Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Firman
Abstrak :
Dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia saat ini, perlu adanya pemanfaatan terhadap potensi-potensi di daerah. Sebagai daerah yang mempunyai potensi wisata, Kota Sabang berupaya untuk mengadakan pengembangan di bidang pariwisata. Keunggulan pariwisata tersebut sebagian besar berada di Kelurahan Iboih dengan tiga kawasan wisata dari empat kawasan yang ada di Kota Sabang. Potensi alam yang telah ada merupakan faktor pendukung utama dalam pengembangan pariwisata di Kota Sabang umumnya dan di Kelurahan Iboih khususnya. Daya tarik utama dari potensi alam tersebut yaitu taman laut dengan keanekaragaman terumbu karang dan biota laut lainnya. Namun untuk kelestarian keragaman flora dan fauna tersebut masih diperlukan penanganan khusus terutama sumber daya manusia yang mampu menangani masalah tersebut. Selain itu terdapat faktor lain seperti pemberlakuan Kota Sabang sebagai kawasan pelabuhan dan perdagangan babas. Kebijakan ini banyak mendukung terutama dalam hal peningkatan prasarana dan sarana dalam pengembangan pariwisata itu sendiri. Kenyataan selama ini memperlihatkan bahwa sektor pariwisata mempunyai peranan penting dalam perekonomian Kota Sabang. Hal ini juga ikut menjadi pertimbangan sebagai dukungan untuk perkembangan pariwisata. Dampak perekenomian yang dirasakan itu berupa terbukanya lapangan kerja baru serta adanya penambahan penghasilan bagi masyarakat yang ada di Kelurahan Iboih terutama bagi mereka yang ikut terlibat dalam sektor pariwisata itu sendiri. Dalam pengembangan pariwisata tersebut terdapat kendala-kendala terutama dengan masih kurang kondusifnya situasi keamanan di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada umumnya meskipun situasi keamanan di Kota Sabang khususnya cukup kondusif. Kurangnya kejelasan tentang situasi yang sebenamya menimbulkan opini bahwa kondisi di Kota Sabang sama serperti daerah Iainnya di Aceh. Masih kurangnya promosi pariwisata yang dilakukan turut menghambat pengembangan pariwisata di Kota Sabang baik dalam memperkenalkan potensi pariwisata atau pun dalam upaya untuk menjelaskan situasi keamanan yang sebenamya sehingga wisatawan tetap berminat bahkan lebih antusias untuk mengunjungi Kota Sabang. Dalam rangka pengembangan pariwisata tersebut pemerintah telah melakukan langkah-langkah seperti pemindahan pemukiman penduduk di Kelurahan lboih untuk penataan dan keindahan kawasan wisata, pembangunan fisik serta mengadakan pelatihan perhotelan, restoran dan biro pcrjalanan untuk pengembangan sumber daya manusia pada sektor pariwisata. Pelatihan tersebut juga dalam rangka untuk memberikan pelayanan yang lebih baik serta menambah daya tarik wista di Kota Sabang. Di lain pihak pemerintah masih perlu untuk meningkatkan upaya-upaya dalam menghadapi permasalahan-permasalahan yang timbul dalam pengembangan pariwisata dengan melibatkan masyarakat dan pihak swasta.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10668
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elly Fatimah
Abstrak :
Penelitian dengan judul Desentralisasi Bidang Pariwisata Di Daerah : Studi Kasus Peletakan Kewenangan Pengelolaan Taman Wisata Candi Prambanan Di Daerah Istimewa Yogyakarta ini dilatarbelakangi oleh keluarnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pernerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dalam pasal 9 UU No. 22 Tahun 1999 disebutkan bahwa Propinsi sebagai Daerah Otonom mempunyai kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten dan kota serta kewenangan bidang pemerintahan tertentu lainnya. Selain itu termasuk juga kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan Daerah Kabupaten/Kota. Sedangkan kewenangan Daerah Kabupaten/Kota mencakup semua kewenangan selain kewenangan yang dikecualikan dalam pasal 7 tentang kewenangan Pemerintah Pusat dan yang diatur dalam pasal 9. Pariwisata sebagai salah satu sub sektor yang penting peranannya bagi perekonomian nasional maupun daerah, ofeh Pemerintah Propinsi DIY maupun Pemerintah Kabupaten Sleman ditetakkan sebagai sektor unggulan daerah yang diharapkan dapat menjadi penggerak perekonomian daerah setempat. Candi Prambanan yang merupakan obyek wisata penting bagi sektor pariwisata di DIY dimana pengelolaannya saat ini dilakukan oleh suatu BUMN, telah diperebutkan kewenangan pengelolaannya baik oleh Pemerintah Propinsi DIY dan Pemerintah Kabupaten Sleman maupun antara Pemerintah Kabupaten Sleman dan Pemerintah Kabupaten Klaten. Hal ini disebabkan karena lokasi obyek wisata tersebut terletak antara Kabupaten Sleman dan Kabupaten Klaten yang merupakan perbatasan Propinsi Sawa Tengan dengan Propinsi DIY. Belum adanya peraturan yang mengatur tentang kewenangan pengelolaan Taman Wisata Candi Prambanan (TWCP) di era desentralisasi saat ini, mengakibatkan terjadinya konflik perebutan kewenangan antara Pemerintah Propinsi DIY dengan Pemerintah Kabupaten Sleman. Dari latar belakang tersebut maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah pada tingkat pemerintahan manakah pengelolaan Taman Wisata Candi Prambanan sebaiknya diletakkan serta model pengelolaan bagaimanakan yang dapat menjawab tuntutan desentralisasi dari pemerintah daerah pada saat ini? Permasalahan tersebut penulis coba selesaikan dengan pendekatan model desentralisasi fiscal dari Anwar Shah (1994), bahwa untuk menentukan letak suatu kewenangan dapat diukur dengan kriteria-kriteria desentralisasi yaitu : a. economies of scale, b. economies of scope, c. benefit-cost spinout, d. consumer sovereignty, e. political proximity dan d. economic evaluation of sectoral choice. Sedangkan untuk menentukan model pengelolaan terbaik yang dapat menjawab tuntutan desentralisasi dari pemerintah daerah, penulis mengajukan 3 alternatif model pengelolaan yaitu 1. Pengelolaan TWCP secara mandiri oleh pemerintah daerah setempat, 2. Pengelolaan TWCP secara bersama-sama antara pemerintah pusat dan daerah melalui kepemilikan saham, 3. Pengelolaan TWCP oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah dapat bagi basil (statusquo). Sesuai dengan pendapat World Bank (1998) bahwa untuk meletakan suatu kewenangan hams dilihat juga kemampuan kelembagaannya yang terdiri dari kemampuan sumber daya manusia dan kemampuan keuangan, maka masing-masing tingkat pemerintahan dilihat juga ampek kelembagaanya, sesuai dengan tuntutan persyaratan model yang ditawarkan. Tuntutan persyaratan model 1 antara lain adalah tercapainya skala ekonomi dan terpenuhinya kualitas sumber daya manusia, Model 2 menuntut kemampuan keuangan dari pemerintah daerah untuk membeli saham yang ditawarkan. Sedangkan model 3 tidak menuntut persayaratan tertentu. Setelah dilakukan penelitian di lapangan dengan menyebarkan kuessioner kepada responden (expert) dan wawancara mendalam maka tingkat pemerintahan yang paling tepat untuk mengelola TWCP adalah Pemerintah Pusat. Hal ini terutama disebabkan karena Masan economic evaluation of sectored choice, yaitu bahwa TWCP peranannya sangat penting bagi perekonomian nasional, regional maupun lokal, sehingga perlu dikelola oleh pemerintah pusat. Ada faktor non ekonomi yang juga sangat menentukan bahwa pemerintah pusat harus mengelola TWCP, yaitu bahwa Candi Prambanan merupakan salah satu world heritage yang ada di Indonesia, dimana pengelolaannya diawasi oleh UNESCO. Karena itu ada kekhawatiran jika kewenangan pengelolaan TWCP diserahkan sepenuhnya kepada pemda setempat akan terjadi eksploitasi terhadap obyek wisata tersebut demi untuk peningkatan PAD, yang pada akhirnya akan merusak keutuhan dan keaslian Candi Prambanan. Selanjutnya setelah dilakukan analisa terhadap laporan keuangan, maka model pengelolaan terbaik yang dapat menjawab tuntutan desentralisasi adalah model pengelolaan secara bersama-sama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah meialui kepemilikan saham. Hanya saja yang menjadi kendala untuk saat ini adalah bahwa pemerintah daerah setempat (Pemerintah Propinsi DIY dan Pemerintah Kabupaten Sleman) belum mampu untuk membeli sejumlah saham yang ditawarkan. Sedangkan model pengelolaan yang ditempuh oleh pemerintah pusat saat ini yaitu bagi hasil, di mana kewenangan pengelolaan ada di pemerintah pusat dan pemerintah Kabupaten Sleman bersama-sama Pemerintah Kabupaten Klaten mendapatkan bagi hasil sebesar 5,65% dan 4,35% dari retribusi obyek wisata Prambanan belum memuaskan semua pihak. Pemerintah Propinsi DIY dan Pemerintah Propinsi Sawa Tengah sebagai pihak yang mempunyai kewenangan untuk menyelenggarakan suaka peninggalan sejarah dan purbakala Candi Prambanan serta promosi wisata belum mendapatkan kontribusi keuangan dari retribusi obyek wisata tersebut. Oleh karena itu penulis sarankan agar perlu adanya kontribusi keuangan dari retribusi obyek wisata TWCP terhadap pemerintah propinsi setempat, mengingat kemampuan keuangan pemerintah propinsi saat ini sangat kecil.
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T1795
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahbubin Nashiri
Abstrak :
Berbagai aktivitas pembangunan di wilayah pesisir seperti pemukiman, industri dan perdagangan, kegiatan transportasi maupun pariwisata secara signifikan telah memberikan kontribusi terhadap proses pembangunan secara keseluruhan. Namun perkembangan ini sekaligus memberikan dampak terhadap kelestarian dan daya dukung lingkungan serta perubahan ekonomi dan sosial di wilayah/kawasan ini yang jika tidak ditangani dengan tepat pada akhirnya akan menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Banyaknya kepentingan stakeholders di wilayah laut dan perairan cenderung menimbulkan tumpang tindih kegiatan, seperti pelayaran, perikanan, pertambangan, telekomunikasi, wisata bahari, konservasi dan lainnya. Akibatnya masalah konflik pemanfaatan ruang di kelautan dan pesisir kepulauan dapat terjadi pada konteks lokal dan regional maupun nasional dan internasional. Konflik yang terjadi dalam pemanfaatan ruang misalnya antar kegiatan nelayan tradisionalmodern, kegiatan industri-budidaya perikanan, penambangan pasir iaut, wisata-konservasi, kabel telekomunikasi, pipa bawah laut dan pelayaran serta wisata tirta (suatu kawasan yang penyediaan jasa rekreasinya dilakukan di perairan laut dan pantai). Kondisi tersebut telah menjadikan Kota Batam pada saat sekdrang menjadi kurang tertib, kurang tertata, semrawut dan rawan terhadap gangguan keamanan dan ketertiban, rusaknya tata ruang, serta terancamnya kawasan-kawasan yang diperuntukkan sebagai kawasan tangkapan air (catchments area), kawasan hijau (green belt area) can kawasan budidaya lainnya terutama yang disebdbkao oleh karena berkembangnya rumah-rumah bermasalah yang dikenal dengan rumaih-rumah liar, aktifitas usaha informal yang kurang tertata dan terbina dengan baik, cukup banyaknya gelandangan, pengemis, tuna karya dan tuna wisma yang berkeliaran, berkembangnya kegiatan-kegiatan prostitusi yang telah menjadikan hal tersebut sebagai primadona bagi sebagian besar wisatawan yang berasal dari negara tetangga untuk datang ke Batam, serta semakin tingginya angka kriminalitas dan pelanggaran hukum. Pluralitas budaya yang ada dalam masyarakat Kota Batam telah pula ikut mewarnai dinamika interaksi sosial dan memberikan beban berat permasalahan kota menjadi semakin kompleks. Dengan perturbuhan ekonomi yang tinggi di satu sisi telah menjadikan keberadaan Batam menjadi sangat penting oleh karena peranannya sebagai salah satu mesin pertumbuhan bagi perekonomian nasional, namun disisi lain keberhasilan tersebut telah menimbulkan kesenjangan dengan sebagian besar daerah yang berada di sekitarnya (hinterland). Kesenjangan tersebut terlihat dari tidak adanya akses kegiatan ekonomi di daerah hinterland ke Pulau Batam dan tidak berkembangnya aktifitas masyarakat yang berada di daerah hinte.rland, perbedaan tingkat kesejahteraan masyarakatnya yang cukup tajam, yang disebabkan oleh karena perbedaan dalam penyediaan fasilitas pelayanan sosiai dan pelayanan umum. Pembangunan Pulau Batarn sebagai daerah industri selama ini juga cenderung mengabaikan dampak ekologis bagi Iingkungan. Fakta menunjukkan bahwa 74,07% dari total investasi ditanamkan pada sektor industri dan ironisnya sebagian besar investasi yang dibenamkan pada industri menengah dan besar manufaktur. Meningkatnya sektor industri ini telah menyumbangkan porsi dampak kerusakan ekologi yang ditimbulkan dari perambahan hutan, kegiatan penambangan illegal, lalu lintas kapal di perairan yang semakin padat dan polusi/erriulsi gas yang semakin meningkat. Di sisi lain, keberadaan Pulau Batam sebagai kawasan industri, yang semula diharapkan dapat mendorong aktifitas industri hilir dan kezerkaita:i dengan bahan baku lokal, tidak terealisir, Karelia sebagian besar industri yang berkembang di Pulau Batam bersifat "foot loose" sehingga hanya memberi nilai tambah yang sangat kecil, khususnya di bidang tenaga kerja yang murah. Kedudukan Pulau Batam sebagai bounded area, juga tidak memberikan nilai tambah pada sistem perdagangan lokal, karena semua lalu lintas perdagangan masih harus rnelewati Singapura, dengan diikungan armada pelayaran luar negeri. Di bidang pengernbangan pariwisata, ternyata yang berkembang hanya arus wisatawan dari penduduk Singapura ke Batam dengan volume spending sangat kecil serta waktu tinggal maksimum dua hari.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20249
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikke Febriandhika
Abstrak :
ABSTRAK
Fokus penelitian ini membahas terkait dengan pengembangan kebijakan pariwisata berbasis kearifan lokal di Indonesia (Kasus di Nagari Pariangan, Sumatera Barat). Adapun dalam pengembangan kebijakan pariwisata harus memperhatikan prinsipprinsip pengembangan pariwisata berkelanjutan tanpa mengabaikan kebutuhan lokal. Penelitian ini menggunakan kajian berbagai studi literatur terkait dengan konsep pengembangan pariwisata, sistem indigenous tourism, proses pengembangan kebijakan pariwisata, dan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan pariwisata. Adapun kombinasi dari konsep-konsep tersebut menghasilkan tiga (3) buah aspek, yaitu aspek lingkungan, pengaturan kelembagaan, dan pengembangan sumber daya manusia. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivism dengan jenis penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam semi terstruktur dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa dalam aspek pengembangan lingkungan terkait dengan lingkungan fisik masih perlu mendapatkan perhatian pemerintah. Dari aspek lingkungan ekonomi, pariwisata sudah memberikan peluang usaha bagi masyarakat, tetapi distribusi manfaat ekonominya masih belum merata karena belum adanya pemberlakuan retribusi dan pungutan terkait kegiatan pariwisata ini. Dari aspek politik sudah melibatkan berbagai stakeholders dalam perencanaan pengembangannya, tetapi belum adanya dukungan alokasi anggaran dan keuangan yang tetap, serta tidak adanya aturan yang jelas terkait keterlibatan swasta. Dari aspek sosialbudaya, masyarakat sudah sangat terbuka menerima pengunjung dan berkomitmen melestarikan tradisi budaya melalui berbagai kegiatan. Kemudian, dari aspek hubungan kelembagaan terkait dengan pembagian wewenang yang mayoritas pariwisata dikelola masyarakat dan nagari, sistem pengawasan masih belum tetap, kurangnya ketersediaan promosi yang profesional, dan kurangnya komunikasi dan koordinasi antara pemerintah dengan masyarakat. Selanjutnya, aspek pengembangan sumber daya manusia sudah ditempatkannya pendamping lokal dan sudah dibentuknya Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Pengembangan sumber daya manusia melalui pemberdayaan masyarakat menunjukkan kesadaran masyarakat yang mulai meningkat terkait pariwisata dan adanya pemberian pendidikan dan pelatihan.
ABSTRACT
The focus of this study is to analyze the development of tourism policy based on local wisdom in Indonesia (Case in Nagari Pariangan Indigenous Village, West Sumatra). In the development of tourism policy, it has to consider the principles of developing sustainable tourism without ignoring local needs. This study uses the various concepts as tourism development, system of indigenous tourism, process of tourism policy development, and influencing factors of tourism policy implementation. The combination of these concepts produces three aspects, namely the environmental aspect, institutional arrangements, and human resource development. This study used a postpositivist approach with a type of descriptive research. The technique of collecting data through semi-structured in-depth interviews and literature study. The results of this study show that it still needs the role of government in the aspect of environmental development related to the physical environment. In the economic aspect, tourism has provided employment opportunities for indigenous people, but the distribution of economic benefits is still not evenly distributed due to the lack of fees and levies regarding tourism activities. In the political aspect, it has involved various stakeholders in its development planning, but there has been no support for a fixed budget and financial resources, as well as the lack of regulation regarding private involvement. In the socio-cultural aspect, the community has been very receptive to tourists and is committed to preserving cultural traditions through various activities. Then, in the aspect of institutional relations related to the authority, that is the majority of tourism is managed by the indigenous people and Nagari, the uncertainty of the supervision system, lack of availability of professional promotions, and lack of communication and coordination between the government and indigenous people. Furthermore, local government have been assign local guide and Tourism Awareness Group (Pokdarwis) in aspects of human resource development. The development of human resources through community empowerment describes the increasing awareness of the indigenous people in tourism and the provision of education and training.
2019
T53765
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robby Hasan
Abstrak :
COVID-19 selain menghantam perekenomian, juga memberikan dampak yang sangat serius bagi pariwisata khususnya penyelenggaraan event. Berbagai aktivitas sosial termasuk penyelenggaraan event yang mendatangkan kerumunan terpaksa harus dibatalkan karena dapat berpotensi menularkan COVID-19. Ketakutan terinfeksi, kebijakan pembatasan aktivitas sosial, penerapan protokol kesehatan, dan kondisi yang tidak menentu menimbulkan kebiasan baru dan permasalahan kesehatan mental bagi kebanyakan orang. Bagi sebagian orang permasalahan kesehatan mental dapat berpengaruh lebih lama dibanding dari pandemi itu sendiri. Kondisi ini tentunya dapat mempengaruhi pada tingkat kunjungan dan keberlangsungan penyelenggaraan event pariwisata kedapannya. Dengan menggunakan variabel Perceived Knowledge of COVID-19 dan Non- Pharmaceutical Intervention serta Psychological Risk sebagai moderator, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi minat seseorang dalam mengunjungi event pariwisata setelah pandemi COVID-19. Pengujian 11 hipotesis dilakukan dengan metode Partial Least Square-Structural Equition Model (PLS-SEM) terhadap 395 data responden yang dikumpulkan dengan teknik Non-Probabilty-Judgmental Sampling. Hasilnya ditemukan bahwa faktor Perceived Behavioral Control menjadi faktor yang paling memiliki pengaruh secara langsung dalam memprediksi minat seseorang untuk mengunjungi event pariwisata setelah pandemi COVID-19. Perceived Knowledge of COVID-19 berpengaruh secara tidak langsung dengan mediasi dari Subjective Norm dan Non-Pharmaceutical Intervention. Psychological Risk tidak berperan dalam memoderasi antara pengaruh Attitude Toward Behavior & Subjective Norm terhadap Intention to Visit serta pengaruh Subjective Norm terhadap Attitude Toward Behavior. Social distancing yang merupakan salah satu cara dalam tindakan pencegahan dari faktor dari Non-Pharmaceutical Intervention menjadi pertimbangan bagi seseorang dalam membangun minatnya untuk mengunjungi event pariwisata setelah pandemi COVID-19. ......The pandemic COVID-19 spread globally and has been given impact on the tourism industry, especially in tourism events. Various social activities, including organizing events that bring in crowds, had to be canceled due to the potential for transmitting COVID-19. Fear of infection, social restriction policies, implementation of health protocols, and uncertain conditions create mental health problems for most people. For some, these mental health issues can outlast the pandemic itself. This condition can be impacting the number of visitors as well as the sustainability of organizing tourism events in the future. With the variables Perceived Knowledge of COVID-19, Non-Pharmaceutical Intervention, and Psychological Risk as moderators, this study aims to identify factors that can influence the intention to visit tourism events post COVID-19 pandemic. The partial Least Square-Structural Equation Model (PLS-SEM) was used to test the 11 hypotheses on 395 respondents' data which was collected with the Non-Probability Judgmental Sampling. The results of the study found that the Perceived Behavioral Control variable was the most influential factor in predicting the intention to visit tourism events after the COVID-19 pandemic, Psychological risk has no effect as a moderator. Social distancing remains a factor to consider when visiting tourism events after the COVID-19 pandemic.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shaskia Shinta Rialny
Abstrak :
Pandemi Covid-19 memberikan dampak yang signifikan terhadap keberlanjutan komunitas Desa Wisata Pulau Untung Jawa. Pembatasan akses oleh pemerintah selama pandemi menyebabkan pendapatan mereka yang selama ini sangat bergantung pada sektor pariwisata menurun drastis. Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (AssetBased Community Development – ABCD) merupakan pendekatan pembangunan yang berasal dari dalam komunitas dan fokus pada potensi dan kekuatan yang dimiliki oleh komunitas. Pendekatan ABCD selama ini dinilai lebih mampu mewujudkan komunitas yang berkelanjutan, dibandingkan pendekatan tradisional yang berbasis kebutuhan (need-based approach). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan strategi komunitas dalam pengelolaan aset yang ada di dalam Desa Wisata Pulau Untung Jawa. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang berupaya menghasilkan data deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Komunitas Desa Wisata Pulau Untung Jawa telah mampu mempertahankan kelangsungan hidup komunitasnya dengan memaksimalkan pemanfaatan aset yang dimiliki komunitas secara mandiri serta menjaga hubungan di antara komunitas dan seluruh stakeholder yang terkoneksi satu sama lain. Berdasarkan hal tersebut, saat ini mereka mampu bertahan melewati masa pandemi Covid-19 dan selalu berupaya mewujudkan komunitas yang berkelanjutan (sustainable community) di masa depan. ...... The Covid-19 pandemic become a significant threat on the sustainability of the Untung Jawa Island Tourism Village community. Government have taken measures that limit access to the tourist attraction during the pandemic, however this action caused the income of people who depend on the tourism sector was drop drastically. AssetBased Community Development (ABCD) is a development approach from community and focuses on the potential and strengths of the community. The ABCD approach has been considered more capable of realizing a sustainable community, compared to the traditional needbased approach. This study aims to describe the community's strategy in managing assets in the Pulau Untung Jawa Tourism Village by using a qualitative approach that generate descriptive data. The results showed that the Untung Jawa Island Tourism Village Community has been able to maintain the survival of its community by maximizing the assets owned by the community independently and maintaining relationships between the community and all stakeholders who are connected to each other. Based on this results, they are currently able to survive the Covid19 pandemic and always strive to create a sustainable community in the future.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elliott, James
London ; New York: Routledge, 1997
338.479 1 ELL t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bulaksumur, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2002
338.47 PRI
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Maharsi Anis Sabila
Abstrak :
Pariwisata adalah salah satu sektor ekonomi terbesar dan memiliki tingkat pertumbuhan tercepat di dunia. Indonesia memiliki program 10 destinasi baru di Bali, salah satunya adalah Kepulauan Seribu. Pemerintah daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) memiliki target peningkatan 7,6% dari 2020 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kepulauan Seribu oleh sektor pariwisata. Pariwisata di Kepulauan Seribu bergantung pada kegiatan alam yang dapat mengakibatkan kerusakan ekosistem jika jumlah kunjungan wisatawan tinggi. Oleh karena itu, perlu untuk merancang paket wisata yang dapat mengurangi jumlah kedatangan wisatawan tetapi dapat mencapai target yang ditentukan. Dalam penelitian ini dibuat paket wisata yang terdiri dari pilihan starting point, transportasi, penginapan, dan objek wisata yang tersedia. Pemilihan paket wisata didasarkan pada nilai preferensi wisatawan dan ketersediaan layanan di lokasi. Tujuan dari penelitian ini adalah merancang paket wisata yang optimal dan strategi yang dilakukan untuk mencapai target yang ditentukan. ......Tourism is one of the largest economic sectors and has the fastest growth rate in the world. Indonesia has a program of 10 new Bali destinations, one of them is Kepulauan Seribu. The local government of Special Capital Region of Jakarta (DKI Jakarta) has a target of 7.6% increase of 2020 Gross Domestic Regional Product (GDRP) of the Kepulauan Seribu by tourism sector. Tourism in Kepulauan Seribu relies on natural activities which can result in ecosystem damage if the number of tourist visits is high. Therefore, it is necessary to design tour packages that can reduce the number of tourist arrivals but can achieve the specified targets. In this research a tour package consist of choices of starting points, transportations, hotels, and attractions available. The selection of tour packages based on the preference value of tourists and the availability of the services on site. The purpose of this research is to design an optimal tour package to achieve a specified target.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Efrain Tawalujan
Abstrak :
Peran pemangku kepentingan pada tata kelola pariwisata sangat penting untuk memastikan kegiatan pariwisata dilakukan berdasarkan prinsip pariwisata berkelanjutan. Masalah dalam penelitian ini adalah kurang maksimalnya peran pemangku kepentingan pada destinasi Ekowisata Pulau Bunaken, yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas terumbu karang yang menjadi andalan destinasi wisata tersebut. Hal yang sama terjadi juga di destinasi Ekowisata Bukit Kasih Kanonang, dan destinasi Ekowisata Rurukan, yaitu kurangnya koordinasi antara pemangku kepentingan sehingga pengembangan pariwisata berkelanjutan tidak maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun strategi tata kelola pariwisata berkelanjutan berdasarkan peran pemangku kepentingan, dan membuat model peran pemangku kepentingan pada tata kelola pariwisata berkelanjutan di Sulawesi Utara. Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, dengan metode analisis data kualitatif dan Soft System Methodology (SSM). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran Pemerintah sangat diperlukan untuk mengkoordinasikan, menggerakan, dan memaksimalkan pemangku kepentingan lainnya untuk menjalankan tata kelola pariwisata berkelanjutan. Kesimpulan penelitian ini adalah tata kelola pariwisata berkelanjutan yang efektif di Sulawesi Utara membutuhkan kerja sama semua pemangku kepentingan untuk memastikan bahwa pembangunan pariwisata berkelanjutan dapat dijalankan dengan benar dan bertanggung jawab, dengan memperhatikan keseimbangan antara faktor lingkungan, sosial, dan ekonomi. ......The role of stakeholders in tourism governance is very important to ensure tourism activities are carried out based on sustainable tourism principles. The problem in this research is the role of stakeholders in the Bunaken Island Ecotourism destination that not optimal, which causes a decline in the quality of coral reefs which are the mainstay of this tourist destination. The same thing also happens in the Bukit Kasih Kanonang Ecotourism destination and the Rurukan Ecotourism destination, namely a lack of coordination between stakeholders so that sustainable tourism development is not optimal. This research aims to develop a sustainable tourism governance strategy based on the role of stakeholders, and create a model of the role of stakeholders in sustainable tourism governance in North Sulawesi. The approach used in this research is a qualitative approach, with qualitative data analysis methods and Soft System Methodology (SSM). The results of this research show that the role of the Government is very necessary to coordinate, mobilize and maximize other stakeholders to implement sustainable tourism governance in North Sulawesi. The conclusion of this research is that effective sustainable tourism governance in North Sulawesi requires the cooperation of all stakeholders to ensure that sustainable tourism development can be carried out correctly and responsibly, taking into account the balance between environmental, social and economic factors.
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>