujuan untuk mendeteksi keberadaan fikotoksin penyebab Paralytic Shellfish Poisoning (PSP), serta mengetahui tingkat toksisitas dan distribusi fikotoksin pada bagian visceral, mantel, dan otot dari kerang hijau. Berdasarkan Jellet Rapid Test, hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat racun penyebab PSP dalam kerang hijau. Berdasarkan BSLT, hasil menunjukkan bahwa terdapat senyawa aktif yang bersifat toksik pada seluruh bagian tubuh kerang yang diuji karena semua nilai LC50 yang didapatkan kurang dari 1.000 ppm. Nilai LC50 yang terendah pada bagian visceral (63,75 ppm, 105,5 ppm, dan 74,64 ppm) diikuti dengan jaringan mantel (211,8 ppm, 335,74 ppm, dan 306, 67 ppm) dan jaringan otot (459,95 ppm, 529,05 ppm, dan 492,06 ppm). Hasil tersebut mengindikasikan bahwa tidak terdapat racun penyebab PSP pada kerang hijau, namun terdapat fikotoksin lain pada sampel kerang hijau yang terdistribusi pada bagian tubuh yang berbeda dengan konsentrasi tertinggi pada bagian visceral. ......The research on toxicity test and phycotoxin distribution in green mussel (Perna viridis) had been done on Kamal Muara aquaculture area in May 2012. The research aimed to detect the Paralytic Shellfish Poisoning (PSP) causing phycotoxin and to know the toxicity levels and distribution on green mussels viscera, mantle, and muscles. Based on Jellet Rapid Test, the result showed that there were no PSP toxins inside the mussels. Based on Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), there was other active compound with toxic properties for all the LC50 levels that were lower than 1.000 ppm. The LC50 levels were lowest on the viscera (63,75 ppm, 105,5 ppm, and 74,64 ppm), followed by the mantle (211,8 ppm, 335,74 ppm, and 306, 67 ppm) and muscles (459,95 ppm, 529,05 ppm, and 492,06 ppm). Those results indicated that there were no PSP toxins inside mussels, but there were other phycotoxins distributed in different body parts with highest concentration in viscera.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S46636
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Putranto Setiawan
Abstrak :
Trembesi merupakan tanaman kering yang hidup di daerah tropis yang berasal dari Amerika pusat yang menyebar luas hingga Venezuela dan Kolombia. Tanaman ini selain dimanfaatkan untuk mengurangi polusi udara dan menyerap air, biji dan daunnya dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat. Sampai saat ini belum ada bukti apakah biji trembesi aman atau tidak untuk dikonsumsi. Oleh karena itulah peneliti merasa perlu untuk mengetahui toksisitas tanaman ini. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan Uji toksisitas akut (LD50) untuk melihat efek toksisitas. Uji ini dilakukan dengan melihat kategori dosis manakah yang mampu membunuh 50% populasi sampel yang dicekoki trembesi. Setelah didapatkan, maka dapat ditentukan trembesi termasuk kategori dosis yang mana. Kategori dosis toksisitas yang dipakai pada penelitian ini adalah dosis moderately toxic. Pada penelitian ini organ yang diperiksa oleh peneliti adalah hati, karena hati merupakan organ yang berperan dalam menetralisasi zat-zat racun terutama yang masuk ketubuh melalui saluran pencernaan. Setelah dilakukan pencengkokan dengan ketiga rkstrak tersebut, tidak ada hewan coba yang mati. Kemudian setelah diamati sejak pemberian trembesi hingga hari ke-14. Tidak didapatkan mencit yang mati. Setelah itu, organ hati dari masing-masing hewan coba diambil untuk dibuat sediaan mikroskopiknya. Dari pemeriksaan, tidak ditemukan kelainan mikroskopik pada hati. Dapat disimpulkan bahwa trembesi terbukti tidak memiliki efek toksik pada hati mencit. LD50 untuk ketiga ekstrak tersebut adalah practically non-toxic. ......Trembesi is plants that live in the tropics. This plant comes from central America who spread to Venezuela and Colombia. This plant is used in addition to reducing air pollution and absorb water, seeds and leaves are used by the community as a drug. Until now there has been no evidence whether the trembesi seeds is safe or not for consumption. That is why researchers find it necessary to know the toxicity of this plant. In this study, researchers will use acute toxicity test (LD50) to see the effects of toxicity. This test is done by looking at what dose category are able to kill 50% of the sample population is fed a trembesi. Once obtained, trembesi can be categorized into six doses: supertoxic, extremely toxic, highly toxic, moderately toxic, slightly toxic, or Practically non-toxic. In this study the organ being examined by investigators is the heart, because the liver is the organ that plays a role in neutralizing toxic substances that enter through the gastrointestinal tract. After the experiment, all mice survived. During the observation until the 14th day. There were no mice died. After that, the liver of each animal was taken for microscopic preparations made. From the examination, there was no microscopic abnormalities in liver Now, we can concluded that the trembesi didn’t show any toxic effects on the liver of mice. LD50 for the three extracts are Practically non-toxic.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gladys Hanggorowati Sujatmiko
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai toksisitas dengan metode BSLT berdasarkan prinsip senyawa aktif dan sifat toksiknya yang dapat membunuh larva udang Artemia salina L. sebagai hewan uji. Sintesis senyawa turunan asam risinoleat teroksidasi dengan asam amino, yaitu glisin dan fenilalanin dimulai dengan oksidasi rangkap membentuk diol menggunakan KMnO4 encer dalam suasana basa, esterifikasi dengan dry methanol dengan katalis ZnCl2, dan reaksi amidasi membentuk amida dengan asam amino, glisin atau fenilalanin. Karakterisasi dilakukan menggunakan KLT dan FTIR. Hasil FTIR menunjukkan adanya pita serapan ulur N-H dan O-H yang tumpang tindih pada bilangan gelombang 3474.89 cm-1 pada risinoleat teroksidasi-glisin dan 3306.64 cm-1 pada risinoleat teroksidasi-fenilalanin. Selain itu, terdapat puncak serapan medium CN dan C=O amida sekunder pada masing-masing senyawa produk dengan bilangan gelombang 1276,17 cm-1 dan 1696,41 cm-1 untuk risinoleat teroksidasi-glisin serta 1262,47 cm-1 dan 1614,55 cm-1 pada risinoleat teroksidasi-fenilalanin. Uji Toksisitas BSLT terhadap Artemia Salina L. menghasilkan nilai LC50 dari produk lipoamida glisin dan lipoamida fenilalanin secara berurutan sebesar 117,48 dan 42,65 ppm. Hasil tersebut menunjukkan nilai LC50 < 1000, sehingga dapat dikatakan produk yang dihasilkan memiliki toksisitas tinggi. Uji aktivitas antimikroba dari produk kedua menghasilkan zona penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri E. coli, tetapi tidak memberikan zona penghambatan terhadap bakteri S. aereus. Zona penghambatan terhadap bakteri E. coli yang dihasilkan yaitu 11,5 mm untuk risinoleat teroksidasi-glisin dan 6,5 mm untuk risinoleat teroksidasi-fenilalanin. ......This study aims to determine the toxicity value of the BSLT method based on the principle of active compounds and their toxic properties that can kill Artemia salina L. shrimp larvae as test animals. The synthesis of oxidized ricinoleic acid derivatives with amino acids, namely glycine and phenylalanine, begins with double oxidation to form diols using dilute KMnO4 in an alkaline solution, esterification with dry methanol with ZnCl2 catalyst, and the amidation reaction to form amides with amino acids, glycine or phenylalanine. Characterization was carried out using TLC and FTIR. The FTIR results showed that there were overlapping N-H and O-H stretching absorption bands at wave numbers of 3474.89 cm-1 for glycine-oxidized ricinoleic and 3306.64 cm-1 for phenylalanine-oxidized ricinoleic. In addition, there are absorption peaks of CN and C=O secondary amide medium in each product compound with wave numbers 1276.17 cm-1 and 1696.41 cm-1 for glycine-oxidized ricinoleic and 1262.47 cm-1 and 1614.55 cm-1 in phenylalanine-oxidized ricinoleic. BSLT Toxicity Test against Artemia Salina L. produced LC50 values ​​of glycine lipoamide and phenylalanine lipoamide products, respectively, of 117.48 and 42.65 ppm. These results indicate the value of LC50 < 1000, so it can be said that the resulting product has high toxicity. The antimicrobial activity test of the second product resulted in an inhibition zone for the growth of E. coli bacteria, but did not provide an inhibition zone for S. aereus bacteria. The zone of inhibition against E. coli bacteria produced was 11.5 mm for glycine-oxidized ricinoleic and 6.5 mm for phenylalanine-oxidized ricinoleic.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmanin Aldilla
Abstrak :
Infestasi Pediculus humanus capitis banyak terjadi di negara berkembang namun masih terabaikan. P. h. capitis telah menjadi resisten terhadap insektisida umum di dunia. Sebagai alternatif, diperlukan senyawa aktif yang berasal dari ekstrak tanaman yang dapat memberantas infestasi P. h. capitis. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi toksisitas in vitro 6-paradol terhadap P. h. capitis dan mendeskripsikan mekanisme toksisitas tersebut yang dimediasi oleh pengamatan aktivitas enzim detoksifikasi dan perubahan ultrastruktur P. h. capitis. Stadium dewasa P. h. capitis dipaparkan dengan kertas filter yang ditetesi larutan 6 paradol (0,5; 1,0; 1,5 ppm) dan permethrin (1%). Perubahan ultrastruktur P. h. capitis diperiksa dengan scanned electrone microscope (SEM). Bioassay in vitro dilakukan selama 10, 20, 30, dan 60 menit. Aktivitas asetilkolinesterase (AChE), glutation-S-transferase (GST), sitokrom C-oksidase (COX) dianalisis menggunakan metode CDC (Centers for Disease Control). Berdasarkan hasil penelitian, 6-paradol menyebabkan kerusakan yang serius (bentuk kepala, toraks, abdomen tidak normal, kerusakan spirakel di bagian abdomen, kerusakan lapisan kitin, serta kerusakan rambut sensori). Permethrin tidak menyebabkan perubahan ultrastruktur yang berarti. 6-paradol memperlihatkan toksisitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan permethrin. 6-paradol meningkatkan aktivitas AChE, GST dan COX. Permethrin meningkatkan aktivitas AChE, GST, dan COX. 6-Paradol bersifat lebih toksik dan lebih merusak ultrastruktur P. h. capitis dibandingkan permethrin melalui peningkatan aktivitas AChE, GST, dan COX. ......Pediculus humanus capitis infestation happens a lot in some developing country but still neglected. P. h. capitis has become resistant to common insecticides worldwide. As an alternative, bioactive compound from plant extracts are needed so that it can eradicate P. h. capitis. This study aims to evaluate the in vitro toxicity of 6-paradol against P. h. capitis and to describe the mechanism of the toxicity which mediated by detoxification enzymes activity and changes in the ultrastructure of the headlice. Adult stage of P. h. capitis were exposed to filter paper that has been dripped with 6-paradol (0.5, 1.0, 1.5 ppm) and permethrin (1%). Ultrastructural changes P. h. capitis was examined with scanned electrone microscope (SEM). In vitro bioassays were performed for 10, 20, 30, and 60 minutes. The activities of acetylcholinesterase (AChE), glutathione-S-transferase (GST), and cytochrome C-oxidase (COX) were analyzed using the CDC (Centers for Disease Control) method. As a result, 6-paradol caused serious damage (abnormalities in head, thorax, and abdomen, spiracle damage in the abdomen, chitin layer damage, and sensory hair damage). Permethrin did not cause significant ultrastructural changes. 6-paradol showed higher toxicity than permethrin. 6-paradol increases the activity of AChE, GST, and COX. Permethrin increases AChE, GST, and COX activity. 6-paradol is more toxic and causes more damage in the ultrastructure of P. h. capitis than permethrin by increasing the activity of AChE, GST, and COX.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Ardyanti Rohadatul ‘Aisy
Abstrak :
Hidroksiklorokuin merupakan obat antimalaria yang digunakan dalam pengobatan lupus eritematosus sistemik, reumatoid artritis, dan malaria. Namun, hidroksiklorokuin memiliki efek samping seperti toksisitas okular, neurotoksisitas, gangguan gastrointestinal, hingga toksisitas berat seperti kardiotoksisitas. Oleh karena itu, diperlukan pemantauan terapi obat dalam penggunaan hidroksiklorokuin dosis tinggi atau jangka waktu yang panjang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan metode analisis dan preparasi sampel hidroksiklorokuin dalam VAMS menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi – Photodiode Array yang optimum dan tervalidasi berdasarkan pedoman Food and Drug Administration 2018. Analisis kuantifikasi hidroksiklorokuin dilakukan dengan KCKT-PDA dengan kolom C18 (Waters, Sunfire™ 5μm; 250 x 4,6mm), volume injeksi 100 μL, dan suhu kolom 45 ºC. Fase gerak terdiri atas asetonitril-dietilamin 1% (65:35) (elusi isokratik) dengan laju alir 0,8 mL/menit dan total waktu analisis 12 menit. Preparasi sampel dalam VAMS dilakukan dengan metode ekstraksi cair-cair dengan pelarut amonia 1% dan n-heksan-etil asetat (50:50 v/v) dengan volume masing-masing 500 μL. Darah di dalam VAMS dikeringkan selama 2 jam, lalu ditambahkan baku dalam dan larutan ammonia 1%. Sampel dikocok dengan vortex selama 15 detik dan disonikasi selama 5 menit. Kemudian ditambahkan n-heksan-etil asetat (50:50) lalu dikocok kembali dengan vortex selama 15 detik dan disentrifugasi selama 5 menit pada kecepatan 10.000 rpm. Fase n-heksan-etil asetat diambil lalu dikeringkan dengan gas Nitrogen. Residu hasil pengeringan direkonstitusi dengan fase gerak sebanyak 150 μL dan dipindahkan ke vial autosampler untuk dianalisis dengan sistem KCKT-PDA. Metode ini telah memenuhi parameter validasi penuh menurut Food and Drug Administration 2018, dengan LLOQ 2 ng/mL dan rentang kurva kalibrasi 2-6500 ng/mL dengan koefisien korelasi 0,99927-0,99969. ......Hydroxychloroquine is an antimalarial drug that used for systemic lupus erythematosus, rheumatoid arthritis, and malaria treatment. However, hydroxychloroquine has several side effects such as ocular toxicity, neurotoxicity, gastrointestinal disorder, and also severe toxicity like cardiotoxicity. Therefore, therapeutic drug monitoring of high dose or long-term use of hydroxychloroquine is needed. This study aims to obtain an optimum and validated analysis and preparation method for hydroxychloroquine in VAMS using High Performance Liquid Chromatography – Photodiode Array Detector based on Food and Drug Administration guidelines (2018). Hydroxychloroquine quantification was performed using HPLC-PDA with Waters Sunfire™ C18 (5μm; 250 x 4,6mm) column with injection volume of 100 μL, and the temperature of column was controlled at 45 ºC. Mobile phase consist of acetonitrile-diethylamine 1% (65:35) (isocratic elution) and delivered at a flow rate of 0,8 mL/min through out the 12 minutes run. Sample in VAMS is extracted by liquid-liquid extraction with ammonia 1% and n-hexane-ethyl acetate (50:50 v/v), 500 μL each as a solvent. Blood in VAMS was dried for 2 hours, then added with internal standard solution and 1% ammonia solution. The samples were mixed on vortex for 15 seconds and sonicated for 5 minutes. n-hexane-ethyl acetate (50:50) was added to the samples, then mixed again on vortex for 15 second and centrifuged for 5 minuted at a speed of 10,000 rpm. n-hexane-ethyl acetate phase was separated and dried under Nitrogen gas flow. The residue from drying process as reconstituted with 150 μL mobile phase and transferred to autosampler vial for analysis. This method has successfully qualify the Food and Drug Administration (2018) parameters, with 2 ng/mL of LLOQ, range of calibration curve 2-6500 ng/mL, and coefficient of correlation 0,99927-0,99969.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>