Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Sjifa Marta
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
S21003
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silvia Jamin
Abstrak :
Berlakunya PP No. 2 Th.1969, mengharuskan pengusaha kapal sebagai suatu badan hukum. Oleh karena itu, segala urusan dalam mengoperasionalkan kapal, diserahkan pengusaha kapal kepada nakhoda. Hubungan hukum antara pengusaha kapal dengan nakhoda diikat dalam Perjanjian Kerja Laut. Dengan perjanjian kerja laut ini, pengusaha kapal berkedudukan sebagai majikan dan nakhoda adalah buruhnya. Selain sebagai majikan, dalam kegiatan pengangkutan barang pengusaha kapal juga berkedudukan sebagai pengangkut, sebagaimana yang tercantum dalam Perjanjian Pengangkutan. Tanggung jawab pengusaha kapal sebagai majikan mengharuskan bertanggung jawab atas segala perbuatan buruhnya. Sedangkan sebagai pengangkut, pengusaha kapal bertanggung jawab atas keselamatan barang selama dalam pengangkutannya. Terhadap nakhoda, tanggung jawab pengusaha kapal dibatasi apabila nakhoda melakukan perbuatan melawan hukum. Untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab pengusaha kapal terhadap perbuatan melawan hukum nakhoda, penulis menggunaan bahan-bahan pustaka seperti buku-buku, peraturan perundang-undangan, surat-surat dan dokumen-dokumen perusahaan PT. PELNI. Selain itu, penulis juga mewawancarai pihak asuransi dan claim dari PT. PELNI, staf ahli direksi PT. PELNI dan staff Sumber Daya Manusia PT. PELNI. Dari hasil pengumpulan dan pengolahan dataang diperoleh, terlihat bahwa dalam hubungan pengangkutan barang dengan pengirim barang, pengusaha kapal bertanggung jawab penuh atas perbuatan melawan hukum nakhodanya. Setelah itu dalam hubungan kerja, pengusaha kapal menggunakan hak regresnya untuk menuntut kembali ganti kerugian kepada nakhodanya. Berdasarkan peraturan di PT. PELNI ganti rugi tersebut di tetapkan dengan hapusnya hak nakhoda atas premi angkutan.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S20982
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riefka Eriyadha
Abstrak :
Dalam era perdagangan yang semakin menglobal persaingan antara perusahaan-perusahaan di dunia semakin meningkat. Seringkali untuk mencapai perolehan keuntungan maksimal dan menguasai pangsa pasar untuk mengungguli perusahaan lain terjadi praktek-praktek curang dalam berbisnis. Untuk mengurangi terjadinya hambatan-hambatan yang berkaitan dengan alih teknologi dan mencegah persaingan curang dalam perdagangan internasional, diaturlah mengenai penegakan hak milik intelektual dalam TRIPs (Trade Related Aspects Of Intellectual Property Rights) merupakan bagian dan lampiran dari Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang telah diratifikasi Indonesia. Salah satu obyek pengaturannya adalah perlindungan terhadap rahasia dagang. Rahasia dagang timbul dari imformasi bisnis yang dirahasiakan yang memberikan keuntungan kompetitif bagi pemiliknya dari para pesaingnya yang tidak mengetahui dan tidak menggunakan informasi tersebut dan telah dilakukan upaya-upaya untuk menjaga kerahasiaannya. Undang-undang rahasia dagang pada intinya adalah untuk melindungi pemilik rahasia dagang dari perbuatan persaingan curang yang dilakukan pesaingnya. Di Indonesia pelanggaran terhadap rahasia dagang dikategorikan sebagai suatu perbuatan melanggar hukum.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S20975
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Prasetyowati
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S21363
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gayatri Putri Utami
Abstrak :
Pengadaan pesawat udara dengan sewa merupakan suatu cara pengadaan armada pesawat udara tanpa menimbulkan beban yang memberatkan bagi perusahaan maupun perorangan. Akan tetapi diperlukan jaminan yang cukup untuk mengamankan kepentingan para pihak dalam mengantisipasi terjadinya wanprestasi. Pada perjanjian sewa menyewa pesawat udara antara PT Pelita Ali Service dan Nat Aviation Inc. telah diperjanjikan jaminan sewa dalam bentuk simpanan jaminan, akan tetapi tidak dapat menutupi kerugian yang ditimbulkan penyewa terhadap pemilik. Sehingga diperlukan jaminan lain yang bentuknya dapat berupa jaminan kebendaan, penanggungan, asuransi, pelimpahan tagihan penyewa kepada pemilik, maupun bank garansi. Dalam hal terjadi sengketa yang tidak dapat diselesaikan dengan damai oleh para pihak, maka sebaiknya pada saat membuat perjanjian dicantumkan klausula mengenai alternatif penyelesaian sengketa melalui arbitrase. Hal ini dimaksud kan agar sengketa dapat diselesaikan melalui lembaga arbitrase sehingga tidak perlu menggunakan prosedur dipengasilan yang memakan waktu lama dan biaya besa serta putusannya dapat dieksekusi dengan prosedur yang seoerhana di berbagai Negara. Berbeda dengan putusan pengadilan, karena putusan pengadilan di Indonesia tidak dapat dieksekusi di Negara lain dan sebaliknya .
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S21191
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Ratna Peruchka
Abstrak :
Perjanjian Pemborongan adalah suatu persetujuan dimana pihak yang satu, yaitu pihak pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, yaitu pihak yang pemborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan. Pengaturan terhadap perjanjian pemborongan tersebut terdapat di dalam Bab 7. Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) pasal 1601 b, kemudian dilanjutkan pasal 1604 sampai dengan pasal 1616. Selain itu, perjanjian pemborongan juga diatur dalam Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Kep Pres No. 16 Tahun 1994), serta diatur juga di dalam Algemene Voorwarden voor de uitvoering bij aanneming van openbare werken in Indonesia (A.V. Tahun 1941) tentang syarat-syarat umum untuk pelaksanaan pemborongan pekerjaan umum di Indonesia. Di dalam pelaksanaannya pemborongan pekerjaan bangunan melibatkan berbagai pihak seperti pihak yang memborongkan, pihak pemborong, arsitek, pengawas dan sebagainya. Dalam pelaksanaan pemborongan pekerjaan kemungkinan dapat timbul wanprestasi yang dilakukan oleh para pihak. Dalam keadaan demikian maka berlakulah ketentuan-ketentuan yang wajib dipenuhi yang timbul akibat adanya perbuatan wanprestasi, yaitu kemungkinan pemutusan perjanjian, penggantian kerugian atau pemenuhan. Adapun penyelesaian perkara wanprestasi dalam perjanjian pemborongan dapat ditempuh melalui cara perdamaian, arbitrase, dan Pengadilan Negeri.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S20978
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Loria Hanida
Abstrak :
Wanprestasi antara debitur dengan kreditur merupakan hal yang sering terjadi, baik disebabkan oleh debitur maupun kreditur yang disebabkan oleh berbagai sebab. Seperti debitur dalam perkara ini disebabkan tidak dapat mengembalikan kredit sesuai waktu yang ditentukan dan telah di tegur dengan berbagai cara. Akibatnya perjanjian kredit perbankan menjadi macet dan diajukan ke Pengadilan dengan alasan wanprestasi, yang disertai tuntutan ganti rugi maupun denda terhadap tunggakan angsuran hutang yang belum terbayar Wanprestasi dapat terjadi walaupun perjanjian tersebut telah melalui bermacam tahapan dan telah dilakukan analisa oleh kreditur terhadap kelayakan debitur, baik dari segi ke per cayaan, kelayakan usaha. Namun kenyataannya sering apa yang telah disepakati tidak ditepati yang akhirnya mengakibatkan wanprestasi, yang dalam hal tulisan ini dilakukan oleh Debitur. Pokok permasalahan yang dapat dikemukakan dalam penulisan skripsi ini, yaitu (l) Apakah yang menjadi azas-azas dan dasar hukum perjanjian kredit perbankan (2) Apakah perjanjian kredit perbankan diatur dalam KUH Perdata (3) Apakah yang menjadi dasar hukum dan akibat hukumnya terhadap seseorang dikatakan melakukan wanprestasi/ingkar janji terhadap suatu perjanjian yang telah disepakati (4) Apakah dasar dan pertimbangan hukum yang diterapkan oleh hakim dalam memutus perkara wanprestasi telah sesuai dengan bukti dan fakta yang ada, sesuai dengan tuntutan perdata yang diajukan kreditur. Tujuan penulisan skripsi adalah untuk mengetahui permasalahan-permasalahan hukum yang timbul dengan adanya wanprestasi antara debitur bank dengan kreditur yang ada dalam pokok permasalahan dengan mengambil dari berbagai buku yang berkaitan dengan perjanjian, kredit perbankan, dan bahan hukum lain serta mempelajari kasus wanprestasi yang terjadi antara kreditur, debitur dan kantor Pengacara yang menangani perkara tersebut untuk mengetahui aturan hukum yang dipergunakan dalam kasus wanprestasi.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S21038
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Jasmin
Abstrak :
Perbuatan melawan hukum (PMH) yang dilakukan seseorang selalu menuntut adanya pertanggungjawaban atas kerugian yang diderita pihak lain. Perbuatan melawan hukum menimbulkan perikatan diantara para pihak yaitu pelaku perbuatan melawan hukum mempunyai kewajiban untuk membayar ganti kerugian yang ditimbulkan karena kesalahannya dan bagi pihak yang dirugikan mempunyai hak untuk menuntut ganti rugi. Masalah ganti rugi sebagai akibat dari perbuatan melawan hukum, dalam KUHPerdata tidak diatur secara sempurna. Pasal 1365 KUHPerdata menentukan kewajiban pelaku perbuatan melawan hukum untuk membayar ganti rugi namun tidak ada pengaturan lebih lanjut mengenai ganti kerugian tersebut. Undang-undang pun tidak menentukan besarnya ganti rugi karena perbuatan melawan hukum maka dari itu yang berwenang untuk menentukan besar ganti rugi adalah hakim. Pertanggungjawaban atas kerugian tersebut bertujuan untuk mengembalikan suatu keadaan pada kondisi awal sebelum perbuatan melawan hukum itu terjadi. Setiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, maka orang yang terbukti bersalah berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata wajib mengganti kerugian tersebut. Persoalannya bagaimana pertanggungjawaban seseorang terhadap kerugian akibat PMH yang telah dilakukan, sejauh mana Hakim dapat menentukan besar kerugian materil dan immaterial yang telah diderita oleh korban PMH. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kepustakaan, selain itu penulisan ini juga menganalisa kasus yang terkait dengan pertanggungjawaban atas kerugian yang telah diderita oleh korban PMH sesuai penerapan Pasal 1365 KUHPerdata. Dalam kasus Hakim mempunyai wewenang menilai sejauh mana kerugian tersebut mempengaruhi keadaan pihak korban dan Hakim mempunyai kewenangan dalam menentukan ganti rugi sewajarnya yang harus dibayar oleh pelaku PMH. Mengenai pedoman bagi Hakim dalam menentukan besar ganti rugi yang adil bagi kedua belah pihak belum memiliki peraturan yang spesifik, sehingga Hakim harus dapat menetapkan berapa jumlah sepantasnya yang harus dibayar dan hal ini tidak sudah seharusnya tidak melanggar Pasal 178 (3) HIR (ex aequo et bono).
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S22362
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2   >>