Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dellyan Putra Mulia
"Resorpsi akar gigi sulung dapat terjadi secara fisiologis dan patologis. Resorpsi akar fisiologis terjadi pada gigi sulung yang sehat atau tidak mengalami karies mencapai pulpa, dan resorpsi akar patologis terjadi pada gigi sulung yang mengalami karies mencapai pulpa. Pengetahuan mengenai pengaruh resorpsi pada gigi sulung secara fisiologis maupun patologis terhadap tumbuh kembang gigi permanen penting untuk menentukan rencana perawatan yang tepat.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh antara resorpsi akar gigi sulung terhadap tumbuh kembang gigi permanen pada anak laki-laki usia 7-8 tahun.
Metode : Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan desain potong lintang. Subjek penelitian berupa 71 gigi molar satu dan molar dua bawah sulung serta gigi premolar satu dan premolar dua yang dilihat menggunakan radiografi panoramik anak laki-laki usia 7-8 tahun yang berjumlah 32 lembar.
Hasil : Tidak terdapat pengaruh (p>0.05) antara resorpsi akar gigi sulung terhadap tumbuh kembang gigi permanen pada anak laki-laki usia 7-8 tahun.

Primary root resorption can occur physiologically and pathologically. Physiological root resorption occurs in healthy primary teeth or in primary teeth with caries, but, without pulp involvement and pathological root resorption occurs in primary teeth with pulp caries. The knowledge about physiological and pathological primary root resorption towards the development of permanent successor is important to define the proper treatment plan.
Aim : The aim of this research was to analyze about the effect of primary root resorption towards the development of permanent successor in boys aged 7-8 years old.
Method : The method of this research was descriptive with cross-sectional design. The subject consisted of 71 mandibular primary molars and mandibular premolars that was seen using 32 sheets panoramic radiograph in boys aged 7-8 years old.
Result : Result showed that there was no effect of primary root resorption towards the development of permanent successor.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Swesty Mahardhini
"Latar Belakang: Penggunaan bahan semen (siler) saluran akar dengan kandungan dan karakteristik berbeda diduga dapat memengaruhi retensi pasak fiber terhadap dinding saluran akar pasca perawatan endodontik. Tujuan : Mengetahui perbedaan kekuatan adhesi pasak fiber pada perawatan saluran akar yang menggunakan siler berbasis resin epoksi dan kalsium silikat. Metode: 30 gigi premolar bawah akar tunggal didekoronasi, dilakukan preparasi saluran akar, lalu dibagi menjadi 3 kelompok; Kelompok 1 (kontrol): gigi tanpa pengisian saluran akar, Kelompok 2: gigi yang menggunakan siler resin epoksi (AH-Plus), dan Kelompok 3: gigi yang menggunakan siler berbasis kalsium silikat (Ceraseal). Setelah pengisian saluran akar, preparasi, dan pemasangan pasak fiber. Selanjutnya gigi dipotong pada area sepertiga tengah akar setebal 2 mm kemudian dilakukan uji push-out bond strength menggunakan Universal Testing Machine. Data dianalisis dengan tes One-way Anova dan post hoc Bonferroni. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna nilai push-out bond strength antar kelompok semen resin resin epoksi dan kalsium silikat. Kesimpulan: Gigi yang melalui perawatan saluran akar menggunakan siler resin epoksi memberikan kekuatan adhesi pasak fiber yang lebih baik dibandingkan gigi yang menggunakan siler kalsium silikat.

Background: The use of root canal sealers with different composition and characteristics is thought to effect the retention of fiber post in root canal walls after endodontic treatment. Objective: To evaluate the difference of the fiber post adhesion strength after endodontic treatment using epoxy resin and calcium silicate based root canal sealer. Methods: 30 samples of single-rooted lower premolar were decoronated, got the root canal prepared, then divided into 3 groups; Group 1 (the controls): samples without root canal filling, Group 2 and 3, the canals were filled with gutta percha using epoxy resin (AH-Plus), and calcium silicate (Ceraseal)-based root canal sealer. After root canal obturation, the gutta percha were partly removed, prepared for post space, and then cemented with the fiber posts. Then 2 mm thick disk were cut from the middle root section and subjected to a push-out bond strength test. Data were analysed using the one-way ANOVA and post hoc Bonferroni test. Result: There was a significant difference in the push-out bond strength value between the epoxy resin and calcium silicate-based root canal sealer groups. Conclusion: The endodontic treated tooth previously using epoxy resin root canal sealer gave better fiber post adhesion strength compared to tooth that used calcium silicate based root canal sealer."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfiyanti Saidah
"Panjang mandibula dapat diukur dari titik Kondilus ke titik Gnathion melalui gambaran sefalometri lateral. Panjang mandibula juga dapat diprediksi ukurannya menggunakan suatu rumusan, akan tetapi belum diketahui prediksi panjang mandibula pada anak dengan celah bibir dan langit-langit unilateral komplit. Pada penelitian ini akan dibuat rumusan prediksi panjang mandibula melalui analisis vertebra servikalis 3 dan 4 yang terlihat dari gambaran sefalometri lateral.
Tujuan : Mengetahui kemungkinan penggunaan usia skeletal vertebra servikalis dalam memprediksi panjang mandibula anak dengan celah bibir dan langit-langit unilateral komplit kelompok usia 9 sampai 13 tahun.
Material dan metode : Subyek penelitian terdiri dari 2 kelompok, masing-masing 20 anak dengan celah bibir dan langit-langit unilateral komplit pasca labioplasti dan palatoplasti pada usia 9-13 tahun. Kelompok pertama digunakan untuk membuat rumusan prediksi panjang mandibula. Kelompok kedua digunakan untuk menguji rumusan yang telah didapat pada kelompok pertama. Usia skeletal ditentukan dari analisis vertebra servikalis 3 dan 4 sesuai dengan metode Mito, 2003. Uji pada kelompok pertama menggunakan analisis regresi yang menghasilkan suatu persamaan linier, dan uji pada kelompok kedua digunakan uji t berpasangan untuk mengetahui perbedaan antara pengukuran langsung dan penghitungan menggunakan rumusan.
Hasil : Dari kelompok pertama, diperoleh rumusan prediksi panjang mandibula 96,079 + 0,516 x usia skeletal (dalam satuan millimeter) dengan R2 sebesar 2,0%. Pada kelompok kedua, terdapat perbedaan bermakna antara sub kelompok pengukuran langsung dan sub kelompok penghitungan menggunakan dengan rumusan (p=0,001).
Kesimpulan : Usia skeletal hanya menyebabkan sebagian kecil variasi panjang mandibula (2%), sedangkan 98%-nya merupakan faktor-faktor risiko lain seperti faktor tumbuh kembang, faktor genetika dan faktor lingkungan. Sehingga persamaan yang diperoleh, tidak dapat digunakan dalam memprediksi panjang mandibula pada anak usia 9-13 tahun dengan celah bibir dan langit-langit unilateral komplit.

Introduction : The mandibular length can be measured from Condylus point to Gnathion point using lateral cephalograms. The mandibular length also can be predicted using a formula, but there are still no formulas for predicting the mandibular length of children with complete unilateral cleft lip and palate. In this study, the formula for predicting mandibular length will be derived by analyzing the third and fourth cervical vertebrae (CV 3 and CV 4).
Objective : The purpose of this study was to assess the possibility of using cervical vertebrae bone age to predict the mandibular length of children with complete unilateral cleft lip and palate following labioplasty and palatoplasty between 9 and 13 years of age.
Methods : The subjects were 2 groups of 40 children, one group to derive a formula for predicting mandibular length, the other to compare actual values and predicted values. The cervical vertebrae bone age was calculated from CV 3 and CV 4 according to the method of Mito, 2003. A regression analysis was used to determine a formula for predicting mandibular length in group one. In group two, an paired t-test was run for 10 subjects with actual values and 10 predicted values subjects.
Results : In group one, the formula for predicting mandibular length was 96,079 + 0,516 x bone age (in millimeters) with R2 of 2,0%. In the group two, there was significant mandibular length difference between actual and predicted values (p = 0,001).
Conclusion : Cervical vertebrae bone age affected only 2% of a mandibular length variation, while 98% were affected by other risk factors such as growth factors, genetic factors and environmental factors. The formula might not be used to predict the mandibular length of children with complete unilateral cleft lip and palate between 9 and 13 years of age.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
T35044
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Amalia Rizqi
"Latar belakang: Performa mastikasi dapat dilihat dari kemampuan menghancurkan makanan. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah jumlah FTUs. Namun, belum diperoleh jumlah FTUs minimal untuk menghasilkan performa mastikasi baik. Selain itu, usia dan jenis kelamin juga berpengaruh terhadap performa mastikasi tetapi beberapa penelitian memiliki perbedaan pendapat terkait hal tersebut.
Tujuan: Menganalisis pengaruh jumlah FTUs, usia, dan jenis kelamin terhadap performa mastikasi.
Metode: Penilaian jumlah FTUs melalui catatan kontak gigi posterior dari 50 subjek sesuai kriteria inklusi sedangkan penilaian performa mastikasi melalui pencampuran warna bolus permen karet dua warna.
Hasil Penelitian: Jumlah FTUs sangat berpengaruh terhadap performa mastikasi p=0.667 sedangkan usia dan jenis kelamin tidak mempengaruhi performa mastikasi p=0,245 dan p=0,169.
Kesimpulan: Semakin banyak jumlah FTUs maka semakin baik performa mastikasi.

Background: Individual masticatory performance can be shown from their ability to break down the food. Number of FTUs can affect masticatory performance. But, there is no research about the minimum number of FTUs that still produce a good masticatory performance. In addition, age and gender also affects for masticatory performance but few studies have disagreements about that.
Purpose: To analyze the effect of number of FTUs, age and gender for masticatory performance.
Methods: Number of FTUs's evaluation through the contact record of posterior teeth from 50 subjects that include in criteria and masticatory performance's evaluation through the color mixing gum bolus.
Results: Number of FTUs give positively affect for masticatory performance p 0.667 whereas age and gender doesn't affect for that p 0,245 and p 0,169 .
Conclusion: The greater number of FTUs makes good masticatory performance.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Farid Ratman
"Tesis ini membahas tentang pengaruh labioplasti dan palatoplasti terhadap morfologi mandibula sisi cleft dan sisi normal pada pasien celah bibir dan langit-langit unilateral di RSAB Harapan Kita yang berusia 13 tahun atau lebih. Penelitian ini adalah penelitian observasi krosseksional dengan mengukur morfologi dari data CBCT dan membandingkan sisi cleft dan sisi normal. Hasil penelitian memperlihatkan adanya perbedaan signifikan secara statistik pada panjang korpus dan inklinasi frontal ramus antara sisi cleft dan sisi normal. Sisi cleft biasanya lebih kecil daripada sisi normal. Evaluasi CBCT sangat penting untuk dilakukan terutama pada pasien celah bibir dan langit-langit untuk menentukan rencana perawatan selanjutnya, contohnya osteodistraksi atau orthognatik.

This thesis will discuss about the effect of labioplasty and palatoplasty on Morphology of Mandible on cleft side and non-cleft side in more than 13 years old cleft lip and palate patient at Harapan Kita Hospital. Using Cross sectional observation study by measuring and comparing morphological anatomy on cleft side and non-cleft side with CBCT. Based on statistical analysis showed there is a significant different in corpus length and frontal ramus inclination on cleft side and non-cleft side. it showed that the size is smaller on the cleft side than non-cleft side. CBCT evaluation is important as diagnostic tools for cleft lip and palate patient in order to make further treatment plan, as in osteodistraction or orthognatic surgery.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luh Putu Trisna Budi Utami
"Latar Belakang : Nanosilika sekam padi diekstraksi melalui metode sol-gel dan pirolisis yang memiliki struktur amorf, berpori, dan permukaannya mengandung gugus silanol (Si-OH). Interaksi gugus silanol (Si-OH) dengan ion kalsium membentuk kristal apatit. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek nano silika sekam padi metode sol-gel dan pirolisis terhadap peningkatan jumlah hidroksiapatit dentin. Metode : 12 sampel kavitas dibagi menjadi 4 kelompok. Kelompok 1 (dentin normal) sebagai kontrol, kelompok 2 dentin demineralisasi, kelompok 3 dentin demineralisasi diaplikasi nanosilika sekam padi metode sol-gel, dan kelompok 4 dentin demineralisasi diaplikasi nanosilika sekam padi metode pirolisis. Kemudian seluruh sampel disimpan dalam shaking incubator pada suhu 37°C. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan dengan XRD untuk melihat derajat kristalinitas hidroksiapatit. Hasil : Terdapat peningkatan derajat kristalinitas hidroksiapatit dentin setelah aplikasi nanosilika sekam padi metode pirolisis dan sol-gel yang nilainya tidak berbeda bermakna dengan kelompok dentin normal (kontrol). Kesimpulan: Nanosilika sekam padi metode sol-gel dan pirolisis mempunyai kemampuan yang sama dalam meningkatkan jumlah kristal hidroksiapatit dentin.

Background: Rice husk nanosilica is a material extracted through sol-gel and pyrolysis methods, has amorphous, porous, and contain silanol (Si-OH) groups on their surface. The silanol group (Si-OH) interacting with calcium ions will induce the formation of apatite crystals. Objective: To determine the effect of rice husk nanosilica sol-gel and pyrolysis methods on incresed amount of dentin hydroxyapatite. Methods: 12 cavity samples were divided into 4 groups. Group 1 (normal dentin) as control group, group 2 is a demineralized dentin group, group 3 is a demineralized dentin group applied to rice husk nanosilica through sol-gel method, and group 4 is a demineralized dentin group applied to rice husk nanosilica through pyrolysis method. All samples are then kept inside a shaking incubator at a temperature of 37°C. Next an examination was done using an XRD to see the degree of hydroxyapatite crystallinity Result: There is an increase degree of crystallinity of dentin hydroxyapatite, after the application of rice husk nanosilica and sol-gel and pyrolysis methods whose value was not significantly different from the normal dentin (control) group. Conclusion: Rice husk nanosilica sol-gel and pyrolysis methods have the same capability to increase the amount of dentin hydroxyapatite crystals."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sela Natasha
"Latar Belakang : Estimasi usia merupakan salah satu proses identifikasi individu, baik individu hidup ataupun mati. Gigi menjadi struktur anatomis yang dapat digunakan karena tahan terhadap perubahan lingkungan dan dapat merepresentasi usia individu sejak prenatal hingga dewasa. Metode TCI Khoman merupakan metode estimasi usia yang sederhana, nondestruktif, dan dapat diterapkan pada gigi insisivus, kaninus, premolar dan molar menggunakan radiograf periapikal, namun belum diuji dengan metode estimasi usia lainnya. Pada penelitian ini menguji ulang metode TCI Khoman dengan metode atlas AlQahtani. Metode AlQahtani merupakan metode atlas estimasi usia dengan range usia luas dari 28 minggu intrauteri hingga 23 tahun yang secara detail digambarkan dalam 31 diagram pada setiap usia kronologis menggunakan radiograf panoramik. Atlas AlQahtani juga sudah pernah diuji dan dapat digunakan di Indonesia.
Tujuan : Menganalisa ketepatan rumus estimasi usia metode Tooth Coronal Index Khoman pada gigi insisivus, kaninus, premolar, dan molar dibandingkan dengan metode AlQahtani terhadap usia kronologis pada rentang usia 8-23 tahun.
Metode : Perbandingan hasil estimasi usia menggunakan metode Tooth Coronal Index Khoman dengan metode AlQahtani pada 113 sampel radiograf panoramik.
Hasil : Rumus Tooth Coronal Index Khoman pada gigi insisivus, kaninus, premolar dan molar dapat menggunakan radiograf periapikal maupun panoramik. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara hasil estimasi usia menggunakan rumus Tooth Coronal Index Khoman pada gigi insisivus, kaninus, premolar dan molar dengan metode AlQahtani. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara hasil estimasi usia pada laki-laki dan perempuan. Estimasi usia menggunakan rumus TCI Khoman pada gigi premolar paling mendekati usia kronologis dengan SEE 0.950 sedangkan rumus TCI-Khoman pada gigi kaninus paling tidak mendekati usia kronologis dengan SEE 1.57, dibandingkan dengan rumus TCI Khoman pada gigi insisivus dengan SEE 1.139, TCI Khoman pada gigi molar dengan SEE 1.509, dan metode AlQahtani dengan SEE 1.209
Kesimpulan : Metode Tooth Coronal Index Khoman pada gigi insisivus, kaninus, premolar dan molar dan metode AlQahtani dapat digunakan untuk estimasi usia individu rentang usia 8-23 tahun.

Background : Age estimation is one of the process of identifying persons, whether live, or dead. Tooth becomes a reliable source for its resistant to environmental change and capable to represent individual age from prenatal to adulthood. Tooth Coronal Index method by Khoman are simple, non-destructive, and can be applied to incisive, canine, premolar, and molar. this research comparing TCI Khoman method to AlQahtani method. AlQahtani is an atlas which has a large range of age estimasion, 28 weeks intrauteri to 23 years old, this method is showing a 31 diagrams per age. Atlas AlQahtani were already proven to be used in Indonesia. Aims : To analyse the validity of Khoman Tooth Coronal Index formula on incisivus, canine, premolar, and molar compared to the AlQahtani method on the age of 8-23 year.
Method : Comparing the age estimation using Khoman Tooth Coronal Index method and AlQahtani method of the 113 samples of panoramic radiograph.
Result : Khoman Tooth Coronal Index on insisivus, canines, premolars and molars can be use on both periapical and panoramic radiograph. There was no significant difference between age estimation of Khoman Tooth Coronal Index method and AlQahtani Method. There was no significant difference between the age estimation on male and female. Age estimation by TCI Khoman method of premolar is the most accurate to chronological age (SEE 0.950), meanwhile TCI Khoman canine shows the most gap to chronological age (SEE 1.57), compared with incisive, molar and AlQahtani method.
Conclusion : Khoman Tooth Coronal Index method and AlQahtani method can be used for age estimation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library