Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aliyya Rifki
Abstrak :
Latar belakang: Penentuan derajat degenerasi diskus intervertebralis (DDI) dan pemantauan progresivitasnya sangat penting untuk menentukan tatalaksana dan memantau efektivitas terapi. Penilaian T2 map menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat mengevaluasi derajat DDI secara kuantitatif namun dengan hasil yang bervariasi, tergantung pada mesin, coil, protokol, dan perangkat lunak MRI yang digunakan. Metode: MRI sekuens T2 – weighted image potongan sagital digunakan untuk menilai dan mengelompokkan derajat DDI lumbal berdasarkan skala Modifikasi Pfirrmann. Derajat DDI lumbal yang termasuk dalam kriteria penelitian adalah derajat 2 – 4. Pasien yang tidak memiliki diskus normal (derajat 1) dieksklusi. MRI sekuens T2 mapping potongan mid – sagital digunakan untuk memperoleh rerata nilai T2 map dengan meletakkan Regio of Interest (ROI) di seluruh penampang diskus normal dan diskus yang berdegenerasi. Rerata nilai T2 map diskus yang berdegenerasi dibandingkan dengan diskus normal pada pasien yang sama, sehingga didapatkan nilai rasio (T2 map index). Hasil: Didapatkan perbedaan signifikan rerata nilai T2 map index pada tiap derajat skala Modifikasi Pfirrmann (p < 0,001), dimana semakin berat derajat DDI lumbal, maka rerata nilai T2 map index semakin rendah (derajat 1: 0,97 ± 0,05 ms; derajat 2: 0,93 ± 0,07 ms; derajat 3: 0,60 ± 0,11 ms; derajat 4: 0,48 ± 0,04 ms). Kesimpulan: Penghitungan nilai T2 map index dapat digunakan untuk mengevaluasi progresivitas DDI lumbal secara kuantitatif dan dapat mengeliminasi variabilitas nilai T2 map. ......Background: Severity and progression of intervertebral disc degeneration in early stages should be evaluated not only for an adequate treatment planning, but also for monitoring the effectiveness of therapies. Obtaining T2 map value using MR T2 mapping was beneficial for the assessment of disc degeneration albeit different MR machine, coil, software, and protocol used could affect its value. Methods: Sagittal T2 – weighted image were used to evaluate lumbal disc degeneration by Modified Pfirrmann grading system. Grade 2 – 4 were included, while patients without grade 1 disc (normal disc) were excluded. Using mid – sagittal MR T2 mapping, range of interest (ROI) were placed in whole disc. Mean T2 map value in degenerated disc was compared to mean T2 map value in normal disc with resultant of a ratio (T2 map index). Results: Mean T2 map index value between each Modified Pfirrmann grading differed significantly (p < 0,001). Higher Modified Pfirrmann grade correlates with lower mean T2 map index value (grade 1: 0,97 ± 0,05 ms; grade 2: 0,93 ± 0,07 ms; grade 3: 0,60 ± 0,11 ms; grade 4: 0,48 ± 0,04 ms). Conclusion: T2 map index is reliable in evaluating the progressivity of lumbal disc degeneration quantitatively and in eliminating T2 map value variabilities.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bernadette Jessica Rosaline
Abstrak :
Latar belakang: Pasien kanker rentan mengalami malnutrisi dan disabilitas menyebabkan sulitnya pengukuran tinggi badan aktual untuk penentuan status gizi dan tata laksana nutrisi optimal. Penelitian membahas korelasi antara panjang depa dengan tinggi badan aktual yang diharapkan menghasilkan rumus estimasi. Metode: Penelitian observasional potong lintang pada 68 pasien rawat jalan di poliklinik radiologi RSCM Agustus-September 2019 yang dipilih menggunakan simple random sampling. Pelaksanaan penelitian di departemen ilmu gizi FKUI-RSCM menggunakan data sekunder; dianalisis memakai SPSS versi 20.0. Analisis univariat uji Kolmogorov-Smirnov pada variabel usia, status gizi pasien, tinggi badan, dan panjang depa pasien. Analisis bivariat dengan uji spearman’s correlation. Hasil: Pasien rata-rata berusia 46,4(10,8) tahun; mayoritas berjenis kelamin laki-laki (51,5%), tingkat pendidikan SMA (35,3%), kanker kepala leher (64,7%), stadium kanker 3 (36,6%), dan status gizi normal (38,2%). Rata-rata panjang depa 161(47,7-204) cm, rata-rata tinggi badan 157(39-180) cm. Korelasi yang sangat kuat antara panjang depa dengan tinggi badan (r = 0,924); signifikan secara statistik (p < 0,001). Kesimpulan: Hubungan antara panjang depa dengan tinggi badan pada pasien poliklinik radioterapi RSCM menunjukkan derajat hubungan yang sangat kuat serta signifikan secara statistik dan dapat dipakai sebagai alternatif pengukuran tinggi badan. ......Introduction: Cancer patients are prone to malnutrition and disability, which makes it difficult to measure actual height for nutritional status and optimal nutritional management. The study discusses the correlation between arm span and height which is expected to produce an approximate formula. Method: A cross-sectional observational study on 68 outpatients at the radiology polyclinic RSCM August-September 2019 selected using simple random sampling. Implementation of research in the department of nutrition science FKUI-RSCM using secondary data; analyzed using SPSS version 20.0. Kolmogorov-Smirnov test univariate analysis on the variables of age, nutritional status of patients, height, and arm span of patients. Bivariate analysis with Spearman correlation test. Result: The mean age of patients was 46.4(10.8) years; the majority were male (51.5%), high school education level (35.3%), head and neck cancer (64.7%), cancer stage 3 (36.6%), and normal nutritional status (38, 2%). The average arm span is 161(47.7-204) cm, the average height is 157(39-180) cm. Very strong correlation between arm span and height (r = 0.924); statistically significant (p < 0.001). Conclusion: The relationship between arm span and height in RSCM radiotherapy polyclinic patients shows a very strong and statistically significant degree of relationship and can be used as an alternative height measurement.
Depok: Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library