Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Simanjuntak, R. Dedy Rustam
Abstrak :
Pertanggungjawaban pemerintah kepada warganya khususnya dalam pemenuhan hak asasi dijamin sepenuhnya oleh Konstitusi. Pengalihan tanggung jawab ini yang kemudian dilakukan bentuk perjanjian pengalihan kepada pihak ketiga dalam hal pemenuhan hak asasi di bidang air minum menyebabkan permasalahan dengan tingginya harga air minum yang terjadi. Hal ini karena dalam perjanjian yang dibuat oleh pemerintah dan swasta tersebut, diberikan hak sepenuhnya kepada swasta untuk menetapkan harga jual air kepada konsumen sehingga yang seharusnya menjadi kewenangan pemerintah diambil alih oleh swasta dengan dasar perjanjian. Dan hal inilah yang menjadi dasar perbuatan melawan hukum oleh penguasa, sehingga pada saat hal tersebut dilakukan pengujian dengan cara digugat oleh beberapa warga negara dengan mekanisme citizen lawsuit, hakim yang menjadi penegak hukum khususnya dalam penegakan peraturan perundang-undangan memandang perlu untuk melakukan pembenaran atau pembetulan keadaan sehingga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan khususnya yang menyangkut mengenai pemenuhan kebutuhan air minum rakyat yang ada di Provinsi DKI Jakarta.
The Government's Accountability to its citizens especially in the fulfillment of the rights guaranteed by the Constitution completely. Transfer of this responsibility which is then in agreement to a third party in the event of the fulfilment of human rights in the field of drinking water causes problems with the high price of drinking water that is happening. This is because in the agreement made by the Government and the private sector, given the right entirely to the private sector to set the selling price of water to consumers so that Government authorities should be taken over by the private sector on the basis of the agreement. And this became the basis in tort by the ruler, so that by the time it is exercised by way of get sued by some citizens with mechanisms of citizen lawsuits, the judge became law enforcement the enforcement of legislation, especially in respect of the need to conduct a justification or rectification of circumstances so that compliance with the provisions of legislation specifically concerning about meeting the needs of people who are drinking water in DKI Jakarta Province.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T51319
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ciho Miller Bermana
Abstrak :
Perbuatan penahanan barang impor ke kawasan perdagangan bebas oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah suatu perbuatan melawan hukum yang melanggar kepentingan individu dan menimbulkan kerugian kepada importir maupun pihak lainnya. Secara perdata, terhadap kerugian yang timbul dapat dimintai pertanggungjawaban baik secara langsung terhadap Direktorat Jenderal Bea Cukai maupun melalui gugatan perdata yang diajukan ke pengadilan. Skripsi ini kemudian membahas 3 (tiga) pokok permasalahan yakni, bagaimana konsep perbuatan melawan hukum secara umum, bagaimana tugas dan wewenang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai secara umum, dan bagaimana mekanisme, bentuk pertanggungjawaban perdata, serta tindak penahanan barang impor dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum. Metode penulisan yang digunakan adalah yuridis-normatif, dengan penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif dan didukung dengan analisis putusan pengadilan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perbuatan penahanan barang impor dalam perkara perdata dipandang sebagai suatu perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365 KUHPerdata sehingga dapat dimintai pertanggungjawaban, dengan ganti rugi baik ganti rugi materiil maupun immateriil. Adapun mekanisme dan bentuk pertanggungjawabannya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat dimintakan pertanggungjawaban atas penahanan barang impor. ......The act of detaining imported goods into a free trade zone by the Directorate General of Customs and Excise is an unlawful act that violates individual interests and causes losses to importers and other parties. Civilly, the losses incurred can be held liable either directly against the Directorate General of Customs or through a civil lawsuit filed with the court. This thesis then discusses 3 (three) main problems, including how the concept of unlawful acts in general, how the duties and authorities of the Directorate General of Customs and Excise in general, and how the mechanism, form of civil liability, and acts of detention of imported goods can be said to be unlawful. The writing method used is juridical-normative, with research focused on examining the application of rules or norms in positive law and supported by analysis of court decisions. Thus it can be concluded that the act of detaining imported goods in a civil case is seen as an unlawful act in Article 1365 of the Civil Code so that it can be held liable, with compensation both material and immaterial damages. As for the mechanism and form of liability, the Directorate General of Customs and Excise can be held liable for the detention of imported goods.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ihsan Abdurrahman
Abstrak :
Hukum Indonesia, berasal dari tradisi hukum Belanda, termasuk gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang berasal dari onrechtmatige daad di Belanda. Meskipun mengalami perkembangan, PMH di Indonesia masih berfokus pada kompensasi untuk pihak yang mengalami kerugian, berbeda dengan konsep the law of torts di Inggris yang tidak hanya bertujuan untuk memberikan kompensasi tetapi juga mencegah terjadinya PMH dikemudian hari dan memberikan efek jera bagi pelaku. Perbedaan mencolok terlihat dalam pertimbangan terhadap niat pelaku, di mana PMH di Indonesia tidak mempertimbangkan niat, sementara the Law of Torts di Inggris memasukkan niat pelaku sebagai faktor yang penting dalam menentukan besaran tanggung jawab hukum. Selain itu PMH di Indonesia tidak diklasifikasikan ke dalam bentuk-bentuk tertentu, hal ini berbeda dengan the Law of Torts yang mengkategorikan tort ke dalam bentuk-bentuk spesifik. Pertimbangan niat pelaku dan pengklasifikasian torts ini memberikan kejelasan dan panduan bagi hakim dalam menentukan besaran ganti rugi yang lebih tepat dan adil. Dengan demikian, pengadopsian pengklasifikasi dan pertimbangan niat PMH seperti dalam the Law of Torts dapat mempermudah penyelesaian kasus PMH di Indonesia dan meningkatkan keadilan dalam penentuan besaran ganti rugi. ......Indonesian law, originating from the Dutch law, includes the lawsuit for Perbuatan Melawan Hukum or PMH, which originates from onrechtmatige daad in the Netherlands. Despite undergoing developments, PMH in Indonesia still focuses on compensation for parties experiencing losses, in contrast to the concept of the Law of Torts in England, which aims not only to provide compensation but also to prevent future trots and deter perpetrators. A notable difference lies in the consideration of the perpetrator's intention, where PMH in Indonesia does not take intention into account, while the Law of Torts in United Kingdom incorporates the perpetrator's intention as a crucial factor in determining the extent of tortious liability. Additionally, PMH in Indonesia is not classified into specific forms, unlike the Law of Torts, which categorizes torts into specific forms. Considering the intention of the perpetrator and classifying torts provides clarity and guidance for judges in determining more accurate and fair compensation. Therefore, adopting the classification and consideration of intention in PMH, as in the Law of Torts, can facilitate the resolution of PMH cases in Indonesia and enhance justice in determining compensation.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lazuardi Adnan
Abstrak :
Sejak Indonesia mengenal dan memberlakukan konsep perbuatan melawan hukum, suatu perbuatan dianggap sebagai perbuatan melawan hukum tidak hanya perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang, akan tetapi perbuatan yang melanggar asas kepatutan, asas ketelitian dan asas kehati-hatian juga termasuk dalam perbuatan melawan hukum. Itu karena, konsep onrechtmatige daad lebih luas dari pada konsep onwetmatige daad. Sekitar tahun 2010, ditemukan bahwa perbuatan tidak memenuhi isi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap terkait pembayaran uang pengganti pada kasus tindak pidana korupsi dijadikan dasar gugatan perbuatan melawan hukum, padahal putusan bukan sumber hukum utama bagi negara yang menganut sistem hukum civil law seperti Indonesia. oleh karena itu dalam penulisan ini akan coba dibahas lebih lanjut mengenai pengaturan pengajuan gugatan berdasar Pasal 1365 KUHPerdata, khususnya dalam hal tidak melaksanakan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap terkait pemenuhan pembayaran uang pengganti.
Since Indonesia has known and enforced the concept of tort, an act regarded as tort is not only actions contrary to the law, but an act that violates the principles of propriety, the principles of thoroughness and cautionary principle also included in tort. This is due to the fact that the onrechtmatige daad concept is wider than onwetmatige daad concept. Around 2010, it was found that the act of not fulfilling the decision of court which has binding power associated for compensatory money in cases of corruption becomes the basis of a tort lawsuit, where the problem is that court verdict is not a main legal source for countries which adopt civil law such as Indonesia. Therefore, this paper will try to discuss more on regulation regarding lawsuit filing pursuant to Article 1365 Civil Code, particularly in terms of not implementing court decisions with binding power related to the fulfillment of payment of compensation.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S65290
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moh. Kadri
Universitas Indonesia, 1984
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Ria Nanda
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai pengaturan Perbuatan Melawan Hukum dan perkembangan teori ganti kerugian di Indonesia. Lebih khususnya membahas mengenai pertanggungjawaban ganti kerugian terhadap Perbuatan Melawan Hukum atas tindakan kepolisian dalam melaksanakan jabatannya. Adapun penelitian yang dilakukan bersifat yuridis normatif dengan metode penelitian kepustakaan. Hasil penelitian menemukan bahwa Perbuatan Melawan Hukum dalam pasal 1365 KUHPerdata merupakan rumusan yang sangat terbuka untuk dikembangkan serta adanya prinsip siapapun yang menimbulkan kerugian pada orang lain mewajibkan orang tersebut untuk mengganti kerugian. Juga dengan adanya pasal 1367 KUHPerdata memungkinkan untuk seseorang bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan oleh orang yang menjadi tanggungannya.
ABSTRACT
This thesis discusses about the regulation of Torts and the development of compensation theories in Indonesia, especially in regards to the accountability of compensation upon Torts through Police?s action in executing their occupation. The research conducted was juridical normative with literature research method. And the result of this research is that the Torts concerned in Article 1365 of Indonesian Civil Code is on open conception to be developed and that there is a principle any act whatever of man which causes damage to an other obliges him by whose fault it occured to make reparation. And Article 1367 of Indonesian Civil Code also enable someone responsible for an action conducted by others whose support is assigned to him.
2016
S64288
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Andi Hamzah
Jakarta: Pradya Paramita, 1980
345.028 AND d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Fatma Amiranti
Abstrak :
PT PANN adalah Badan Usaha Milik Negara yang memiliki lingkup usaha membantu perusahaan pelayaran dengan tujuan memperoleh fasilitas mendapatkan barang modal berupa kapal laut dengan cara leasing, sehingga nantinya setelah pembayaran angsuran atau cicilan leasing tersebut selesai dan lunas, maka kapal laut dapat dimiliki oleh perusahaan pelayaran. Cara pembiayaan leasing dilakukan karena perusahaan pelayaran tidak memiliki kemampuan finansial untuk membeli kapal. PT PANN digugat telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan penyalah gunaan keadaan oleh PT. Caraka Trans Pasifik dan PT. Pelayaran Caraka Tirta Perkasa. Untuk itu maka rumusan masalah yang diteliti penulis adalah bagaimana penyalahgunaan keadaan terjadi dan dilakukan oleh PT. PANN sebagai kreditur dalam perjanjian leasing dan apakah dalil Perbuatan Melawan Hukum yang digunakan PT. Pelayaran Caraka Tirta sudah sesuai dengan unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata yang dilakukan kreditur. Untuk itu maka diteliti putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 606/Pdt.G/2015/PN.JKT.PST. Perjanjian leasing ditandatangani dalam bentuk perjanjian baku, diketahui bahwa posisi tawar Tergugat lebih tinggi dibanding Penggugat, hal ini merupakan penyalah gunaan keadaan dan disebut sebagai cacat kehendak oleh Prof. Cohen. Tergugat juga sengaja melakukan pembiaran dan tidak menarik kapal, dan Penggugat tetap diwajibkan membayar bunga dan denda, sehingga ini merupakan perbuatan melawan hukum. Ketentuan bunga ini melanggar undang-undang karena perusahaan leasing hanya diperbolehkan menarik keuntungan dari pembayaran sewa. Perjanjian leasing juga dilarang menggunakan kuasa mutlak. Penulis sependapat dengan Putusan Pengadilan bahwa PT PANN telah melakukan penyalah gunaan keadaan dan melakukan perbuatan melawan hukum. Perjanjian leasing tidak memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata karena causa yang tidak halal.
PT PANN is an Indonesian state owned enterprises which has a business to assist shipping company with the purpose of obtaining facilities by obtaining capital goods in the form of a seacraft by leasing, so that after the installment payment or the lease installment is completed and paid off, the ship can be owned by shipping company. The way of leasing rdquo is because shipping companies dont have the financial ability to buy seacraft. PT PANN has been sued of undue influence as a tort law by PT Caraka Trans Pasifik and PT Pelayaran Caraka Tirta Perkasa. Then the authors problem formulation research is how undue influence occurred by PT PANN as the creditor of lease agreement and wheter the argument of tort law used by PT Pelayaran Caraka Tirta Perkasa is accordance with the elements of tort law under the article 1365 of the Civil Code made by the creditor. Therefore, author choose to investigated courts decision number 606 Pdt.G 2015 PN.JKT.PST. The lease agreement is signed in the standard agreement form, which is known that the defendants bargaining position is higher than the plaintiff, that is an undue influence and that is reffered to defective by Prof. Cohen. The defendant also deliberately omitted and withdraw the seacraft, and the plaintiff is still required to pay the interest and penalties, so this is a tort law. This interests provision violates the law because the leasing company is only allowed to take advantage of the lease payment. The lease agreement is also prohibited from using absolute power. The author agrees with the courts decision that PT PANN has committed undue influence and committed against the law. The lease agreement does not comply with the provisions of article 1320 of the Civil Code due to the unlawful cause.
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Aldo Britano Kuncoro
Abstrak :
Indonesia dan Jerman keduanya berasal dari suatu rumpun hukum yang sama yaitu civil law, akan tetapi dikarenakan adanya faktor-faktor seperti politik, ekonomi, geografi, dan sosial sehingga terdapat perbedaan dalam konsep. Baik di Indonesia maupun Jerman, konsep dari perbuatan melawan hukum adalah sama yaitu mengembalikan kepada posisi yang semula sebelum terjadinya perbuatan melawan hukum. Pengaturan dari perbuatan melawan hukum di Indonesia dapat ditemukan dalam ketentuan pasal di KUH Perdata yang mengatur mengenai konsep dan juga pengaturan ganti rugi umum yang dapat diberikan dalam hal wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Di Jerman sendiri pengaturan mengenai perbuatan melawan hukum tidak hanya terdapat dalam suatu kodifikasi hukum perdata, dalam perkembanganya mengenai kasus yang berkaitan dengan strict liability, terdapat peraturan perundang-undangan khusus yang mengaturnya. Penulis melihat sebuah keunikan dari sistem hukum perdata di Jerman, dimana meskipun berasal dari negara rumpun civil law, keputusan hakim sering digunakan sebagai pelengkap dan penjelas peraturan perundang-undangan. Dengan gencarnya pengunaan yurisprudensi, hal-hal detail mengenai jumlah dan perhitungan ganti rugi menjadi jelas. Selain itu juga ditemukan bahwa, berbeda dengan Indonesia, di Jerman mengenal dua cara pemberian ganti rugi yang diatur dalam BGB yaitu dengan cara lump sum dan periodic payment. Dengan kata lain pengaturan mengenai perbuatan melawan hukum di Jerman pengaturanya lebih lengkap dan rinci mengenai ganti rugi, dengan memperhatikan hal-hal detail seperti metode pemberan ganti rugi, selain itu pengaturan ganti rugi juga berkembang pesat mengikuti perubahan yang ada, yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan lain diluar BGB. Dengan adanya penelitian ini disarankan agar hakim lebih mempertimbangkan penggunaan yurisprundensi dalam penentuan jumlah, cara penghitungan dan metode pemberian ganti rugi. Diharapkan pula hakim dapat melakukan sebuah penemuan hukum dalam keputusanya, untuk mengisi kekosongan hukum megenai rincian penentuan ganti rugi. ...... Indonesia and Germany derives from a similar famility Law which is Civil Law, however due to the difference in politics, social, and economy different concepts can be found. Both Germany and Indonesia aknowldge the same concept of torts, which is to bring remedy if a particular condition before the damages. The regulation on torts could be found in the Indonesia civil code KUH Perdata, which regulates the concept of torts and a general provision of damages in the case of torts or contractual breach. In Germany the regulation on torts is not only found in the German Civil Code, throughout the years damages regarding strict liability can be found in other provision outside the civil code. In this research, that found the uniqueness of how a civil law country like Germany is also heavily jurisprudence based like that of a common law country. This heavilty Jurisprudence based approach serves to fill the gap left within the regulation in Germany. Thus, detail things like the method and amount of regulation are stated and described detailly. Moreover, unlike in Indonesia, Germany recognize two method of paying damages which is divided into lump sum payment and periodic payment. In sum the regulation on damages in Germany is more complex and detailed with regards to the method and assessment of damages. Moreover, the development on law of damages can be seen on the provision outside BGB, which follows the current development. With this research, the writer hopes that Indonesian judges would be willing to use past jurisprudence as the basis of their decision. The writer strongly hopes that the Indonesian judges could contribute to development of law by achieving legal discovery, on the law of damages especially on the assessment on damages.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S68767
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>